Makalah Kelompok
A1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
Pendahuluan
Di negara berkembang yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi seperti
Indonesia, penularan penyakit yang berhubungan dengan saluran pernafasan semakin mudah.
Salah satu penyakit tersebut adalah Tuberculosis Paru (TBC). TBC merupakan penyakit saluran
pernafasan bagian bawah. Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Penularan
bakteri TBC ini dapat terjadi melalui udara ketika seorang penderita TBC batuk atau bersin yang
kemudian menyebarkan droplet dan kemudian droplet tersebut dapat menginfeksi orang lainnya.
Oleh karena itu, TBC sangat erat kaitannya dengan adanya kontak langsung dengan penderita
TBC. Penyakit TBC dapat dikenali dengan adanya batuk pada malam hari yang biasanya disertai
sputum berwarna kekuningan atau kehijauan disertai darah, suara nafas yang berbunyi,
mengeluarkan banyak keringat pada malam hari, kelelahan, hingga penurunan berat badan.
Untuk menangani penyakit TBC, kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
dapat dilakukan. Kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan demi meningkatkan derajat kesehatan setiap
orang. Kegiatan-kegiatan tersebut juga didukung oleh adanya peran serta dari dokter keluarga dan
fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya seperti puskesmas.
Skenario Masalah
Seorang bapak berumur 45 tahun, memiliki seorang istri (43 tahun) dan 5 orang anak.
Istrinya tersebut sedang mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan selama 3 bulan.
Anak perempuannya yang berumur 9 tahun saat ini juga sedang batuk-batuk sejak 3 minggu yang
lalu dan tidak kunjung reda walaupun sudah berobat ke Puskesmas. Keluarga ini tinggal di sebuah
rumah semi permanen 4x11 meter di permukiman yang padat penduduk. Penghasilan keluarga ini
sebesar Rp 2,5 juta per bulan sebagai buruh harian.
Konsep Kejadian Sakit
Pengertian penyakit
Menurut Gold Medical Dictionary, penyakit adalah kegagalan dari mekanisme adaptasi
suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul
gangguan pada fungsi struktur, bagian, organ, atau sistem dari tubuh. Sedangkan menurut Arrest
Hofte Amsterdam, penyakit bukan hanya berupa kelainan yang terlihat dari luar saja, tetapi juga
suatu keadaan terganggu dari keteraturan fungsi dari tubuh.1
Definisi Sakit menurut WHO adalah suatu kondisi cacat atau kelainan yang disebabkan oleh
gangguan penyakit, emosional, intelektual, dan social.
Definisi Sehat Menurut WHO merupakan suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan
social yang merupakan satu kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.
Cara Penularan 4
Penyakit TBC ditularkan melalui udara, terutama pada udara tertutup dalam suatu ruangan seperti
udara dalam rumah yang sirkulasi udaranya kurang baik dan biasanya karena ukurannya yang sempit
sehingga tidak memadai jumlah orang yang tinggal di dalamnya dan menimbulkan efek lembab dan
pengap. Apabila penderita TBC dengan BTA positif batuk, bersin, atau berbicara, maka bakteri TBC
tersebut akan keluar bersama droplet nafas penderita tersebut, khususnya pada penderita TB aktif dan luka
terbuka pada parunya. Daya penularan dari seseorang ke orang lain ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan serta patogenisitas kuman penderita, serta lamanya seseorang menghirup udara yang
mengandung kuman tersebut. Kuman TBC sensitive terhadap sinar ultraviolet, sehingga cahaya matahari
berperan dalam membunuh kuman di lingkungan.
Dewasa ini wawasan mengenai diagnosis, gejala, pengobatan dan pencegahan TBC sebagai suatu
penyakit infeksi menular terus berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu dipelajari faktor-
faktor penentu yang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan alamiah.
Faktor terpenting dari host TBC adalah umur. Puncak kejadian dan kematian paling
rendah adalah pada bayi dengan orang tua penderita, paling luas adalah pada masa remaja dan
dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental, dan kehamilan pada
wanita, sedangkan puncak sedang adalah pada usia lanjut. Pria lebih umum terkena, kecuali pada
wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan
resistensi. Penduduk dengan sosioekonomi lebih rendah memiliki laju lebih tinggi. Kebiasaan
sosial dan pribadi juga turut berperan dalam infeksi TBC karena ketidakpedulian dan kelalaian
terutama terhadap kebersihan dan kesehatan.
