Anda di halaman 1dari 41

INTEGRASI PENDIDIKAN AGAMA DANWIRAUSAHA;

Studi Kasus di Pesantren Agribisnis Al-Ittifa<q Dusun Ciburial


Desa AlamendahKecamatan Rancabali Kabupaten Bandung

Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif


Hidayatullah Jakarta Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Magister
pada Program Pengkajian Islam dengan Konsentrasi Pendidikan Islam

Oleh:
AHMAD HALWANI
10.2.00.0.12.01.0154

Pembimbing:
Dr. Suparto, M. Ed, Ph. D

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR

Al-h{amd li Alla<h rabb al a<llami<n. Segala puji dan


syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha
pengasih dan penyayang, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga bisa
menyelesaikan penyusunan tesis ini.
Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kehadirat beliau Nabi Muhammad SAW,
keluarga, para sahabat dan para pengikutnya.
Tesis yang berjudul “INTEGRASI PENDIDIKAN
AGAMADAN WIRAUSAHA” ditulis untuk memenuhi
salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Magister
Agama bidang Pendidikan (MA. Pd) di Sekolah
Pascasarjana SPs Universitas Islam Negeri(UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dengan selesainya penulisan tesis ini penulis
sampaikan terimakasih kepada yang terhormat Prof. DR.
Komarudin Hidayat, MA. Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program
Magister (S2) pada lembaga yang dipimpinnya.
Prof. DR. Azyumardi Azra, MA. Beserta seluruh
pengelola Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri
(UIN)Syarif Hidayatullah Jakarta. Prof. DR. Suwito, MA.
DR. Yusuf Rahman, MA. yang telah memberikan arahan,
bimbingan dan penguatan metodologis bagi penyempurnaan
tesis ini. Penulis ucapkan Jaza<kumullah ahsan al-Jaza<’.
Dr. Suparto, M.Ed. Ph.D., pembimbing tesis ini
yang dengan ketulusan dan keikhlasannya telah meluangkan
waktu dan kesempatan untuk memberikan arahan dan
bimbingan penulisan tesis ini hingga selesai. Jaza<kumullah
ahsan al-Jaza<’.
H. Uwet B. Dimyathy, S. Ag dan Hj. Siti Halimah,
mereka adalah orang yang dibalik selesainya penulisan tesis
ini, mereka orang tua yang begitu sabar menanti anaknya
menyelesaikan kuliah hingga selesai, dan mereka juga yang
tidak henti-hentinya terus mendo’akan penulis untuk
menyelesaikan penulisan tesis ini. Mochamad Habibi dan
Enong Siti Habibah adalah kedua adik penulis yang menjadi
salah satu motivasi penulis untuk menyelesaikan tugas akhir
ini. Jaza<kumullah ahsan al-Jaza<’. ba<rakallah lakuma<.
Ina Rahayu, S. Hi. Seorang wanita yang baik dan
solehah yang dengan sabar telah menanti penulis untuk
menyelesaikan tesis ini. Semoga penantian ini dijadikan
amal ibadah untuknya.
Kolega-kolega tercinta saya Muhammad
Mukaddar, Marasoky Sipohan, Diki Mulyadi, Candra
Wahyudi, terimakasih atas segala bantuan dan
dukungannya. Demikian juga keluarga besar Pondok
Pesantren Agribisnis Al-Ittifa<q Bandung, Mang Haji (K.H.
Fuad Affandi), selaku pengasuh Pondok Pesantren, Ustadz
Dede, Ustadz Zaenal Arifin, para Ustadz dan para santri
semuanya saya ucapkan terimakasih banyak atas semua
kebaikan dan kerjasamanya.
Tesis ini akan saya persembahkan untuk keluarga
besar Yayasan Pendidikan Islam Al-Falah Pandeglang.
Terimakasih untuk Do’a dan dukungannya. Jaza<kumullah
ahsan al-Jaza<’. ba<rakallah lakum.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang
ditulis dalam tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran menjadi harapan penulis demi
perbaikan dan penyempurnaan buku ini.

Jakarta, 01 November 2013

Ahmad Halwani
ABSTRAK

Penelitian ini menunjukan bahwa pendidikan


kewirausahaan diperlukan sebagai upaya untuk penerapan
kreativitas dan inovasi bagi wirausaha untuk memecahkan
masalah dan upaya untuk memanfaatkan peluang bisnis, memulai
usaha baru yang lebih kreatif dan inovatif. Adapun pendidikan
Agama akan lebih mengarah kepada prilaku (‘amal) untuk
mengembangkan potensi kehidupan dalam berwirausaha.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Max Weber Dalam Etika Protestan dan Spirit
Kapitalisme,Weber menyatakan bahwa ketelitian yang khusus,
perhitungan dan kerja keras dari wirausaha didorong oleh
perkembangan etika dalam beragama.
Tesis ini juga mengkritisibeberapa pendapat yang
meragukan konsep pendidikan wirausaha sebagai suatu instrumen
penting yang mampu menghadapi krisis kebutuhan. Hal ini
terdorong karena pendidikan kewirausahaan tidak berpengaruh
terhadap sikap mandiri dalam pribadi manusia. Mustofa Emami
dan Kamran Nazari (2012) “Entrepreneurship, Religion and
Buisness Ethics”,Zuhairini, dalam Filsafat Pendidikan Islam,
bahwa konsep pendidikan Islam pada dasarnya meliputi
pembentukan sikap kepribadian muslim yang berakhlak mulia dan
bertanggung jawab terhadap segala perbuatan secara pribadi
maupun terhadap masyarakat dan lingkungannya yang didasari
dengan nilai-nilai Agama.Latar belakang Agama dapat
mempengaruhi etika dan pemahaman seseorang.
Penelitian ini merupakan kajian pustaka yang bersifat
kualitatif deskriptif, yang menggunakan teknik dokumentasi
dalam pengumpulan data. Sedangkan metode analisis data yang
dipakai adalah metode deskripsi, interpretasi dan komparasi. Dan
yang menjadi rumusan masalah adalah Bagaimana Integrasi
Pendidikan Agama dan Wirausaha di Pondok Pesantren
Agribisnis Al-Ittifa<q Dusun Ciburial Desa Alamendah Kecamatan
Rancabali Kabupaten Bandung.

iii
ABSTRACT

This research shows that entrepreneurship education is needed


to stimulate entrepreneur‟s creativity and innovation in solving
problems and in using business opportunity, starting a creative and
innovative new business. On the other hand, religion education will
help shape behavior („amal) to develop entrepreneurship ability.
The result of this research supports the research conducted by
Max Webber as cited in his Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism. Webber stated that specific correctness, calculation and
hard work in business were stimulated by the development of one‟s
ethic in religious practices.
This thesis criticizes skeptical opinions toward entrepreneurship
education as an important instrument to cope with the crisis of need.
That is because entrepreneurship education does not influence one‟s
character of independence. Mustofa Emami and Kamran Nazari (2012).
Zuhairani‟s “Entrepreneurship, Religion, and Business Ethics,” in
Philosophy of Islamic Education, stated that the concept of Islamic
education basically included a Muslim character building that was
noble and responsible of all his action, which was based on religious
values, as an individual or as a social creature toward his environment.
Religious background may influence one‟s ethic and understanding.
This research is a descriptive qualitative library research using
documentation technique for its data collection. The data was analyzed
using description, interpretation, and comparison methods of analysis.
The main research problem was How to Integrate Religion Education
and Entrepreneurship Education in Agribusiness Islamic Boarding
School Al-Ittifaq at Ciburial – Alamendah village, the sub district of
Rancabali, Bandung Regency.

v
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ------------------------------------------------------------- i


Abstrak ---------------------------------------------------------------------- iii
Abstract --------------------------------------------------------------------- v
‫ ملخص البحث‬------------------------------------------------------------------ vii
Transliterasi Arab-Latin -------------------------------------------------- ix
Daftar Isi -------------------------------------------------------------------- xi
Daftar Singkatan ----------------------------------------------------------- xiii
Daftar Tabel dan Gambar ------------------------------------------------- xv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ----------------------------------------- 1
B. Permasalahan ------------------------------------------------------ 18
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ---------------------------- 22
D. Tujuan Penelitian ------------------------------------------------- 26
E. Signifikasi Penelitian --------------------------------------------- 26
F. Metodologi Penelitian -------------------------------------------- 27
G. Sistematika Pembahasan ----------------------------------------- 32

BAB II DISKURSUS PENDIDIKAN AGAMA DAN


WIRAUSAHA
A. Wirausaha dalam Pandangan Agama ----------------------------35
B. Konsep Pendidikan Islam Berbasis Wirausaha Agribisnis --- 42
C. Nilai-nilai Wirausaha dalam Pendidikan Islam -----------------57
D. Konstruksi Pendidikan Islam Tentang Wirausaha Agribisnis- 60
E. Unsur dan Karakteristik Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak
Wirausaha ----------------------------------------------------------- 66

BAB III DESKRIPSI PESANTREN AGRIBISNIS AL-


ITTIFA<QDUSUN CIBURIAL ALAMENDAH
KECAMATAN RANCABALI KABUPATEN BANDUNG
A. Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun Ciburial, Alamendah,
Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung ------------------- 71
B. Sumber Daya Manusia (SDM) Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q
Dusun Ciburial, Alamendah, Kecamatan Rancabali Kabupaten
Bandung ------------------------------------------------------------ 81
C. Metode Pembelajaran Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun
Ciburial, Alamendah, Kecamatan Rancabali Kabupaten
Bandung ------------------------------------------------------------ 84

xi
BAB IV INTEGRASI PENDIDIKAN ISLAM DAN AGRIBISNIS
DALAM PEMBELAJARAN PESANTREN
A. Dimensi-dimensi Agribisnis dalam Kurikulum Pesantren
Agribisnis Al-Ittifa>q ---------------------------------------------- 105
B. Penguatan Nilai-nilai Pembelajaran Agama dalam
Kewirausahaan ---------------------------------------------------- 109
C. Aplikasi Integrasi Pendidikan Agama dan Agribisnis ------- 117

