Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Penetapan Tarif dalam Manajemen Rumah Sakit


Tarif adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran
sejumlah uang berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut sebuah
rumah sakit bersedia memberikan jasa kepada pasien. Tarif Rumah Sakit adalah
imbalan yang diterima oleh Rumah Sakit atas jasa dari kegiatan pelayanan maupun
non pelayanan yang diberikan kepada pengguna jasa.
Tarif Rumah Sakit yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang telah
menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum ditetapkan oleh:
a. Menteri untuk tarif kegiatan pelayanan kelas III atas usul Kepala Rumah Sakit
atau Direktur Rumah Sakit.
b. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan
untuk tarif kegiatan pelayanan kelas II, atas usul Kepala Rumah Sakit atau
Direktur Rumah Sakit melalui Menteri.
c. Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit untuk tarif kegiatan pelayanan
selain kelas III dan kelas II dan kegiatan non pelayanan.
Tarif Rumah Sakit yang dikelola oleh Pemerintah Daerah yang telah
menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah ditetapkan oleh
pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal
ini menunjukkan adanya kontrol ketat pemerintah sebagai pemilik terhadap rumah
sakit sebagai firma atau pelaku usaha. Sedangkan, Tarif Rumah Sakit yang dikelola
oleh swasta ditetapkan oleh Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit atas
persetujuan pemilik Rumah Sakit.
Dalam menetapkan Tarif Rumah Sakit harus memperhatikan asas gotong
royong, adil dengan mengutamakan kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah,
dan tidak mengutamakan untuk mencari keuntungan. Semua kegiatan pelayanan dan
kegiatan non pelayanan di Rumah Sakit dikenakan Tarif Rumah Sakit. Kegiatan
pelayanan yang dikenakan Tarif Rumah Sakit dikelompokkan berdasarkan jenis
pelayanan pada masing-masing tempat pelayanan yaitu atas Pelayanan Medis dan
Pelayanan Penunjang Medis.
a. Pelayanan Medis
Jenis pelayanan medis meliputi :
1. Pemeriksaan dan pelayanan konsultasi.
Merupakan pelayanan yang dilakukan di rawat jalan dan rawat darurat.
2. Visit dan pelayanan konsultasi.
Merupakan Pelayanan Medis yang dilakukan di rawat inap.
3. Tindakan operatif.
Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan di kamar operasi pada
pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan rawat darurat.
4. Tindakan non operatif.
Merupakan tindakan tanpa pembedahan yang dilakukan pada pelayanan
rawat jalan, rawat inap, dan rawat darurat.
5. Persalinan.
Merupakan Pelayanan Medis yang dilakukan di rawat inap yang dibedakan
atas:
a) persalinan normal.
b) persalinan dengan tindakan pervaginam.
c) pelayanan bayi baru lahir.
b. Pelayanan penunjang medis
Pelayanan penunjang medis meliputi :
1. Pelayanan laboratorium.
2. Pelayanan radiodiagnostik.
3. Pelayanan diagnostik elektromedis.
4. Pelayanan diagnostik khusus.
5. Pelayanan rehabilitasi medis.
6. Pelayanan darah.
7. Pelayanan farmasi.
8. Pelayanan gizi.
9. Pemulasaraan jenazah.
10. Pelayanan penunjang medis lainnya.

