Anda di halaman 1dari 15

STATUS UJIAN

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


RENCANA UPAYA PENANGGULANGAN
PENYAKT ASMA

Disusun Oleh:
Ivena Salsabila Yanitara
1965050037

Dosen Penguji:
dr. Nia Reviani, MAPS

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2021
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

STATUS UJIAN
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021

Masalah Kesehatan : Penyakit Asma


Hari/Tanggal ujian : , Maret 2021
Tempat ujian : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Nama : Ivena Salsabila Yanitara


NIM : 1965050037
Tanda Tangan :

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 2
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

I. Pendahuluan
Asma merupakan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan
dunia, tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Asma
adalah penyakit paru berupa proses peradangan kronik di saluran napas yang
menyebabkan penyempitan saluran napas dan menebalnya dinding saluran napas yang
ditimbulkan oleh peradangan dan edema yang dipicu oleh pengeluaran zat histamine,
tersumbatnya saluran napas oleh sekresi berlebihan mukus kental, hiperresponsitivitas
saluran napas yang ditandai oleh konstriksi hebat saluran napas kecil akibat spasme
otot polos di dinding saluran napas, terhadap berbagai macam rangsangan yang dapat
menyebabkan penyempitan saluran pernapasan yang menyeluruh sehingga
menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas yang reversible,
baik secara spontan maupun dengan terapi, dada terasa berat, dan batuk terutama pada
malam atau dini hari.1,2
Pada saat melakukan ekspirasi, obstruksi pada penyakit asma akan bertambah
berat karena pada fisiologi pernapasan, proses ekspirasi saluran napas akan membuat
penyempitan. Diameter bronkiolus akan menyempit pada saat ekspirasi di bandingkan
saat inspirasi karena selama proses ekspirasi paksa, dalam paru-paru terjadi
peningkatan tekanan sehingga menekan bagian luar bronkiolus dan menutupnya
saluran napas, sehingga membuat keadaan di dalam paru paru mengalami tekanan
positif. Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi tidak dapat
diekspirasikan sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang.
Penyempitan pada saluran napas ini akan mengakibatkan kesulitan dalam ekspirasi.3
Asma dapat menyerang semua kalangan usia, tetapi penyakit ini umumnya
terjadi pada masa anak-anak terutama pada usia lima tahun. 2 Menurut data
epidemiologi jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan anak perempuan.4 Perbedaan pada jenis kelamin terhadap asma bervariasi,
tergantung pada usia dan banyak dipengaruhi oleh perbedaan karakter biologi masing
– masing individu. Didapatkan kejadian penyakit asma anak laki-laki berusia 2-5
tahun ternyata memiliki risiko 2 kali lebih sering dibandingkan anak perempuan,
sedangkan pada anak usia 14 tahun risiko asma anak laki- laki memiliki risiko 4 kali
lebih sering dibanding dengan anak perempuan, tetapi pada usia 20 tahun pada laki-

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 3
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

