Anda di halaman 1dari 32

Journal Reading

SATU GAMBAR BERNILAI SERIBU KATA: HUBUNGAN PERLUASAN


NYERI FIBROMYALGIA DENGAN NYERI CATASTROPHIZING
DAN KONEKTIVITAS LINTAS - JARINGAN OTAK

Oleh:
Anugraheni Putri Sujiwa

Pembimbing:
dr. Suryadi, Sp.S, M.Si.Med

BAGIAN / KSM NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
2021
Satu Gambar Bernilai Seribu Kata: Hubungan Perluasan Nyeri Fibromyalgia
dengan Nyeri Catastrophizing dan Konektivitas Lintas - Jaringan Otak

ABSTRAK

Nyeri catastrophizing merupakan hal yang menonjol pada kondisi-kondisi nyeri kronis
seperti fibromyalgia dan telah disebutkan berkontribusi terhadap terbentuknya perluasan
nyeri. Meski begitu, mekanisme pada otak yang bertanggung jawab untuk hubungan ini
belum diketahui. Kami menyusun hipotesis bahwa peningkatan konektivitas jaringan
khas salience network atau SLN) saat istirahat dengan nodus-nodus dari jaringan mode
normal (default) (DMN), yang menggambarkan keterkaitan lintas-jaringan terkait nyeri
yang telah dilaporkan, akan berhubungan dengan peningkatan nyeri catastrophizing dan
perluasan nyeri ke seluruh tubuh. Kami mengaplikasikan pencitraan resonansi magnetik
fungsional (fMRI) dan gambaran nyeri digital (gambar manual pada gambar bentuk
tubuh, dianalisis dengan perangkat lunak konvensional untuk analisis fMRI multivoxel)
untuk meneliti pengukuran kuantitas akurat dari perluasan nyeri dan hubungan antara
nyeri catastrophizing (Pain Catastrophizing Scale atau Skala Nyeri Catastrophizing),
konektivitas jaringan otak saat istirahat (Analisis Dual-regression Independent
Component, fMRI akselerasi multiband 6-menit), dan perluasan nyeri pada pasien
fibromyalgia (N = 79). Pasien-pasien fibromyalgia melaporkan nyeri pada beberapa
area tubuh (paling sering daerah spinal, dari punggung bawah hingga leher), dengan
perluasan nyeri yang cukup tinggi (rerata ± SD: 26.1±24.1% dari area tubuh total), dan
skor skala nyeri catastrophizing yang tinggi (27.0 ± 21.9, rentang skala: 0-52), yang
mana berkorelasi positif (r = 0.26, P = 0.02). Analisis regresi otak berfokus pada
konektivitas SLN mengindikasikan bahwa perluasan nyeri juga berhubungan positif
dengan konektivitas SLN dengan korteks singulatum posterior, sebuah nodus kunci dari
DMN. Selain itu, kami menemukan bahwa konektivitas korteks singulatum posterior-
SLN secara statistik memediasi hubungan antara nyeri catastrophizing dan perluasan
nyeri (P = 0.01). Dapat disimpulkan, kami mengidentifikasi mekanisme otak yang
diduga mendasari hubungan antara nyeri catastrophizing yang lebih berat dan perluasan
spasial dari nyeri tubuh pada fibromyalgia, mengimplikasikan peran untuk keterkaitan
lintas-jaringan SLN-DMN otak dalam memediasi hubungan ini.

2
Kata Kunci: Fibromyalgia, Nyeri Kronis, nyeri Catastrophizing, Perluasan nyeri, Luas
nyeri, Peta nyeri tubuh, Gambaran nyeri digital, Jaringan salience, Jaringan mode awal,
Korteks singulatum posterior, Konektivitas otak saat istirahat, fMRI