BAB V AGAMA DAN AGRIBISNIS DALAM UPAYA


KEMANDIRIAN MASYARAKAT
A. Respon Masyarakat Terhadap Praktek Pendidikan Agama dan
Agribisnis ---------------------------------------------------------- 127
B. Kontribusi Pendidikan Agama dan Agribisnis dalam
Meningkatkan Kemandirian Masyarakat ---------------------- 136
C. Konsep Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan
Agribisnis ---------------------------------------------------------- 139
D. Peran Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat(LM3)
dalam Pengembangan Pondok Pesantren Al-Ittifa>q --------- 143

BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan -------------------------------------------------------- 147
B. Implikasi ----------------------------------------------------------- 148
C. Saran-saran -------------------------------------------------------- 148

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
Daftar Tabel dan Gambar

No Tabel/gambar Halaman
2 Tabel 1.1 Obyek wawancara 30
3 Gambar 2.1Menuju sukses 39
Gambar 3.1 Madrasah Al-Ittifa<q 74
4 Gambar 3.2 Ket: Peta wilayah Bandung 78
Gambar 3.3 Kegiatan belajar mengajar di
5 83
lembaga formal Al-Ittifa<q
6 Gambar 3.4 Suasana pengajian di masjid 90
Gambar 3.5 Para santri sedangmelakukan
7 kegiatan sortasi, grading, wrapping, 94
packaging dan labelling
Tabel 3.1 Jadwal kegiatan di pondok
8 95
pesantren Al-ittifa>q
9 Gambar 3.6 Model pendekatan INPEKBI 96
Gambar 3. 7 Santri putri sedang
10 100
melaksanakan shalat berjamaah
Gambar 4. 1Hasil wraping santri yang
11 akan dikirim ke supermarket 114
Gambar 5.1 Alur pengajuan program
12 LM3 144

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam
memiliki tugas yang tidak ringan dalam menghadapi era
globalisasi sekarang ini, pendidikan adalah masalah yang
sangat penting terlebih lagi dalam lajunya pembangunan
nasional yang dituntut adanya generasi yang lebih maju
disamping mempersiapkan peserta didik untuk
meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologidiharapkan
mampu meningkatkan keimanan ketakwaanterhadap Tuhan
Yang Maha Esa, peningkatan keimanan dan ketakwaan
dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa
sekarang ini1. Engkos2 menyatakan bahwa tantangan yang
terjadi pada era globaladalah semakin menipisnya kualitas
kemandirian manusia Indonesia.Krisis yang melanda
Indonesia yang multidimensi3 mengakibatkan budaya bangsa
semakin memudar, yaitu terjadinya degradasi moral
spiritual, semangat berusaha dan bekerja yang semakin
melemah, kreativitas yang semakin mengerdil dan menjurus
ke arah yang negatif.

1
Hakim Dhikrul, ‚Hubungan Penerapan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) dan Profesionalisme Guru dengan Prestasi
Belajar Siswa Dalam Bidang Pendidikan Agama Islam‛ dalam Tesis
Universitas Darul Ulum Jombang, 2008, 1.
2
Engkos, dalam ‚Instructional Strategy of Civic Education at
Certain School Level‛ (Bandung: Center for Indonesian Civic Education,
1999).
3
Krisis multi dimensi adalah suatu keadaan di mana bangsa dan
negara dilanda oleh beraneka ragam pertentangan besar maupun kecil.
Ditambah lagi dengan berbagai keruwetan di bidang politik, ekonomi,
sosial, dan juga kebobrokan moral. Krisis tersebut sedang berusaha
memorakporandakan dan menghancurkan berbagai sendi penting
kehidupan berbangsa dan bernegara.

1
Meskipun terdapat perbedaan pendapat para ahli
tentang konsep pendidikan Agama, tetapi suatu hal yang
dapat dipertegas adalah bahwa pendidikan Agama sebagai
usaha manusia dalam pembentukan karakter yang
berkembang seiring dengan dinamika dan perubahan pranata
sosial.4 Pandangan tersebut senada dengan pendapat
Zuhairini,5 dalam Filsafat Pendidikan Islam, bahwa konsep
pendidikanIslam pada dasarnya meliputi pembentukan sikap
kepribadian muslim yang berakhlak mulia dan bertanggung
jawab terhadap segala perbuatan secara pribadi maupun
terhadap masyarakat dan lingkungannya yang didasari
dengan nilai-nilai Islam. Nilai-nilai inilah yang menjadi
sebuah konsep dasar interaksi manusia berdasarkan
kebutuhan duniawi.
Sebagai suatu tugas dunia pendidikan, pendidikan
perlu membekali peserta didiknya untuk mampu bersaing di
pasar global. Pendidikan kewirausahaan merupakan salah
satu bentuk strategi pemerintah dalam memupuk jiwa
wirausaha dengan harapan mampu menjadi pribadi yang
mampu berkompetisi secara finansial. Hakikat dari program
pendidikan kewirausahaan pada dasarnya merupakan proses
pembelajaran penanaman tata nilai kewirausahaan melalui
pembiasaan dan pemeliharaan perilaku dan sikap. Pelatihan,
pembinaan, pemodalan, serta inkubasi6 yang banyak
digunakan cukup sukses membangun paradigma
berwirausaha khususnya bagi kalangan muda. Namun,
pembinaan yang dilakukan dirasakan belum maksimal.
Diperlukan upaya pembinaan dan penanaman jiwa
wirausaha sejak dini sebagai bentuk transformasi paradigma

4
Abdurahman Al Ahwal, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan
Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan Masyarakat, Alih Bahasa Heri Nur
Ali (Bandung: CV. Diponegoro), 273-277.
5
Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi
Aksara, 1991), 152.
6
Inkubaksi dari bahasa Latin Incubare, “berada di atas”. Bisa
merujuk ke Inkubator wirausaha, yaitu untuk memulai berwirausaha.

2
pendidikan wirausaha bagi bangsa untuk akselerasi7
peningkatan ekonomi dan kualitas hidup seseorang.
Jika dikaitkan dengan asumsi dari Max Weber8
tentang penerapan Etika Protestan dan Semangat
Kapitalisme, maka hal ini mampu memberikan nilai positif
terhadap keberadaan pendidikan kewirausahaan di
Indonesia. Melalui pendidikan kewirausahaan, pengertian
dan penerapan kewirausahaan tidak semata-mata hanya
dinilai dari segi kapitalisme semata, melainkan juga peran
aspek semangat keagamaan dalam jiwa seorang wirausaha.
Pendidikan Kewirausahaan, secara harfiah terdiri
dari dua kata, yaitu pendidikan dan
kewirausahaan.Kewirausahaan adalah proses menciptakan
sesuatu nilai yang berbeda dengan mencurahkan waktu dan
upaya yang diperlukan, memikul resiko-resiko finansial,
psikis dan sosial yang menyertai, serta menerima
penghargaan atau imbalan moneter dan kepuasan pribadi.
Menurut Andrew J. Dubrin,9Entrepreneurship is a person
who founds and operates an innovative
business.Kewirausahaan adalah seseorang yang mendirikan
dan menjalankan sebuah usaha yang inovatif. Masih menurut
Andrew dari definisi tentang Entrepreneurship tersebut
terdapat tiga tema penting yang dapat diidentifikasi:
1. The pursue of opportunities. Entrepreneurship adalah
berkenaan dengan mengejar kecenderungan dan
perubahan-perubahan lingkungan yang orang lain tidak
melihat dan memperhatikannya.
2. Innovation. Entrepreneurship mencakup perubahan
perombakan, pergantian bentuk, dan memperkenalkan
pendekatan-pendekatan baru, yaitu produk baru atau cara
baru dalam melakukan bisnis.

7
Akselerasi adalah percepatan atau perubahan kecepatan waktu.
8
MaxWeber,Etika Protestan dan Spirit Kapitalism(Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.2006).
9
Andrew J. Dubrin. Fundamentals of Organizational Behavior.
Fourth Edition. Thomson South-Western, 2007.

3
3. Growth. Entrepreneur menginginkan bisnisnya tumbuh
dan bekerja keras untuk meraih pertumbuhan sambil
secara berkelanjutan mencari kecenderungan dan terus
melakukan innovasi produk dan pendekatan baru.
Istilah kewirausahaan pada dasarnya merupakan
suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai,
kemampuan (ability) dan perilaku seseorang dalam
menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang
dengan berbagai risiko yang mungkin dihadapinya. Seorang
wirausaha adalah orang-orang yang memiliki kreativitas dan
inovasi yang tinggi dalam hidupnya.10 Secara
11
epistimologis, sebenarnya kewirausahaan hakikatnya
adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan
berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya,
tenaga penggerak, tujuan, siasat dan kiat dalam menghadapi
tantangan hidup. Seorang wirausahawan tidak hanya dapat
berencana, berkata-kata tetapi juga berbuat, merealisasikan
rencana-rencana dalam pikirannya ke dalam suatu tindakan
yang berorientasi pada sukses. Maka dibutuhkan kreatifitas,
yaitu pola pikir tentang sesuatu yang baru, serta inovasi,
yaitu tindakan dalam melakukan sesuatu yang baru.
Pendidikan merupakan upaya mengembangkan
kualitas pribadi manusia dan membangun karakter bangsa
yang dilandasi nilai-nilai Agama, filsafat, psikologi, sosial
budaya dan iptek yang bermuara untuk membentuk pribadi
manusia yang bermoral, berakhlak mulia dan berbudi
luhur.Pendidikan kewirausahaan di sekolah selama ini baru

10
Zimmerer, Thomas W dan Norman M Scarborough.(2004).
Pengantar Kewirausahaan danManajemen Bisnis Kecil(PT
Indeks:Jakarta), 42.
11
Epistemologi atau teori pengetahuan yang berhubungan dengan
hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya
serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang
dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia
melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya;
metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode
kontemplatis dan metode dialektis.

