Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN

KASUS PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Lingkungan Lanjutan yang
diampu oleh: Bapak Iwan Desimal, S.Si., M.KL

Oleh:

AUGY LUTFIA MARYAM

22282017

PROGRAM ALIH JENJANG PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS PENDIDIKAN MANDALIKA

2022/2023
Tinjauan Pustaka

1. Teori H. L. Bloom
Teori kesehatan menurut H. L. Bloom menyatakan bahwa ada empat factor yang
memengaruhi derajat kesehatan secara berturut-turut, yaitu: 1) gaya hidup (life style);
2) lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya); 3) pelayanan kesehatan; dan faktor
genetik. Keempat determinan tersebut saling berinteraksi dan memengaruhi status
kesehatan seseorang.
Faktor perilaku atau gaya hidup berhubungan dengan perilaku individu atau
masyarakat, perilaku petugas kesehatan dan perilaku pejabat pengelola pemerintahan
(pusat dan daerah) serta perilaku pelaksana bisnis.
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan. Faktor
lingkungan terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1) lingkungan fisik, terdiri dari benda mati
yang dapat dilihat, diraba dan dirasakan; 2) lingkungan biologis, terdiri dari makhluk
hidup yang bergerak, baik yang dapat dilihat atau tidak; 3) lingkungan sosial, adalah
bentuk lain secara fisik dan biologi diatas.
Faktor pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh seberapa jauh pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada individu atau masyarakat tersebut.
Faktor genetik, factor ini lebih mengarah pada kondisi individu yang berkaitan dengan
asal keluarga, ras dan lain sebagainya.
2. Teori Jhon Gordon (Trias Epidemiologi)
John E. Gordon (1950) mengemukakan teori terjadinya penyakit pada masyarakat
atau yang dikenal dengan trias epidemiologi yang menjelaskan bahwa timbulnya
penyakit pada masyarakat akibat adanya tiga factor utama yaitu lingkungan, agen dan
inang.
Agen atau penyebab menjadi factor yang sangat penting sebagai pencetus sebuah
penyakit pada masyarakat. Secara kuantitas atau jumlah, banyak dan sedikitnya
jumlah agen atau penyebab penyakit menjadi tolak ukur suatu penyakit dapat terjadi
pada masyarakat. Terdapat lima jenis agen pencetus terjadinya penyakit menurut
Purnama (2017), yaitu: 1) agen biologis, yaitu berupa agen benda hidup yang di
dalamnya meliputi segala jenis mikroorganisme yaitu virus, bakteri, jamur, parasite,
protozoa dan metazoan; 2) agen nutrisi, agen benda mati yang ada dalam tubuh
manusia yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dll. Agen
nutrisi sangat erat kaitannya dalam aktiviyas metabolism tubuh manusia; 3) agen fisik,
yaitu lingkungan sekitar berupa panas, radiasi, suhu, cahaya, tekanan dan
kelembaban; 4) agen kimiawi, yang terbagi menjadi kimiawi endogen dan eksogen.
Agen kimiawi endogen adalah senyawa kimiawi yang ada dalam tubuh yang apabila
jumlahnya berkurang atau berlebih dapat menimbulkan penyakit. Agen kimiawi
eksogen adalah zat aditif dari lingkungan yang masuk ke dalam tubuh manusia dan
menyebabkan timbulnya penyakit; 5) agen mekanis, yaitu factor lingkungan luar
karena akibat paparannya maka dapat menimbulkan penyakit pada manusia.
Host atau inang merupakan benda hidup yang secara individu atau berkelompok
memiliki resiko terkena penyakit akibat paparan agen. Inang di dalamnya terdapat
segala jenis makhluk hidup yaitu tanaman, hewan, manusia dan mikroorganisme.
Lingkungan merupakan factor eksternal pemicu timbulnya penyakit pada masyarakat
yang meliputi benda mati dan benda hidup. Menurut Purnama (2017) lingkungan
dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) lingkungan fisik, berupa komponen benda mati yang
dapat menimbulkan pemyakit pada masyarakat meliputi air, tanah, udara, radiasi,
cuaca, iklim, makanan, dsb; 2) Lingkungan biologis meliputi tanaman, hewan, virus,
bakteri, jamur, parasit, protozoa yang dapat bertindak sebagai agen penyakit, reservoir
penyakit dan vector penyakit; 3) Lingkungan sosial, meliputi kultur, gaya hidup,
tingkat pendidikan, tingkat sosial, factor politik dan media sosial yang dapat
menimbulkan penyakit terhadap masyarakat.
Ketiga factor utama yang meliputi agen, host dan lingkungan tersebut harus
berinteraksi secara seimbang agar penyakit tidak timbul pada masyarakat.
3. Teori Mac Mohan & Pugh (The Web Causation)
Teori jaring-jaring sebab akibat atau the web of causation disebut juga konsep multi
factorial yang menekankan bahwa suatu penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai
factor. Menurut model ini perubahan dari salah satu factor akan mengubah
keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit
yang bersangkutan. Menurutnya, suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab
yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab akibat.
Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan
memotong mata rantai pada berbagai titik.
Uraian Kasus

Latar Belakang

Infesi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menjadi penyumbang kematian bayi dan anak yang cukup tinggi. Kematian terbesar
umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari dua bulan. Saat ini
angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian sering kali disebabkan
karena penderita dating untuk berobat dakam keadaan berat dan sering disertai penyulit-
penyulit gizi.