3
PENDAHULUAN

Nyeri catastrophizing merupakan gangguan psikososial akibat nyeri yang terdiri dari
rasa tidak berdaya (helplessness), pesimisme, dan magnifikasi gejala dan keluhan terkait
nyeri.50 Nyeri catastrophizing sangat terlihat pada fibromyalgia20 dan telah disebutkan
berkontribusi kepada perluasan nyeri di berbagai area tubuh.15,19,43,53 Bahkan, pasien
fibromyalgia sering melaporkan nyeri di berbagai area tubuh dan bahkan nyeri seluruh
tubuh.57 Nyeri yang meluas di beberapa bagian tubuh telah dihubungkan dengan
sejumlah luas faktor dari demografis, gaya hidup, dan faktor-faktor kesehatan umum, 29
disabilitas kerja kronis,44,51 dan bahkan peningkatan risiko keganasan dan mortalitas
terkait kardiovaskuler.39 Pola tubuh dan kualitas sensorik spesifik dari nyeri klinis kerap
kali sangat heterogen dan dapat menggambarkan informasi penting mengenai
simptomatologi seseorang, yang mana terhapus pada skala nyeri 1-dimensi. 48 Akan
tetapi, pemeriksaan menyeluruh dari perluasan nyeri menggunakan teknik menggambar
nyeri digital modern masih sedikit dan dapat menjadi alat yang penting untuk
memahami bagaimana plastisitas otak maladaptif berkontribusi baik pada nyeri
catastrophizing dan perluasan nyeri pada pasien-pasien nyeri kronis.

Beberapa studi telah menghubungkan nyeri catastrophizing dengan perluasan nyeri


kronis. Pada pasien dengan osteoarthritis lutut, nyeri catastrophizing yang tinggi
berhubungan dengan peningkatan jumlah lokasi nyeri selain lutut. 19 Sama halnya, pada
nyeri punggung bawah kronis (cLBP), tingkat nyeri catastrophizing yang lebih tinggi
berhubungan dengan penyebaran nyeri yang lebih luas dan disabilitas yang lebih
tinggi.45 Studi lainnya menunjukkan bahwa nyeri yang luas (nyeri pada >7 lokasi di
tubuh) setelah kecelakaan kendaraan bermotor dapat diprediksi dengan gejala depresi
sebelum kecelakaan dan nyeri catastrophizing, namun tidak dengan faktor-faktor seperti
kecepatan berkendara, luasnya kerusakan kendaraan, atau perlepasan kantong udara
(airbag).12 Maka, faktor-faktor psikologis kerap berkontribusi pada perluasan penyakit
(meskipun tidak selalu pada seluruh gangguan nyeri 22), yang dapat berkontribusi
terhadap terbentuknya nyeri kronis mealui siklus negatif dari peningkatan kekhawatiran
terkait nyeri dan penyebaran nyeri pada bagian tubuh yang awalnya tidak nyeri.53

Pemeriksaan pencitraan otak menggunakan MRI fungsional (fMRI) telah


mengidentifikasi beberapa abnormalitas pada konektivitas jaringan fungsional saat

4
istirahat untuk nyeri kronis, termasuk fibromyalgia, kemungkinan diperantarai oleh
nyeri catastrophizing. Secara khusus, studi-studi terbaru mengindikasikan bahwa
konektivitas lintas jaringan saat istirahat antara jaringan salience (SLN) dan jaringan
mode awal (default) (DMN) menandakan beratnya nyeri.22,37,40,41 Contohnya, pada
pasien cLBP, konektivitas DMN/insula berhubungan dengan klinis intensitas nyeri,
khususnya pada pasien dengan tingkat nyeri catastrophizing yang tinggi.31 Konektivitas
insula/jaringan mode awal juga telah dihubungkan dengan perluasan nyeri, yang dinilai
dengan jumlah area tubuh yang nyeri, pada pasien-pasien nyeri kronis yang menjalani
tes auditori fungsi kognitif,4 menunjukkan bahwa baik catastrophizing dan perluasan
nyeri dapat dimediasi oleh konektivitas lintas jaringan semacam ini. Yang menarik,
baru-baru ini kami menemukan bahwa nodus DMN, khususnya korteks singulatum
posterior (PCC), terlibat dalam mengkode pikiran-pikiran nyeri catastrophizing oleh
pemicu eksternal pada fibromyalgia.35 Meskipun studi ini mendukung teori bahwa nyeri
catastrophizing mendasari hubungan antara nyeri kronis dan konektivitas antara nodus
SLN dan DMN (seperti, insula dan PCC, secara berurutan), peran dari distribusi nyeri
ke seluruh tubuh pada hubungan ini belum diketahui.