2.2 Tujuan Penetapan Tarif


1. Penetapan Tarif untuk Pemulihan Biaya
Tarif dapat ditetapkan untuk meningkatkan pemulihan biaya rumah sakit. Keadaan
ini terutama terdapat pada rumah sakit pemerintah yang semakin lama semakin
berkurang subsidinya. Pada masa lalu kebijakan swadana rumah sakit pemerintah
pusat ditetapkan berdasarkan pemulihan biaya (cost-recovery.) Oleh karena itu,
muncul pendapat yang menyatakan bahwa kebijakan swadana berkaitan dengan
naiknya tarif rumah sakit.
2. Penetapan Tarif untuk Subsidi Silang
Dalam manajemen rumah sakit diharapkan ada kebijakan agar masyarakat ekonomi
kuat dapat ikut meringankan pembiayaan pelayanan rumah sakit bagi masyarakat
ekonomi lemah. Dengan konsep subsidi silang ini maka tarif bangsal VIP atau kelas I
harus berada di atas unit cost agar surplusnya dapat dipakai untuk mengatasi
kerugian di bangsal kelas III. Selain subsidi silang berbasis pada ekonomi, rumah
sakit juga diharapkan melakukan kebijakan penetapan tarif yang berbeda pada
bagian-bagiannya. Sebagai contoh IRD mempunyai potensi sebagai bagian yang
mendatangkan kerugian. Oleh karena itu, perlu disubsidi oleh bagian lain yang
mempunyai potensi mendatangkan keuntungan, misalnya instalasi farmasi.
Kebijakan subsidi silang ini secara praktis sulit dilakukan karena terjadi tarif rumah
sakit yang melakukan subsidi silang jauh berada di atas tarif pesaingnya. Apabila
rumah sakit memaksakan melakukan subsidi silang dari tarif–tarif yang ada
dikhawatirkan akan terjadi penurunan mutu pelayanan dalam jangka panjang
dibandingkan dengan rumah sakit yang tidak mempunyai tujuan untuk subsidi
silang.
3. Tujuan Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Akses Pelayanan
Ada suatu keadaan rumah sakit mempunyai misi untuk mela- yani masyarakat
miskin. Oleh karena itu, pemerintah atau pemilik rumah sakit ini mempunyai
kebijakan penetapan tarif serendah mung- kin. Diharapkan dengan tarif yang rendah
maka akses orang miskin menjadi lebih baik. Akan tetapi, patut diperhatikan bahwa
akses tinggi belum berarti menjamin mutu pelayanan yang baik.
4. Tujuan Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan
Di berbagai rumah sakit pemerintah daerah, kebijakan pene- tapan tarif pada bangsal
VIP dilakukan berdasarkan pertimbangan untuk peningkatan mutu pelayanan dan
peningkatan kepuasan kerja dokter spesialis. Sebagai contoh, bangsal VIP dibangun
untuk mengurangi waktu spesialis di rumah sakit swasta. Terlalu lamanya waktu
yang dipergunakan dokter spesialis pemerintah bekerja di rumah sakit swasta dapat
mengurangi mutu pelayanan.
5. Penetapan Tarif untuk Tujuan Lain
Beberapa tujuan lainnya, misalnya mengurangi pesaing, memaksimalkan
pendapatan, meminimalkan penggunaan, mencip- takan corporate image. Penetapan
tarif untuk mengurangi pesaing dapat dilakukan untuk mencegah adanya rumah sakit
baru yang akan menjadi pesaing. Dengan cara ini, rumah sakit yang sudah terlebih
dahulu beroperasi mempunyai strategi agar tarifnya tidak sama dengan rumah sakit
baru. Penetapan tarif untuk memperbesar keuntungan dapat dilakukan pada pasar
rumah sakit yang cenderung dikuasai satu rumah sakit (monopoli). Oleh karena itu,
penetapan tarif dapat dilakukan dengan tujuan memaksimalisasikan pendapatan.
Tanpa kehadiran pesaing dalam suasana pasar dengan demand tinggi, maka tarif
dapat dipasang pada tingkat yang setinggi-tingginya, sehingga dapat meningkatkan
surplus secara maksimal.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Tarif


Faktor yang mempengaruhi penetapan tarif pelayanan pada institusi kesehatan
adalah :
1. Biaya investasi
Di rumah sakit, biaya investasi meliputi biaya pembangunan gedung, pembelian
berbagai peralatan medis/non medis, pendidikan dan pelatihan, dan lainnya.
Penetapan tarif bergantung kepada;
a. Rencana titik impas
b. Jangka waktu pengembalian modal
c. Perhitungan masa kadaluwarsa
2. Biaya kegiatan rutin
Mencakup semua biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan
rutin, diantaranya :
a. Direct Cost
Merupakan biaya untuk kegiatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan. Contohnya biaya untuk penggunaan alat - alat kesehatan
dan konsultasi dokter.
b. Indirect Cost
Merupakan biaya untuk kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan. Contohnya gaji karyawan, rekening listrik, air,
pemeliharaan bangunan dan peralatan (maintenance).
3. Biaya rencana pengembangan
Mulai dari rencana perluasan bangunan, penambahan peralatan, penambahan jumlah
dan peningkatan pengetahuan karyawan, rencana penambahan jenis pelayanan, dan
lainnya.
4. Besarnya target keuntungan
Tergantung dari filosofi yang dianut oleh organisasi pelayanan kesehatan. Sebaiknya
keuntungan suatu sarana kesehatan tidak boleh
sama dengan keuntungan berbagai kegiatan usaha lainnya.