Agent TBC adalah Mycobacterium Tuberculosis dan hampir bersifat resisten terhadap desinfektan
kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu
yang cukup lama. Daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi host. Secara umum,
transmisinya melalui kontak langsung, dan tidak langsung (susu sapi yang terinfeksi dan tidak
dimasak). Transmisi kongenital jarang terjadi.
3. Lingkungan (Environment) 5
Secara umum faktor lingkungan ini dibagi tiga:
Lingkungan fisik : Bersifat abiotik seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan, panas,
radiasi, dan lain-lain.
Lingkungan biologis : Bersifat biotik seperti tumbuh-tumbuhan, hewan,
mikroorganisme yang dapat berfungsi sebagai agen penyakit dan hospes perantara
Lingkungan sosial : Berupa kultur, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap,
standar dan gaya hidup, pekerjaan, kehidupan kemasyarakatan, organisasi sosial
politik.Timbulnya penyakit berkaitan dengan gangguan interaksi antara ketiga faktor ini.
Faktor lingkungan adalah titik tumpu dari konsep segita epidemiologi yang disebutkan di atas.
Konsep Epidemiological Triangle sangat sederhana, yaitu diibaratkan sebuah timbangan
(equilibrium). Dikatakan normal (sehat) apabila timbangan itu ada dalam keadaan seimbang, dan
dikatakan tidak normal (sakit) jika salah satu faktor dari host, agent atau environment lebih
dominan. Ada 4 kemungkinan gangguan keseimbangan, yakni:
1. Peningkatan kesanggupan agen penyakit, misalnya virulensi kuman bertambah, atau
resistensi meningkat.
2. Peningkatan kepekaan pejamu terhadap penyakit, misalnya karena gizi menurun.
3. Pergeseran lingkungan yang memungkinkan penyebaran penyakit, misalnya lingkungan
yang kotor.
4. Perubahan lingkungan yang mengubah meningkatkan kerentanan host, misalnya
kepadatan penduduk di daerah kumuh.
Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC karena adanya korelasi positif
antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan, kesehatan,
lapangan pekerjaan, dan tekanan ekonomi. Kondisi lingkungan yang kurang terawat dan ventilasi
ruangan yang buruk membuat penyebaran penyakit ini menjadi lebih mudah. Tidak adanya
pengetahuan tentang TBC sebelumnya juga dapat menjadi pertimbangan pencetus peningkatan
epidemic penyakit TBC.
Kedokteran Keluarga 6
Menurut UU No. 23 tahun 1992 sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak upaya yang harus dilaksanakan.
Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan cukup penting adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Jika pelyanan kesehatan tidak tersedia (available), tidak
tercapai (accesible), tidak terjangkau (affordable), tidak berkesinambungan (continue), tidak
menyeluruh (comprehensive), tidak terpadu (integrated), dan atau tidak bermutu (quality) tentu
sulit diharapkan terwujudnya keadaan sehat tersebut. Secara umum pelayanan kesehatan yang
dimaksud adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam satu
organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.
Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu pelayanan
kesehatan personal atau sering disebut sebagai pelayanan kedokteran dan pelayanan kesehatan
lingkungan atau sering disebut sebagai pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kedokteran
terutama ditujukan untuk menyebuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan sedangkan
pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah
penyakit. Sasaran kedua bentuk pelayanan kesehatan ini juga berbeda. Sasaran utama pelayanan
kedokteran adalah perseorangan dan keluarga sedangkan sasaran utama pelayanan kesehatan
masyarakat adalah kelompok dan masyarakat. Pelayanan kedokteran yang sasaran utamanya
adalah keluarga disebut pelayanan dokter keluarga.
Batasan
1. Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan komprehensif bagi
semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dna mengatur pelayanan oleh provider lain bila
diperlukan. Dokter keluarga adalah dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga
dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut tanpa membedakan ras, budaya, dan
tingkatan sosial.
2. Menurut Ikatan Dokter Indonesia, dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak
hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga
dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau
keluarganya.