Penggambaran nyeri pada tubuh memiliki sejarah yang relatif panjang sebagai
pemeriksaan tertulis (pen-and-paper), dengan kelebihan dapat memberikan gambaran
lebih mengenai pengalaman nyeri pasien dibandingkan penilaian nyeri visual/numerik
dasar, sering kali membantu pehamaman kualitatif klinisi mengenai nyeri pasien. Baru-
baru ini, aplikasi khusus untuk tablet layar-sentuh telah dikembangkan untuk
memperoleh gambar nyeri digital, memungkinkan analisis kauntitatif dari pola spasial
rinci pada pasien, melebihi perolehan kualitatif dari gambaran individual pasien dan
berpotensi memudahkan pengukuran metrik seperti jumlah set area tubuh yang
dilaporkan mengalami nyeri.48

Di sini, kami mengaplikasikan gambaran nyeri digital dan fMRI pada pasien-pasien
fibromyalgia untuk meneliti hubungan antara nyeri catastrophizing, konektivitas
jaringan otak saat istirahat, dan perluasan nyeri. Kami menyusun hipotesis bahwa
peningkatan konektivitas SLN dengan nodus DMN (seperti, PCC) berhubungan dengan
peningkatan perluasan dan nyeri catastrophizing pada berbagai lokasi tubuh pada
fibromyalgia.

5
METODE

Peserta Studi

Kami merekrut 113 pasien wanita (rerata usia ± SD: 41.70 ± 12.39 tahun, ras: 91 Anglo-
Amerika, 9 Afrika-Amerika, 3 Asia, dan 10 lainnya/multiras), yang memenuhi kriteria
diagnosis fibromyalgia dari Kolegium Rematologi Amerika (American College of
Rheumatology),57 melalui pendaftaran Clinical Trials (clinicaltrials.partners.org),
database catatan medis fasilitas kesehatan mitra, dan rujukan dari dokter. Dari jumlah
ini, 9 pasien tidak dapat menyelesaikan prosedur studi (yaitu, akibat kontraindikasi
pencitraan resonansi magnetik [MRI], ketidaknyamanan pencitraan, dan masalah
penjadwalan), 20 pasien tidak memiliki data gambaran nyeri yang dapat digunakan
dalam periode waktu yang ditentukan (yaitu, dalam 14 hari dari kunjungan MRI), dan 2
pasien tidak melengkapi kuesioner yang diperlukan. Maka, sebanyak 82 pasien
fibromyalgia diikutkan dalam analisis data awal. Dari jumlah ini, kami
mengeksklusikan 3 peserta akibat gerakan kepala yang berlebih selama fMRI,
berdasarkan kriteria eksklusi berikut: (1) >2o rotasi kepala ke segala arah dan (2) >2 mm
kesalahan letak gambar-per-gambar (frame-by-frame),31 menggunakan parameter
gerakan yang dihitung dengan MCFLIRT (lihat “pra-pemrosesan fMRI” di bawah).
Akibatnya, sampel data yang dianalisis akhir adalah sebesar 79 peserta (Tabel 1).
Seluruh pasien melengkapi Brief Pain Inventory16 sebelum pemeriksaan (rerata skor ±
SD: berat nyeri: 5.12 ± 1.87; interferensi nyeri: 5.58 ± 2.47). Studi dilakukan di Pusat
Pencitraan Biomedis Athinoula A. Martinos, Departemen Radiologi, Rumah Sakit
Umum Massachusetts, Boston, MA. Seluruh protokol studi telah disetujui oleh Komite
Mitra Penelitian Manusia dan Rumah Sakit Massachusetts, dan seluruh peserta
memberikan persetujuan tertulis.

Kriteria inklusi adalah sebagai berikut: wanita usia 18 hingga 65 tahun (fibromyalgia
lebih dominan terjadi pada wanita, dan belum diketahui penyebabnya apakah terdapat
perbedaan antar jenis kelamin dalam biomarker nyeri untuk fibromyalgia, kami
bermaksud mengurangi potensi variabilitas dengan tidak merekrut sejumlah kecil
peserta pria dalam studi ini), memenuhi kriteria diagnosis fibromyalgia dari Kolegium
Rematologi Amerika/ACR57 selama minimal 1 tahun, mendapat dosis obat yang stabil