2.4 Komponen dan Perhitungan Tarif Rumah Sakit


a. Komponen Tarif Rumah Sakit
Tarif Rumah Sakit untuk kegiatan pelayanan diperhitungkan berdasarkan
komponen :
1. Jasa sarana
Merupakan imbalan yang diterima oleh Rumah Sakit atas pemakaian
akomodasi, bahan non medis, obat-obatan, bahan/alat kesehatan habis pakai
yang digunakan langsung dalam rangka Pelayanan Medis dan Pelayanan
Penunjang Medis.
2. Jasa pelayanan pada rawat jalan, rawat inap, dan rawat darurat.
Merupakan imbalan yang diterima oleh pemberi pelayanan atas jasa yang
diberikan kepada pasien dalam rangka Pelayanan Medis, Pelayanan
Penunjang Medis dan/atau pelayanan lainnya.
Tarif Rumah Sakit untuk kegiatan non pelayanan bagi Rumah Sakit yang
dikelola oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah meliputi komponen jasa
sarana dan/atau jasa lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, sedangkan tarif Rumah Sakit untuk kegiatan non pelayanan
bagiRumah Sakit yang dikelola oleh swasta ditetapkan berdasarkan peraturan
internal Rumah Sakit.

b. Perhitungan Tarif Rumah Sakit


1. Perhitungan tarif rawat jalan
Perhitungan tarif rawat jalan dibedakan berdasarkan:
1) Pelayanan Rawat Jalan Reguler ditetapkan sesuai dengan titik impas
(break even point).
2) Pelayanan Rawat Jalan Non Reguler ditetapkan lebih besar dari
Pelayanan Rawat Jalan Reguler dengan besaran yang ditetapkan
berdasarkan asas kepatutan.
2. Perhitungan tarif rawat inap
Perhitungan tarif rawat inap dibedakan berdasarkan kelas perawatan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) kelas III (tiga) ditetapkan lebih kecil dari kelas II (dua).
2) kelas II (dua) ditetapkan sesuai titik impas (break even point).
3) kelas selain huruf a dan huruf b, ditetapkan lebih besar dari kelas II (dua)
dengan besaran yang ditetapkan berdasarkan asas kepatutan.
3. Perhitungan tarif gawat darurat
Perhitungan tarif rawat darurat ditetapkan lebih besar dari titik impas dengan
besaran yang ditetapkan berdasarkan asas kepatutan.
4. Perhitungan tariff jasa sarana
1) Rawat jalan
Biaya jasa sarana untuk tarif rawat jalan dihitung dari total biaya sarana
dibagi total volume kegiatan jumlah kunjungan dalam 1 (satu) tahun.
2) Rawat inap
Biaya jasa sarana untuk tarif rawat inap dihitung dari total biaya masing-
masing sarana rawat inap dibagi jumlah volume kegiatan masing-masing
sarana sesuai kelas perawatan dalam 1 (satu) tahun.
3) Gawat darurat
Biaya jasa sarana untuk tarif rawat darurat dihitung dari total biaya
sarana dibagi total volume kegiatan dalam 1 (satu) tahun.
5. Tarif untuk kegiatan non pelayanan berupa pendidikan, pelatihan, dan
penelitian dihitung dari total biaya pendidikan, pelatihan, dan penelitian
dibagi jumlah kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam 1 (satu)
tahun.
6. Dalam hal Rumah Sakit melakukan kerja sama operasional dengan mitra
kerja sama operasional, tarif yang dikenakan kepada masyarakat terhadap
layanan yang dihasilkan dari kerja sama operasional sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan tidak melebihi pagu tarif maksimal.
c. Pemanfaatan Tarif Rumah Sakit
1. Kepala atau Direktur Rumah Sakit dapat membebaskan sebagian atau
seluruh tarif sampai dengan 0% (nol persen) dari tarif kegiatan pelayanan
untuk pasien tidak mampu membayar dan kondisi atau situasi tertentu
dengan memperhatikan kemampuan keuangan Rumah Sakit dan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari penerimaan negara bukan
pajak atau retribusi daerahdigunakan untuk membiayai pengeluaran Rumah
Sakit yang terdiri atas pengeluaran untuk belanja pegawai, belanja
barang/jasa, dan belanja modal sesuai dengan kemampuan keuangan
Rumah Sakit.

