Anda di halaman 1dari 23

2013

BERITA ACARA KAJIAN TEKNIS


KESETABILAN LERENG
DENGAN METODE RESISTIVITY SOUNDING
Nomor : 800/83/DISTAMBEN/03/2013

PEMOHON : LILI FLEMING


LOKASI : DSN. BATUBOLONG DUDUK - DS. BATULAYAR BARAT

(SNI - 03.1962 – 1990)

TIM BIDANG GEOLOGI DAN SUMBERDAYA


DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI
KABUPATEN LOMBOK BARAT
RESUME

Salah satu faktor penyebab longsoran yang sangat berpengaruh adalah


bidang gelincir (slip surface) atau bidang geser (shear surface). Pada umumnya
tanah/bidang yang mengalami longsoran akan bergerak di atas bidang gelincir
tersebut. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
bidang gelincir adalah metode geofisika resistivitas. Metode ini bersifat tidak
merusak lingkungan, biaya relatif murah dan mampu mendeteksi perlapisan
tanah sampai kedalaman beberapa meter di bawah permukaan tanah. Metode
ini banyak digunakan dalam penyelidikan masalah lingkungan maupun
masalah eksplorasi mineral dalam tanah. Oleh karena itu metode ini dapat
dimanfaatkan untuk survey daerah rawan longsor, khususnya untuk
menentukan ketebalan lapisan yang berpotensi longsor, kedalaman bidang
gelincir serta litologi perlapisan batuan bawah permukaan.

ANGGOTA TIM SURVEY:

1. Joko Marhaendriyanto, ST Geologist (Team Leader)


2. R. Ferro Aviyanto, ST, MSc Hydro-geologist, Geoelectrical software analyst
3. Anwar Jayadi, ST, MEng Civil Engineer - Geotech
4. Rully Mahendra, SE Geoelectrical Operator, Technician & maintenance
5. Erman Kurniawan, A,Md Geoelectrical Operator

KONTRAKTOR PELAKSANA WAJIB MELAKSANAKAN KETENTUAN SNI STABILISASI LERENG


MENURUT REKOMENDASI TEKNIS YANG DIBERIKAN (SNI - 03.1962 – 1990)

2
BERITA ACARA KAJIAN TEKNIS KESTABILAN LERENG
RENCANA PEMBANGUNAN VILLA
Nomor : 800/83/DISTAMBEN/03/2013
Pada hari ini Kamis, tanggal Dua Puluh Delapan Bulan Februari Tahun Dua
Ribu Tigabelas, kami Tim Bidang Geologi dan Sumberdaya Dinas Pertambangan
dan Energi Kabupaten Lombok Barat, sesuai dengan surat Kepala Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Lombok Barat Nomor 503/028/BPMP2T-
LB/2013 Tanggal 25 Februari 2013, telah melakukan pengecekan lapangan dan
survey resistivity sounding untuk menerbitkan Rekomendasi Kestabilan Lereng
yang diajukan oleh :

A. Pemohon :
Nama : LILI FLEMING

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dusun Montong Buwuh, Desa Meninting, Kecamatan


Batulayar

Peruntukan : Villa

Lokasi : Batu Bolong Duduk, Desa Batulayar Barat, Kec.


Batulayar, Kab. Lombok Barat

Koordinat : 8°30'42.40"S 116° 3'52.72"E

Elevasi : 89 mdpl

Luas : 2.352 M2

B. Permohonan :
Perihal : Kajian Teknis Kesetabilan Lereng

Nomor /Tgl. Surat : 503/028/BPMP2T-LB / tanggal 25 Februari 2013

C. Hasil Pemeriksaan dan Kajian Teknis Kesetabilan Lereng dituangkan dalam


bentuk Laporan Kajian Teknis Kesetabilan Lereng sebagaimana berikut ini.

Mataram, hari dan tanggal tersebut di atas


Tim Bidang Geologi dan Sumberdaya, Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Lombok Barat

No. Anggota Tim Tanda Tangan

1 Joko Marhaendriyanto, ST

2 R. Ferro Aviyanto, ST, MSc

3 Anwar Jayadi, ST, MEng

4 Rully Mahendra, SE

5 Erman Kurniawan, A,Md

3
METODE RESISTIVITY SOUNDING

I. DASAR TEORI

Metode Resistivity Sounding (Pencitraan Resistivitas) menggunakan arus


bolak balik berfrekwensi rendah dari electrode-elektrode arus yang dialirkan ke
bawah permukaan bumi dan diamati besarnya arus serta tegangan yang
ditimbulkan sesuai dengan konduktivitas batuannya. Penyelidikan dengan Metode
Resistivity Sounding dapat menduga lapisan tanah/batuan dan ketebalnnya
dengan mengetahui sifat fisik tahanan dari batuan di bawah tanah.

Metode Resistivity Sounding digunakan untuk mengetahui variasi


resistivitas secara vertical (Vertical Electrical Sounding/VES) dan horizontal
(Horizontal Profiling/HP). Metode ini dapat digunakan untuk menduga jebakan air
tanah yang bersifat mengurangi nilai kekuaiatan dari dari material tanah dan
membuatnya menjadi bersifat palstis sehingga mudah bergerak, penyebaran
mineral dan struktur patahan pada kondisi geologi tertentu.

Pada penerapannya di lapangan, Metode Resistivity Sounding memiliki


konfigurasi elektroda tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
topografi lapangan. Misalnya konfigurasi Sclumberger lebih tepat digunakan untuk
melihat variasi resistivitas vertical disamping topografi yang agak datar. Sedangkan
Konfigurasi Wenner dan dipole-dipole biasanya digunakan untuk mengetahui
variasi resistivitas secara lateral.

Keterangan:

V : Voltmeter
I : Ampere meter
K : Jarak bentangan elektroda potensial (tembaga)
L : Jarak bentangan elektroda arus (besi)
MN : Elektroda potensial (tembaga)
AB : Elektroda arus (besi)

Gambar Konfigurasi Schlumberger

4
Dari dua data AB dan MN ini akan diperoleh harga faktor koreksi geometri
(K) dan dapat diturunkan nilai tahanan jenis ( ρ ). Untuk konfigurasi Schlumberger
di atas, nilai K dapat diturunkan menjadi:

Berdasarkan data beda potensial (∆V) dan kuat arus (I) hasil pengukuran
lapangan dihitung nilai tahanan jenis semu dengan formulasi:


ρa = K

Dengan ρa : tahanan jenis semu batuan (ohm-meter)


∆V : tegangan (mV)
I : arus (mA)
K : konstanta Schlumberger

II. PERALATAN YANG DIGUNAKAN

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat geolistrik
tahanan jenis (resistivity meter) Merk Naniura NRD 22S buatan Indonesia dengan
spesifikasi teknis sebagai berikut:

Tabel. Spesifikasi teknis alat geolistrik Naniura NRD 22S

Pemancar (transmitter) Spesifikasi


1 Catu daya 12/24 volt, minimal 6 AH
2 Daya 200 W (12 V)
300 W (24 V)
3 Tegangan Keluar Maksimum 350 V (12 V)
Maksimum 450 V (24 V)
4 Arus keluar Maksimum 2000 mA
5 Ketelitian arus 1 mA
Penerima (receiver) Spesifikasi
1 Impedansi 10 M-ohm
2 Batas ukur pembacaan 0,1 mV hingga 500 V
3 Ketelitian 0,1 V
4 Kompensator:
* Kasar 10x putar (precision multi turn
potensiometer)
* Halus 1x putar (wire wound resistor)

5
Gambar: Skema Alat Geolistrik Jenis Naniura NRD 22S

Dan dilengkapi dengan:

a. Dua buah elektroda arus (terbuat dari stainless steel)


b. Dua buah elektroda potensial (terbuat dari tembaga)
c. Dua gulung kabel (elektroda arus) masing-masing sepanjang ± 400 m
d. Dua gulung kabel (elektroda potensial) masing-masing sepanjang ± 30 m
e. Baterai basah (aki) 12 volt 6Ah
f. Dua buah palu untuk menanam elektroda
g. Dua gulung tali plastik yang sudah diberikan nomor jarak sesuai spasi
elektroda
h. 4 buah HT Motorola
i. GPS Garmin
j. Accu charger
k. Inverter 150W
l. Laptop kontrol

6
LOKASI KEGIATAN

Lokasi kegiatan berada di Dusun Batu Bolong Duduk, Desa Batulayar


Barat, Kec. Batulayar, Kab. Lombok Barat seperti pada peta satelite berikut ini.

PETA LOKASI

Foto satelie kondisi awal lokasi survey sebelum diadakan kegiatan pembangunan
dan peletakan titik sounding Res_1 dan Res_2, dengan garis merah sebagai
lintasan resistivity imagery (Google Earth imagery date: 30 April 2012)

7
GEOLOGI KOMPLEK SENGGIGI, DAYA DUKUNG TANAH DAN
TINGKAT PELAPUKANNYA

Berdasarkan Peta Geologi regional Pulau Lombok (Andi S Mangga, 1994),


Komplek Senggigi termasuk ke dalam Formasi Kalibabak. Batuan yang dominan
dalam formasi ini adalah breksi volkanik dengan sisipan lava.

Peta Geologi Regional Pulau Lombok

Breksi volkanik berwarna abu-abu kehitaman, mengandung fragmen dan


matriks dari batuan beku, diikat oleh semen silika. Ukuran butir untuk fragmen
0.50 cm - 1.5m. Batuan ini belum terkompaksikan dengan baik, sehingga butiran
belum tersementasi dengan baik. Keseragaman butir buruk, gradasinya juga
buruk, sehingga kenampakan luar dari batuan ini di beberapa tempat menonjol
tapi di tempat lain tidak. Kondisi batuan belum terkompaksikan dan keseragaman
butir yang buruk menyebabkan butiran batuan ini mudah lepas.
Lava merupakan bagian dari Formasi Kalibabak berupa sisipan. Lava
berwarna abu-abu kehitaman, komposisi mineral gelap 60% mineral terang 40%,
tekstur halus. Berdasarkan komposisi mineral dan teksturnya maka lava ini
bersifai andesitik. Hampir semua singkapan lava sudah mengalami retakan,
sehingga berbentuk blok-blok batuan yang lebih kecil.
Berdasarkan litologi dan sifat fisiknya secara umum tanah dan batuan di
lokasi disurvey dapat dikelompokkan ke dalam satuan geologi teknik Bx (pada
Satuan Peta Geologi Teknik Pulau Lombok, NTB), yaitu terdiri dari breksi, breksi

8
gampingan dan setempat-setempat terdapat lava, yang merupakan batuan kuarter
dari formasi Kalibabak dan Formasi Kalipalung, berwarna abu-abu kehitaman,
agak kompak sampai kompak yang agak sukar sampai sukar digali dengan
peralatanan non mekanik, seperti pada cuplikan Peta Geologi Teknik berikut.

Agustawijaya, dkk, (2006) mengelompokkan kelas pelaputan di Komplek


Senggigi berdasarkan parameter-parameter diskriptif yang terdiri dari sembilan
lokasi pengamatan secara umum adalah Kelas B (Lapuk). Dari pengamatan visual
batuan di Komplek Senggigi terjadi perubahan warna yang dimungkinkan akibat
terjadinya oksidasi yang dimungkinkan akibat terjadinya oksidasi pada mineral
penyusun batuan, spasi dari bidang retakan cukup rapat, pada permukaan
batuan bias digores dengan menggunakan pisau lipat.
Perubahan warna pada batuan breksi volkanik di Komplek Senggigi tidak
menyeluruh. Di dalam retakan diperoleh material lunak hasil pelapukan yang
berupa butiran pasir dan material halus. Material ini berwarna kuning kemerahan,
kemudian dilakukan uji remasan sehingga diketahui material ini mempunyai
konsistensi rendah hingga sedang.
Pelapukan pada batuan Lava terutama di dalam retakan akibat terjebaknya
air di dalam retakan. Air yang menguap meninggalkan kristal-kristal air dalam
retakan. Kristal-kristal air inilah yang bereaksi dengan dinding-dinding batuan di
sekitarnya. Reaksi ini menimbulkan perubahan warna dan memperlunak dinding
batuan. Kerak-kerak pada dinding batuan akhimya menjadi material pengisi
batuan.

9
Tabel Kelas Pelapukan Komplek Senggigi (Agustawijaya dkk.,2006)
Kelas Pelapukan Kelas Pelapukan
Komplek Lokasi
(GSEGWP, 1995) (ISRM, 1978)
Batu Layar B (Lapuk) Grade II
Batu Bolong B (Lapuk) Grade II
Alang-Alang B (Lapuk) Grade II
Malaka B (Lapuk) Grade II
Senggigi
Malaka II C (Sangat Lapuk) Grade II
Setangi B (Lapuk) Grade II
Malimbu C (Sangat Lapuk) Grade II
Malimbi II B (Lapuk) Grade II

10
HASIL SOUNDING RESISTIVITY

I. POSISI PENEMPATAN ALAT SOUNDING RESISTIVITY

Penempatan posisi alat sounding di lokasi survey adalah seperti pada table
berikut ini, dan disesuaikan dengan kondisi medan.

No. Sounding Elevasi Jarak


Koordinat Geografis
Point (mdpl) datar (m)
Res_1 8°30'42.40"S 116° 3'52.72"E 89 0
Res_2 8°30'42.67"S 116° 3'51.65"E 78 33.76

II. KURVA RESISTIVITAS SEMU

Kurva resistivitas pada masing-masing titik sounding Res_1 dan Res_2


adalah sebagai berikut:

11
III. RESISTIVITY IMAGERY

Sedangakan resistivity imagery pada lintasan RES_1 dan RES_2 dilokasi


survey dapat ditampilkan sebagai berikut:

12
INTERPRETASI PEMODELAN

I. PROFIL LITO-RESISTIVITY

Dari hasil resistivity imagery antara Lintasan Res_1 dan Res_2 diperoleh
hasil berupa profil lito-resistivity sebagai berikut:

Di lokasi tersebut tersusun oleh 3 jenis litologi utama, yaitu: lava andesite
(baik yang dalam kondisi fresh ataupun kondisi fractured), breksi andesit dan yang
paling atas berupa pasir vulkanik berbatuapung. Singkapan (outcrops) dari
seluruh litologi serta kontak antara batuan dengan dengan resistensi tinggi dengan

13
batuan dengan resistensi rendah sangat jelas ditemukan di lapangan, sehingga
dapat dijadikan referensi model lito-resistivity.

II. KOLOM LITO-RESISTIVITY

Dari hasil resistivity imagery antara Lintasan Res_1 dan Res_2 dikorelasikan
dengan data pengamatan singkapan batuan (outcrops) di lapangan diperoleh hasil
berupa Kolom Lito-Resistivity sebagai berikut:

KOLOM LITO-RESISTIVITY

Lapisan Visual Resistivity Deskripsi Letak


Outrrops (Ωm) Pondasi
1 27.1 – 43.9 Pasir vulkanik berbatuapung, Tidak
warna coklat abu-abu, plastisitas
rendah, unconsolidated serta
mudah luruh. Batuapung Φ 0,5
– 3 cm. Porositas tinggi, daya
dukung sangat rendah.

Muka air tanah tidak terdeteksi

2 10.9 – 11.6 Breksi andesit lapuk, fragmen Tidak


batuan andesit Φ 3 – 20 cm,
semen silica, umumnya kurang
kompak dan lapuk. Bagian
semen umumnya mudah hancur
sebagian terlihat seperti tanah
biasa dan mudah dicongkel
tangan. Porositas rendah, daya
dukung rendah.

Muka air tanah tidak terdeteksi


4 40.4 – 43.9 Lava andesit, fractured, dan Tidak
lapuk. Warna coklat abu-abu,.
Merupakan bagian luar dari
tubuh lava utama. Terkekarkan
(fractured) secara intensive
tidak beraturan dan mudah
dicongel dengan tangan.
Porositas tinggi, daya dukung
rendah.
Muka air tanah tidak terdeteksi

5 779 – 1000 Lava andesit, fresh, massive. Ya


Warna abu-abu kecoklatan.
Batuan kedap/impermeable,
daya dukung sangat kuat.
Pondasi utama bangunan dan
pondasi dinding penahan tanah
harus berada/menembus hingga
ke batuan ini

Muka air tanah tidak terdeteksi

14
Pondasi-pondasi utama bangunan harus dibuat hingga menembus ke
batuan keras, yaitu hingga menembus lava andesit yang fresh dan tidak lapuk,
sehingga didapatkan daya dukung yang paling baik.

III. ANALISIS KESTABILAN LERENG DAN PENDUGAAN BIDANG GELINCIR


TANAH/BATUAN
Salah satu faktor penyebab longsoran yang sangat berpengaruh adalah
bidang gelincir (slip surface) atau bidang geser (shear surface). Pada umumnya
tanah/bidang yang mengalami longsoran akan bergerak di atas bidang gelincir
tersebut. Metode penentuan bidang gelincir dilapangan dilakukan secara tidak
langsung/pemodelan, yaitu dengan menggunakan hasil resistivity sounding. Data
resistivity imagery antara Lintasan Res_1 dan Res_2 kemudian dibuatkan analisis
pendugaan bidang gelincir tanah/batuan di lokasi tersebut, seperti pada gambar
berikut:

15
Tanah akan mendapatkan tambahan beban dari bangunan villa yang ada di
atasnya (termasuk kolam renang) serta dari jumlah infiltrasi air hujan (W) yang
menyebabkan terjadinya tegangan air pori, sehingga akan memicu terjadinya
gerakan tanah di sepanjang bidang gelincir tersebut.

Oleh karena itu harus dibuatkan bangunan penyangga di bagian bawah


berupa dinding penahan tanah (retaining wall) yang dilengkapi dengan pipa-pipa
drainase untuk pembuangan air pori. Dinding penahan tanah yang dibuat harus
menembus hingga ke batuan keras, dalam hal ini hingga ke lava andesit yang
fresh. Bentuk bangunan dinding penahan tanah diberikan pada bagian
rekomendasi teknis di bagian akhir laporan ini.

Perataan lereng yang tidak diikuti dengan penutupan retakan-


retakan/fracture (dengan cement grouting) akan memicu terjadinya gerakan tanah
akibat berubahnya keseimbangan gaya-gaya yang bekerja yang dipicu oleh
infiltrasi air hujan.

IV. PRINSIP DASAR METODE PENANGGULANGAN KERUNTUHAN LERENG

Pada suatu lereng bekerja gaya pendorong dan gaya penahan. Gaya
pendorong adalah gaya tangensial dari berat massa tanah, sedangkan gaya
penahan berupa tahanan geser tanah. Analisis kemantapan suatu lereng harus
dilakukan dengan memperhitungkan besarnya gaya pendorong dan gaya penahan.
Suatu lereng akan longsor bila keseimbangan gaya – gaya yang bekerja terganggu,
yaitu gaya pendorong lebih besar dari gaya penahan. Oleh karena itu prinsip
penaggulangan keruntuhan lereng adalah mengurangi gaya pendorong atau
menambah gaya penahan.

Komponen gaya yang bekerja pada lereng

16
REKOMENDASI TEKNIS

Pada saat peninjauan lapangan, kegiatan awal pembangunan sudah mulai


dikerjakan yang meliputi: pekerjaan perataan lahan dengan pemotongan lereng,
pembuatan dinding penahan tanah (retaining wall) di bagian bawah lereng dan
pekerjaan pondasi, sehingga hanya sebagian kecil saja ditemukan kondisi tanah
asli di lokasi lahan yang dimaksud.

Foto perataan lahan dengan pemotongan Foto pembangunan pondasi-pondasi


lereng yang sudah dilakukan bangunan yang telah dibuat

Dari hasil pengecekan konstruksi stabilisasi lereng di lokasi rencana


pembangunan villa yang diusulkan oleh Saudari Lili Fleming didapatkan beberapa
hal penting yang harus segera ditindaklanjuti:

I. PEMBUATAN KONSTRUKSI DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL)

Pembuatan dinding penahan tanah (retaining wall) sudah dilakukan namun


pembuatannya dilakukan terlalu tegak dan tanpa dibuatkan kaki penyangga
(cantilever). Juga tidak dibuatkan pipa-pipa drainase (penyaluran) untuk
mengeluarkan air pori pada dinding penahan tanah tersebut.

Foto dinding penahan tanah yang dibuat Foto dinding penahan tanah yang dibuat
terlalu tegak tanpa cantilever (foto ke arah terlalu tegak tanpa cantilever dan tidak ada
utara tepat di atas dinding penahan tanah) pipa-pipa drainase air pori (foto ke arah
selatan di bawah dinding penahan tanah)

17
Dinding penahan tanah merupakan suatu konstruksi yang dibuat untuk
menahan tanah agar tidak longsor. Konstruksi ini diperlukan apabila akan
dilakukan pembuatan suatu rancang bangunan gedung yang berada di
tebing/kelerengan yang relative curam atau tegak yang mana apabila diabaikan
maka akan berakibat terhadap settlement atau penurunan bahkan kelongsoran
terhadap konstruksi yang berada di atasnya.

REKOMENDASI:
1. Agar dibuatkan konstruksi dinding penahan tanah dari konstruksi beton
bertulang di sebelah barat bagunan untuk menjaga stabilitas bangunan
terhadap kemungkinan guling, pergeseran, maupun beban-beban lainnya;
2. Dimensi konstruksi ditentukan berdasarkan baik/tidaknya tanah maupun
besar kecilnya gaya-gaya yang bekerja;
3. Tekanan di bawah pondasi harus lebih kecil dari daya dukung tanah yang
ada;
4. Dinding penahan dibuat dengan jarak 3 meter dengan tulangan standar SNI
Φ 12” bisa juga dikombinasikan dengan tulangan Φ 10” SNI’

Gambar Konstruksi Dinding Penahan Tanah (Retaining Wall) yang


direkomendasikan

5. Untuk selimut beton, terutama yang berada di bawah tanah dipasang


dengan jarak minimal 3,5 cm untuk menghindari korosi beton karena di
dalam tanah selalu berhubungan dengan rembesan air tanah;
6. Untuk drainase dinding penahan tanah yang sangat mutlak diperlukan agar
memperhatikan perbedaan tinggi muka tanah terutama di bagian belakang

18
penahan tanah, karena muka air tanah lebih tinggi. Adanya perbedaan
tinggi muka air ini menyebabkan air akan berusaha mengalir menyusuri
dinding pondasi sehingga perlu dibuatkan drainase berupa pipa Φ ˃ 10 cm
dipasang pada jarak 3 – 5 meter (bidang gambar)
7. Apabila dinding penahan tanah lebih dari 5 m, maka perlu dipasang pada
arah vertical lebih dari 1 baris tiap 1 – 2 m dan pada tiap baris ditempatkan
2 atau lebih pipa drainase.

II. PADA PEMBUATAN KOLAM RENANG

REKOMENDASI:

Agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dimensi maupun konstruksi kolam renang dibuat dan disesuaikan dengan


memperhatikan faktor pemanfaatan kolam tersebut, apakah untuk umum
ataukah untuk pribadi. Kalau untuk pribadi agar dibuat sesederhana
mungkin dengan dimensi yang tidak terlalu besar/luas karena berpengaruh
terhadap kebutuhan tumpangan air yang akan berdampak langsung kepada
penambahan beban tanah secara berlebih.
2. Konstruksinya agar diperkuat dengan perletakan/perkuatan balok tarik yang
dipasang dan dihubungkan langsung ke balok induk bangunan villa serta
diletakkan di bawah/dasar kolam renang.
3. Untuk buangan air kolam agar menghindari pembuangan secara aliran
terbuka untuk menghindari resapan air ke dalam tanah. Serta agar dibuatkan
dan disatukan dengan perencanaan buangan air hujan serta diusahakan
dibuang ke sumur-sumur resapan atau dibuatkan secara konstruksi
peresapan permanen.
19
III. PENGENDALIAN AIR PERMUKAAN

Pengendalian air pemukaan merupakan langkah awal dalam setiap rencana


penanggulangan keruntuhan lereng. Pengendalian air permukaan pada lereng
dilakukan agar tidak terjadi erosi yang menimbulkan alur semakin dalam (gully).
Pengendalian air permukaan akan mengurangi berat massa tanah yang bergerak
dan menambah kekuatan material pembentuk lereng. Dua hal yang harus
diperhatikan adalah air permukaan yang akan mengalir pada permukaan lereng
dan air permukaan yang akan meresap/masuk ke dalam tanah. Setiap upaya
harus dilakukan untuk mencegah air permukaan yang menuju daerah keruntuhan
lereng, sedangkan mata air, rembesan dan genangan di daerah keruntuhan lereng
dialirkan ke luar melalui lereng. Mengendalikan air permukaan (drainase
permukaan) dapat dilakukan dengan cara menanam tumbuhan, tata salir,
menutup rekahan dan perbaikan permukaan lereng.

Foto drainase yang sudah dibuat di atas lokasi pembagunan villa


harus diperbaiki

REKOMENDASI:
1. Penanaman tumbuhan.
Penanaman tumbuhan dimaksudkan untuk mencegah erosi tanah
permukaan, mengurangi peresapan air permukaan dan pengaruh cuaca.
Penanaman tumbuhan dapat dilakukan antara lain dengan penaburan biji
rerumputan atau lempengan rumput. Untuk mempercepat air limpasan
permukaan, lereng juga dapat disemprot aspal.
2. Tata salir
Tata salir/saluran permukaan sebaiknya dibuat pada bagian luar
keruntuhan lereng dan mengelilingi keruntuhan lereng sehingga dapat
mencegah aliran limpasan yang datang dari lokasi yang lebih tinggi. Untuk

20
saluran terbuka yang dipasang pada daerah keruntuhan lereng harus diberi
kemiringan sedemikian rupa sehingga dapat mengalirkan air secara cepat
agar air tidak meresap ke dalam daerah keruntuhan lereng. Alas saluran
terbuka dilapis dengan material yang kedap. Dimensi dan kemiringan
saluran terbuka harus pula diperhitungkan terhadap debit dan kecepatan
pengaliran yang dikehendaki. Bila melewati daerah dengan material lepas,
sebaiknya dibuat saluran tertutup.
3. Menutup rekahan
Penutupan rekahan dapat memperbaiki kondisi pengaliran air permukaan
pada lereng. Rekahan dapat ditutup dengan tanah lempung, aspal atau
semen yang disesuaikan dengan jenis tanahnya. Penutupan rekahan akan
mencegah masuknya air permukaan, sehingga tidak akan menimbulkan
naiknya tekanan hidrostatik atau lembeknya massa tanah yang bergerak.
4. Perbaikan permukaan lereng
Perbaikan permukaan lereng dapat dilakukan dengan merapatkan
permukaannya (adanya
tonjolan, cekungan) sehingga dapat mempercepat aliran limpasan dan
memperkecil rembesan air.

Metode pengendalian air permukaan dapat digunakan baik secara terpisah


maupun bersamaan. Metode ini dapat pula dikombinasikan dengan metode
penanggulangan lainnya.

21
DOKUMENTASI KEGIATAN

Foto Kegiatan Sounding Resistivity di Titik Res_1

Foto Kegiatan Sounding Resistivity di Titik Res_2

22
Foto Pengecekan Batas-batas tanah dan Desain Bangunan

Foto Pengecekan Batas-batas tanah dan Rencana Gambar Bangunan

23

Anda mungkin juga menyukai