Anda di halaman 1dari 4

3.

Hoaks
Hoaks merupakan salah satu tindakan criminal. Dilansir dari sumber Wikipedia
didapatkan beberapa pernyataan mengenai pengertian hoaks. Diantaranya menurut
KBBI, hoaks merupakan berita bohong. Menurut Silverman (2015), hoaks merupakan
sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, namun “dijual” sebagai
kebenaran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Hoaks merupakan suatu tindakan kejahatan
yang dilakukan oleh seseorang baik melalui media atau lisan yang berisi tentang
informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan/fakta yang ada di lapangan. Walaupun
suatu informasi hoaks itu menyangkut suatu fakta tapi terkadang informasi itu seakan
dibuat menyimpang dari fakta.
Dalam kehidupan sehari-hari kita memang tidak dapat luput dari yang namanya
‘Informasi’. Salah satu akses untuk mendapatkan informasi adalah melalui teknologi.
Salah satu teknologi yang hampir dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia adalah
Handphone. Dilansir dari Kompas.com Menteri Komunikasi dan Informatika
Rudiantara menyebutkan, sedikitnya 170 juta masyarakat Indonesia memiliki minimal
satu ponsel atau setidaknya satu SIM card. Sebagai contoh nyata yaitu teman-teman
penulis dari Kelas 1D D3 Akuntansi Politeknik Negeri Bali yang berjumlah 29 orang
dan fakta mengatakan semuanya memiliki handphone baik terbitan terbaru atau
lainnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi serta kemudahan dalam penggunaannya
menjadikan media online menjadi media penyebaran berita yang sangat berpengaruh
pada masyarakat saat ini. Penyebaran berita melalui media online tidak hanya
dilakukan oleh media-media komunikasi yang sudah memiliki nama, namun saat ini
semua orang juga dapat berperan dalam penyebaran suatu informasi. Dan yang menjadi
masalah dan kekhawatiran terbesar adalah berita yang disebarkan oleh seseorang yang
tidak memiliki tanggung jawab dan dilakukan untuk kepentingan dirinya sendiri.
Belum lagi hoaks tersebut disebar oleh orang-orang yang hanya beranggapan “suka
dulu, enggak perlu betul”, dengan penyebaran yang berulang-ulang semakin
menyakinkan orang lain yang mendapatkan hoaks tersebut. Sebagai dampak terburuk
dari masalah hoaks ini adalah merenggut nyawa seseorang. Sebagai contoh kasusnya
adalah isu penculikan anak yang ramai dibincangkan belakangan ini yang membuat
para orang tua resah. Berdasarkan berita yang dilansir media online viva.co.id, di
Sumenep Madura, reaksi ini muncul dengan aksi pemukulan dan penganiayaan
terhadap tiga pengidap gangguan jiwa. Lantaran karena mempercayai bahwa ciri
penculik anak itu adalah berpura-pura gila atau seperti pengemis, akhirnya para
pengidap gangguan jiwa di daerah itu jadi korban pemukulan. Kasus serupa juga
terjadi di Sumatera Selatan, dua perempuan pengidap gangguan jiwa, Kus dan Mul,
juga menjadi korban kalapnya warga. Isu penculikan anak ini pun berbuah kematian
yang menimpa Maman Budiman (53), seorang kakek yang hendak menjenguk cucunya
di Desa Amawang Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat. Kakek ini pun meregang
nyawa setelah dihakimi warga yang mengira bahwa ia adalah penculik anak karena
membawa karung. Apalagi, dalam periode pilpres yang akan dating ini, apabila hoaks
ini makin marak akan mengakibatkan public akan terbelah menjadi kubu-kubu keras.
Bercermin dari segala yang telah dijabarkan diatas, maka kita sebagai generasi
muda mencegah dan melakukan antisipasi terhadap berita-beita hoaks yang tersebar
secara global khususnya di Indonesia. Hal yang dapat kita lakukan, antara lain :
a. Edukasi
Berdasarkan artikel di Kompas.com Komunikasi lewat Kominfo, dengan
berbagai pihak dari luar, seperti Facebook dan Google. Kerja sama dilakukan
untuk menyaring konten dan beragam informasi. Terkait regulasi,
 Peredaran informasi agar tidak "liar" dapat dilakukan sesuai koridor
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) bagi media
massa.
 Sanksi bagi penyebar informasi hoax bisa dikenakan hukuman sesuai yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Namun, kata Rudiantara, kini pemerintah fokus pada "hulu". Bukan hanya
pembatasan atau pemblokiran, melainkan lebih kepada literasi masyarakat.
Maka, kita harus memanfaatkan media edukasi yang ada untuk meminimalisir
masalah ini.
b. Perubahan pola
Pada zaman sekarang sangat banyak orang-orang yang hanya mementingkan
sebuah judul yang menarik dalam mencari berita. "Pengguna mobile phone,
ketika melihat berita lewat Twitter, Facebook, WhatsApp, hanya melihat judul
kemudian disebarkan. Selain itu, pola kebiasaan yang membaca berita secara
ringkas dan cepat hanya melalui tampilan elektronik dalam satu sumber berita
saja. Sebuah fakta karakter yang menarik dan sekaligus memprihatinkan untuk
masa depan bangsa ini. Dengan merubah pola yang seperti itu dengan pola
menggali berita tersebut lebih dalam sebelum menyetujui berdasarkan sumber-
sumber lain yang lebih mendukung berdasarkan sumber yang jelas dan aktual.
“Walaupun jarimu sudah ingin melanjutkan informasi yang kamu anggap
menarik tersebut, berpikirlah sejenak akan dampaknya dan cobalah cari
referensi lain untuk membawa bukti yang lebih akurat.” Anonymus.
c. Cek sumber

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Media Sosial, Penyebaran


"Hoax", dan Budaya
Berbagi...", https://nasional.kompas.com/read/2017/02/14/09055481/media.sosial.p
enyebaran.hoax.dan.budaya.berbagi.. 
Penulis : Nabilla Tashandra
4. Gaya Hidup Konsumtif

Suka dulu, enggak perlu betul

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Media Sosial, Penyebaran "Hoax", dan
Budaya
Berbagi...", https://nasional.kompas.com/read/2017/02/14/09055481/media.sosial.penyebaran.
hoax.dan.budaya.berbagi.. 
Penulis : Nabilla Tashandra
Dewan Pers kemudian menerapkan verifikasi media dengan memberikan QR code. Empat hal
disepakati sebagai pedoman pers, yaitu standar perusahaan pers, kompetensi wartawan,
kesejahteraan wartawan, dan perlindungan wartawan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Media Sosial, Penyebaran "Hoax", dan
Budaya
Berbagi...", https://nasional.kompas.com/read/2017/02/14/09055481/media.sosial.penyebaran.
hoax.dan.budaya.berbagi.. 
Penulis : Nabilla Tashandra

"QR code adalah kode khusus, bisa difoto dengan smartphone, foto itu akan ada data URL di
Dewan Pers. Nama media, nomor verifikasi, pemimpin redaksi, penanggung jawab, alamat
media, contact person," tutur Stanley.
sehingga bisa mengadu dengan bukti yang telah berdasarkan fakta
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Media Sosial, Penyebaran "Hoax", dan
Budaya
Berbagi...", https://nasional.kompas.com/read/2017/02/14/09055481/media.sosial.penyebaran.
hoax.dan.budaya.berbagi.. 
Penulis : Nabilla Tashandra

Pernyataan diulang ulang

Data yang dipaparkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut ada sebanyak 800
ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (hate
speech)

Anda mungkin juga menyukai