ISPA secara klinis merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan bagian bawah. ISPA dapat berlangsung selama 14 hari, pada
organ pernapasan hidung sampai gelembung pari beserta organ-orang disekitarnya seperti
sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan
hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotic.

ISPA dapat ditularkan melalui bersin dan udara pernapasan yang mengandung kuman yang
terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas
terutama yang disebabkan oleh virus.

Pengertian

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, diadaptasi dari istilah
dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung sampai alveoli
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut. Infeksi
merupakan masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang
biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari
hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang
berlangsung sampai dengan 14 hari.

ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran bagian bawah
(termasuk jaringan paru – paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini,
jaringan paru termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory tract). Sebagian besar dari
infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumonia bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibatkan kematian. Program
Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu : (1)
ISPA non – Pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek. (2) Pneumonia :
apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran bernapas, peningkatan frekuensi
napas (napas cepat).

Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia,
udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel
debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel
debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong lapisan
mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring.

Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan dapat menyebabkan
pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat
membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan
meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernapasan dan rusaknya sel
pembunuh bakteri di saluran pernapasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan
kesulitan bernapas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari
saluran pernapasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan.

Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada peyakit common cold
disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan atau coronavirus. Penyakit ini
dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan
pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran napas bagian atas.
ISPA dapat ditularkan melalui bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang
terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.

Analisis ISPA Menurut Pendapat Ahli

1. Teori H. L. Bloom
Menurut teori tersebut terdapat empat factor utama yang berpengaruh terhadap status
kesehatan masyarakat terhadap status kesehatan masyarakat yaitu factor lingkungan,
factor perilaku, factor pelayanan kesehatan dan factor genetic. Faktor lingkungan
merupakan factor yang memiliki pengaruh paling besar, kemudian diikuti oleh factor
perilaku, pelayanan kesehatan dan yang paling sedikit adalah factor genetic. Jika status
kesehatan masyarakat yang rendah dalam kaitannya dengan kejadian penyakit ISPA
pneumonia yang tinggi, maka factor lingkungan yang berperan adalah factor lingkungan
dalam rumah seperti luas ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian rumah,
suhu, kelembaban, dan pencemaran udara dalam rumah; factor lingkungan fisik luar
rumah seperti suhu, kelembaban, dan pencemaran udara ambien; serta lingkungan sosial
dan ekonomui seperti kepadatan penduduk, jenis pekerjaan, dan kemiskinan penduduk.
Faktor perilaku tersebut dapat dikaitkan dengan factor lingkungan sosial dan ekonomi,
dimana factor itulah yang turut serta membentuk prilaku masyarakat terhadap
pencegahan penyakit ISPA pneumonia. Selanjutnya factor pelayanan kesehatan dalam
hal ini maka adanya program penanggulangan penyakit ISPA. Serta factor genetic berupa
factor individu yang terdiri dari usia, status imunisasi, status gizi dan ASI ekslusif.

2. Teori John Gordon (Trias Epidemiologi)


Kejadian penyakit ISPA dapat dijelaskan dengan teori John Gordon. Timbulnya penyakit
dipengaruhi oleh adanya pengaruh agen suatu penyakit, factor host atau inang dan factor
lingkungan. Agen adalah penyebab esensial yang harus ada, apabila penyakit timbul
karena manifest, tetapi agen tidak memenuhi syarat untuk menimbulkan penyakit. Agen
sendiri memerlukan dukungan factor tertentu agar penyakit dapat manifest. Gost adalah
manusia, hewan yang dapat memberikan tempat tinggal atau kehidupan agar agen
menular dalam kondisi alam. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada diluar host,
seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi antar elemen.
Faktor agen dapat terdiri dari virus, bakteri, dan riketsia. Faktor host terdiri dari umur,
jenis kelamin, pekerjaan, status gizi, berat badan. Status ASI dan imunisasi. Sedangkan
factor lingkungan terdiri atas kepadatan hunian, ventilasi, pencemaran udara dalam
ruangan. Faktor resiko yang meningkaatkan angka kematian ISPA adalah umur < 2
bulan, tingkat sosial ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat
pendidikan ibu yang rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah,
kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan menderita penyakit kronis.
Ketika factor tersebut tidak berinteraksi dengan seimbang akan menimbulkan penyakit.
Daftar Pustaka

Islam, Fahrul, dkk. 2021. Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan. Mamuju: Yayasan Kita
Menulis.

Aryati. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Yang
Berobat Di Kelurahan 3-4 Ulu Puskesmas Ulu Palembang. (Skripsi Sarjana, Universitas
Muhammadiyah Palembang).

Afandi, Ade Irwan. 2012. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut Pada Anak Balita Di Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2012. (Thesis Magister, Universitas Indonesia)

Irwan. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta: CV. Absolut Media.

Purnama, Sang Gede. 2016. Penyakit Berbasis Lingkungan.

Isnaeni Wahyu Saputri. (2016). Analisis Spesial Faktor Lingkungan Penyakit ISPA
Pneumonia Pada Balita Di Provinsi Banten Tahun 2011-2015. (Skripsi Sarjana, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).

Anda mungkin juga menyukai