5. Pelayanan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya
Kompetensi dokter keluarga seperti yang tercantum dalam Standar Kompetensi Dokter
Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia tahun 2006 adalah:
1. Kompetensi Dasar
c. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedis, ilmu klinis, ilmu perilaku, dan
epidemiologi dalam praktik kedokteran keluarga
4. Keterampilan Pendukung
a. Riset
a. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang per orang tetapi sebagai anggota satu
keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya
e. Yang menyediakan diriinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan
bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan
1. Tujuan umum
Tujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan tujuan pelayanan
kedokteran dan atau pelayanan kesehatan pada umumnya, yakni terwujudnya keadaan sehat bagi
setiap anggota keluarga.
2. Tujuan khusus
1. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya, bukan
hanya terhadap keluhan yang disampaikan.
3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan terarah, terutama di
tengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.
4. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan suatu
masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah lainnya.
5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala keterangan tentang
keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan dan ataupun keterangan keadaan sosial dapat
dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
6. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit, termasuk
faktor sosial dan psikologis.
7. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata cara yang lebih sederhana
dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya kesehatan.
8. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang memberatkan
biaya kesehatan.
Yang dimaksud dengan kunjungan rumah adalah kedatangan petugas kesehatan ke rumah
pasien untuk lebih mengenal kehidupan pasien dan atau memberikan pertolongan kedokteran
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pasien sedangkan yang dimaksud dengan perawatan pasien
di rumah adalah apabila pertolongan kedokteran yang dilakukan di rumah tersebut tidak termasuk
lagi dalam kelompok pelayanan rawat jalan (ambulatory service) tetapi dalam kelompok rawat
inap (hospitalization).
Telah disebutkan bahwa salah satu karakteristik pokok pelayanan dokter keluarga adalah
pelayanan kedokteran yang berkesinambungan. Untuk dapat mewujudkan pelayanan kedokteran
yang seperti ini, tentu tidak cukup jika pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan hanya
bersifat pasif, dalam arti hanya menaati pasien berkunjung ke tempat praktik saja. Pelayanan
dokter keluarga yang baik harus bersifat aktif, dalam arti, jika memang diperlukan, melakukan
kunjungan dan atau merawat pasien di rumah pasien.
Tata cara kunjungan dan perawatan pasien di rumah mencakup bidang yang amat luas.
Jika ditinjau dari tenaga pelaksana dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, dilakukan sendiri
oleh petugas kesehatan khusus, biasanya tenaga paramedis, yang telah mendapat pelatihan.
Sedangkan jika ditinjau dari pihak yang mengambil inisiatif, juga dapat dibedakan atas dua
macam. Pertama, atas inisatif dokter keluarga yang melaksanakan pelayanan dokter keluarga.
Kedua atas inisiatif pasien yang memerlukan pertolongan kedokteran dari dokter keluarga.
Terlepas dari ketegori tenaga yang melaksanakan dan atau pihak yang mengambil inisiatif,
suatu kunjungan dan perawatan pasien di rumah yang baik memang harus mengikuti suatu tata
cara tertentu yaitu :
Apabila memang ada kemampuan, sebaiknya dokter keluarga dapat melakukan kunjungan
rumah kepada semua keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, terutama apabila keluarga
tersebut merupakan pasien baru. Tetapi apabila kemampuan tersebut tidak dimiliki, kunjungan
rumah untuk pengumpulan data cukup dilakukan terhadap keluarga yang sangat membutuhkan
saja, yakni keluarga yang termasuk dalam kelompok berisiko tinggi (high risk family), misalnya
menderita penyakit menular, istri sedang hamil, atau keluarga dengan anak balita.