2.5 Proses Penetapan Tarif Rumah Sakit


Pemilik rumah sakit dapat berupa lembaga swasta, perorangan ataupun pemerintah.
Misi dan tujuan rumah sakit swasta dan pemerintah tentu dapat berbeda. Rumah sakit
swasta dapat berupa rumah sakit for-profit ataupun non-profit. Dengan perbedaan tersebut,
maka proses penetapan tarif dapat berbeda pula. Pada bagian ini akan dibahas mengenai
perbedaan penetapan tarif rumah sakit swasta dengan rumah sakit pemerintah.
1. Penetapan Tarif Rumah Sakit dengan Menggunakan Pendekatan Perusahaan
Pada perusahaan penetapan tarif mungkin menjadi keputusan yang sulit dilakukan
karena informasi mengenai biaya produksi mungkin tidak tersedia. Di sektor rumah
sakit, keadaannya lebih parah karena informasi mengenai unit cost misalnya, masih
sangat jarang. Teknik-teknik penetapan tarif pada perusahaan sebagian besar
berlandaskan informasi biaya produksi dan keadaan pasar, baik monopoli, oligopoli,
maupun persaingan sempurna. Teknik-teknik tersebut antara lain :
a. full-cost pricing
Cara ini merupakan cara yang paling sederhana secara teoritis, tetapi
membutuhkan informasi mengenai biaya produksi. Dasar cara ini dilakukan
dengan menetapkan tarif sesuai dengan unit cost ditambah dengan keuntungan.
Dengan cara ini, jelas bahwa analisis biaya (lihat bagian terdahulu) merupakan
hal mutlak yang harus dilakukan. Teknik penetapan tarif ini dikritik karena
pertama, sering mengabaikan faktor demand. Dengan berbasis pada unit cost,
maka asumsinya tidak ada pesaing ataupun demand-nya sangat tinggi. Dengan
asumsi ini maka pembeli seakan-akan dipaksa menerima jalur produksi yang
menimbulkan biaya walaupun mungkin tidak efisien. Dengan demikian teknik
ini mengabaikan faktor kompetisi. Kedua, membutuhkan penghitungan biaya
yang rumit dan tepat. Sebagai gambaran untuk mengembangkan sistem akuntasi
yang baik, dibutuhkan modal yang besar.

b. kontrak dan cost-plus,


Tarif rumah sakit dapat ditetapkan berdasarkan kontrak misal- nya kepada
perusahaan asuransi, ataupun konsumen yang tergabung dalam satu organisasi.
Dalam kontrak tersebut penghitungan tarif juga berbasis pada biaya dengan
tambahan surplus sebagai keuntungan bagi rumah sakit. Akan tetapi, saat ini
perhitungan tarif kontrak dengan asuransi kesehatan masih sering menimbulkan
perdebatan: apakah rumah sakit mendapat surplus dari kontrak, atau justru malah
rugi atau memberikan subsidi. Tarif kontrak ini dapat memaksa rumah sakit
menyesuaikan tarifnya sesuai dengan kontrak yang ditawarkan perusahaan
asuransi kesehatan. Dengan demikian, masalah efisiensi menjadi hal yang
penting untuk dipertimbangkan.

c. target rate of return pricing


Cara ini merupakan modifikasi dari metode full-cost di atas. Misalnya, tarif
ditentukan oleh direksi harus mempunyai 10% keun- tungan. Dengan demikian,
apabila biaya produksi suatu pemeriksaan darah Rp5.000,00, maka tarifnya
harus sebesar Rp5.500,00 agar memberi keuntungan 10%. Walaupun cara ini
masih dikritik karena berbasis pada unit cost, tetapi faktor demand dan pesaing
telah diperhitungkan. Pada saat melakukan investasi, seharusnya telah
diproyeksikan demand dan pesaingnya sehingga direksi berani menetapkan
target tertentu. Dalam teknik ini dibutuhkan beberapa kondisi antara lain,
pertama, rumah sakit harus dapat menetapkan tarif sendiri tanpa harus
menunggu persetujuan pihak lain; kedua, rumah sakit harus dapat
memperkirakan besar pemasukan yang benar; dan ketiga, rumah sakit harus
mempunyai pandangan jangka panjang terhadap kegiatannya.