4
menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai,
dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata
dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, berlakunya
sistem desentralisasi12 berpengaruh pada berbagai tatanan
kehidupan, termasuk pada manajemen pendidikan yaitu
manajemen yang memberi kebebasan kepada pengelolaan
pendidikan.Dengan adanya kebebasan dalam pengelolaan
pendidikan, diharapkan lembaga pendidikan mampu
menemukan strategi pengelolaan pendidikan yang lebih baik
sehingga mampu menghasilkan output pendidikan yang
berkualitas, baik dilihat dari kualitas akademik maupun non
akademik. Kualitas akademik yang dimaksud adalah kualitas
peserta didik yang terkait dengan bidang ilmu, sedangkan
kualitas non akademik berkaitan dengan kemandirian untuk
mampu bekerja di kantor dan membuka usaha/lapangan
kerja sendiri. Dengan kata lain lulusan pendidikan
diharapkan memiliki karakter dan perilaku wirausaha yang
tinggi13.
Menurut David B. AudretschKeterkaitan wirausaha
dengan Agama sangatlah erat hubungannya14. Begitu juga
dengan Max Weber,15 yang menyatakan bahwa kehidupan

12
adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri
berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara
kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka
muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan.
13
Kementerian Pendidikan Nasional. Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa.Bahan Pelatihan Penguatan
MetodologiPembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk
Membentuk DayaSaing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010.
14
David B. Audretsch Religion and Entrepreneurship journal of
Max-Planck Institute of Economics, Entrepreneurship, Growth and Public
Policy Group, Kahlaische Strasse 10, 07745 Jena, Germany. May 2007.
15
MaxWeber,Etika Protestan dan Spirit Kapitalism(Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.2006).

5
ekonomi masyarakat itu berasal dari ide atau gagasan. Jika
melihat perkembangan masyarakat, kemunculan-
kemunculan masyarakat dengan atribut tertentu tidak terjadi
secara tiba-tiba namun ada penyebab atau proses sebelumnya
yang bersifat kausalitas. Dalam risetnya Max Weber meneliti
perilaku beragama di Amerika Serikat khususnya yang
beragama Kristen (culvinisme) untuk mengetahui
penyebabnya.
Maka kurang tepat yang diungkapkanoleh Downey,
W. Daviddan Steven P. Erickson.16yang mengungkapkan
Landasan Agama yang digunakan oleh masyarakat petani
justru menyebabkan agribisnis lebih tertinggal dibandingkan
dengan bisnis lainnya. Begitu juga dengan John Fischar17
dalam Edication for Survival; Toward a Human Future, yang
meragukan konsep pendidikan sebagai suatu instrumen
penting yang dengannya mampu menghadapi krisis
kebutuhan.
Akan tetapi menurut Mostafa Emami dan Kamran
18
Nazari , dalam jurnalnya mengatakan minat untuk belajar
wirausaha telah meningkat dalam kurun waktu beberapa
tahun terakhir ini, terutama di sekolah-sekolah dan lembaga
keagamaan seperti pondok pesantren. Jadi dapat dikatakan
peranan pendidikan kewirausahaan pada lembaga Agama
dianggap penting karena dengan pendidikan seperti ini para
siswa/santri bisa menyadari dan mengetahui pentingnya
peran Agama untuk pengelolaan wirausaha. M. Quddus,

16
Downey, W. David and Steven P. Erickson. Agribusiness
Management, Second Edition(New York: Mc Graw Hill Book Company,
1992).
17
Tulisan John Fischer, Education for Suvival; Toward a Human
Future. yang meragukan konsep pendidikan sebagai suatu instrumen
penting yang dengannya mampu menghadapi krisis kebutuhan. Dilihat
dalam Sheridan D. Blau, The House We Live In: an Environment
Reader(New York: Macmilam Canada, Ltd), 499.
18
Mostafa Emami, Kamran Nazari, ‚Entrepreneurship, Religion,
and Business Ethics Australian‛,Journal of Business and Management
Research, February, 2012, Vol.1 No.11, 59-69.

6
Bailey IIIH. and White, L. R.19 dalam jurnalnya Business
Ethics: Perspectives From Judaic, Christian and Islamic
Scriptures. „Noted that religious background and beliefs
affect ethics and ethical understanding of people. Thus,
people reflect their religious thought and beliefs in
understanding and practicing ethic in daily and business
life‟. Mereka mencatat bahwa latar belakang Agama dan
keyakinan mempengaruhi etika dan pemahaman etika
seseorang,dengan demikian, orang akan mencerminkan
pemikiran dan keyakinan Agama mereka dalam memahami
dan mempraktikkan etika dalam kehidupan sehari-hari dan
entrepreneurship. Adapun pendidikan Agama yang dalam
operasionalnya lebih mengarah kepada prilaku („amal) untuk
mengembangkan potensi kehidupannya dalam berwirausaha
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal ini
dipertegas dalam QS. Al-Baqarah [1]: 254.

“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di


jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah kami
berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari
itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi
persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at.
Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang
lalim”.

Paradigma pendidikan Agama yang berlandaskan


pada Al-Qur’a<n dan Hadist mengarahkan manusia untuk
membangun hubungan universal dengan berbasis pada nilai-
nilai al-akhla<q al kari<mah20. Hal ini karena akhlak
merupakan karakter yang nampak dalam kehidupan sosial,

19
M. Quddus, Bailey, dkk.‚Business Ethics: Perspectives from
Judaic, Christian and Islamic Scriptures‛. Journal ofManagement
Spirituality Religion, 2009, 6(4), 323-34.
20
Muhammad Mukadar. ‚Aplikasi Pendidikan Islam
Berwawasan Ekologi‛. Tesis Pascasarjana UIN Syarif Hidaytullah
Jakarta, 2013.

7
serta merupakan tolak ukur seseorang dianggap baik atau
buruk ini tidak boleh dibatasi hanya pada dimensi manusia
saja, tetapi bagaimana manusia tersebut memahami dan
mempraktikkan etika dalam kehidupan sehari-hari dalam
berwirausaha, sesuai dengan substansi pendidikan itu sendiri
yakni membentuk manusia yang bertakwa kepada Allah
SWT dalam berprilaku („amal) untuk mengembangkan
potensi kehidupannya dalam berwirausaha untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pendidikan kewirausahaan di Indonesia masih
kurang memperoleh perhatian yang cukup memadai, baik
oleh dunia pendidikan, masyarakat maupun pemerintah.
Banyak praktisi pendidikan yang kurang memperhatikan
aspek-aspek penumbuhan mental, sikap dan prilaku
kewirausahaan peserta didik, baik di sekolah kejuruan
maupun professional sekalipun. Orientasi mereka pada
umumnya hanya pada upaya-upaya menyiapkan tenaga kerja
yang siap pakai. Sementara itu, dalam masyarakat sendiri
telah berkembang lama kultur masyarakat feodal21yang
diwariskan oleh penjajahan Belanda. Sebagian besar anggota
masyarakat memiliki presepsi dan harapan bahwa output dari
lembaga pendidikan dapat menjadi pekerja (karyawan,
administrator atau pegawai) oleh karena itu dalam
pandangan mereka bahwa pekerja adalah priyayi yang
memiliki status sosial cukup tinggi dan disegani oleh
masyarakat.
Pada praktiknya, terdapat beberapa kendala yang
menyebabkan kurang efektifnya pendidikan kewirausahaan

21
adalah masyarakat yang menganut orientasi nilai pelayanan
yang berlebihan bagi yang berkuasa, pejabat, birokrat, bagi yang
dituakan, dan hal ini diakui keberadaannya adalah milik kaum laki-laki
(patriakhi). Dalam masyarakat seperti ini, dominasi laki-laki berada
dimana-mana, rana publik maupun domestik. Ketika kultur feodal itu
begitu kental dalam suatu komunitas (atau masyarakat), sementara
menjadi pegawai negeri, sejatinya, adalah menjadi ‘pelayan publik', maka
yang diharapkan tercipta suatu sistem layanan birokrasi yang egaliter
dan efektif hanyalah utopia.

8
di Indonesia. Beberapa kendala dalam mengadakan
pendidikan kewirausahaan di Indonesia adalah sebagai
berikut22:
1. Peserta didik yang tidak berani untuk memulai berbisnis
kecil-kecilan karena bisa menganggu belajar sekolah.
Pihak orang tua juga kadang melarang karena takut
anaknya menjadi tidak fokus belajar.
2. Persepsi mencari kerja masih lebih banyak dianut
daripada mewujudkan lapangan kerja.
3. Pendidikan kewirausahaan di sekolah selama ini baru
menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-
nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan
tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
4. Anggapan bahwa modal utama berwirausaha adalah
uang, padahal keyakinanlah yang diperlukan untuk
tumbuh dan menang sebab menjadi seorang
wirausahawan harus bersahabat dengan ketidakpastian.
Munculnya entrepreneur sebagai hasil lembaga
pendidikan dan buah learning by doing masih ada perbedaan
persepsi. Ada yang berpendapat jiwa kewirausahaan tidak
harus dihasilkan dari lembaga pendidikan, ada pendapat lain
bisa dilakukan tidak lewat proses yang direncanakan.
Kata kewirausahaan atau entrepreneurship
sebenarnya tidak ada dalam teks suci Agama Islam.23
Kendati demikian, bukan berarti entrepreneurship tidak
diperbolehkan dalam Islam. Justru sebaliknya,
entrepreneurship sangat dianjurkan. Islam lahir di kota
dagang dan disebarkan oleh pedagang. Sampai abad ke-13,
penyebaran Islam dilakukan oleh para pedagang muslim ke
berbagai penjuru dunia.Maka tidak heran jika

22
http://kem.ami.or.id/2011/09/pendidikan-kewirausahaan-bagi-
pelajar-di-Indonesia/ diakses pada Rabu, 20 Oktober 2013 pukul 20.00
WIB.
23
Mutia Yuliani, Makalah “Enterpreneur dalam Islam”
http://mutiaairen.blogspot.com/2013/11/makalah-entrepreneurship-dalam-
islam.html . diakses 07 Novemeber 2013.