Sesuai dengan kasus yang ada dikatakan bahwa seorang ibu dalam sebuah keluarga menderita
penyakit menular yaitu TBC. Ibu ini memiliki seorang suami, dan lima orang anak dimana salah
seorang anak perempuan yang berusia 9 tahun juga saat ini sedang batuk-batuk sejak 3 minggu
yang lalu dan tidak kunjung reda walaupun sudah berobat ke dokter. Keluarga ini merupakan
contoh keluarga yang seharusnya dikunjungi dalam pelayanan dokter keluarga mengingat TBC
merupakan penyakit menular yang cukup membahayakan.4,6
Data minimal yang dikumpulkan adalah tentang keadaan rumah dan lingkungan pemukiman
pasien, struktur keluarga, fungsi keluarga serta interaksi antara anggota keluarga dalam
menjalankan fungsi keluarga. Secara umum aspek keluarga yang harus dinilai adalah:
Apabila ketiga persiapan diatas selesai dilakukan, kegiatan dilanjutkan dengan melakukan
kunjungan rumah serta mengumpulkan data sesuai dengan yang telah direncanakan. Pengumpulan
data tidak boleh dilakukan secara terburu-buru karena data yang dikumpulkan dengan satu kali
kunjungan saja sering tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Sesuai dengan aspek yang
telah disebutkan diatas maka petugas kesehatan harus menanyakan mengenai:
Meliput keadaan kesehatan sekarang, apakah semua anggota dalam keadaan baik
atau kurang baik. Dari skenario diketahui ibu menderita TBC dan seorang anak
perempuan yang sudah 3 minggu menderita batuk. Kemudian ditanyakan mengenai
kebersihan perorangan dalam keluarga tersebut, apakah baik, sedang, atau kurang.
Sebagai penyakit menular, kuman Mycobacterium tuberculosis yang menjadi penyebab
penyakit tuberculosis dapat ditularkan melalui udara saat pasien TBC batuk dan percikan
ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh anggota keluarga yang lain saat
bernapas, sehingga perlu ditanyakan bagaimana perilaku ibu yang menderita TBC
tersebut, apakah ia menjaga kebersihan diri dengan baik atau tidak. Selanjutnya bisa
ditanyakan mengenai penyakit yang sering diderita oleh seluruh anggota keluarga,
apakah ada anggota keluarga yang mengalami kecacatan, bagaimana pola makan dan
pola istirahat mereka, apakah baik, sedang atau kurang karena menurut teori terjadinya
sakit, terdapat tiga hal yang mempengaruhi kejadian sakit yaitu keadaan host, agent, dan
lingkungan. Dalam hal ini jika host atau manusia memiliki daya tahan tubuh yang rendah
karena kurang mendapat asupan gizi maka akan memudahkan kuman Mycobacterium
tuberculosis untuk masuk dan berkembang biak dalam tubuh orang tersebut. Hal yang
penting juga untuk ditanyakan yaitu berapa jumlah anggota keluarga yang ada.4,6
Untuk keadaan psikologis keluarga, hal-hal yang harus diketahui adalah kebiasaan
buruk yang ada misalnya merokok, bagaimana proses pengambilan keputusan dalam
keluarga tersebut, apakah ada anggota keluarga yang mengalami ketergantungan obat,
serta bagaimana pola rekreasi mereka, apakah baik, sedang, atau kurang.
d. Keadaan spiritual keluarga, berkaitan dengan ketaatan beribadah dan keyakinan tentang
kesehatan.4,6
Untuk data keadaan rumah atau lingkungan, meliputi jenis bangunan apakah
permanen, semi permanen atau gubuk serta lantai rumah apakah beralaskan tanah, semen
atau keramik. rumah dengan lantai tanah akan berbeda dengan lantai ubin dan keramik
bila ditinjau dari segi kesehatan. Dinding tembok atau beton jauh lebih baik daripada
anyaman bambu atau dinding semipermanen. Selanjutnya mengenai luas rumah, karena
penyakit TBC ditularkan melalui udara, terutama pada udara tertutup dalam suatu
ruangan seperti udara dalam rumah yang sirkulasi udaranya kurang baik dan biasanya
karena ukurannya yang sempit sehingga tidak memadai jumlah orang yang tinggal di
dalamnya dan menimbulkan efek lembab dan pengap. Apabila penderita TBC dengan
BTA positif batuk, bersin, atau berbicara, maka bakteri TBC tersebut akan keluar
bersama droplet nafas penderita tersebut dan menularkan pada orang lain. Kemudian
mengenai penerangan sinar matahari di dalam rumah karena bakteri tuberkulosis bisa
tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembap dan gelap (bisa berbulan-
bulan) namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara. Hal berikut yang
dilihat adalah ventilasi rumah karena aliran udara berkaitan dengan penularan penyakit.
Rumah dengan ventilasi baik akan menyulitkan pertumbuhan kuman penyakit.