d. acceptance pricing.
Teknik ini digunakan apabila pada pasar terdapat satu rumah sakit yang
dianggap sebagai panutan (pemimpin) harga. Rumah sakit lain akan mengikuti
pola pentarifan yang digunakan oleh rumah sakit tersebut. Mengapa butuh
pemimpin dalam menetapkan harga? Keadaan ini dapat timbul karena rumah-
rumah sakit sakit enggan terjadi perang tarif dan mereka enggan saling
merugikan. Walaupun mungkin tidak ada komunikasi formal, tetapi ada saling
pengertian antarrumah sakit. Jadi hal ini bukan semacam kartel. Pada situasi ini,
dapat muncul rumah sakit yang menjadi pemimpin harga. Rumah sakit yang lain
mengikutinya. Masalah akan timbul apabila pemimpin harga ini merubah
tarifnya. Para pengikutnya harus mengevaluasi apakah akan mengikutinya atau
tidak.

2. Penetapan Tarif dengan Melihat Pesaing


Struktur pasar rumah sakit saat ini menjadi semakin kompetitif. Hubungan antar rumah
sakit dalam menetapkan tarif dapat menjadi "saling mengintip". Penetapan tarif benar-
benar dilakukan berbasis pada analisis pesaing dan demand. Dalam metode ini, biaya
yang menyesuaikan dengan tarif. Terdapat dua tipe metode ini yaitu :
(1) penetapan tarif di atas pesaing
(2) penetapan tarif di bawah pesaing
Dengan melihat berbagai macam teknik penetapan tarif di perusahaan swasta, beberapa
hal yang perlu diperhatikan antara lain : tujuan penetapan tarif harus diyakini secara
jelas, dan tarif harus ditetapkan dengan berbasis pada tujuan; struktur pasar dan
demand harus dianalisis; informasi kualitatif perlu dicari untuk membantu penetapan
tarif; pendapatan total dan biaya total harus dievaluasi dalam berbagai tingkat harga
dengan asumsi-asumsi yang perlu dan penetapan tarif harus melibatkan partisipasi dari
bagian akuntansi, pemasaran, dan unit-unit pelaksana fungsional.

3. Penetapan Tarif pada Organisasi Pemerintah


Pada berbagai sektor termasuk kesehatan, pemerintah masih mempunyai kewajiban
mengatur tarif. Kewajiban ini ditujukan untuk menjamin terjadinya pemerataan
pelayanan rumah sakit. Untuk itu, pemerintah merasa perlu menegaskan bahwa
berbagai komponen biaya penyelenggaraan rumah sakit tetap disubsidi, antara lain
gaji, investasi, dan penelitian pengembangan. Dengan demikian, rumah sakit
pemerintah mendapat pengaruh langsung dari peraturan- peraturan atau norma-norma
pemerintah. Dengan latar belakang ini, jika dipandang dari sudut ekonomi manajerial,
maka rumah sakit pemerintah berbeda dengan swasta dalam beberapa hal.
Pertama : rumah sakit pemerintah merupakan milik masyarakat sehingga direksi
rumah sakit harus bertanggung jawab kepada pemimpin politik daerah atau nasional,
dan bertanggung jawab pula kepada Dewan Perwakilan Rakyat, pusat atau daerah.
Keadaan ini menyebabkan keputusan-keputusan manajemen rumah sakit pemerintah
seringkali menjadi lamban karena harus menunggu persetujuan pihak-pihak
berwenang. Contoh klasik yaitu penetapan tarif rumah sakit daerah yang harus
membutuhkan persetujuan bupati dan DPRD.

Kedua : rumah sakit pemerintah cenderung lebih besar dibanding dengan swasta,
misalnya di Jakarta dan Surabaya, rumah sakit terbesar adalah milik pemerintah pusat
dan daerah. Besar dalam segi ukuran juga sering disertai dengan kepemimpinan
dalam teknologi kedokteran. Dengan disubsidinya investasi dan biaya-biaya penelitian
pengembangan, rumah sakit pemerintah terutama rumah sakit pendidikan
mempunyai peluang untuk memonopoli segmen pelayanan tertentu tanpa
mempertimbangkan biaya investasi. Dengan demikian, biaya investasi tidak
diperhitungkan dalam pentarifan sehingga dapat lebih murah dibanding swasta.