9
entrepreneurship sudah melekat dan inheren24pada diri umat
Islam.
Entrepreneur sesungguhnya mendapat tempat yang
sangat tinggi dalam Islam.Bahkan, Rasulullah SAW selalu
menghimbau kepada umatnya untuk menjalankan
entrepreneur dalam rangka mencari kesuksesan. Sebuah
hadist menyebutkan bahwa 9 dari 10 pintu rejeki berasal dari
berdagang. Dalam surat al-Jumu‟ah: 10 juga ditegaskan.

“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka


bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar
kamu beruntung.”

Dalam ayat tersebut terdapat dua kata kunci, yaitu


bertebaranlah dan carilah. Artinya, kita tidak hanya dituntut
untuk bekerja dan berusaha. Tetapi juga menggunakan
seluruh potensi dan kemampuan untuk berwirausaha.
Secara historis dan antropologis25, umat Islam
Indonesia memiliki naluri bisnis yang luar biasa. Penelitian
para ahli sejarah dan antropologi menunjukkan bahwa pada
masa sebelum penjajahan, para santri memiliki semangat dan
gairah yang besar untuk terjun dalam dunia bisnis,
sebagaimana yang diajarkan para pedagang muslim
penyebar Agama Islam. Hal ini mudah dipahami karena
Islam memiliki tradisi bisnis yang tinggi dan menempatkan
pedagang yang jujur pada posisi terhormat bersama Nabi,
syuhadadan orang-orang soleh. Islam sebagaimana disebut di

24
Berhubungan erat (dng); tidak dapat diceraikan;
melekat: bahasa itu -- dng kehidupan manusia
25
Adalah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang budaya
masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal
dari ketertarikan orang0orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat
istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.

10
atas, sangat mendorong entrepreurship (kewirausahaan) bagi
umatnya26.
Namun secara makro, wirausaha di Indonesia yang
didominasi oleh usaha skala kecil belum mendapat posisi
terhormat dalam struktur masyarakat. Padahal pembangunan
di negara Indonesia sudah berjalan lama, tetapi nasib para
pengusaha di dalam masyarakat belum begitu baik dan
membawa hasil yang memuaskan. Alasan utama kelemahan
dan kegagalan dalam bidang usaha atau bisnis adalah27:
a. Latar belakang usaha atau bisnis yang kurang memadai
b. Kurangnya pengalaman dalam usaha atau bisnis
c. Struktur ekonomi yang belum cocok dengan kondisi
ekonomi dunia modern
d. Hambatan nilai-nilai usaha atau bisnis di dalam
masyarakat
e. Latar belakang pendidikan para pelaku wirausaha yang
kurang memadai
Fenomena tersebut jelas menunjukkan kurang dan
lemahnya partisipasi wirausaha Indonesia dalam kancah
persaingan global. Akibatnya pertumbuhan diversifikasi28
produkuntuk ekspor juga sangat lamban, baik dari segi
jumlah, jenis, maupun mutu.
Dalam Islam, wirausaha adalah disipilin bisnis
strategi yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran
dan perubahan values29dari satu inisiator
kepada stakeholder-nya.Menurut prinsip syariah, kegiatan
pemasaran harus dilandasi semangat beribadah
kepada Tuhan Sang Maha Pencipta, berusaha semaksimal

26
Muhammad Khalil,‚Konsep Pendidikan Entrepreneurship
Ciputra‛Tesis Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya: 2010, 88.
27
Alex S. Nitisemito.Sebab-sebab Kegagalan Perusahaan.
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980).
28
Diversifikasi pertanian adalah suatu proses otimalisasi dalam
alokasi sumberdaya, dana dan pendapatan untuk meningkatkan produksi,
pendapatan dan tingkat hidup disektor pertanian.
29
Values adalah kumpulan jati diri, niat dan pedoman terbaik
yang bisa dipikirkan oleh masing-masing orang.

11
mungkin untuk kesejahteraan bersama, bukan untuk
kepentingan golongan apalagi kepentingan sendiri.Tidak
hanya mengajarkan untuk beribadah mahdhah30, tetapi juga
mendorong umatnya untuk bekerja keras. Dan salah satu
kerja keras yang didorong Islam adalah berwirausaha.Karena
prinsip-prinsip Islam berpengaruh pada berbagai aspek lain,
termasuk aspek yang berbeda dari kehidupan bisnis pada
orang-orang berwirausaha31.
Indonesia yang sangat strategis dan geografis
berada di tengah jalur perdagangan internasional sangat
menguntungkan. Dua negara dengan potensi pasar yang
cukup besar yaitu China dan India bisa menjadi peluang
dalam pemasaran produkagribisnis yang kita hasilkan.
Namun demikian, dibalik peluang tersebut ancaman juga
senantiasa menghadang. Persaingan dengan negara-negara di
Asia terlebih diera perdagangan bebas saat ini juga menjadi
permasalahan pelik yang perlu untuk diperhatikan. Seperti
produk agribisnis impor dengan sangat mudah membanjiri
negara kita. Pasar modern dan pasar tradisional hingga lapak
pedagang kaki lima, produk import32 semakin merajalela.
Kita dengan mudah dapat menjumpai produk dari hasil
pertanian seperti Apel Fuji33 dibandingkan dengan Apel

30
Adalah Ibadah dalam arti sempit yaitu aktivitas atau perbuatan
yan sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Maksudnya syarat itu hal-hal
yang perlu dipenuhi sebelum suatu kegiatan ibadah itu diakukan.
Sedangkan rukun itu hal-hal cara, tahapan atau urutan yang harus
dilakukan dalam melaksanakan ibadah itu. Contoh Ibadah Mahdhah
adalah Shalat, Puasa dan Haji.
31
Selcuk Uygur, ‚The Islamic Work Ethic and the Emergence of
Turkish SME Owner-Managers‛.Journal of Business Ethics, 2009, 211.
32
Adalah aktivitas memasukan barang dari luar negeri ke dalam
negeri. Pembelinya ada di dalam negeri sedangkan penjualnya ada di luar
negeri.
33
Apel Fuji adalah hasil seleksi dari silangan antara red delicious
dan ralls janet yang dilakukan di jepang. Apel fuji dierkenalkan pada
umumnya tahun 1962 dan kini kultivar ini populer di Jepang, Cina,
Korea dan Amerika. Di Jepang Apel Fuji berwarna merah.

12
Manalagi34. Bahkan untuk membuat tempe dan tahu pun,
makanan tradisional asli Indonesia saja kedelainya berasal
dari impor. Pada era perdagangan bebas ini mau tidak mau
kita harus siapdengan persaingan terbuka dengan negara
lain.35 Oleh karena itu, di Indonesia sendiri banyak faktor
pendukung dari pemberdayaan wirausaha yaitu, hasil
pertanian.
Pertanian sendiri mempunyai dua pengertian36,
yaitu pertanian dalam arti sempit dan pertanian dalam arti
luas. Dalam arti sempit, pertanian menunjuk padakegiatan
pertanian rakyat berupa cocok tanam atau melakukan
budidaya tanamanpangan atau tanaman semusim seperti
padi, jagung, kedele, ubi kayu, dansebagainya. Sedangkan
pertanian dalam arti luas meliputi pertanian dalam
artisempit, perkebunan, kehutanan, peternakan dan
perikanan. Dengan pertanian yang disebutkan tadi tentu
sangat diharapkan bagaimana agar para petani bisa
memanfaatkan hasil dari pertaniannya dengan pemberdayaan
yang maksimal dan mandiri, sehingga bisa meningkatkan
kesejahteraannya.
Pemberdayaan petani pada lembaga masyarakat
adalah salahsatu langkah yang diharapkan mampu memberi
dukungan kepada petani untuk mandiri dalam berwirausaha.
Kemandirian dalam sebuah komunitas petani yang saling
mendukung dan menguatkan dalam upaya memperoleh

34
Apel Manalagi merupakan tanaman buah tahunan yang berasal
dari daerah Asia Barat dengan iklim sub tropis. Di Indonesia apel telah
ditanam sejak tahun 1934 hingga saat ini. Apel ini dapat tumbuh dan
berbuah baik di daerah dataran tinggi. Sentra produksi apel di adalah
Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan (Nongkojajar), Jawa
Timur.
35
Sumodiningrat, Gunawan, Pembangunan Ekonomi Melalui
PengembanganPertanian (Jakarta: PT. Bina Rena Pariwisata, 2000).
36
Slamet Widodo,Pengembangan Potensi Agribisnis Dalam
Upaya Pemberdayaan Ekonomi Pondok Pesantren ; Kajian Ekonomi dan
Sosiokultural (Laporan Penelitian Dosen Muda. Bangkalan: LPPM
UniversitasTrunojoyo, 2007).