6
sebelum masuk dalam studi, rerata intensitas nyeri fibromyalgia minimal 4 (pada skala
0 sampai 10) dan melaporkan nyeri fibromyalgia pada minimal 50% jumlah hari pada
bulan sebelumnya, mampu memberikan persetujuan tertulis, dan lancar berbahasa
Inggris. Kriteria eksklusi adalah sebagai berikut: adanya kondisi komorbid nyeri akut
atau kronis yang dinilai lebih nyeri dibanding nyeri fibromyalgia, penggunaan obat-obat
stimulan untuk kelelahan akibat sleep apnea atau jadwal pekerjaan, gangguan psikiatri
dengan riwayat psikosis, rawat inap psikiatri dalam 6 bulan sebelum studi, adanya ide
bunuh diri, riwayat terlibat dalam penelitian terapeutik lainnya, operasi vaskuler
ekstremitas bawah atau disfungsi vaskuler ekstremitas bawah, hamil atau menyusui,
riwayat cedera kepala signifikan (misal, dengan hilang kesadaran signifikan), riwayat
gangguan cemas yang mengganggu prosedur MRI (seperti, panik), dan kontraindikasi
MRI.

Tabel 1. Demografi pasien (sampel akhir).


Rerata ± SD (rentang)
Usia 41.5 ± 12.6 (18-65)
Waktu sejak diagnosis 78.5 ± 74.1 (2-309)
(bulan)
Derajat nyeri (BPI, 0-10) 5.1 ± 1.9 (1.3-10)
Interferensi nyeri (BPI, 0-10) 5.6 ± 2.5 (1.0-10)
Ras (Jumlah)
Kaukasia 69
Afrika Amerika 3
Asia Amerika 2
Lainnya/multiras 5

Nyeri Catastrophizing

Peserta melengkapi kuesioner Skala Nyeri Catastrophizing (Pain Catastrophizing Scale


atau PCS) yang telah divalidasi,49 yang menilai kecenderungan mengaplikasikan
“’mental set’ negatif berlebih yang dialami selama rasa nyeri yang nyata atau
diantisipasi.”50 Item-item meliputi: “Saya merasa khawatir sepanjang waktu meenganai
apakah nyeri yang saya rasakan akan berakhir,” “Saya merasa tidak dapat lagi
menanggung ini semua,” “Kondisi ini sangat buruk dan Saya kira kondisi ini tidak
akan pernah membaik,” “Hal ini sangat buruk dan saya merasa kewalahan
menghadapinya,” “Saya merasa tidak dapat menanggung hal ini lebih lama lagi,”
“Saya khawatir rasa nyeri ini akan bertambah buruk,” “Saya terus memikirkan

7
kejadian nyeri lainnya,” “Saya terus menginginkan agar nyeri ini dapat hilang,”
“Saya tak bisa berhenti memikirkan hal ini,” “Saya terus memikirkan betapa nyeri
yang saya ras akan,” “Saya terus memikirkan betapa inginnya saya agar nyeri ini
dapat berhenti,” “tidak ada yang dapat saya lakukan untuk mengurangi intensitas
nyerinya,” dan “Saya berandai-andai apakah kiranya sesuatu yang serius dapat
sewaktu-waktu terjadi.” Meskipun PCS tersusun atas 3 sub-skala – perenungan, rasa tak
berdaya, dan magnifikasi, kami menghitung jumlah dari seluruh item sebagai skor total
sebab kami tidak memiliki hipotesis terpisah mengenai sub-skala tertentu. Yang
menjadi hal penting, meskipun PCS merupakan skala berbasis-trait, dibandingkan
pengukuran catastrophizing nyeri situasional,25 nyeri catastrophizing disposisional
dapat pula bergantung pada konteks tertentu dan dapat terbentuk seiring waktu
(Referensi 18 untuk diskusi kritis terbatu mengenai konsep “nyeri catastrophizing”).

Gambaran nyeri (akuisisi)