Pertukaran udara dapat memecah dan mengurai konsentrasi kuman di udara. Berikutnya
mengenai sumber air minum, karena sarana ar minum merupakan bagian yang sangat
penting dari kesehatan lingkungan. Sumber air minum dapat berasal dari sumur gali,
sumur pompa tangan dalam/dangkal, perpipaan atau PDAM, penampungan air hujan dan
penampungan mata air. Semua sumber tersebut harus memenuhi syarat kesehatan air
minum yaitu kadar E. Coli nol atau negatif. Sumur gali misalnya, harus berjarak minimal
10 meter dari septic tank. Sarana ini sangat erat kaitannya dengan penyakit diare. Selain
sumber air minum, hal penting lainnya adalah jamban. Harus dilihat apakah rumah
tersebut memiliki jamban keluarga atau tidak. Jamban keluarga yang berbentuk leher
angsa mampu mencegah penularan penyakit melalui lalat dan vektor lainnya. Tinja
manusia yang dibuang sembarang tentu merupakan media yang sangat baik bagi kuman
penyakit. Selain itu, saluran pembuangan air limbah juga berkontribusi pada sanitasi
lingkungan. Halaman rumah yang becek karena buruknya saluran pembuangan air
limbah memudahkan penularan penyakit terutama ditularkan oleh cacing dan parasit.4,6
Kegiatan berikutnya yang dilakukan adalah mencatat semua data yang berhasil
dikumpulkan. Catatan data dasar pasien ini biasanya dilakukan pada rekam medis khusus
yang disebut dengan nama rekam medis keluarga.
Sekalipun tujuan utama kunjungan rumah adalah untuk mengumpulkan data pasien,
namun sangat dianjurkan pada waktu kunjungan tersebut dapat sekaligus disampaikan nasihat
ataupun dilakukan penyuluhan kesehatan, sesuai dengan hasil temuan. Misalnya
menyampaikan nasihat tentang kebersihan perseorangan, kebersihan lingkungan pemukiman,
dan lain sebagainya. Melalui kunjungan rumah akan dapat dikumpulkan data tentang pasien
secara lengkap, yang jika dilakukan hanya melalui wawancara di ruang praktik, hampir tidak
mungkin diperoleh. Pasien memang akan lebih bersikap terbuka jika berada di lingkungan
yang lebih dikenalnya, yakni lingkungan rumah dan keluarganya, bukan lingkungan tempat
praktik.
Sebelum kita melakukan pengobatan pastikan dulu apakah pasien tersebut batuk lebih dari 2
minggu, nafas lebih dari 30x dalam satu menit, sewaktu menarik nafas, ruang antara tulang rusuk
tertarik ke dalam dan demam lebih dari 2 minggu. Gejala lainnya mungkin ada darah dalam
dahak, dahak semu hijau atau kuning dengan nanah, nyeri dada, lelah, berat badan menurun.7
Diperlukan indeks kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien dengan imunosupresi atau
dari daerah endemisnya. Antara pertanyaan yang di ajukan pada penderita tersangka TB adalah
seperti berikut:
Riwayat Penyakit Terdahulu: 8
Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB?
Apakah pasien mengalami imunosupresi (kortikosteroid/HIV)?
Apakah pasien pernah menjalani pemeriksaan rontgen toraks dengan hasil
abnormal ?
Adakah riwayat vaksinasi BCG atau Mantoux ?
Adakah riwayat diagnosis TB ?
Riwayat Penggunaan Obat: 8
Pernahkah pasien menjalani terapi TB? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa
lama terapinya, bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi dan apakah
dilakukan pengawasan terapi ?
Riwayat Keluarga dan Sosial: 8
Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan sosial?
Tanyakan konsumsi alkohol, penggunaan obat intravena dan riwayat berpergian ke
luar negeri.
Pemeriksaan Fisik 8
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu tubuh yang subfebris, badan kurus atau berat
badan menurun. Pemeriksaan fisik sering tidak diperoleh hasil yang memuaskan terutama apabila
sarang penyakit terletak di dalam akan sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicurigai adanya infiltrat agak luas mungkin ditemukan perkusi yang redup dan auskultasi suara
bronkhial dan suara tambahan ronkhi basah kasar yang nyaring. Namun bila infiltrat diliputi
penebalan pleura, suara tambahan menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, pada perkusi akan diperoleh hasil hipersonor atau timpani dan suara auskultasi amforik.
