Anda di halaman 1dari 2

Metode kuadrat merupakan salah satu metode analisis vegetasi pada pengamatan petak

contoh yang menggambarkan luas area tertentu dengan satuan kuadrat. Bentuk sampel dapat
berupa segi empat atau lingkaran. Luas yang digunakan bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi
atau telah ditentukan terlebih dahulu luas minimumnya. Metode ini bertujuan untuk menentukan
indeks diversitas dan nilai penting suatu komunitas. Metode analisa yang dilakukan bersifat
kuantitatif, yaitu dengan menghitung kerapatan (density), dominansi (abudance), distribusi
tumbuhan (frekuensi), dan INP (Indeks Nilai Penting).
Pengukuran kerapatan spesies yang banyak ditemukan adalah Phyllanthus urinaria dengan
KR sebanyak 38% dan yang paling sedikit ditemukan adalah Marsilea dengan KR sebanyak 9%.
Kerapatan didasarkan pada perhitungan jarak antara individu-individu sejenis yang melewati
garis, atau jumlah yang terlewati garis. Dalam mengukur kerapatan biasanya muncul suatu
masalah yang berhubungan dengan efek tepi (sideeffect) dan lifeform (bentuk tumbuhan)
(Suryawan, 2007).
Pengukuran dominansi spesies yang paling banyak ditemukan adalah Phyllanthus urinaria
dan Acalypha australis dengan DR 30% dan yang paling sedikit ditemukan adalah Marsilea
dengan DR 2%. Dominansi yaitu menyatakan luas areal yang ditumbuhi oleh suatu jenis
tumbuhan atau kemampuan suatu jenis tumbuhan bersaing dengan jenis tumbuhan lain.
Dominansi merupakan suatu komunitas yang didominansi oleh spesies tertentu (Mukrimin,
2011).
Pengukuran frekuensi spesies yang paling banyak ditemukan adalah Acalypha australis
dengan FR 90% dan yang paling sedikit adalah Cyperus rotundus, Youngia japonica,
Phyllanthus urinaria, dan Marsilea dengan FR 20%. Frekuensi spesies tumbuhan merupakan
jumlah petak contoh ditemukannya suatu spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat.
Semakin banyak ditemukan suatu spesies di dalam petak contoh maka semakin besar frekuensi
spesies tersebut. Sebaliknya, jika semakin sedikit ditemukan suatu spesies di dalam petak contoh
maka semakin sedikit frekuensi spesies tersebut. Dengan demikian, frekuensi tersebut dapat
menggambarkan tingkat penyebaran spesies dalam suatu habitat (Mukrimin, 2011).
Pada pengukuran INP spesies yang paling tinggi INP adalah Acalypha australis yaitu
142% dan INP yang paling rendah adalah Marsilea yaitu 24%. Acalypha australis memiliki nilai
indeks penting paling tinggi sesuai dengan parameter vegetasi yaitu dominansi dan frekuensi
menunjukkan nilai pengukuran yang paling besar. Marsilea memiliki nilai indeks penting paling
rendah sesuai dengan parameter vegetasi yaitu kerapatan, dominansi, dan frekuensi menunjukkan
nilai pengukuran yang paling rendah. INP pada suatu spesies dipengaruhi oleh faktor abiotik.
Pengukuran faktor abiotik dari tiga plot menunjukkan rata-rata pH tanah 5,833; rata-rata
temperature tanah 26,333°C; rata-rata kelembaban tanah 100%; kelembaban udara 70%;
temperature udara 27°C; dan rata-rata intensitas cahaya 584, 666 lux. pH tanah yang berbeda
menyebabkan berbedanya jenis spesies yang dominan. Pada umumnya suatu spesies beradaptasi
pada keadaan lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhannya. Selain itu, faktor lingkungan abiotik
seperti suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya pada juga mempengaruhi hal ini. Setiap spesies
tumbuhan, memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk hidup, sehingga syarat untuk
spesie hidup sberbeda-beda, dimana mereka hanya menempati bagian yang cocok bagi
kehidupannya, sehingga tumbuhan dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan (Adriadi, 2012).

Adriadi, A., Chairul, Solfiyeni. Analisis Vegetasi Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elais
quineensis jacq.) di Kilangan, Muaro Bulian, Batang Hari (Padang; Universitas
Andalas, 2012). Jurnal Biologi Universitas Andalas. Hal 108-115.

Cahyanto, T., Destiana Chairunnisa, Tony Sudjarwo. Analisis Vegetasi Pohon Hutan Alam
Gunung Manglayang Kabupaten (Bandung; UIN Sunan Gunung Djati, Edisi Agustus
2014). Vol VIII No. 2 ISSN 1979-8911.

Mukrimin. Analisis Potensi Tegakan Hutan Produksi di Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa,
(Makasar ; UNHAS, 2011). Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 6 No. 1. hal. 3.

Suryawan, F. Keanekaragaman Vegetasi Mangrove Pasca Tsunamai di Kawasan Pesisir Pantai


Timur Aceh, (Darussalam; Unsyah Press, 2007). Jurnal Biodiversitas. Vol.8 No.4. h.
263.

Anda mungkin juga menyukai