Selama kunjungan studi perilaku sebelum MRI, pasien melaporkan nyeri klinis saat itu
menggunakan perangkat lunak terbaru yang dikembangkan “Symptom Mapper”
(perangkat lunak Symptom Mapper yang digunakan dalam studi ini dikembangkan oleh
Dr. F. B dan tim dan tersedia secara gratis dengan permintaan) untuk tablet digital. 42
Nyeri dilaporkan pada lokasi di tubuh (menggambar bebas pada gambar tubuh, resolusi
1000 x 1084 pixel), kualitas nyeri (tumpul, tajam, terbakar, atau nyeri tekan), tipe
jaringan (kulit, otot, dan tulang), dan intensitas nyeri. Khususnya, untuk tiap “sensasi
nyeri,” pertama mereka diminta memilih kualitas nyeri dengan memilih deksripsi dari
sebuah daftar (yaitu, nyeri tumpul, tajam, terbakar, atau nyeri tekan), intensitas nyeri
menggunakan skala visual analog/VAS (0-10), dan tipe jaringan untuk lokasi titik fokus
kedalaman nyeri menurut pasien (kulit, otot, atau tulang). Ketika informasi ini telah
dimasukkan, pasien menggambar lokasi nyeri yang dirasakan pada sisi depan dan
belakang dari gambar tubuh. Pasien diminta untuk mewarnai tiap titik dari gambar
tubuh dimana sensasi nyeri dirasakan dan untuk menghindari mengarsir, mencentang,
atau menggunakan symbol (misal, panah). Pasien dapat “mengulangi” penandaan jika
terdapat kesalahan. Pasien dapat memasukkan sensasi nyeri sebanyak yang mereka
butuhkan untuk mengindikasikan nyeri fibromyalgia yang dirasakan secara akurat.

8
Pemrosesan dan analisis gambaran nyeri

Peta nyeri 2-dimensi dari tiap individu untuk tiap kualitas nyeri dikonversi menjadi
format gambar NIFTI dan dianalisis menggunakan alat analisis gambar yang
memungkinkan pemetaan intensitas dalam voxel atau pixel (FMRIB Software Library,
FSL, v6.0).

Analisis deskriptif dari gambaran nyeri

Untuk mengetahui distribusi spasial tubuh menyeluruh dari nyeri pada pasien, kami
menghitung frekuensi sensasi nyeri (berapa persen dari pasien yang melaporkan nyeri
dan tidak membedakan intensitasnya) pixel-per-pixel untuk seluruh tubuh. Peta
frekuensi nyeri tubuh ini dihiting secara individu untuk tiap kategori sensasi spesifik
(nyeri tumpul, nyeri tekan, terbakar, dan nyeri tajam), dan keseluruhan untuk sensasi
nyeri, tergabung antar kategori (Gambar 1).

Gambar 1. Distribusi topografis dari kualitas nyeri fibromyalgia. Peta tubuh menggambarkan persentase pasien (N = 79) yang
mengindikasikan lokasi tubuh terkait yang dirasa nyeri (pixel-per-pixel, 1000 x 1084 resolusi pixel), untuk seluruh sensasi nyeri
(A), dan untuk tiap sensasi nyeri yang terpisah (B). Gambaran nyeri dibuat secara digital menggunakan aplikasi pemetaan sensasi
nyeri pada sebuah tablet layar sentuh.

9
Kami juga menghitung keseluruhan persen peserta yang melaporkan adanya sensasi
nyeri, dan intensitas nyerinya (rerata ± SD), untuk tiap kualitas nyeri.

Keseluruhan perluasan nyeri dihitung sebagai persen dari total area tubuh yang ditandai
merasa nyeri (tanpa mementingkan kategori sensasi nyeri) dan digunakan sebagai
regressor untuk analisis konektivitas jaringan otak fungsional (lihat di bawah). Untuk
menilai hubungan antara perluasan nyeri catastrophizing, kami melakukan koefisien
Spearman-rank (sebuah uji Shapiro-Wilk mengindikasikan bahwa perluasan nyeri
menyimpang dari distribusi normal: W = 0.96, P = 0.025).

Luas dan kualitas nyeri pada berbagai area tubuh

Sebuah aspek kunci dari fibromyalgia adalah perluasan nyeri.56 Untuk mengetahui
bagaimana penyebaran nyeri dapat berbeda pada tiap area tubuh dan kualitas nyeri,
kami menggunakan lateralisasi area tubuh (region of interest atau ROI) yang telah
ditentukan sebelumnya berdasarkan Indeks Persebaran Nyeri (Widespread Pain Index
atau WPI55). Selain dari 19 area WPI, kami juga melibatkan ROI untuk wajah (di atas
rahang) dan belakang kepala, yang tidak termasuk dalam skala WPI, mengingat adanya
laporan nyeri pada area-area ini pula. Hal ini menghasilkan total 21 area tubuh, yang
mana digunakan untuk analisis deskriptif dari luas regional nyeri saja dan tidak untuk
menghitung “skor WPI” (jumlah area yang ditandai nyeri). Mencakup area-area ini dari
tiap peta tubuh pasien, kami menghitung luasnya nyeri (persen area tubuh yang ditandai
nyeri) untuk tiap jenis sensasi dan area tubuh, dan menghitung rerata kelompok. Yang
menjadi hal penting, sebuah area diikutkan dalam kalkulasi ini jika memiliki pixel yang
ditandai dirasa nyeri. Sehingga, nilai yang dihasilkan menggambarkan luasnya sensasi
nyeri pada area tubuh dan kualitas nyeri terkait, yang tidak dipengaruhi oleh perbedaan
relatif dari total sensasi nyeri dengan kualitas nyeri yang berbeda.

