Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat adalah hal yang sangat lumrah dibicarakan
untuk kemajuan dan perubahan bangsa saat ini dan untuk kedepan, apalagi jika dilihat dari
skill masyarakat indonesia kurang baik, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi itu
sendiri, konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan masyarakat
(community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community
based development).
Pertama-tama perlu dipahami arti dan makna pemberdayaan dan pembangunan
masyarakat, keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang
bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan.
Suatu masyarakat yang sebagian besar memiliki kesehatan fisik dan mental, serta didik dan
kuat inovatif, tentunya memiliki keberdayaan yang tinggi, sedangkan pembangunan
masyarakat adalah suatu hal yang perlu manage untuk kemampuan masyarakat itu sendiri.
Memberdayakan masayarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat
lapisan masyarakat kita yang dalam kondisi sekarang masih belum mampu untuk melepaskan
diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan dengan kata lain pemberdayaan
masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat, sehingga muncul
perubahan yang lebih efektif dan efisien.

B. Rumusan Masalah

a)  Bagaimana konsep pemberdayaan masyarakat ?


b) Bagaimana indikator pemberdayaan masyarakat ?
c) Bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat ?

1
C. Tujuan Makalah

a) Untuk mengetahui konsep pemberdayaan masyarakat


b) Untuk mengetahui indikator pemberdayaan masyarakat
c) Untuk mengetahui strategi pemberdayaan masyarakat

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan. Dalam perspektif
pembangunan ini, disadari betapa penting kapasitas manusia dalam upaya meningkatkan
kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi dan nonmaterial. Sebagai suatu
strategi pembangunan, pemberdayaan dapat diartikan sebagai kegiatan membantu klien
untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan
dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial
dalam melakukan tindakan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk
menggunakan daya yang dimiliki dengan mentransfer daya dari lingkungannya (payne,
1997: 266 dalam buku “modern social work theory”).
Sementara itu ife (1995: 182 dalam buku “community development: creating
community alternatives-vision, analysis and practice”) memberikan batasan pemberdayaan
sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber, kesempatan, pengetahuan, dan
keterampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka menentukan masa depannya dan
untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan komunitas mereka.
Sementara itu, sutrisno (2000:185) menjelaskan, dalam perspektif pemberdayaan,
masyarakat diberi wewenang untuk mengelola sendiri dana pembangunan baik yang berasal
dari pemerintah maupun dari pihak lain, disamping mereka harus aktif berpartisipasi dalam
proses pemilihan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan. Perbedaannya dengan
pembangunan partisipatif adalah keterlibatan kelompok masyarakat sebatas pada pemilihan,
perencanaan, dan pelaksanaan program, sedangkan dana tetap dikuasai oleh pemerintah.
Meskipun rumusan konsep pemberdayaan berbeda-beda antara ahli yang satu
dengan yang lainnya, tetapi pada intinya dapat dinyatakan bahwa pemberdayaan adalah
sebagai upaya berencana yang dirancang untuk merubah atau melakukan pembaruan pada
suatu komunitas atau masyarakat dari kondisi ketidakberdayaan menjadi berdaya dengan
menitikberatkan pada pembinaan potensi dan kemandirian masyarakat. Dengan demikian
mereka diharapkan mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam menentukan masa

3
depan mereka, dimana provider dari pemerintah dan lembaga non government
organization/ngo hanya mengambil posisi partisipan, stimulan, dan motivator.

B. Indikator Pemberdayaan
Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, yang
mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan.
a) Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi keluar rumah atau wilayah
tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah
tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.
b) Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu untuk membeli barang-
barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu)
atau kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu
dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan
sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang
tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
c) Kemampuan membeli komoditas besar: kemampuan individu untuk membeli barang-
barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, radio, pakaian keluarga dan lain-
lain. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang
dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia
dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri
d) Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga: mampu membuat
keputusan sendiri maupun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan
keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, memperoleh kredit usaha, dan lainlain.
e) Kebebasan relative dan dominan keluarga: responden ditanya mengenai apakah
dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang
mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai
anak; atau melarang bekerja diluar rumah.
f) Kesadaran hukum dan politik: mengertahui nama salah seorang pegawai pemerintah
Kelurahan/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui
pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.