Pada TB paru lanjut dengan fibrosis luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot
interkostal. Bagian paru yang sakit menciut dan menarik isi mediastinum atau paru yang lain.
Paru yang sehat jadi hiperinflasi. Keadaan lanjut TB paru dapat meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis (hipertensi pulmonalis) yang diikuti terjadinya kor pulmonale dan gagal jantung kanan
sehingga akan dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonale dengan gagal jantung kanan seperti
takipnea, takikardi, sianosis, right ventrikular lift, right artikular gallop, murmur Graham Steel,
bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, ascites dan
edem. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai dengan
didapatkan adanya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin positif.
Tes tuberkulin 8
Pemeriksaan ini dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada
anak-anak (balita). Tes ini dilakukan dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin secara intrakutan. Tes
ini hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah terinfeksi kuman TB atau mendapat
vaksinasi BCG. Tes tuberkulin (mantoux) dinyatakan posotif apabila diperoleh indurasi 10 mm
setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan.
Manifestasi Klinis 8
Keluhan yang dirasakan oleh pasien TB dapat bervariasi atau terkadang ditemukan banyak
pasien dengan TB paru tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang biasa ditemukan pada pasien
dengan TB paru adalah diantaranya demam, batuk dengan atau tanpa darah, sesak napas, nyeri
dada, malaise.
Demam pada pasien dengan TB paru biasanya subfebris tetapi kadang dapat mencapai 40-
410 C. Demam ini biasanya hilang timbul sehingga pasien merasa tidak pernah bebas dari
serangan demam. Keadaan ini berhubungan dengan daya tahan tubuh pasien serta berat ringannya
infeksi kuman TB yang masuk.
Gejala batuk pada pasien dengan TB banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama maka mungkin
saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yaitu setelah setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bilan peradangan dimulai. Sifat batuk dapat dimulai dari batuk
kering dan setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif yang menghasilkan sputum.
Keadaan lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapatnya pembuluh adrah yang pecah.
Batuk darah kebanyakan timbul akibat kavitasi namun dapat pula terjadi pada ulkus
dinding bronkus. Sesak napas pada penyakit ringan belum akan dirasakan. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit paru yang sudah lanjut, yang infiltrasinya meliputi setengah bagian
paru. Nyeri dada agak jarang ditemukan. Timbul biasanya bila infiltrasi radang sudah mencapai
pleura sehingga terjadi pleuritis. Penyakit TB merupakan penyakit radang yang menahun
sehingga gejala malaise sering ditemukan yang dapat berupa anorexia (tidak nafsu makan), berat
badan yang menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise semakin
lama semakin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
Pengobatannya:
Periksa dahak
Berikan trisulfa 500mg 1 tablet 4 kali sehari selama 3 hari sambil menunggu hasil
pemeriksaan dahak
Apabila dahak negatif:
Ulangi pemeriksaan dahak 3 hari berturut-turut
Jika hasil tetap negatif, kirimkan ke dokter
Jika tidak mungkin dikirimkan, obatilah seperti pneumonia dan amatilah penderita.
Jika gejala tetap selama 1 bulan, ulangi pemeriksaan dahak.
Apabila dahak positif
Mulailah pengobatan
Laporkan peristiwa ke Kantor Kesehatan Kabupaten
Berilah penjelasan agar pasien mengerti sifat penyakit, perlu pengobatan terus
menerus dan tidak terputus, kegagalan dalam pengobatan akan membahayakan
dirinya dan dapat menularkan ke orang-orang dilingkungannya.
Tetapkanlah rencana pengobatan penderita, hal ini ditentukan oleh dapatnya dan
kesediaannya dating kepuskesmas menurut suatu jadwal : tiap hari, 2 kali
seminggu atau setiap bulan. Untuk yang dapat datang tiap hari berilah tiap hari
selama 1 bulan.
Kemudian setelah 1 bulan berilah obat tersebut diatas dua kali seminggu selama 11
bulan dan hentikan pengobatan.
Untuk penderita yang dating kepuskesmas 2 kali seminggu, berilah 2 kali
seminggu selama 12 bulan.
Berilah pengobatan ini selama satu tahun. Jika dahaknya menjadi negatif pada
akhir 1 tahun, lanjutkan pengobatan selama 1 tahun lagi.