Lateralisasi luas spasial dari nyeri

Kami mengeksplorasi apakah luas spasial dari nyeri (persen area tubuh yang ditandai
nyeri) mengalami lateralisasi untuk tiap area tubuh. Secara spesifik, kami melakukan
analisis pengukuran berulang dari varian (dikoreksi untuk sferisitas menggunakan

10
koreksi Greenhouse-Geisser) dengan faktor-faktor “lateralisasi” (kanan dan kiri) dan
“bagian tubuh” (tungkai bawah, tungkai atas, pinggul, lengan bawah, lengan atas, bahu,
rahang, dan wajah di atas rahang). Untuk analisis ini, kami hanya memasukkan ROI
tubuh yang tidak berada di garis tengah (seperti, leher, dada, abdomen, punggung atas,
dan punggung bawah tidak dimasukkan dalam analisis ini).

Hubungan catastrophizing area tubuh tertentu dengan kualitas nyeri

Meskipun studi-studi sebelumnya telah menghubungkan nyeri catastrophizing dengan


intensitas atau derajat nyeri, penelitian ini umumnya menganggap nyeri catastrophizing
berhubungan dengan penilaian nyeri (keseluruhan) 1-dimensi. Untuk mengetahui
bagaimana nyeri catastrophizing dapat berhubungan dengan intensitas nyeri
berdasarkan pada kualitas nyeri dan lokasi tubuh, kami melakukan analisis regresi
pixel-wise seluruh tubuh, baik untuk tiap sensasi nyeri spesifik dan untuk keseluruhan
nyeri (tanpa melihat tipe sensasi), dengan nyeri catastrophizing (PCS, total skor)
sebagai regressor. Akibat jumlah yang tinggi dari nilai nol untuk tiap pixel (yaitu, yang
tidak ditandai nyeri), distribusi dari skor intensitas tiap pasien cenderung negatif. Maka
kami melakukan analisis regresi nonparametrik pixel-wise (FSL randomise tool),
menggunakan Threshold-Free Cluster Enhancement dengan optimalisasi 2D, dan
menggunakan 5000 permutasi.

Perolehan pencitraan resonansi magnetik

Data fMRI kadar oksigen darah (blood oxygen level-dependent atau BOLD) diperoleh
saat istirahat (3.0T Siemens Skyra, Siemens Medical, Erlangen, Germany, 32-channel
head coil), menggunakan pencitraan seluruh otak, simultaneous multislice, T2*-
weighted gradient echo BOLD echo-planar sekuens pulse faktor akselerasi multiband =
5, waktu repetisi = 1250 ms, waktu echo = 33 ms, flip angle = 65o, voxel size = 2 mm
isotropik, dan jumlah potongan aksial = 75 (FOV = 200 x 200 mm).
Sebuah pencitraan T1-weighted volume (multiecho MPRAGE) resolusi tinggi juga
diperoleh untuk memfasilitasi lokalisasi anatomis dan registrasi spasial dari volume
fMRI BOLD individu ke spasi standar MN125 (waktu repetisi = 2530 ms, waktu echo =

11
1.69 ms, waktu inversi = 1100 ms, flip angle = 7o, lapang pandang = 256 x 256 mm, dan
resolusi spasial = 1 mm isotropis).

Diperoleh sekuens gradien echo untuk pemetaan lapangan magentik (B 0) pada


homogenitas (waktu repetisi = 800 ms, waktu echo 1 = 5.29 ms, waktu echo 2 = 8.75
ms, flip angle = 60o, voxel size = 2 mm isotropik, dan jumlah potongan aksial = 75
(FOV = 200 x 200 mm).