Ketiga : rumah sakit pemerintah cenderung mempunyai over- head cost yang tinggi.
Hal ini terutama karena biaya gaji yang tinggi akibat besarnya jumlah pegawai tetap,
akan tidak disertai dengan produktivitas yang tinggi. Akibatnya, dalam proses
pentarifan sering kali biaya sumber daya manusia tidak diperhitungkan. Berbasis
perbedaaan dengan rumah sakit swasta, maka proses penetapan tarif dalam rumah
sakit pemerintah harus memperhatikan berbagai isu yaitu isu sosial dan amanat rakyat,
isu ekonomi, dan isu politik. Sebenarnya rumah sakit keagamaan atau sosial yang
tidak mencari keuntungan juga menghadapi berbagai isu yang serupa misalnya,
bagaimana isu melayani kaum dhuafa bagi rumah sakit Islam atau menjalankan
pelayanan berdasarkan Kasih bagi orang miskin pada rumah sakit Katolik.

2.6 Penetapan Tarif Puskesmas


Pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat merupakan kewajiban
pemerintah sebagai bentuk pemenuhan hak rakyatnya untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Sebagai bentuk nyata adalah adanya puskesmas - puskesmas
sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat di seluruh wilayah nusantara.
Pelayanan kesehatan yang diharapkan oleh masyarakat adalah pelayanan kesehatan
yang tidak hanya dapat diakses keberadaannya setiap dibutuhkan, tetapi juga
pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau secara finansial oleh masyarakat.
Sebagai salah satu indikator pelayanan yang memadai adalah memberikan pelayanan
kesehatan dengan tarif yang memadai yang sesuai kemampuan masyarakat.
Dalam memutuskan besarnya tarif yang diberikan atau untuk menyusun
besarnya anggaran suatu program pelayanan maka perhitungan unit cost (biaya
satuan) akan sangat membantu. Penentuan unit cost dalam analisis biaya diperlukan
untuk mengetahui besarnya biaya yang benar–benar dibutuhkan untuk menghasilkan
suatu produk baik berupa barang ataupun jasa, disamping tujuan lainnya seperti
menilai efisiensi dalam anggaran (Supriyanto, 2000). Biaya satuan (unit cost) sangat
penting artinya karena merupakan salah satu dasar dalam menentukan tarif pelayanan
disamping faktor kemampuan dan kemauan membayar dari masyarakat. (Gani
Ascobat, dkk, 2002 ).
Sumber pembiayaan Puskesmas berasal: dari pemerintah (APBN, APBD),bantuan
pembangunan sarana kesehatan dan dari masyarakat dalam bentuk retribusi atau jasa
pelayanan kesehatan (tarif Puskesmas) yang dibayar oleh masyarakat, sebagian besar
dibayar setelah mendapatpelayanan (out of pocket atau fee for service).
Selain itu, penetapan tarif di Puskesmas tergantung [pada peraturan tiap daerah,
misalnya :
1. Peraturan Bupati Seram bagian Barat No. 08 tahun 2019 tentang Tarif Pelayanan
Kesehatan pada Puskesmas.
2. Peraturan Daerah (Perda) Tabanan no 1 tahun 1999, tentang Retribusi
PelayananKesehatan.
3. Peraturan Bupati No. 29 Tahun 2008 untuk Kabupaten Banyumas.
DAFTAR PUSTAKA

Silviana, Intan Mustikawati. Tarif Pelayanan Kesehatan. Universitas Esa Unggul : Jakarta
Barat.

Diyaning, Intisari Arih, Arif Kurniawan. (2011). Penetapan Tarif Berdasarkan Analisis biaya
Satuan Pada Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama Puskesmas Di
Kabupaten Banyumas. Jurnal Kesmas Indonesia. 4(1) hlm 81-94.

Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi. Manajemen Rumah Sakit. 146 - 159


Menkes RI. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2015
Tentang Pola Tarif Nasional Rumah Sakit. Menteri Kesehatan Republik Indonesia :
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai