Anda di halaman 1dari 12

PR Laporan Jaga 6 Agustus 2021

Tim Dinas:
Dr. Mardiana Annisa Dr. Kamila Arifa
Dr. Rahmi Asman Dr. Trisna Yunita
Dr. Rahmat Syawqi Dr. Nice Fenobileri
Dr. Abdurrahmah Arsyad Dr. Zikra Alfa Sani
Dr. M Luthfi Dr. Muhammad Reza Syahli

1. Mallory Weiss
Sindrom Mallory Weiss adalah salah satu penyebab perdarahan saluran cerna atas akut
dan ditandai dengan adanya laserasi mukosa superfisial longitudinal (Robekan Mallory
Weiss). Robekan ini terjadi terutama pada gastroesophageal junction, namun dapat
meluas secara proksimal hingga melibatkan bagian bawah bahkan bagian tengah
esofagus.

Prevalensi sindrom Mallory weis adalah 0.3% pada anak-anak usia 5 bulan hingga 18
tahun. Diagnosis sindrom Mallory Weiss biasanya diknfiemasi dengan endoskopi, hanya
tampak robekan di dekat gastroeophageal junction. Rata rata Panjang robekan 2-4 cm,
dan pada sebagian besar pasien hanya terdapaat satu robekan, Robekan terbatas pada
bawah gastroesophageal junction pada kurvatura minor.

Sumber:
-Prashanth R, Joe D. Mallory Weiss Syndrome. NCBI Books. Update: March 29, 2021.
Available: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538190/
-Romaniszyn L, Panas EM, et al. Mallory-Weiss syndrome in children. 1999. DOI:
10.1046/j.1442-2050.1999.00006.x.

2. Polip esofagus
Polip esofagus merupakan lesi yang jarang terjadi pada anak, kurang dari 1% pasien yang
dilakukan endoskopi saluran cerna bagian atas pada anak-anak. Pada sebuah penelitian
multisenter di USA, terdapat 13 pasien yang ditemukan polip esofagus dari 9438 pasien
yang di EGD (esophagogastroduodenoskopi). Sepuluh nya merupakan laki-laki. Usia
rata-rata adalah 9 tahun. Lokasi polip, sebagiannya (53%) ditemukan gastroesophageal
junction. Endoskopi ulang yang dilakukan pada enam pasien dengan rentang waktu 8
bulan setelahnya, ke enam pasien tersebut masih ditemukan polip (persisten).

Temuan endoskopik pada kasus polip esofagus


Pada hasil pemeriksaan endoskopi, terdapat satu subjek dengan multiple polip, sisa nya
solitary polyp. Lokasi polip sebagian besar (7/13) ditemukan di gastroesophageal
junction (GEJ), satu subjek ditemukan diatas GEJ, dan sisanya (5/13) nya ditemukan di
mid-esophagus. Polip yang ditemukan di GEJ sebagian besar inflamasi (4/7) dan dalam
banyak kasus (6/7) dikaitkan dengan esofagitis.
Sumber:
-Septer S, Cuffari C, Attard TM. Esophageal polyps in pediatric patients undergoing routine
diagnostic upper gastrointestinal endoscopy: a multicenter study. DOI: 10.1111/dote.12066..
Available at: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23551692/
-Murat C, et al. Esophageal Polyps in Children: a case report. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition. DOI: 10.1097/MPG.0b013e318276dcdc. Available at:
https://journals.lww.com/jpgn/Fulltext/2014/02000/Esophageal_Polyps_in_Children.28.aspx

3. Ulkus peptikum
Peptic Ulcer Disease (PUD) pada anak dilaporkan kejadiannya di seluruh dunia
walaupun kejadiannya relatif lebih jarang di banding dewasa. Data solid membuktikan
adanya frekuensi PUD selama masa anak- anak di Eropa baru-baru ini, dimana dijelaskan
dalam penelitian multicenter ini peran factor risiko juga berpengaruh dalam populasi yang
diteliti.

Meskipun dibatasi oleh durasi waktu yang singkat dan heterogenitas data, dari 694 anak-
anak di 19 pusat penelitian di Eropa, menunjukkan adanya frekuensi 8,1% dari ulkus
dan/atau erosi yang terjadi pada anak, terutama terjadi pada dekade kedua kehidupan
anak-anak. Infeksi HP dan obat gastrotoksik memiliki pengaruh yang lebih rendah
daripada yang diharapkan. Lebih dari satu faktor risiko terdeteksi pada 57% anak-anak
dengan PUD. Faktor resiko penyebab PUD pada anak diantaranya Infeksi HP pada 27%
anak, penggunaan NSAID pada 14% anak, H2-blocker pada 10%, antibiotik pada 10%
anak , steroid pada 9% anak, obat penekan kekebalan pada 9% anak, danpenghambat
pompa proton pada 9% anak.

Indikasi utama untuk endoskopi adalah nyeri epigastrium atau perut dan kecurigaan
penyakit gastroesofageal refluks. Nyeri tekan epigastrium, hematemesis, melena, dan
stagnasi berat badan secara signifikan terkait dengan ulkus atau erosi, sedangkan jenis
kelamin, dan faktor sosial ekonomi dan gaya hidup didistribusikan secara merata.

Di Amerika Serikat, sebuah studi epidemiologi oleh Brown dkk. yang bertujuan untuk
mengetahui kejadian peptic perdarahan ulkus pada pasien anak, menganalisis database
rumah sakit berupa data base rawat inap dan database klaim asuransi. Menggunakan data
dari database rawat inap, jumlah total kasus rawat inap pasien anak untuk perdarahan
PUD (Peptic Ulcer Bleeding/PUB) di AS pada tahun 2008 diperkirakan antara 378 dan
652. Insidennya adalah 0,5 hingga 0,9/100.000 individu pada populasi pediatrik.
Sedangkan menggunakan data dari asuransi berbasis data klaim, kejadian PUB
diperkirakan 4.4/100.000 individu. Secara keseluruhan, 17,4% dari anak yang
diasuransikan pasien yang didiagnosis memiliki ulkus saluran cerna bagian pada tahun
2008 dilaporkan telah berkembang menjadi PUB. Kesimpulannya, perkiraan kejadian
PUB di AS pada populasi anak pada tahun 2008 berkisar antara 0,5 hingga 4,4/100.000
individu.

Forrest classifification digunakan untuk menggambarkan tipe peptic ulcer melalui


karakteristik endoskopi yang berhubungan dengan saluran cerna bagian atas :
(i) Forrest Ia: spurting arterial bleeding;
(ii) Forrest Ib: oozing arterial hemorrhage;
(iii) Forrest IIa: large nonbleeding visible vessels;
(iv) Forrest IIb: adherent clot;
(v) Forrest IIc: hematin on ulcer base;
(vi) Forrest III: lesions without signs of recent hemorrhage.

Figure 1. Forrest Ia gastric ulcer with an active spurter


Figure 2a. Forrest Ib ulcer with active oozing

Figure 2b. Forrest Ib ulcer with active oozing


Figure 3a. Forrest IIa ulcer with a visible vessel

Figure 2c (i). Forrest Ib ulcer at the gastrojejunal anastomosis, with visible vessel and active
oozing.
Figure 2c (ii). The same ulcer as above, but after an injection of adrenaline. This shows a
visible vessel at the anastomotic ulcer.

Figure 3a. Forrest IIa ulcer with a visible vessel


Figure 3b(i). Forrest IIb ulcer at incisura. With ulcers with an adherent clot, it is important
that the clot must be removed by vigorous and meticulous flushing in order to reveal
underlying visible vessels.

Figure 3b(ii). The same ulcer as above, but after the clot was removed. It revealed an
underlying visible vessel.
Figure 4a. Forrest IIb ulcer with an adherent clot

Figure 4b. Forrest IIb ulcer with an adherent clot


Figure 5. Forrest IIc ulcer with a pigmented spot

Figure 6a. Forrest III ulcer at antrum with clean base


Figure 6b. Forrest III ulcer at anterior wall of D1/2 with clean base

Sumber:
1. Graziella Guariso and Marco Gasparetto. Update on Peptic Ulcers in the Pediatric Age.
Hindawi Journal.2012
2. Forrest, JA.; Finlayson, ND.; Shearman, DJ. (Aug 1974). ‘Endoscopy in gastrointestinal
bleeding’. Lancet. 2 (7877): 394–7.
3. Rockall, TA, Logan, RF, Devlin, HB et al. ‘Risk assessment after acute upper
gastrointestinal haemorrhage’. Gut 1996; 38: 316–21.
4. Guglielmi A, Ruzzenente, A, Sandri, M et al. ‘Risk assessment and prediction of
rebleeding in bleeding gastroduodenal ulcer’. Endoscopy 2002; 34: 778–86.
5. Shannon Melissa Chan. Prince of Wales Hospital, The Chinese University of Hong Kong,
https://www.endoscopy-campus.com/

Anda mungkin juga menyukai