Sinyal respirasi dan denyut jantung kompatibel-MRI juga diperoleh secara kontinyu
(500 Hz, MP150; Biopas Cystems) sepanjang pemeriksaan fMRI dan digunakan untuk
koreksi noise fisiologis. Data respirasi diperoleh menggunakan sistem sabuk
kompatibel-MRI yang dibangun secara in-house, berdasarkan sistem yang dirancang
oleh Binks dkk.10

Persiapan pencitraan MRI fungsional

Persiapan data fMRI individual dilakukan menggunakan alat dari FMRIB’s Software
Library (FSL, v6.0.0; www.fmrib.ox.ac.uk/fsl), Freesurfer
(http://surfer.nmr.mgh.harvard.edu), dan MATLAB (The MathWorks, Natick, MA).
Mengingat aktivitas jantung dan respirasi diketahui dapat mempengaruhi BOLD, 11,14
data fMRI tiap individu sebelumnya dikoreksi terlebih dulu untuk artefak
kardiorespirasi menggunakan algoritma koreksi pencitraan retrospektif
(RETROICOR).24 Akibat dari kualitas data kardiorespirasi yang tidak adekuat, data
fMRI untuk 5 peserta mengalami perisapan tanpa RETROICOR. Anotasi denyut
jantung dilakukan menggunakan sebuah algoritma semi-automatis (MATLAB),
sedangkan volume respirasi (per titik waktu) dihitung menggunakan algoritma otomatis
dan perangkat lunak lokal (MATLAB). Data fisiologis dilakukan re-sampel pada 40 Hz
sebelum aplikasi RETROICOR. Untuk semakin memperbaiki untuk artefak
kardiorespirasi pada sinyal fMRI BOLD, kami menggunakan fungsi respon jantung dan
respirasi untuk data jantung dan respirasi, secara berurutan, menggunakan program
konvolusi yang telah ditentukan sebelumnya,11,14 yang menghasilkan regressor yang
digunakan untuk analisis konektivitas fungsional (lihat di bawah). Pendekatan ini
ditunjukkan dapat efisien untuk menghilangkan noise kardiorespirasi tambahan setelah

12
langkah RETROICOR. Pra-pemrosesan meliputi pembuangan tiga volume fMRI
pertama, koreksi potongan-waktu, koreksi gerakan menggunakan MCFLIRT,
unwarping pencitraan echo-planar berbasis peta lapangan (FSL’s PRELUDE dan
FUGUE), dan pembuangan voxel non-otak (BET). Noise fisiologis dan terkait-alat
kemudian disaring menggunakan sinyal dari jaringan non-parenkim (aCompCor 8), yang
melengkapi algoritma RETROICOR dengan menargetkan sumber artefak tambahan
selain yang disebabkan oleh sinyal jantung dan respirasi. Secara spesifik, analisis
komponen utama dilakukan pada data yang belum melalui pra-pemrosesan, secara
terpisah pada substansia alba dan ROI cairan serebrospinal. Area-area ini ditentukan
menggunakan segmentasi probabilitas dari substansia alba dan cairan serebrospinal
pada probabilitas 90% (SPM 12, http://www.fil.ion.ucl.ac.uk/spm/) dan kemudian
dierosi dengan 1 voxel untuk meminimalkan efek volume parsial. 5 komponen teratas
di-regresi keluar dari data pra-pemrosesan. Serial waktu sinyal global tidak dimasukkan
sebagai regressor.13 Untuk tiap individu, data pra-pemrosesan dimasukkan sebagai spasi
standar (Montreal Neurological Institute, MNI125). Pertama, volume struktural tiap
individu dimasukkan dalam spasi standar MNI125 menggunakan Boundary-Based
Registration untuk transformasi fungsional ke resolusi tinggi (bbregister, Freesurfer,
v6.0.0) dan alat registrasi FSL Linier (FLIRT, 12 derajat kebebasan), 28 diikuti dengan
alat registrasi FSL non-linier1 untuk transformasi spasi-tunggal ke resolusi tinggi.
Terakhir, serial fMRI pra-pemrosesan dihaluskan secara spasial (lebar penuh dengan
maksimum paruh = 4 mm) dan filter high-pass temporal (fhigh = 0.008 Hz sebagaimana
dikomputasi oleh FSL cutoffcalc).

Analisis pencitraan MRI fungsional

Analisis Komponen Independen tingkat kelompok dilakukan untuk mengidentifikasi


jaringan saat istirahat fungsional, menggunakan alat FSL Multivariate Exploratory
Linear Optimized Decomposition into Independent Components (MELODIC7). Pertama,
seluruh data fMRI pra-pemrosesan individu digabungkan menjadi satu set data 4D.
kami kemudian melakukan MELODIC dengan batas set 25 komponen independen,
konsisten dengan beberapa studi sebelumnya yang menghasilkan estimasi terpercaya
dari konektivitas jaringan saat istirahat. 21,40 Hal ini diikuti dengan analisis dual-regresi.

