Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL TERAPI BERMAIN MENYUSUN PUZZEL DAN MEWARNAI

Disusun Oleh :

KELOMPOK VII

Sri kurniati 70300119050


Hijriyah Febriela 70300119047
Erni Astri Yani 70300119051
Risnawati 70300119053
Nadya Wulandari 70300119054
Nurul Hidayati 70300119023

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kecemasan merupakan suatu respon dari anak yang tidak menyenangkan yang
terjadi pada setiap individu/anak yang mengalami sakit, khususnya pada anak usia 3-
4 tahun yang mengalami hospitalisasi. Hal ini disebabkan karena anak menangalami
separationanxiety atau masalah kecemasan yang disebabkan oleh perpisahan seperti
perpisahan pada lingkungan yang dirasa aman dan nyaman, perubahan fisik/status
kesehatan yang memungkinkan mereka untuk sering berhadapan dengan orang lain
yang dapat menimbulkan kecemasan dan memperparah keadaan anak selama
mengalami perawatan di rumah sakit (Sutrisno, 2017).

Anak yang dihospitalisasi seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi


dengan lingkungan sekitarnya. Anak sering kali dihadapkan dengan kondisi dimana
harus tinggal dirumah sakit untuk mengalami perawatan, kondisi ini yang
menghadapkan anak pada situasi krisis yang dapat memicu timbulnya kecemasan
yang berlebihan belum lagi dengan kondisi rumah sakit seperti tata letak ruangan,
peralatan rumah sakit, bau khas, pakaian perawat dan cara perawat berinteraksi
dengan anak (Ngastiyah, 2012). Menurut data Word Health Organisation (WHO,
2015), prevalensi anak yang mengalami hospitalisasi dan kecemasan dirumah sakit
mencapai 45% dari semua anak yang mengalami perawatan di rumah sakit.
Sedangkan, data menurut UNICEF pada tahun 2013, prevalensi anak yang
mengalami hospitalisasi sebanyak 84%. Menurut (Anxiety Disorder Assotation of
Amerika, 2010) menjelaskan kecemasan anak akan berdampak buruk terhadap
kepribadian anak dalam prestasi kedepan. Anak akan cenderung pemalu dan tidak
menonjol bahkan anak yang mengalami kecemasan akan lebih mudah terpengaruh
terhadap penyalagunaan napza.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, jumlah anak di daerah perkotaan
menurut kelompok usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia 5-12 tahun sebanyak 14,91%,
usia 13-15 tahun sekitar 9,1%, usia 16-21 tahun sebesar 8,13%. Di Indonesia
diperkirakan 35 per 1000 anak menjalani hospitalisasi. Prevalensi (angka kesakitan)
gangguan kecemasan yang terjadi pada anak saat di rumah sakit berkisar pada angka
60-80% dari populasi umum (Riskesdas, 2018).

Untuk mengatasi kecemasan anak tersebut, anak dapat diikutkan dalam terapi
bermain. Sebuah literatur review yang dilakukan oleh (Koukourikos et al., 2015),
menyimpulkan bahwa bermain dapat mengurangi emosi negatif pada anak yang
sedang dirawat di rumah sakit. Sementara itu, penelitian selanjutnya yang dilakukan
di Tamil Naidu mendukung literatur review tersebut dengan membuktikan bahwa
bermain memiliki pengaruh yang signifikan untuk mengurangi kecemasan anak
(Davidson et al., 2017). Bermain juga dapat dilakukan sebagai persiapan perawatan.
Sebelum masuk di ruang perawatan, anak diajak bermain di ruang admisi. Kegiatan
ini terbukti efektif menurunkan kecemasan pada anak di Hamadan, Iran (Sadeghian et
al., 2019).