laki memiliki tingkat risiko yang berkebalikan dari insiden ini. 5 Selain itu teori
menyatakan bahwa penyakit asma lebih sering dikaitkan dengan kombinasi dari
kecenderungan genetik (riwayat atopi) dengan paparan lingkungan.6
Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua
negara di dunia. Menurut data The Global Asthma Report pada tahun 2016 dinyatakan
bahwa perkiraan jumlah penderita asma seluruh dunia adalah 325 juta orang dengan
angka prevalensi yang terus meningkat terutama pada anak-anak. 2 Prevalensi asma
meningkat 5-30% dalam satu dekade terakhir. Menurut data dari World Health
Organisation (WHO) memperkirakan 235 juta penduduk dunia menderita asma dan
paling sering terjadi pada anak dan WHO mengeluarkan data yang dirilis pada
Desember 2016, terdapat 417,918 kematian akibat asma. 7 Sedangkan bulan Mei tahun
2014, angka kematian akibat penyakit asma bronkial di Indonesia mencapai 24.773
orang atau sekitar 1,77% dari total jumlah kematian penduduk. Setelah dilakukan
penyesuaian umur dari berbagai penduduk, data ini sekaligus menempatkan Indonesia
di urutan ke- 19 di dunia perihal kematian akibat asma bronkial.2
Pada tahun 2018, prevalensi asma di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter
pada penduduk Semua Umur, berjumlah 1.017.290 (2,4%). 8 Kematian mencapai 80%
yang disebabkan oleh asma terjadi pada negara yang berpendapatan rendah dan
sedang kebawah. Data WHO memperkirakan, pada 2025 di seluruh dunia terdapat
255.000 jiwa meninggal karena asma. Jumlah ini dapat meningkat lebih besar
mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. Laporan WHO dalam
World Health Report 2000 menyebutkan, terdapat lima penyakit paru utama yang
mencapai 17,4% kasus dari seluruh kematian di dunia, masing-masing terdiri dari
infeksi paru 7,2%, PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) 4,8%, Tuberkulosis 3,0%,
Kanker paru/trakea/bronkus 2,1% dan Asma 0,3%.6
Zat atau partikel yang dihirup, yaitu alergen, seperti tungau debu rumah
(Dermatophagoides pteronyssinus) atau serbuk sari dan beberapa makanan dapat
memicu penyakit asma, seperti bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan,
makanan laut, susu sapi, dan telur. Debu rumah, bulu hewan peliharaan, perubahan
cuaca, dan asap tembakau (rokok). Emisi bahan bakar berlebih dari aktivitas industri

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 4
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

dan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama asma dari segi lingkungan.
Selain itu melakukan aktivitas fisik yang berat juga dapat memicu timbulnya asma.6
Model segitiga epidemiologi atau triad epidemiologi menggambarkan
interaksi tiga komponen penyakit yaitu manusia (Host), penyebab (Agent), dan
lingkungan (Environment). Berikut ini akan dijabarkan hubungan 3 komponen yang
terdapat dalam model segitiga epidemiologi pada penyakit asma:
- Faktor penyebab (agent) yang dapat menjadi risiko terjadinya asma, yaitu alergen,
meliputi tungau debu (Dermatophagoides pteronyssinus); bulu hewan peliharaan;
serbuk sari; asap tembakau (rokok); pengawet atau pewarna dalam bahan makanan,
MSG, beberapa makanan laut, telur, kacang-kacangan, dan susu sapi.6
- Faktor manusia (host) adalah organisme, manusia atau pasien. Faktor risiko asma
pada pasien (host) dalam hal ini meliputi: riwayat keluarga (genetik), usia, jenis dan
kelamin.
- Faktor lingkungan (environment) yang dapat menjadi risiko terjadinya asma meliputi
perubahan cuaca, kelembaban udara, dan polusi udara karena emisi bahan bakar
berlebih dari aktivitas industri dan kendaraan bermotor, serta lingkungan berdebu
(kebersihan lingkungan).

II. Faktor Risiko Penyakit Asma berdasarkan Teori Hendrik L. Blum


Hendrik L. Blum dalam teori klasiknya menyatakan bahwa terdapat 4 faktor
yang mempengaruhi derajat kesehatan secara umum, yaitu lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan keturunan (herediter). Faktor yang paling berpengaruh
terhadap status kesehatan adalah faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan fisik
dan non fisik.9

1. Lingkungan
Faktor lingkungan memiliki peranan yang paling besar terhadap kesehatan
seseorang yaitu dapat mempengaruhi sebesar 45%. Hendrik L. Blum menggolongkan
faktor lingkungan menjadi 2, yaitu lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik
meliputi paparan terhadap allergen: tungau debu rumah, bulu hewan peliharaan,
serbuk sari,

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 5
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

asap rokok, debu rumah, makanan laut, susu sapi dan kacang-kacangan,
paparan terhadap emisi bahan bakar berlebih dari aktifitas industri dan kendaraan
bermotor, serta pengaruh dari udara (kelembaban dan suhu) dan iklim (cuaca hujan).
Lingkungan non fisik meliputi status ekonomi yang rendah. Faktor lingkungan dapat
berpengaruh terhadap perilaku.9
Paparan terhadap alergen merupakan faktor pencetus asma yang paling
penting. Alergen – alergen ini dapat berupa debu rumah, tungau debu rumah, hewan,
dan serbuk sari. Tungau debu rumah umumnya ditemukan pada perabotan rumah
yang berbulu, seperti karpet, boneka dan tempat tidur yang kotor. Paparan terhadap
hewan peliharaan yang berbulu, khususnya bulu anjing dan kucing dapat
meningkatkan sensitisasi alergi pada penyakit asma. Protein dalam serpihan kulit
hewan peliharaan, urin, air liur, rambut, dan feses dari hewan peliharaan tersebut
dapat memicu timbulnya asma.10
Zat- zat iritan berupa paparan terhadap asap rokok juga telah dikaitkan dengan
kejadian asma. Partikel yang terkandung dalam asap rokok dapat mengendap dalam
lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus sehingga menghambat aktivitas silia.
Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia yang menimbulkan gejala
batuk kronik dan ekspetorasi. Produk mukus yang berlebihan memudahkan timbulnya
infeksi serta menghambat proses penyembuhan. Keadaan ini merupakan akibat
terjadinya hipersekresi.11 Lingkungan memiliki pengaruh dan peranan terhadap
penyebab timbulnya asma. Paparan emisi bahan bakar berlebih dari aktivitas industri
dan kendaraan bermotor (polusi udara) merupakan penyebab utama asma dari segi
lingkungan. Selain itu, perubahan cuaca seperti hujan, suhu dingin (<20 ℃),
kelembaban udara (<40% atau >60%) juga dapat menyebabkan penyakit asma.
Menurut Kepmenkes RI No. 1077/MENKES/PER/V/2011 Tentang Pedoman
Penyehatan Udara dalam Ruang, suhu yang baik dalam rumah berkisar antara 18℃-
30℃.12
Status ekonomi rendah berhubungan dengan terjadinya penyakit asma.
Berdasarkan status ekonomi diketahui terdapat hubungan bermakna antara status
ekonomi dan penyakit asma. Status ekonomi rendah kemungkinan mendapat penyakit
asma 1,1 kali lebih besar dibandingkan dengan status ekonomi tinggi. Dengan

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 6
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

demikian, semakin tinggi status sosial ekonomi keluarga akan semakin menurunkan
angka risiko anak terkena penyakit asma. Hal ini berarti kehidupan rumah tangga
dengan status sosial ekonomi tinggi memiliki kemampuan ekonomi lebih besar untuk
menjaga kondisi kesehatan keluarganya dan akan mengupayakan agar keluarganya
dapat hidup sehat. Penghasilan yang rendah meningkatkan risiko asma terkait dengan
kondisi perumahan yang buruk. Penelitian yang dilakukan oleh Fattore et al.,
menyebutkan bahwa anak dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi rendah lebih
berisiko mengalami situasi stres dan kejadian penyakit yang berat.13

2. Perilaku
Prilaku gaya hidup dan kebiasan juga berpengaruh besar sebagai faktor risiko
terjadinya penyakit asma sebesar 30%, prilaku gaya hidup ini diantaranya adalah
kebiasaan merokok. Merokok merupakan prilaku gaya hidup yang dapat memicu
terjadinya asma karena menyebabkan menurunnya fungsi fisiologi paru sehingga
individu yang merokok dapat memiliki risiko lebih tinggi terserang asma. Kelompok
perokok 1,9 kali berisiko terkena asma dibandingkan dengan kelompok bukan
perokok karena penderita asma mempunyai sifat kepekaan saluran nafas yang
berlebihan (hipersensitifitas saluran pernapasan) hal ini merupakan pemicu utama
terjadinya asma.14
Perilaku yang tidak bersih dapat berisiko terkena infeksi pernapasan dan
memicu terjadinya asma, seperti prilaku jarang membersihkan lingkungan tempat
tinggal dapat menambah sumber partikel debu yang berasal dari dalam rumah maupun
luar rumah. Selain itu aktivitas fisik yang berat dan olahraga juga dapat memicu
terjadinya asma. Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan
asma bila melakukan aktifitas fisik atau olahraga yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olahraga atau
aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah
olahraga. Exercise merupakan salah satu penyebab episode akut asma yang paling
sering ditemukan.15

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 7
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

Kurangnya pengetahuan mengenai definisi, gejala, faktor risiko dan


pencegahan asma juga berpengaruh terhadap kejadian asma. Jika pengetahuan
penderita meningkat penderita akan melakukan pencegahan dengan baik dan tidak
mengalami serangan yang berulang. Tingkat pengetahuan yang baik mempengaruhi
frekuensi kekambuhan, karena dengan pengetahuan yang baik penderita mampu
melakukan pencegahan kekambuhan yang berulang.

3. Fasilitas Kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat berpengaruh terhadap derajat kesehatan. Pelayanan
kesehatan terdiri atas pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Pelayanan promotif dan preventif yang berpengaruh dalam terjadinya asma adalah
kurangnya promosi kesehatan berupa penyuluhan atau kampanye (KIE atau
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) dan promosi kesehatan self care mengenai
definisi, faktor risiko, gejala, dan pencegahan asma untuk meningkatkan pengetahuan
dan kepedulian masyarakat mengenai asma dan pencegahannya. Selain itu, kurangnya
UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat), yaitu Posbindu PTM (Pos
Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular) dalam deteksi dini dengan peakflow
meter, serta kurangnya pelatihan kader mengenai asma sehingga kurangnya sumber
daya masyarakat yang dapat memberikan promosi Kesehatan mengenai asma kepada
masyarakat lain.
Posbindu PTM merupakan salah satu program P2PTM (Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular) yang dilaksanakan oleh Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular pada tahun 2015-2019.
Kurangnya ketersediaan Posbindu PTM menimbulkan kurangnya ketersediaan
Pemeriksaan kesehatan standar penduduk usia 15-59 tahun setiap tahun yang biasanya
dilakukan di Posbindu PTM.16 Jika P2PTM tidak berjalan dengan baik, maka
program-program P2PTM seperti layanan telepon konseling bebas merokok, layanan
klinik berhenti merokok, pengendalian konsumsi rokok, kemitraan dengan LSM,
organisasi profesi, organisasi berbasis agama yang potensial seperti PKK, OASE,
Pramuka, Dompet Dhuafa, Organisasi Wanita, LSM Peduli Rokok, TNP2K, NGO

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 8
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

Internasional, kemitraan dengan sektor swasta dalam usaha promosi dan pencegahan
PTM termasuk asma.16

4. Keturunan (Herediter)
Faktor keturunan (herediter) merupakan faktor risiko yang tidak dapat di
modifikasi. Risiko anak dapat mengalami penyakit asma sebesar 3 kali lipat lebih
besar jika memiliki riwayat keluarga dengan penyakit asma diserai dengan salah satu
atopi. Presdiposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu jika anak dengan
satu orang tua yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah
menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asma. Faktor ibu ternyata lebih kuat
menurunkan asma dibanding dengan ayah.17
Faktor genetik yang diturunkan adalah kecenderungan dalam memproduksi
IgE yang berlebihan. Seseorang yang mempunyai kecenderungan ini mempunyai sifat
atopi dan hipersensitifitas pada saluran pernapasan. Ada penderita yang tidak
mempunyai sifat atopi dan juga serangan asmanya tidak dipicu oleh pemajanan
terhadap allergen, Asma pada penderita ini disebut idiosinkratik, dan biasanya
asmanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas.18

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 9
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

Keturunan
Pelayanan Kesehatan Faktor Herediter
Lingkungan
5%
• FISIK
• Promotif Tungau debu rumah,
Kurangnya KIE mengenai 20% ASMA 45% serbuk sari, hewan
Asma peliharaan, asap rokok,
• Preventif, emisi bahan bakar
kurangnya UKBM (Upaya 30% berlebih dari aktivitas
Kesehatan Berbasis industri dan kendaraan
Masyarakat), yaitu bermotor, perubahan
Posbindu PTM (Pos Prilaku cuaca (hujan), suhu
Pembinaan Terpadu dingin (<20℃),
Penyakit Tidak Menular) kelembaban udara (<40%
• PENGETAHUAN:
dalam deteksi dini asma atau <60%), lingkungan
Kurangnya pengetahuan mengenai
dengan peakflow meter berdebu
definisi, gejala, faktor risiko,
pencegahan asma • Non-Fisik:
• Kebiasaan: Status ekonomi yang
Kebiasaan merokok, jarang rendah
membersihkan lingkungan tempat
tinggal, memelihara hewan berbulu,
konsumsi makanan laut, susu sapi,
telur, bahan pengawet, MSG, pewarna

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 10
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

III. Rencana Upaya Pemecahan Masalah Penyakit Asma


1. Lingkungan
Ditinjau dari segi lingkungan, upaya pemecahan masalah penyakit asma dapat
dilakukan pada lingkungan fisik dan non fisik.
A. Fisik:
a. Tujuan :
Pencegahan terjadinya penyakit asma melalui modifikasi lingkungan
b. Cara:
1) Penerapan Hunian Bebas Rokok (HBR) di lingkungan masyarakat dan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai instansi/dinas serta tempat-tempat
umum.
2) Melakukan upaya minimalisasi pencemaran udara dengan penerapan program
udara bersih /langit biru.19
B. Non-fisik:
a. Tujuan :
Untuk membantu masyarakat dengan ekonomi rendah untuk meningkatkan
pendapatan.
b. Cara :
1) Melakukan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat dalam
lapangan pekerjaan.
2) Bekerja sama dengan pihak terkait untuk meningkatkan upah kerja.

2. Perilaku
Sebagai tenaga kesehatan, kita dapat melakukan upaya untuk melakukan promosi
kesehatan kepada masyarakat mengenai pengetahuan dan tindakan yang berisiko
terhadap terjadinya asma.
a. Tujuan :
1) Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai definisi, faktor risiko,
gejala, dan pencegahan terjadinya asma, dan meningkatkan motivasi serta
partisipasi masyarakat dalam pengendalian asma.

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 11
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

2) Untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat yang dapat meningkatkan


risiko terjadinya asma dan meningkatkan tindakan atau kebiasaan masyarakat
untuk mencegah terjadinya asma.
b. Cara :
1) Melakukan promosi Kesehatan (penyuluhan) kepada masyarakat mengenai
definisi, faktor risiko, gejala, dan pencegahan terjadinya asma. Edukasi
mengenai pencegahan terjadinya asma yang utama adalah dengan menghindari
faktor pencetus yang dapat memicu timbulnya serangan asma, yaitu:
- Menghindari kontak dengan hewan yang berbulu dan mudah rontok
seperti kucing atau anjing yang dapat menjadi faktor pemicu asma
- Menghindari konsumsi makanan yang mempunyai tingkat alergenitis yang
tinggi dapat memicu serangan asma seperti bahan pengawet, penyedap,
pewarna makanan
- Menghindari penggunaan pendingin ruangan dengan suhu yang terlalu
rendah (<20℃)
- Meningkatkan perilaku hidup bersih, yaitu rajin membersihkan
lingkungan sekitar tempat tinggal, seperti menyapu dan mengepel setiap
hari, membersihkan debu yang menempel pada perabotan rumah dengan
lap basah, gorden dan selimut dicuci setiap 2 minggu.
- Menggunakan masker saat keluar rumah atau saat bepergian dengan
kendaraan bermotor
- Berhenti merokok dan menghindari berada pada lingkungan dimana
terdapat asap rokok
- Tidak melakukan aktivitas fisik yang terlalu berat.

3. Pelayanan Kesehatan
a. Tujuan :
1) Meningkatkan pelayanan promotif dan preventif mencegah dan
mengendalikan asma.

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 12
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

b. Cara :
1) Mengadakan program promosi kesehatan secara rutin dan merata berupa
program Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dan self care
(penyuluhan dan kampanye) mengenai definisi, faktor risiko, gejala, dan
pencegahan asma.
2) Mengadakan program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular (P2PTM) secara rutin dan merata, yaitu:
a. Pemeriksaan kesehatan standar penduduk usia 15-59 tahun (satu tahun
sekali), dilakukan di Pos Pembinaan Terpadu(Posbindu) PTM
b. Klinik Konseling berhenti merokok (Hidup Sehat Tanpa Rokok)
c. Quitline Upaya Berhenti Merokok, layanan konseling bebas biaya
melalui hotline 0- 800-177-6565
d. Pengendalian Konsumsi Rokok
3) Mengadakan pelatihan bagi para kader Kesehatan mengenai asma di masing-
masing Posbindu PTM.16

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 13
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. Fisiologi Manusia. 6th ed. Jakarta: ECG; 2012.


2. Arifuddin A, Rau J.M, Hardiyanti N. Faktor- Faktor yang Berhubungan Dengan
Kejadian Asma Di Wilayah Kerja Puskesmas Singgani Kota Palu. Jurnal
Kesehatan Tadulako Vol. 5 No. 1, Januari 2019: 1-62.
3. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah:
Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
4. Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006; 247.
5. Amu FA, Yunus F. Asma Pra Mentruasi, Departemen Pulmonologi Respirasi
FKUI-RS Persahabatan. Jakarta, Respir Indo Vol:26 No1, 1 Januari 2006; 28.
6. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin
Asma.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019
7. Asthma key facts [internet]. WHO. 2017 [diakses 3 Maret 2021]. Tersedia pada:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/asthma
8. Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas) [internet].2021 Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. [diakses 3 Maret 2021]
Tersedia pada:
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2018/
Hasil%20Riskesdas%202018.pdf
9. Notoatmodjo, S. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. 2003. Jakarta: Rineka Cipta.
10. Particulate Matter (PM) [Internet]. Environmental Protection Agency. 2016
[diakses 4 Maret 2021]. Tersedia pada: https://www3.epa.gov/pm/
11. Dharmayanti I, Hapsari D, Azhar K. Asma pada anak Indonesia: Penyebab dan
Pencetus. Kesmas J Kesehat Masy Nas. 2015;9(4):320–6.)
12. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang
Rumah. Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 Republik Indonesia; 2011
13. Fattore GL, Santos Carlos Antonio de ST, Barreto ML. Sosioeconomic and
Environmental Determinants of Adolescent Asthma in Urban Latin America: an
Ecological Analysis. Cad. Saude Publica;2015: 31(11): 2367-2378.

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 14
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 02, Cawang, Jakarta timur 13650
Telp. (021) 29362033

14. Oemiati, R., Sihombing M., Qomariah. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Asma di Indonesia. Media Litbang Kesehatan.2010;1(20)
15. Wahyu, C, Pepin,N & hexawan T. Analisa Faktor-Faktor Pencetus Derajat
Serangan Asma Pada Penderita Asma Di Puskesmas Perak Kabupaten Jombang
Tahun 2013. [Internet]. 2013;2(3):1–7. Terdapat pada:
http://ejurnal.stikespemkabjombang.ac.id/index.php/Juli-2013/article/view/33)
16. Program P2PTM dan Indikator [internet]. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia [diakses: 4 maret 2021]. Tersedia pada:
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/profil-p2ptm/latar-belakang/program-p2ptm-dan-
indikator
17. Sitanggang, Friska E.M. Konsep Diri Anak Usia 10-14 Tahun yang Menderita
Asma Di Poliklinik Anak RSU.Dr Pirngadi Medan. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara. Medan: 2010
18. Djojodibroto R, Darmanto. Respirologi (respirologi medicine) Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2009
19. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NO.
1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Asma[internet].
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. [diakses: 4 maret 2021]. Tersedia pada:
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2
018/04/
Keputusan_Menteri_Kesehatan_RI_Tentang_Pedoman_Pengendalian_Asma1.pdf

STATUS UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 1 FEBUARI 2021 – 13 MARET 2021| 15

Anda mungkin juga menyukai