13
kesejahteraannya. Kemandirian yang berarti berubahnya
posisi komunitas petani dari sebagai objek dalam sistem
agribisnis hasil petani menjadi subjek. Sehingga pada
akhirnya akan terbentuk kesatuan sistem agribisnis yang
mandiri di level komunitas petani. Ana Maria dalam
jurnalnya mengatakan, Kepemimpinan dan manajemen
sangat dibutuhkan oleh kelompok masyarakat petani,
tujuannya adalah untuk menunjukan status pada saat
dilapangan dan menetapkan batasan-batasan yang sesuai
dengan bidangnya37.
Dalam agribisnis dikenal konsep agribisnis sebagai
suatu sistem dan agribisnis sabagai suatu usaha
(perusahaan). Sudah selayaknya pengembangan agribisnis
saat ini mengacu pada basis pemberdayaan, sehingga petani
yang selama ini tidak mampu mengakses sumberdaya dapat
terberdayakan. Dengan itu diharapkan kita mampu
mewujudkan agribisnis yang memihak petani kecil pada
kegiatan wirausaha.Banyak pendapat tentang batasan dan
ruang lingkupnya, tergantung pada unit dan tujuan analisis.
Secara tradisional, oleh Arlo WiliamBiere, agribisnis
diartikan sebagai aktivitas-aktivitas diluar pintu gerbang
usahatani (beyond thefarm gate, off farm) yang meliputi
kegiatan industri dan perdagangan sarana produksi
usahatani, kegiatan industri yang mengolah produk pertanian
primer menjadi produk olahan beserta perdagangannya, dan
kegiatan yang menyediakan jasa yang dibutuhkan seperti
misalnya perbankan, angkutan, asuransi atau penyimpanan.38
Pada agribisnis, segala aktivitas pertanian
didasarkan pada prinsipekonomi sehingga agribisnis menurut

37
Ana Maria Loredana Preda, ‚Leadership and Turnaround
Management Concepts Applied in The Agribusiness Environment in
Romania‛ dalam Economic Engineering in Agriculture and Rural
Development, Vol. 12, Issue 2. University of Agricultural Sciences and
Veterinary Medicine, Bucharest, 2012, 129.
38
Arlo Wiliam Biere, 'Involvement of Agricultural Economics in
Graduate Agribusiness Programs: an Uncomfortable Linkage', Western
Journal of Agricultural Economics, 1988, 13.

14
Downey dan Erickson39terdiri daritiga sektor secara ekonomi
saling berkaitan. Ketiga sektor agribisnis tersebut adalah (a)
the input supply sector, (b) the farm production sector, dan
(c) theproduct marketing sector.
The input supply sector atau sektor pemasok input
pertanian merupakan sektor yang memberikan pasokan
bahan dan peralatan pertanian untuk beroperasinya the farm
production sector.40 Sektor ini memasok pakan ternak atau
ikan, benih, pupuk, bahan bakar minyak, pestisida, alat,
mesin pertanian, dan sebagainya. Istilah yang seringkali
digunakan adalah saprodi (sarana produksi) atau saprotan
(sarana produksi pertanian).
Agribisnis pesantren41 telah banyak dikembangkan
oleh beberapa pondok pesantren modern pada saat ini.
Bahkan, Departemen Pertanian42 telah memiliki program
pengembangan agribisnis pada kelembagaan yang mengakar
pada masyarakat yang disebut dengan LM3,43yang

39
Walter DavidDowney, and Steven P. Erickson, Agribusiness
Management, Second Edition(Mc Graw Hill Book Company: New York,
1987).
40
Beierlein, James G., Kenneth C. Schneeberger, and Donald D.
Osburn,Principles of Agribusiness Management(New Jersey:
PrenticeHall, 1986).
41
Ketua Forum Komunikasi dan Informasi Pondok Pesantren
Berbasis Agribisnis KH Abdul Ghofur yang ikut berbicara dalam seminar
Agribisnis Berbasis Pesantren oleh Lembaga Pertanian NU di Institut
Pertanian Bogor mengatakan bahwa salah satu keunggulan pesantren
dalamupaya pengembangan pertanian atau agribisnis adalah kyai dan
santri yang menjadi panutan masyarakat desa sehingga dapat menjadi
penggerak pembangunan pedesaan.
42
Kementerian Pertanian adalah bagian dari pemerintah yang
secara khusus menangani tentang pertanian. Kementan mencanangkan
empat target pembangunan pertanian yaitu (1) swasembada komoditas
pangan pokok, (2)meningkatkan nilai ekspor untuk tanaman
perdagangan, (3) upaya meningkatkan diversifikasi pangan terutama
menggali sumber daya lokal, dan (4) meningkatkan kesejahteraan dan
pendapatan petani.
43
Peraturan Menteri PertanianNomor:
13/permentan/OT.140/2/2009 Tentang Pedoman Pemberdayaan dan

15
pengembangannya dikelola oleh lembaga agama yaitu
pondok pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga
tradisional yang telah lama ada dan dapat dijadikan sebagai
motor penggerak dalam upaya pemberdayaan ekonomi
masyarakat utamanya masyarakat pedesaan.
Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan
Agama tertua dikalangan umat Islam, jauh sebelum
Indonesia merdeka lembaga ini telah berkembang pesat dan
sangat populer dikalangan umat Islam44. Sebagai lembaga
yang telah mengakar dan telah menjadi bagian sosiokultural
masyarakat, pesantren memiliki peluang sebagai salah satu
penggerak ekonomi. Sebagian besar pesantren berada di
daerah pedesaan sehingga potensi pertanian menjadi salah
satu alternatif kegiatan pemberdayaan ekonomi pesantren.
Konsep pengembangan pertanian yang dilakukan di
pesantren sudah seharusnya menggunakan pendekatan
agribisnis. Sebagai suatu sistem, agribisnis akan memberikan
nilai tambah melalui kegiatan-kegiatan subsistem yang ada
didalamnya meliputi pemberdayaan kepada santri dan
masyarakat.
Dan pesantren juga merupakan sebuah lembaga
yang diakui mempunyai peran penting dalam proses
pendidikan masyarakat. Pesantren telah terbukti mempunyai

Pengembangan Usaha Agribisnis Lembaga Mandiri yang Mengakar di


Masyarakat(LM3).
44
Dalam hubungan ini, kata jawa pesantren yang diturunkan
darikata shantri dengan dibubuhi awalan pe- dan akhiran –an, berarti
sebuah pusat pendidikan islam yang tradisional atau sebuah pondok
untuk para siswa muslim sebagai model sekolah agama Islam di Jawa.
Guru pesantren disebut Kyai, yaitu seorang tua terhormat atau guru
Agama yang mandiri dan berwibawa. Walaupun banyak diskursus
tentang pengertian pesantren tetapi mayoritas dari mereka berpendapat
bahwa pesantren terambil dari kata santri dengan menambahkan awalan
pe- dan akhiran –an, yang memunyai arti tempat tinggal santri. Haidar
Putra Daulay.Pendidikan Islam; dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia(Jakarta: Prenada Media, 2004), 26. Lihat juga Jamali, Kaum
Santri dan Tantangan Kontemporer. (Bandung: IKAPI, 1999).Zaini
Muhtaram. Santri Abangan di Jawa (Jakarta: ICNIS:1998), 6.

16
peran-peran signifikan dalam proses perubahan sosial di
Indonesia, khususnya dibidang pengembangan nilai-nilai
moral dan akhlak yang baik dalam bermasyarakat dan
berbangsa. Eksistensi pesantren selama ini berada diantara
dua sistem dominan, yaitu sistem birokrasi dan system pasar
kapitalisme45. Kedepannya, mampukah pesantren
meningkatkan peranannya selain sebagai tempat melahirkan
para ulama juga dapat mengembangkan bangunan tata moral
masyarakat yang bisa menjadi kekuatan penyeimbang
diantara dominasi otonomi daerah yang jargonnya
memberikan peluang sebesar-besarnya kepada prakarsa
unsur-unsur lokal46.
Jawa Barat memiliki pondok pesantren dengan
jumlah yang besar dantersebar hingga pelosok pedesaan.
Jumlah yang cukup banyak tersebut memberikan suatu
potensi yang sangat menjanjikan dengan didukungnya iklim
yang tropis, dengan dukungan iklim tersebut menjadikan
lahan pertanian menjadi lebih subur. Pengembangan
agribisnis pesantren haruslah sesuai dengan sosiokultural
masyarakat setempat dan usaha-usaha untuk menumbuh
kembangkan kegiatan agribisnis di pondok pesantren telah
ditempuh melalui dasar hukum sebagai keputusan bersama
menteri pertanian dan Menteri Agama47.
Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun Ciburial,
Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung
berupaya menjawab persoalan tersebut dengan memadukan
(integrasi) pendidikan Islam dan wirausaha agribisnis dalam
program pembelajaran, baik yang bersifat teori maupun
praktek. Penerapan pendidikan wirausaha agribisnis di
Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun Ciburial, Alamendah,

45
Adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa
melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
46
Taufik Abdullah, Islam dan masyarakat: Pantulan dalam
sejarah (Jakarta: LP3ES, 1996).
47
Keputusan Menteri Pertanian dan Menteri Agama No. 346/91
dan No. 94/1991 tentang pengembangan agribisnis pesantren.