Kegiatan bermain memiliki berbagai variasi. Salah satu kegiatan bermain yang
sesuai dengan perkembangan anak usia pra sekolah adalah kegiatan melipat kertas
atau yang biasa disebut sebagai origami. Sebuah literatur review menyebutkan bahwa
origami telah menjadi kegiatan keterampilan bagi 97% anak pra sekolah di Jepang
dan praktik ini telah dilakukan lebih dari 140 tahun (Nishida, 2019). Origami menjadi
pilihan kegiatan bagi anak pra sekolah karena pada usia ini, anak berada pada tahap
perkembangan bermain sosial dan fantasi. Kegiatan origami dapat memenuhi tugas
perkembangan fantasi pada anak (Jones, 2018). Selanjutnya, fantasi anak dapat
mendukung kreativitas anak. Penelitian (Setiawati, 2019) pada siswa PAUD di
Cimahi Tengah membuktikan bahwa origami mampu meningkatkan kemampuan
berkreasi anak. Selain itu, origami juga mampu meningkatkan kemampuan motorik
halus anak usia pra sekolah.
Oleh karenanya, terapi bermain seni melipat kertas (origami) menjadi pilihan
kegiatan bermain pada kelompok kami untuk mengurangi kecemasan anak usia 3-6
tahun yang saat ini sedang dirawat di ruang baji minas RSUD Labuang Baji
Makassar.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengurangi kecemasan pada anak selama hospitalisasi
2. Tujuan Khusus
a. Memfasilitasi anak untuk meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan
anak
b. Menciptakan atau meningkatkan hubungan yang sehat
c. Meningkatkan kreatifitas bermain
d. Meningkatkan perilaku yang baik
e. Mampu mengurangi kejenuhan selama dirawat di RS
f. Mampu beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat
di rumah sakit
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Bermain


a. Pengertian

Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa


mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi. Bermain sama dengan bekerja
pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan anak serta
merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stress pada anak, dan
penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak.
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang
mencerminkan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut.
Walaupun tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan
informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dalam
bermain anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya,
serta cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain.
b. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
1. Perkembangan Sensoris-Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk
perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi
yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk
anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu perkembangan aktivitas
motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk,
ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan
melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan,
kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar
memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal
mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin
terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah dari
hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang
nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia
sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah
tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan
keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya
kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan
bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.
Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan
merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan
mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap
orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya
menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti
teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan
etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak
positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang
tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang
ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai
moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah,
serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan
membereskan alat permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk
bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai
dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah,
permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral
dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang
tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan
mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
7. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri.
Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena
menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu,
dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan depat mengalihkan
rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan. Dengan demikian, permainan adalah media komunikasi
antar anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan
dirumah sakit. Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui
ekspresi nonverbal yang ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui
interaksi yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman kelompok
bermainnya.
c. Klasifikasi Bermain
1. Berdasarkan Isi Permainan
a) Social affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan
antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan
kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya atau orang
lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”, berbicara sambil
tersenyum dan tertawa, atau sekadar memberikan tangan pada bayi untuk
menggenggamnya, tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan
tertawa. Bayi akan mencoba berespons terhadap tingkah laku orang tuanya
misalnya dengan tersenyum, tertawa, dan mengoceh.
b) Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada
anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir, anak
akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat
dibentuknya dengan pasir . Bisa juga dengan menggunakan air anak akan
melakukan macam-macam permainan, misalnya memindah-mindahkan air ke
botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan
semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan
yang dilakukannya sehingga susah dihentikan
c) Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan
anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil
memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke
tempat yang lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan
tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang di lakukan.
Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil.
d) Games
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa
dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang
modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain.
e) Unoccupied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,
jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada
di sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan
tertentu, dan situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang digunakannya
sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan
situasi serta lingkungannya tersebut.
f) Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sebagai
orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru
orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya
yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi
percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan
ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu .
2. Berdasarkan Karakter Sosial
a) Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi,
anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan
yang sedang dilakukan temannya.
b) Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi
anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat
permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya,
tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.
c) Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain
sehingga antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama
lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.
d) Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak
lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin
permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini
adalah bermain boneka, bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.
e) Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis
ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan
mengatur dan mengarahkananggotanya untuk bertindak dalam permainan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya,
pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main
harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama,
yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan
mainnya.
d. Hospitalisasi
1. Definisi
Hospitalisasi adalah peristiwa yang umum yang terjadi pada anak dan
dapat merupakan pengalaman traumatik bagi anak-anak yakni dapat
menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan
gangguan emosi atau tingkah laku beberapa minggu atau bulan sesudah
anak keluar dari rumah sakit (Kazemi et al., 2012).
Hospitalisasi pada anak adalah suatu sindrom yang terjadi pada anak
yang dirawat di rumah sakit secara terpisah dari ibunya atau pengganti
peran ibu dalam kurun waktu yang lama. Kondisi ini ditandai dengan tidak
adanya kegairahan, tidak responsif, kurus, pucat, nafsu makan buruk, tidur
terganggu, episode demam, hilangnya kebiasaannya menghisap dan
nampak tidak bahagia. Gangguan ini dapat pulih kembali dengan anak
dalam waktu 2-3 minggu (Bastaman & Tun, 2010).
2. Reaksi Psikologis Anak Terhadap Hospitalisas
Reaksi anak terhadap hospitalisasi dimulai saat sebelum masuk rumah
sakit, selama hospitalisasi, dan setelah pulang dari rumah sakit.
Perubahan perilaku temporer dapat terjadi selama anak dirawat di rumah
sakit sampai pulang dari rumah sakit. Perubahan ini disebabkan oleh
perpisahan dari orang-orang terdekat, hilangnya kesempatan untuk
membentuk hubungan baru, dan lingkungan yang asing ( Wong et al,
2003).
Kekhawatiran yang paling sering dikeluhkan anak yang dirawat inap
adalah kecemasan karena perpisahan dari keluarga dan teman-temannya,
ketakutan terhadap orang dan lingkungan yang asing, ketidakpastian
tentang peraturan rumah sakit dan harapan, persepsi sebelum
hospitalisasi, ketakutan terjadi mutilasi anggota tubuh atau kematian,
ketakutan terhadap rasa nyeri dan ketidaknyamanan, pikiran bahwa
hospitalisasi sebagai hukuman, kehilangan kontrol emosi dan fisik,
persepsi tentang perubahan fisik, kehilangan kemandirian dan identitas,
serta takut ditolak . Hampir semua, rumah sakit adalah lingkungan asing
yang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
TERAPI BERMAIN SENI MENYUSUN PUZZEL DAN MEWARNAI

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meminimalkan dampak hospitalisasi pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengurangi kejenuhan anak pada saat menjalani perawatan.
b. Untuk meningkatkan adaptasi efektif pada anak terhadap stress karena
penyakit dan dirawat
c. Untuk meningkatkan kemampuan daya tangkap atau konsentrasi anak.
d. Untuk meningkatkan koping yang efektif untuk mempercepat
penyembuhan.
e. Untuk mengembangkan imajinasi pada anak.
B. Prinsip Bermain
1. Tidak banyak energi, singkat dan sederhana
2. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang
3. Kelompok umur sama
4. Melibatkan keluarga/orangtua
C. Waktu
Kegiatan bermain akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 17 Juli 2021
D. Tempat
Ruang Baji Minasa RSUD Labuang Baji Makassar
E. Metode
Per-individu
G. Media Dan Alat
1. Puzzle dan mewarnai
H. Peserta Bermain
1. Mahasiswa
2. Pasien anak
3. Orang tua
I. Pengorganisasian
1. Leader
Bertanggung jawab terhadap terlaksananya terapi bermain, yaitu membuka
\dan menutup kegiatan ini.
2. Co Leader
Menjelaskan pelaksanaan dan mendemonstrasikan aturan dan cara
bermain dalam terapi bermain.
3. Fasilitator
Mempersiapkan alat dan tempat permainan serta mendampingi setiap
peserta dalam terapi bermain.
4. Observer
Memfasilitasi pelaksanaan terapi bermain; mengobservasi, mengamati,
dan mencatat jalannya terapi bermain.

J. Kegiatan Permainan
No Waktu Tahap Penyaji Audiens

1. 5 Pembukaan 1.  co leader: Mendengar,


menit memperhatikan, menjawab
1. membuka dan
mengucapkan salam

2. Memperkenalkan diri

3.Memperkenalkan anak
satu persatu

4. Kontrak waktu dengan


anak

5. Mempersilahkan leader

2. 20 - Kegiatan 1.  1. Leader Menerima alat permainan


menit bermain memperkenalkan alat dan bertanya tentang
- Menyimak permainan kejelasan cara bermain
- Tanya
2.  2. Leader Menjelaskan
jawab
cara bermain

3.  3. Menjawab pertanyaan


peserta

4.  4. Memotivasi peran aktif

5.  5. Memberi pujian kepada


peserta

6. Menanyakan pada anak,


anak mau bermain atau
tidak.

7. fasilitator membagikan
permainan

8. Leader, co leader, dan


fasilitator memotivasi anak

9. observer mengobservasi
anak.

3. 5 Penutup 1.  Menanyakan perasaan 1.   Memperhatikan


menit anak terhadap
2.   Bertanya dan
permainan yang telah
mendengarkan jawaban
dilakukan

2.  Menanyakan respon orang


tua

K. Setting Tempat
Terapi bermain ini di lakukan Ruang Parawatan Anak dengan setting tempat
sebagai berikut:

Keterangan :

Pasien :

Mahasiswa :

L. Evaluasi
a. Struktur
Evaluasi Dari Persiapan ,Tempat, Kontrak Waktu Sudah Dilakukan
1. Dimulai dari leader, co leader, observer, dan fasilitator
2. Terapi bermain dilakukan di RSUD
3. Berikan waktu 20 menit untuk menyusun uno dan puzzel
b. Evaluasi Proses
1. Leader dapat memimpin jalannya permainan, dilakukan dengan tertib
dan teratur
2. Co. Leader dapat membantu tugas Leader dengan baik
3. Fasilitator dapat memfasilitasi dan memotivasi anak dalam permainan
4. 100 % anak dapat mengikuti permainan secara aktif dari awal sampai
akhir
c. Evaluasi Hasil
1. 100 % anak merasa aman dan nyaman
2. 100 % mampu mengikuti kegiatan yang dilakukan
3. 63,3 % anak dapat menyatakan perasaan senang

Daftar Pustaka
Bastaman, & Tun, K. (2010). Leksikon Istilah Kesehatan Jiwa & Psikiatrik Edisi 2.
EGC.

Davidson, B., Satchi, N., & Venkatesan, D. (2017). Effectiveness of Play Therapy
Upon Anxiety Among Hospitalised Children. International Journal of Advance
Research, Ideas and Innovations in Technology, 3(5), 441–444.

Jones, M. (2018). The Necessity of Play for Children in Health Care. Pediatric
Nursing, 6(44), 303–305.

Kazemi, S., Ghazimoghaddam, K., Besharat, S., & Kashani, L. (2012). Music and
anxiety in hospitalized children. Journal of Clinical and Diagnostic Research,
Vol 6(1), 94–96.

Koukourikos, K., Theza, L., Pantelidou, P., & Tsaloglidou. (2015). The Importance
of Play During Hospitalization of Children. Materia Socio Medica, 27(6), 438.

Ngastiyah. (2012). Perawatan Anak Sakit. EGC.

Nishida, Y. (2019). Something Old, Something New, Something Borrowed, And


Something Froebel? The Development of Origami in Early Childhood Education
in Japan. Paedagogica Historica, 55(4), 529–547.
https://doi.org/10.1080/00309230%0A.2018.1546330

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas.

Sadeghian, E., Seif, M., Aahmadi, N. H., & Khalili, A. (2019). The Effect of
Preparation for Hospitalization on School-Age Children’s Anxiety During
Admission at Hamadan Besat Educational Hospital. Avicenna Journal of
Nursing and Midwifery Care, 27(3), 149–155.
https://doi.org/10.30699/ajnmc.27%0A.3.149%0D

Setiawati, W. (2019). Increasing Creativity of Early Childhood Through Origami


Playing Activities. Jurnal Empowerment, 1(8), 81–89.
Sutrisno. (2017). Kecemasan Anak Usia Prasekolah 3-6 Tahun. Jurnal Ilmu
Kesehatan.

WHO. (2015). Centers For Disease And Control Pevention, Wordwide Prevalence
Of Hospitalisasion.

Anda mungkin juga menyukai