Jika pada akhir 1 tahun dahak masih positif lanjutkan pengobatan selama 6 bulan,
ulangi pemeriksaan dahak. Apabila dahak negatif lanjutkan pengobatan selama 6
bulan lagi. Apabila masih positif kirimkan kedokter.
Cara penularan:
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan ludah (droplet).
Umumnya penularan dapat terjadi di dalam ruangan dimana droplet berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumalh percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB, di tentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Resiko penularan:
Resiko penularan tergantung tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar dari pasien
TB paru dengan BTA negatif
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negatif menjadi positif. Resiko
menjadi sakit TB.
Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari TBC,
maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pencegahan Primer
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TB paling efektif, walaupun hanya
mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang
sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TB yang meliputi, yaitu:
Imunisasi aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada
daerah dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita beresiko tinggi
dengan nilai proteksi yang tidak absolute dan teragntung Host tambahan dan
lingkungan
Contohnya :
2. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TB yang timbul
dengan 3 komponen utama yaitu Agent, Host, dan lingkungan. Kontrol pasien dengan deteksi dini
penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari segi
financial, materi maupun tenaga. Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan
rantai infeksi TB, dengan imunisasi TB negatif dan Chemoprophylaxis pada TB positif. Kontrol
lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, desinfeksi dan cermat mengungkapkan
investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkunagn memegang peranan
penting terhadap epidemiologi TB.
Pencegahan sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosis dini dan
pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit, untuk mencegah proses penyakit
lebih labjut serta mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran pencegahan ini ditujukan kepada
mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau tang terancam akan menderita TB
(masa tunas).10
Contohnya:
Pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada penderita TB paru sesuai dengan
kategori pengobatan seperti isoniazid dan rifampisin.
3. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TB. Dimulai dengan diagnosis kasus
berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur
selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitas pekerjaan yang tergantung
situasi individu. Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya dilakukan untuk mengurangi
perbedaan pengetahuan tentang TB, yaitu dengan jalan sebagai berikut:
Perkembangan media
Pencegahan tersier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan mencegah jangan sampai
mengalami kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah
kematian. Dapat juga dilakukan rehabilitasi untuk mencegah efek fisik, psikologis dan sosial.10
1. Bahan-bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat yang dapat
membahayakan kesehatan
Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan
mudah dibersihkan
Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
Ruang ditata dengan fungsi dan peruntukannya. Dapur harus memiliki sarana
pembuangan asap
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh
ruangan dengan intensitas penerangan dan tidak menyilaukan mata. Sinar matahari ini sangat
penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen di rumah, misalnya basil TB, karena itu
rumah yang sehat harus memiliki jalan masuk cahaya yang cukup. Bila sinar matahari dapat
masuk ke dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan
sangat berkurang.
4. Kualitas udara
5. Ventilasi
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu
kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara naik dimana anntinya ini akan menjadi
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pathogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya
kuman TB. Ventilasi mempunyai banyak fungsi yakni untuk menjaga agar aliran udara di dalam
rumah tersebut tetap segar, membebaskan udara di ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri
pathogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus, serta menjaga agar
ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban yang optimum.
6. Penyediaan air
Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60liter per orang setiap hari
7. Pembuangan limbah
Daftar Pustaka
1. Azrul, Anwar. Pengantar Epidemiologi, Edisi Pertama. Jakarta: Bina Putra Aksara, 1998.
2. Noor, Nur Nasry. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
3. Subari, Heru, dkk. Manajemen Epidemiologi. Yogyakarta: Media Pressindo, 2004.
4. Widoyono. Penyakit tropis, epidemiologi penularan, pencegahan & pemberantasan.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008. h1-21.
5. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD
FKUI;2006.h.312-9.
6. Prasetyawati A.E.Kedokteran keluarga. Jakarta : PT Rineka Cipta; 2010.
7. Depkes RI. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid III. Jakarta: Depkes RI;1991.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi
5. Jilid 3. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2009.P.2230-9.
9. Depkes RI. Pedoman penyakit tuberkulosis dan penanggulangannya. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2008.
10. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan masyarakat administrasi dan praktik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009.
11. Soetono, Sadikin & Zanilda. Membangun praktek dokter keluarga mandiri. Jakarta:
Pengurus Besar IDI; 2006.