4
g) Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap ‘berdaya jika ia
pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya,
terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan keluarganya;
gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan social; atau penyalahgunaan kekuasaan
polisi dan pegawai pemerintah.
h) Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset
produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-
aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya

C. Strategi Pemberdayaan Masyarakat


Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga agas atau
matra peembedayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro.
a) Aras Mikro.
Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui
bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya
adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas
kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai Pendekatan yang Berpusat pada
Tugas (task centered approach).
b) Aras Mezzo.
Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan
dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan
dan pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap klien agar
memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
c) Aras Makro.
Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-system
strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih
luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi
sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah
beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien

5
sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka
sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.
Pemberdayaan ditujukan untuk mengubah perilaku masyarakat agar mampu
berdaya sehingga ia dapat peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraannya. Namun
keberhasilan pemberdayaan tidak sekedar menekankan kepada hasil, tetapi juga pada
prosesnya melalui tingkat partisipasi yang tinggi, yang berbasis kepada kebutuhan
dan potensi masyarakat. Untuk meraih keberhasilan itu, agen pemberdayaan dapat
melakukan pendekatan bottom-up, dengan cara menggali potensi, masalah dan
kebutuhan masyarakat. Potensi atau kebutuhan tersebut tentu saja sangta beragam
walaupun dalam satu komunitas. Dalam hal ini agen pemberdayaan dapat
menentukan skala prioritas yang dipandang sangat perlu untuk dikembangkan.
Kondisi inilah yang menjadi acauan agen pemberdayaan untuk menentukan
perencanaan pemberdayaan (tujuan, materi, metode, alat, evaluasi) yang dirumuskan
bersama-sama dengan klien/sasaran. Keterlibatan sasaran dalam tahapan perencanaan
ini merupakan salah satu cara untuk mengajak mereka aktif terlibat dalam proses
pemberdayaan. Dengan keterlibatan tersebut, mereka memiliki ikatan emosional
untuk mensukseskan pemberdayaan.

D. Unsur ( 5p ) Pendekatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat


Dalam melaksanakan pemberdayaan perlu dilakukan melalui berbagai
pendekatan. Menurut Suharto (2005), penerapan pendekatan pemberdayaan dapat
dilakukan melalui 5P, yaitu pemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan
dan pemeliharaan.
1. Pemungkinan
Pemungkinan yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu
membebaskan masyarakat dari sekarat-sekarat kultural dan struktur yang
menghambat.
2. Penguatan
Penguatan berarti memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

6
Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan segenap kemampuan dan
kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.
3. Perlindungan
Perlindungan berarti melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok
lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan
yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah
terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus
diarahkan kepada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak
menguntungkan rakyat kecil.
4. Penyokongan
Penyokongan yaitu memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat
mampu menjalankan perannya dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus
mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang
semakin lemah dan terpinggirkan.
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan yaitu memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat.
Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang
memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.
Dubois dan Miley (Suharto, 2005), menjelaskan empat cara dalam melakukan
pemberdayan masyarakat, yaitu :
1. Membangun relasi pertolongan yang diwujudkan dalam bentuk merefeksikan
respon rasa empati terhadap sasaran, menghargai pilihan dan hak klien/sasaran
untuk menentukan nasibnya sendiri (self determination), menghargai perbedaan dan
keunikan individu serta menekankan kerjasama klien (self partnerships).
2. Membangun komunikasi yang diwujudkan dalam bentuk menghormati dan harga
diri klien/sasaran, mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien
serta menjaga kerahasiaan yang dimiliki oleh klien/sasaran.
3. Terlibat dalam pemecahan masalah yang dapat diwujudkan dalam bentuk
memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah,
mengharagai hak-hak klien, merangkai tantangan-tantangan sebagai kesempatan

7
belajar serta melibatkan klien/sasaran dalam membuat keputusan dan kegiatan
evaluasinya.
4. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial yang diwujudkan dalam
bentuk ketaatan terhadap kode etik profesi, keterlibatan dalam pengembangan
profesional, melaakukan riset dan perumusan kebijakan, penerjemahan kesulitan-
kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik serta penghapusan segala bentuk
diskriminasi dan ketidakselarasan kesempatan.
Semua cara atau teknik di atas menunjukkan perlunya menempatkan sasaran
pemberdayaan sebagai subjek yang memiliki keragaman karakter, potensi dan
kebutuhan. Masalahnya adalah bagaimana agen pemberdayaan dapat membangkitkan
kesadaran dan memotivasi klien/sasaran agar mampu menggali potensi diri dan
lingkungannya untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kualitas kehidupannya
sehingga mampu hidup mandiri dan sejahtera.
Strategi pemberdayaan hakikatnya merupakan gerakan dari, oleh dan untuk
masyarakat. Menurut Suyono (2009), gerakan masyarakat berbeda dengan membuat
model (laboratorium). Suatu model cenderung harus membuat dulu ebuah model
percontohan secara ideal, selanjutnya setelah teruji baru disebarluaskan. Berbeda
dengan strategi gerakan masyarakat, ditempuh melalui jangkauan kepada masyarakat
seluas-luasnya atau sebanyak-banyaknya. Benih pemberdayaan ditebar kepada
berbagai lapisan masyarakat. Masyarakat akhirnya akan beradaptasi, melakukan
penyempurnaan dan pembenahan yang disesuaikan dengan potensi, permasalahan
dan kebutuhan serta cara/pendekatan mereka. Dengan demikian kondisi masyarakat
lokal.
Masyarakat juga sangat heterogen. Oleh karena itu tanggapan, penerimaan dan
pelaksanaan kegiatan pemberdayaan tentu akan berbeda. Dengan disebarluaskan
kepada berbagai masyarakat, pada akhirnya akan terjadi proses penyesuaian.
Keberhasilan juga akan beragam. Secara kuantitas logika keberhasilan pemberdayaan
dapat diumpamakan seperti : Pemerintah/Lembaga A misalnya menyemai 1000
benioh pemberdayaan kepada masayarakat dan setelah dinilai yang berhasil sebanyak
300. Sedangkan Pemerintah/Lembaga B menyemai 50 benih yang akan dijadikan
model pemberdayaan dan setelah dinilai yang berhasil hanya 25. Coba bandingkan

8
kedua pemerintah/lembaga tersebut, mana yang dinilai berhasil ? dalam konteks
gerakan masyarakat, yang berhasil tentu saja pemerintah/lembaga A.
Implikasi dari logika diatas adalah bahwa model pemberdayaan tidak bisa
ditempuh dengan cara membuat dulu model tertentu hingga keberhasilannya teruji.
Model yang sudah teruji ditempat uji coba, belum tentu berhasil/cocok ditempat lain,
karena masyarakat sangat heterogen dan dinamis. Dalam gerakan masyarakat, model
dan strategi pemberdayaan tidak bisa diseragamkan. Hal ini disesuaikan dengan
potensi, kebutuhan dan permaslahan yang ada dalam masyarakat. oleh karena itu,
strategi pemberdayaan masyarakat yang tepat disesuaikan dnegan kebutuhan dan
kondisi dilapangan. Dalam hal ini agen pemberdayaan perlu memiliki kemampuan
merumuskan program dan strategi yang tepat dan efisien.

 Implementasi Pemberdayaan
Implementasi pemberdayaan masyarakat sesungguhnya merupakan upaya
holistik yang menyangkut semua aspek kehidupan yang adan dan terjadi di
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat tidak bisa dilakukan secara parsial dan
cenderung sulit dipisah-pisahkan. Namun, untuk memudahkan dalam pemahaman
dan implementasnya, pemberdayaan masyarakat dapat dikelompokkan berdasarkan
fokus kegiatan/aktivitas atau potensi yang perlu dikembangkan dalam masyarakat.
berdasarkan fokus ini, maka pemberdayan masyarakat dapat di implementasikan
dengan fokus kepada beberapa sektor, misalnya sektor pendidikan, kesehatan, usaha
kecil, pertanian, potensi wilayah, pemberdayaan di daerah berncana, pemberdayaan
kaum disabilitas, pemberdayaan model Corporate Social responsibility (CSR),
pemberdayaan perempuan dan lainnya.

 Pemberdayaan Sektor Pendidikan


Pendidikan merupakan sektor penting dalam mengubah perilaku kearah yang lebih
baik. Perilaku masyarakat menurut Benyamin Bloom dapat dikategorikan kedalam tiga
aspek, yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Ketiga aspek tersebut merupakan satu
kesatuan yang utuh yang dimanifestasikan kedalam perilaku manusia.

9
Pemberdayaan hakikatnya adalah mengubah perilaku masyarakat. Mengubah
perilaku ini dimulai dari mengubah cara berpikir (mindset) dari pengetahuan dan
pemahamannya, selanjutnya diharapkan memiliki sikap yang positif untuk berubah, serta
diwujudkan dalam perilaku nyata sebagai bentuk usaha untuk mengubah perilaku kearah
yang lebih baik. Perubahan perilaku ini diarahkan kearah yang lebih baik menuju pada
peningkatan kualitas dan kesejahteraan.
Dalam dunia pendidikan, pemberdayan dilakukan melalui pendidikan anak usia dini
(PAUD) dengan memasukkan anak-anak masyarakat kedalam sekolah tersebut.
Dilingkungan manapun pasti banyak masyarakat yang mengalami keterbatasan dana untuk
memasukkan anaknya kedalam sekolah PAUD tersebut, oleh karena itu, masyarakat
diberdayakan dengan cara membangun bersama-sama tempat pendidikan bagi orang-orang
kecil menengah kebwah agar mendapatlan pendidikan yang layak. Karena sektor
pendidikan ini adalah sektor penentu, dimana pendidikan itu adalah investasi jangka
panjang.
Dengan mensinergikan keterampilan, pengetahuan dan sikap mulai dini (dasar) maka
diharapkan para anak-anak didik dapat berkembang sesuai dengan keahliannya dibidang
masing-masing sehingga untuk melanjutkan kesekolah yang lebih tinggi lagi (SD, SMP,
SMU, Perguruan Tinggi) tidak mendapatkan kebingunngan. Dalam hal ini, masyarakat
harus bergerak hatinya untuk membangun sebuah lembaga pendidikan baik itu bimbingan
belajar dan lain-lain yang intinya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mengajak
Pemerintah, swasta, pengusaha, masyarakat lainnya bekerjasama saling bahu membahu
dalam mencerdasakan kehidupan bangsa yang dimana merupakan cita-cita Bangsa
Indonesia di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Agar seluruh kalangan
masyarakat, baik itu mampu, menengah dan tidak mampu dapat merasakan apa yang
namanya pendidikan.

 Pemberdayaan Sektor Kesehatan


Sehat adalah penting bagi semua manusia. Dengan badan sehat, individu bisa
melakukan berbagai aktifitas. Dengan modal sehat, manusia bisa meraih berbagai
keberhasilan dan kesuksesan. Sebaliknya apabila sakit maka sulit untuk melakukan
aktivitas yang optimal. Menciptakan masyarakat yang sehat bukan tanggung jawab

10
Pemerintah (Kementerian Kesehatan) saja. Kesehatan merupakan tanggung jawab semua
individu.
Pemberdayaan masyarakat dalam sektor kesehatan harus dimulai dari membangun
kesadaran untuk mengubah kebiasaan buruk yang dapat menggangu kesehatan. Mengubah
kesadaran ini dimulai dari kebiasaan sehari-hari, misalnya saja membuang sampah,
membuat saluran air, air bersih, mencuco pakaian dan peralatan dapur dan kebiasaan
lainnya.
Penyadaran dapat dilakukan melalui sosialisasi, seperti memberikan pemahaman
tentang arti pentingnya kesehatan bagi diri yang dapat dilakukan melalui media masa, balai
desa, posyandu dan lain-lain. Selanjutnya dilakukan dengan tindakan aksi nyata yang
dilakukan oleh masyarakat secara bersama-sama dalam kehidupan sehari-hari. Seperti
membersihkan lingkungan sekitar rumah masing-masing, membuat tempat sampah dan
menyepakati bersama untuk membuang sampah apda tempatnya, membuat atau
membersihkan saluran air secara bergotong royong, membersihkan pekarangan dan jalan
disekitar lingkungan dan kegiatan lainnya.

 Pemberdayaan Sektor Usaha Kecil


Usaha mikro atau usaha kecil merupakan kekuatan ekonomi kerakyatan yang
tangguh. Hal ini telah terbukti ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998, usaha kecil
mampu tetap eksis dari terpaan krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan dunia.
Begitupun realitasnya usaha menengah ke atas (makro) hanya dikuasai oleh segelintir
orang saja. Sebaliknya usaha kecil dimiliki oleh banyak masyarakat dengan berbagai jenisu
usaha baik yang ada di perkotaan maupun dipedesaan. Usaha mikro juga melibatkan
banyak tenaga kerja, karena usaha dan proses produksi ini dilakukan hampir sepenuhnya
dengan manual atau bantuan minimal teknologi mesin.
Dengan banyaknya orang yang terlibat dalam usaha kecil tersebut, berarti sejalan
dengan indikator utama pemberdayaan, yaitu melibatkan seluas-luasnya anggota
masyarakat terlibat langsung dalam pembangunan. Membangun usaha kecil berarti
membangun ekonomi masyarakat banyak atau dengan kata lain membangun ekonomi
kerakyatan.

11
Pemberdayaan usaha kecil yang utama adalah bagaimana membangun SDM yang
tangguh. Mereka perlu dibina mulai dari proses produksi hinga pasca produksi yang benar
dan efisien. Mereka perlu didorong untuk menciptakan berbagai inovasi produknya yang
memiliki daya saing. Kemampuan mendorong berpikir dan berperilaku inovatif sangat
diperlukan. Keterampilan dan kemampuan lainnya yang sangat diperlukan oleh pelaku
usaha kecil adalah aspek managerial, pengelolaan keuangan, pemasaran, kerjasama yang
saling menguntungkan. Pengusaha kecil juga perlu mendapatkan pencerahan tentang
perbankan, sehingga mereka bisa mengakses penambahan modal usaha. Untuk itu,
diperlukan kegiatan pelatihan dan pendampingan secara kontinyu. Tenaga instruktur dapat
melibatkan instansi terkait di pemerintahan, dunia usah atau masyarakat di wilayah
tersebut yang memiliki pengalaman relevan dengan usaha kecil tersebut.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Meskipun rumusan konsep pemberdayaan berbeda-beda antara ahli yang satu dengan
yang lainnya, tetapi pada intinya dapat dinyatakan bahwa pemberdayaan adalah sebagai
upaya berencana yang dirancang untuk merubah atau melakukan pembaruan pada suatu
komunitas atau masyarakat dari kondisi ketidakberdayaan menjadi berdaya dengan
menitikberatkan pada pembinaan potensi dan kemandirian masyarakat.
Schuler, Hashemi, dan Riley mengembangkan delapan indikator pemberdayaan
diantaranya:
a) Kebebasan mobilitas
b) Kemampuan membeli komiditas kecil
c) Kemampuan membeli komoditas besar
d) Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga
e) Kebebasan relatif dari dominasi keluarga
f) Kesadaran hukum dan politik
g) Keterlibatan dalam kampanye/demonstrasi
h) Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga 
Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau
matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro.

B. Saran
Pada pengorganisasian masyarakat, kuncinya adalah menempatkan masyarakat sebagai
pelaku utama. Maka diharapkan masyarakat dapat dilibatkan sejak awal kegiatan yang
memungkinkan masyarakat untuk belajar lebih banyak. Sehingga dapat terwujud masyarakat
yang berdaya atau mandiri.

13
14

Anda mungkin juga menyukai