17
Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung merupakan satu
variabel yang berhubungan dengan kompetensi wirausaha
santri dan masyarakat sekitarnya. Pendidikan wirausaha
agribisnis yang diterapkan merupakan faktor eksternal dari
santri dan masyarakat dalam kompetensi wirausahanya.
Pendidikan wirausaha agribisnis dalam penelitian ini dilihat
dari aspek lingkungan belajar di pesantren, materi
pembelajaran, tujuan pendidikan, metode pendidikan dan
fasilitas pendidikannya.
Sejalan dengan pandangan Hadi Agus Purbathin48.
Dalam pemanfaatan kelembagaan pondok pesantren, yang
mengatakan salah satu potensi sumberdaya yang dimiliki
oleh Pondok Pesantren adalah potensi santri, jamaah dan
masyarakat. Karena pada umumnya keberadaan pesantren itu
berada di tengah-tengah masyarakat dan menjadi bagian dari
masyarakat.
Oleh sebab itu, berdasarkan beberapa alasan yang
telah dikemukakan tentang bagaimana meningkatkan dan
membangun kemandirian sehingga santri dan masyarakat
petani yang selama ini tidak mampu mengakses sumberdaya
dapat terberdayakan. Dengan cara mengoptimalkan lembaga
yang memasyarakat dan yang sudah teruji dalam
menjalanjakan aktifitas pertanian dan wirausaha
agribisnisnya maka penelitian ini layak dilakukan.

B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Penelitian ini berawal dari keinginan untuk
menemukan sebuah konsep tentang integrasi antara
pendidikan Islam dengan wirausaha. Hal ini karena
mengingatsistem wirausaha saat ini berada pada level yang
sangat makro dan jauh dari jangkauan peran dan manajemen

48
Hadi Agus Purbatin. “Pemanfaatan Kelembagaan Pondok
Pesantren”dalamMakalah Penyuluhan Pertanian dan Pengembangan
Agribisnis.

18
ditingkat masyarakat. Sehingga aspek kemandirian
masyarakat masih pada tataran asumsi dan keuntungan
hanya dimiliki oleh pihak pengelola bisnis yang besar.
Dengan peranan lembaga kemasyarakatan seperti Pesantren,
diharapkan santri dan masyarakat mampu mengakses semua
sumberdaya dari subsistem wirausaha tersebut.Sejauh mana
pesantren mampu memadukan antara pendidikan Islam,
wirausaha, pertanian dan agribisnis sehingga mampu
meningkatkan tingkat kualitas dan mutu santri/masyarakat.
Dengan itu menambah kecenderungan penulis untuk
melakukan penelitian terhadap masalah ini.
Program pendidikan Islam berbasis agribisnis di
Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun Ciburial, Alamendah,
Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung dijadikan
penulis sebagai obyek penelitian dimaksud. Sehubungan
dengan hal tersebut, terdapat beberapa permasalahan yang
terkait dengan judul penelitian ini, yaitu:
Salah satu fungsi dan peran pesantren adalah
pemberdayaan ekonomi umat. Pengembangan wirausaha
menjadi salah bidang yang penting untuk dikelola. Mengacu
pada peran dan fungsi pesantren yang diemban tersebut,
setidaknya ada problem mendasar dalam pengembangan unit
usaha pada pondok pesantren.
1. Sumber daya manusia (SDM)
Kualitas SDM di Indonesia yang dinilai masih
sangat minim, secara objektif harus diakui bahwa sebagian
di antaranya adalah sumber daya manusia pesantren. SDM di
sini tentu saja tidak hanya meliputi kemampuan dasar
akademis, tetapi juga kemampuan skill individual-kolektif.
Perpaduan antara kemampuan akademis dan skill individual-
kolektif inilah yang pada saatnya sangat menentukan
terhadap kualitas suatu produk. Terbatasnya sumber daya
manusia pesantren inilah yang menjadi problem
pengembangan wirausaha di pesantren.

19
2. Kelembagaan
a. Integrated Structural
Model kelembagaan integrated structural adalah
semua unit/bidang yang ada dalam pesantren merupakan
bagian tak terpisahkan dalam pesantren. Model seperti ini,
sebenarnya tidak terlalu bermasalah, dengan syarat masing-
masing bagian mempunyai job description yang jelas,
termasuk hak dan kewenangannya. Sebaliknya, apabila tanpa
adanya job description yang jelas, sementara kendali
organisasi berpusat hanya pada satu orang, maka dapat
dipastikan bahwa sistem keorganisasian dan kelembagaan
sulit untuk berkembang.
b. Integrated Non Structural
Model kelembagaan pesantren integrated non
structural adalah unit atau bidang-bidang, misalnya bidang
usaha ekonomi, bidang pengabdian masyarakat, dan bidang
kesehatan yang dikembangkan pesantren terpisah secara
struktural organisatoris. Artinya, setiap bidang mempunyai
struktur tersendiri yang independen. Meski demikian, secara
emosional dan ideologis tetap menyatu dengan pesantren.
Pemisahan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya
kemandirian lembaga, baik dalam pengelolaan atau
pengembangannya. Model kelembagaan seperti ini biasanya
mengadopsi sistem manajemen modern. Karenanya tolok
ukurnya adalah profesionalisme.
3. Terobosan/Inovasi dan Networking/Jaringan
Problem ketiga yang dirasa mendasar adalah
kurangnya keberanian dari pesantren untuk melakukan
terobosan ke luar, atau membuat jaringan, baik antara
pesantren, maupun antara pesantren dengan institusi lain.
Pentingnya pesantren untuk membina hubungan dengan
institusi lain adalah untuk memahami eksistensinya sebagai
agent of development. Sebab, untuk menjadi agen perubahan
dan pemberdayaan, ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi, antar lain: wawasan, komunikasi,
kekuasaan/kekuatan, politik, dan modalitas ekonomi.

20
Dengan jaringan dan kerjasama yang dijalin, pesantren
diharapkan mampu meningkatkan komunikasi, wawasan,
dan kekuatan yang dimilikinya.

2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi masalah, maka cukup
banyak yang perlu dikaji dalam penelitian ini, akan tetapi
fokus studi ini hanya untuk meneliti pendidikan Islam dan
agribisnis (Studi kasus di Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q
Dusun Ciburial, Alamendah, Kecamatan Rancabali,
Kabupaten Bandung sebagai proses pelaksanaan integrasi
pendidikan Islam dalam pesantren yang berdampak dalam
kehidupan sehari-hari) serta merupakan pelaksanaan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Kurikulum Pembelajaran Agama di Pesantren, dengan dasar
kemandirian, demokrasi, kemitraan, partisipasi dan
akuntabilitas, yang mampu mengarahkan individu yang
berakhlak mulia serta dapat bertanggungjawab terhadap
dirinya dan lingkungan hidupnya, seiring dengan tujuan
pendidikan.
Adapun lembaga pendidikan yang dipilih sebagai
obyek penelitian dalam studi ini adalah: Pondok Pesantren
Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun Ciburial, Alamendah,
Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Pemiliham
lembaga ini sebagai obyek penelitian karena lembaga ini
telah berupaya untuk mengintegrasikan pendidikan Islam
dan Wirausaha Agribisnis dalam kurikulum yang
diaplikasikan dalam bentuk-bentuk kegiatan seperti
pemilihan komoditi, peroses pengelolaan lahan pertanian dan
pemasaran49. Di samping itu Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q
Dusun Ciburial, Alamendah, Kecamatan Rancabali,
Kabupaten Bandung memiliki keistimewaan di samping
pembelajaran Pendidikan Agama Islam seperti pengajian
kitab kuning sebagaimana pesantren pada umumnya, yaitu

49
Dokumen Pesantren Al-Ittifa<q dan juga wawancara dengan
salah satu pengurus pesantren Ust. Zaenal Arifin.

21
dengan kegiatan yang mengarah pada program bimbingan
konseling, pelatihan pengolahan pertanian dan pemasaran
dan program peningkatan mutu dan kualitas hasil pertanian.

3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka
dirumuskan dalam tesis ini beberapa pokok permasalahan
yang akan diteliti, yaitu:
 Bagaimana Integrasi Pendidikan Agama dan
Wirausaha di Pondok Pesantren Agribisnis Al-Ittifa<q

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan


Secara umum, kajian tentang Wirausaha pada
lembaga agama telah banyak dibahas oleh para ahli
pendidikan maupun ekonomi, baik di tingkat nasional
maupun internasional.
Namun, penelitian ini akan lebih fokus pada
penguatan nilai-nilai Islam kedalam pendidikan wirausaha
agribisnis pada Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun
Ciburial, Alamendah Kecamatan Rancabali Kabupaten
Bandung, serta berimplikasi pada prilaku interaksi
masyarakat petani terhadap agribisnis. Terkait dengan kajian
ini, dilakukan penelusuran tesis/disertasi dari penelitian
terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya:
Max Weber.50Etika Protestan dan Spirit Kapitalism,
yang menyatakan bahwa kehidupan ekonomi masyarakat itu
berasal dari ide atau gagasan. Jika melihat perkembangan
masyarakat, kemunculan-kemunculan masyarakat dengan
atribut tertentu tidak terjadi secara tiba-tiba namun ada
penyebab atau proses sebelumnya yang bersifat
kausalitas.Dalam risetnya Max Weber meneliti perilaku
beragama di Amerika Serikat khususnya yang beragama
Kristen (culvinisme) untuk mengetahui penyebabnya.

50
Max Weber, Etika Protestan dan Spirit Kapitalism(Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.2006). 72.

22
Clifford Geertz51 dalam The Religion of Java
menyatakan Secara sosiologis-antropologis, pengusaha santri
(muslim) adalah mereka yang dipengaruhi oleh etos kerja
Islam yang hidup di lingkungan di mana mereka bekerja,
terutama dalam upaya untuk menyelidiki siapa di kalangan
muslim yang memiliki etos entrepreneurship seperti “Etika
Protestantisme”, sebagaimana yang dimaksud oleh Max
Webber.52 Dalam penelitian itu, Geertz menemukan, etos itu
ada pada kaum santri yang ternyata pada umumnya memiliki
etos kerja dan etos kewiraswastaan yang lebih tinggi dari
kaum abangan yang dipengaruhi oleh elemen-elemen ajaran
Hindu dan Budha.
M. Said Oukil53, dalam “Entrepreneurship and
Entrepreneurs in an Islamic Context”, menyatakan dengan
pendekatan representasi manusia melalui dimensi fisik dan
spiritual Agama, akan menghasilkan pemahaman yang baik
dan pelaksanaan usaha yang benar dari prinsip-prinsip dan
aturan Agama. Khususnya Islam menawarkan peningkatan
berbagai jenis usaha dengan baik dan seimbang. Selain itu,
dengan berkat rohani mampu membuat keuntungan bisnis
sesuai dengan target yang ditentukan. Secara khusus,
spiritualitas dalam berbisnis bisa membantu pengusaha
Muslim menghindari penyimpangan dari etika bisnis pada
umumnya, karena praktiknya berdasarkan Kitab Suci Al-
Qur’a>n.

51
Clifford Geertz, The Religion of Java.University Of Chicago:
1976.
52
Max Weber. Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2006
53
M. Said Oukil, “Entrepreneurship and Entrepreneurs in an
Islamic Context, Department of Management and Marketing, College of
Industrial Management Dhahran”,Journal of Islamic and Human
Advanced Research, Vol. 3, Issue 3, Month 2013, 111-131.

23
Quddus, M., Bailey, III. H. & White, L.
54
R., dalam “Business Ethics: Perspectives From Judaic,
Christian and Islamic Scriptures”. Mencatat bahwa latar
belakang Agama dan keyakinan mempengaruhi etika dan
pemahaman etika orang. Dengan demikian, orang
mencerminkan pemikiran dan keyakinan agama mereka
dalam memahami dan mempraktikkan etika dalam
kehidupan sehari-hari dan bisnis.
Ali, A. J. dan Al-Owaihan, A.,55dalam “Islamic
Work Ethic: a Critical Review”. Mengatakan „Ethic can be
understood in Islamic terms as haya, the state of respect and
the practice of good deeds. Muslim should reflect the Islamic
ethic in all parts of his or her life including business life‟.
Etika dapat dipahami dalam istilah Islam sebagai haya,
negara menghormati dan praktek perbuatan baik. Muslim
harus mencerminkan etika Islam di seluruh bagian hidupnya
termasuk dalam kehidupan berbisnis.
Bassiouni, M. C.,56dalam bukunya Business Ethics
in Islam. In: Paul M. Minus, editors. In The Ethics of
Business in a Global Economy, Mengatakan Etika dalam
bisnis dari sudut pandang Islam menyiratkan kejujuran,
kepercayaan dan hubungan antara pengusaha dan karyawan
yang mencerminkan fakta bahwa mereka adalah bagian dari
persaudaraan yang sama atau persaudaraan dan sederajat
secara rohani di hadapan Allah SWT.

54
Munir Quddus, Bailey, III. H. and White, L. R. “Business
Ethics: Perspectives From Judaic, Christian and Islamic Scriptures”.
Journal of Management Spirituality Religion, 6(4), 323.
55
Abbas J. Ali,andAbdullah Al-Owaihan, “Islamic Work Ethic: a
Critical Review”. Cross Cultural Management: An International Journal,
15(1).
56
M. Cherif Bassiouni, “Business ethics in Islam. In: Paul M.
Minus, editors”. In The Ethics of Business in a Global Economy
(Dordrecht: Kluwer Academic, 1993), 117-22.

24
Branson, R E. dan Douglas G.N.,57 Introduction to
Agricultural Marketing, menjelaskan Lemahnya posisi tawar
petani umumnya disebabkan petani kurang
mendapatkan/memiliki akses pasar, informasi pasar dan
permodalan yang kurang memadai. Petani kesulitan menjual
hasil panennya karena tidak punya jalur pemasaran sendiri,
akibatnya petani menggunakan sistim tebang jual. Dengan
sistim ini sebanyak 40% dari hasil penjualan panenan
menjadi milik tengkulak.
A Qadir Gassing,.58dalam Disertasinya “Prepektif
Hukum Islam Tentang Lingkungan Hidup”, mengungkapkan
tentang pengelolaan lingkungan hidup dalam Islam
dilakukan atas tiga unsur: 1) Bumi sebagai lingkungan
hidup, 2) Manusia sebagai khilafah di muka bumi, dan 3)
Dalam pengelolaan lingkungan hidup manusia harus
mengindahkan aturan-aturan Tuhan, berupa norma hukum,
baik itu sifat perintah, larangan maupun dalam bentuk
anjuran/boleh.
Jika pada penelitian-penelitian sebelumnya
menitikberatkan pada beberapa tulisan dari karya, seperti
Mubyarto dan White Branson, R E. dan Douglas G.N. maka
pada penelitian ini lebih mengarah pada Pendidikan Islam
dan prilaku wirausaha agribisnis yang terintegrasi didalam
lingkungan lembaga yang memasyarakat seperti pondok
pesantren, serta dampaknya terhadap prilaku interaksi
agribisnis pada masyarakat petani disekitar pondok
pesantren.

57
Branson Robert E. dan Douglas G.N., Introduction to
Agricultural Marketing,(McGraw-Hill Book Company, New York, USA,
1983).
58
A Qadir Gassing. “Prespektif Hukum Islam tentangLingkungan
Hidup” (Disertasi Pascasarjana UIN Syarif Hidaytullah Jakarta, 2001).

25
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan topik penelitian tesis ini, yaitu
berkenaan dengan pelaksanaan pendidikan islam berbasis
Agribisnis, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi tentang:
1. Proses pembelajaran dan pelaksanaan kegiatan wirausaha
agribisnis pada kurikulum Pondok Pesantren Agribisnis
Al-Ittifa>q Dusun Ciburial Kabupaten Bandung.
2. Pelaksanaan pendidikan pesantren berbasis
wirausahaagribisnis dalam kurikulum.
3. Bagaimana pengaruh pendidikan agama dan agribisnis di
pesantren terhadap prilaku dan ekonomi masyarakat
petani.

E. Signifikasi Penelitian
Secara umum penelitian tesis ini diharapkan
bermanfaat bagi segenap pihak, terutama pemerhati
Pendidikan Islam, pemerhati Agribisnis dan petani yang ada
di seluruh Indonesia, khususnya bagi peneliti diharapkan
bermanfaat dalam berbagi hal, diantaranya:
1. Memperkaya khazanah pengetahuan dalam bidang
Pendidikan Agama Islam di lingkungan Pondok
Pesantren yang berbasis lingkungan hidup untuk
diterapkan dilembaga pendidikan dalam berbagai
jenjang, sehingga menjadi lembaga pendidikan yang
berkualitas.
2. Menambah wawasan bagi para pengelolaan pendidikan;
yakni menciptakan pendidikan yang religius serta
memiliki tanggungjawab terhadap lingkungan hidupnya.
3. Menjadi kajian lebih lanjut bagi peneliti lain untuk
tertarik terhadap pendidikan Islam berbasis Argibisnis di
seluruh Indonesia.
4. Memberikan inspirasi bagi kaum muslimin untuk
menerapkan pembelajaran pendidikan Agama Islam
berbasis Agribisnis, yaitu selalu berintegrasi dengan
masalah-masalah lingkungan hidup.

26
5. Memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran
pendidikan agama Islam dalam mengintegrasikannya
dengan lingkungan hidup.

F. Metodologi Penelitian
1. Metode dan Jenis Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis deskriptif, dengan pendekatan studi
kasus59 dan focus group discussion, dengan pendekatan ini
bertujuan untuk menggambarkan kondisi riil yang terjadi di
Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun Ciburial, Alamendah,
Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung serta dampaknya
terhadap prilaku Agribisnis masyarakat. Pemilihan Pesantren
Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun Ciburial, Alamendah,
Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung sebagai obyek
penelitian karena lembaga ini berusaha untuk melakukan
perpaduan (sintesa) antara pendidikan islam dengan
Agribisnis sebagai sebuah konsep baku yang dapat
diterapkan dalam lingkungan yang lebih luas. Disamping itu
lembaga ini memiliki lahan yang cukup luas untuk praktek
konservasi, baik dalam bentuk pengolahan tanah,
pemupukan dan lain-lain.

2. Sumber Data
Dalam penulisan ini penulis melakukan
pengumpulan data pada dua sumber, yaitu sumber primer
dan sekunder.60 Sumber primer itu berupa naskah, arsip,
kurikulum Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun Ciburial,
hasil wawancara, kegiatan ekstrakurikuler berupa
penanaman sayur mayur, bimbingan dan penyuluhan
agribisnis kepada masyarakat maupun praktek. Sedangkan

59
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Galolia Indonesia,
2005), cet. Ke-6, 5. Juga lihat Metode Penelitian Sosial, editor Bagong
Suyanto dan Sutinah (Jakarta: Kencana, 2010), 128.
60
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2006), 204.

27
sumber sekunder yang penulis gunakan, diantaranya berupa
buku-buku, artikel, jurnal, majalah, surat kabar, data-data
internet, karya dari pakar atau pemerhati pada masalah
pendidikan Islam dan agribisnis, baik dari dalam maupun
luar negeri yang berkaitan dengan pendidikan Islam berbasis
agribisnis, berbahasa Indonesia, Inggris dan Arab.

3. Teknik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka cara
pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis, diantaranya;
observasi, wawancara, studi dokumen dan studi pustaka.
a. Observasi
Observasi dalam pelaksanaan pengumpulan data
dibedakan menjadi yaitu: perticipant observation (observasi
berperan serta) dan non participant.61 Jika dalam perticipant
observation peneliti terlibat secara langsung dan merasakan
apa yang dilakukan oleh komunitas tertentu, maka non
participant adalah model sebaliknya, yaitu peneliti cukup
mengamatai prilaku satu komunitas untuk kemudian
mencatat, menganalisis dan selanjutnya menyimpulkan.
Dalam hal ini peneliti menggunakan pola observasi tidak
terstruktur, yakni mengadakan pengamatan secara bebas
mengenai apa saja yang terjadi dalam proses penelitian ini
yang terkait dengan fokus persoalan yang diteliti Pesantren
Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun Ciburial, kemudian mencatat
yang menarik, melakukan analisis dan membuat kesimpulan.
Untuk menjaga kebenaran metode ini, penulis menggunakan
buku catatan lapangan. Hal ini dilakukan agar berbagai
peristiwa yang ditemukan, baik yang disengaja maupun yang
tidak disengaja dapat dicatat dengan segara. Pengamatan ini
dititk beratkan pada data dan fakta yang relevan dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis baik pengamatan
langsung maupun informasi dari responden, terutama
kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam, didalam kelas maupun luar kelas, seperti

28
aktivitas proses kegiatan belajar, kegiatan sosial keagamaan
atau interaksi sosial dengan yang lainnya secara rutin,
maupun insidental, seperti melaksanakan pra-semai atau
seed starting62, menyemai, menyapih dan menanam.
b. Wawancara
Dalam pengumpulan data melalui wawancara,
peneliti melakukan secara mendalam (depth interview) untuk
pengumpulan data dengan model wawancara terstruktur
dengan menggunakan pedoman wawancara, slip, atau juga
suatu alat perekam63. Pedoman wawancara digunakan oleh
peneliti agar dapat mengarahkan dan memudahkan dalam
mengingat pokok-pokok permasalahan yang
64
diwawancarakan dengan interviewee . Kegiatan wawancara
terfokus pada pokok permasalahan, sehingga berbagai hal
yang kemungkinan terlupakan akan dapat diminimalisir.
Slip, adalah sebagai carik kertas (ukuran
seperempat folio)65 semacam kertas kutipan yang digunakan
khusus yang digunakan untuk mencatat hasil wawancara.
Slip diberi identifikasi, baik nomor maupun nama informan,
kemudian slip ini disusun secara sistematis untuk
memudahkan penulis mengolah dan menganalisis data.
Instrumen terakhir yang digunakan penulis adalah alat
perekam untuk merekam selama wawancara berlangsung.

62
Setiap pabrik benih mengeluarkan spesifikasi “Germination
Rate”, yaitu daya kecambah benih. Umumnya germination rate sekitar
80%, artinya jika kita menanam 10 benih, kemungkinan hanya 8 benih
yang tumbuh. Pra-semai dimaksudkan untuk menyaring benih yang tidak
tumbuh, sehingga kita hanya menyemai/menanam benih yang sudah
mulai berkecambah agar kepastian tumbuh cukup tinggi.
63
Masri Singarimbuan dan Sofian Effendi (ed), Metode
Penelitian Survei (Jakarta:LP3ES, 1989), 10.
64
Wawancara dikenal dalam dua istilah penting, yaitu
pewawancara (interviewer) dan yang diwawancara (interviewee). Lihat
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2006), cet. Ke-2, 199.
65
Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 2005), cet. Ke-3, 1080.

29
Dalam penelitian ini, wawancara diarahkan kepada
sumber data yaitu informan (interviewee) yang diasumsikan
memiliki keterikatan langsung dengan perjalanan obyek
penelitian, yakni Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun
Ciburial, Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten
Bandung atas beberapa pertimbangan tertentu, diantaranya:
1. Mengetahui atau menguasai dengan baik terhadap
masalah yang diteliti.
2. Memiliki keterlibatan langsung dengan obyek penelitian,
dan
3. Mudah ditemui oleh penulis.
Diantara informan yang dipilih yaitu: Pengasuh
Pesantren, Pengurus Pesantren, Siswa/santri, Alumni
Pesantren, Masyarakat Petani, Kepala Desa dan Tokoh
Masyarakat. Berikut tabel kelompok dan jumlah informan
yang diwawancarai;
Tabel 1.1 Obyek Wawancara
No Nama Jabatan
1. K.H. Fuad Affandi Pengasuh Pesantren
2. K.H. Apep Syaifudin Tokoh Masyarakat
3. Awan Rukmana Kades Alamendah
4. Agus Setia Irawan Ketua P4S
5. Zaenal Arifin Pengurus Pesantren/ustadz
6. Saeful Alam, Lc Pengurus Pesantren/ustadz
7. M. Faoz Abdul Aziz Manager II P4S66
8. Teh Kiki Bendahara Kopontren
9. Dede Alumni
10. Dion Santri
11. Nijar Santri
12. Santri 15 Orang Santri Salafiyah
13. Santri 13 Orang Santri Khalafiyah

66
Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) adalah:
lembaga pendidikan di bidang pertanian dan pedesaan yang dimiliki dan
dikelola oleh petani-nelayan baik secara perorangan maupun
berkelompok, dan bukan merupakan instansi pemerintah.

30
c. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan studi dokumen ini
dilakukan untuk mendukung dan mengoreksi kebenaran data
yang diperoleh melalui kedua teknik diatas, yakni observasi
dan wawancara yang dilakukan oleh penulis. Dokumen ini
bisa berupa arsip-arsip praktek agribisnis yang dapat dilihat
pada daftar penilaian dan akan dijadikan sebagai lampiran,
maupun berupa gambar untuk mendukung program praktek
agribisnis pada pesantren tersebut.

4. Teknik Analisa Data


Teknik analisa data ini merupakan upaya mencari
dan mengumpulkan serta menata secara sistematis
berdasarkan pada konsep teori tentang pendidikan Islam dan
berbasis wirausaha dengan data-data yang diperoleh penulis
dari hasil observasi, wawancara, studi dokumen sebagai
upaya untuk meningkatkan pemahaman penulis mengenai
kasus yang terjadi di Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun
Ciburial, Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten
Bandung, dan untuk selanjutnya menyajikannya sebagai
temuan bagi orang lain.
Dalam penelitian ini data-data yang telah terkumpul
selanjutnya diidentifikasi diolah dengan menggunakan
deskriptif analitis kemudian diuraikan secara sistematis67.
Kemudian data tersebut akan dikolaborasi dengan teori-teori
yang dikembangkan oleh para pakar pendidikan, khususnya
yang berkaitan dengan pendidikan Islam dan sekolah yang
ada di Indonesia, selanjutnya akan dilihat bagaimana kondisi
objektif yang terjadi di Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q
Dusun Ciburial sebagai bahan pertimbangan dan diharapkan
hasilnya lebih kualitatif dan komprehensif.
Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini,
dilakukan dengan cara trianggulasi. Menurut Lexi J.
Moleong, trianggulasi adalah sebagai tehnik pemeriksaan

67
Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012). 21

31
keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain
diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu68. Dalam hal ini trianggulasi
banyak dipergunakan untuk memeriksa data yang diperoleh,
setelah itu dilakukan pengeditan dan pendeskripsian.

G. Sistematika Pembahasan
Penelitian dalam tesis ini dibagi menjadi enam bab
dan secara holistik tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub
bab.
Bab pertama sebagai gambaran untuk memberikan
pola pemikiran bagi keseluruhan tesis ini, yang meliputi;
Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan
Masalah, Perumusan Masalah, Peneliti Terdahulu yang
Relevan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian dan Sistematika Penelitian.
Bab kedua mendeskripsikan tentang Diskursus
Pendidikan Agama dan wirausaha yang terdiri dari beberapa
sub bab; Wirausaha dalam Pandangan Islam,Konsep
Pendidikan Islam Berbasis Agribisnis, Nilai-nilai Wirausaha
dalam Pendidikan Islam, Kontruksi Pendidikan Islam
tentang Wirausaha Agribisnis, Unsur dan Karakteristik
Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak Wirausaha, dan.
Bab ketiga membahas tentang Deskripsi Pesantren
Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun Ciburial, Alamendah,
Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandungyang terdiri dari
beberapa sub bab; Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun
Ciburial, Alamendah, Kecamatan Rancabali Kabupaten
Bandung, Sumber Daya Manusia (SDM) Pesantren
Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun Ciburial, Alamendah,
Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung danMetode
Pembelajaran Pesantren Agribisnis Al-Ittifa>q Dusun
Ciburial, Alamendah, Kecamatan Rancabali Kabupaten
Bandung.

68
Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2000), cet. ke-12, 178.

32
Bab keempat membahas tentang Integrasi
Pendidikan Islam dan Agribisnis dalam Pembelajaran
Pesantren yang terdiri dari beberapa sub bab; Dimensi-
dimensi Agribisnis dalam Kurikulum Pesantren Agribisnis
Al-Ittifa>q, Penguatan Nilai-nilai Pembelajaran Agama dalam
Kewirausahaan dan Aplikasi Integrasi Pendidikan Agama
dan Agribisnis.
Bab kelima membahas tentang Agama dan
Agribisnis dalam Upaya Kemandirian Masyarakat yang
terdiri dari beberapa sub bab; Respon Masyarakat Terhadap
Praktek Pendidikan Agama dan Agribisnis, Kontribusi
Pendidikan Agama dan Agribisnis dalam Meningkatkan
Kemandirian Masyarakat dan Peran Lembaga Mandiri yang
Mengakar di Masyarakat(LM3) dalam Pengembangan
Pondok Pesantren Al-Ittifa>q
Bab keenam adalah Penutup yang memuat
kesimpulan penelitian dan saran-saran. Bab ini merupakan
kesimpulan dari kajian tesis yang diteliti sebagai jawaban
dari rumusan masalah yang dirumuskan pada bab pertama.
Kemudian diharapkan dari kesimpulan ini dapat ditarik
benang merah terhadap uraian-uraian sebelumnya, dan juga
memuat saran-saran penulis terhadap pelaksanaan
pendidikan Islam berbasis agribisnis yang dilaksanakan pada
sekolah-sekolah sebagai motivasi dalam proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di seluruh wilayah Indonesia
secara aplikatif.

33

Anda mungkin juga menyukai