13
Sebagaimana pada studi kami sebelumnya, kami menghitung korelasi spasial dengan
template yang telah ditentukan sebelumnya5 untuk identifikasi komponen fungsional
relevan yang berhubungan dengan jaringan terkait. 59 Sejalan dengan pemikiran bahwa
nyeri catastrophizing berhubungan dengan saliency berlebihan untuk sinyal yang
masuk, kami secara spesifik meneliti konektivitas fungsional dengan SLN, yang
sebelumnya telah dihubungkan dengan disfungsi nyeri kronis, dan diteorikan
berhubungan dengan perluasan nyeri. Peta komponen ini kemudian digunakan sebagai
regressor spasial untuk analisis model linier umum untuk mengestimasi dinamika
temporal yang berhubungan dengan tiap komponen independen dari tiap peserta. Serial
waktu ini kemudian digunakan sebagai regressor pada model linier umum kedua,
bersama dengan beberapa regressor pengganggu (parmeter 6 gerakan yang dihitung
dengan MCFLIRT dan fungsi kardiorespirasi yang ditentukan dengan menggabungkan
serial waktu variasi jantung dan respirasi tiap peserta dengan fungsi transfer jantung dan
respirasi11,14).

Untuk meneliti hubungan antara perluasan nyeri dan konektivitas SNL dengan area otak
tertentu, rekonstruksi peta spasial independen untuk SNL dimasukkan dalam analisis
regresi tingkat-kelompok dengan perluasan nyeri sebagai regressor, menggunakan
FMRIB’s Local Analysis of Mixed Effects (FSLFLAME1+2). Peta kelompok seluruh-
otak kemudian dikoreksi untuk perbandingan multipel menggunakan alat “klaster” FSL,
yang menggunakanteori GRF (Gaussian random field) untuk menentukan batas
minimal awal, menggunakan batas statistik pembentukan klaster voxel-wise z = 2.3, dan
batas signifikansi klaster P = 0.05.6,58

Analisis mediasi

Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa konektivitas SLN dengan area DMN
berperan dalam nyeri terpusat (kronis),2,26,41 khususnya untuk pasien yang menunjukkan
nyeri catastrophizing yang tinggi.31 Kami kemudian meneliti apakah konektivitas SLN
dengan PCC, nodus kunci DMN yang sebelumnya kami perkirakan mengkode nyeri
catastrophizing35 dan ditemukan berhubungan dengan perluasan nyeri pada studi
terbaru, secara statistik memediasi hubungan antara catastrophizing dan perluasan
nyeri. Skor PCS individu digunakan sebagai variabel independen. Konektivitas SLN

14
terhadap PCC digunakan sebagai variabel mediator. Secara spesifik, kami mengekstrak
nilai rerata Zstat tiap individu dari area PCC, menggunakan mask biner dengan voxel
signifikan secara statistik dari konektivitas SLN otak vs analisis regresi linier perluasan
nyeri, berpotongan dengan mask anatomis dari singulatum posterior (girus singulatum,
divisi posterior, probabilitas >10%, dari Atlas Struktur Korteks Harvard-Oxford).
Pendekatan ini, yang mengkombinasikan definisi anatomis dan fungsional untuk PCC,
dapat memberikan sensitivitas yang lebih baik dibandingkan dengan mask atlas
anatomis saja untuk area korteks luas. Nilai perluasan nyeri (uji normalitas Shapiro-
Wilk: W = 0.96, P = 0.02) digunakan sebagai variabel tergantung. “Mediasi” paket R
digunakan untuk analisis mediasi. Kami menguji signifikansi statistik menggunakan
pendekatan boot strapping non-parametrik (1000 iterasi, α = 0.05) dan dianggap
signifikan mediasi jika total efek indirek (a*b) signifikan secara statistik, sedangkan
efek direk yang sebelumnya signifikan (jalur c) menjadi non-signifikan setelah
mengendalikan mediator (c’).27

15
HASIL

Analisis deskriptif dari gambaran nyeri

Gambar 1 menunjukkan representasi pixel dari frekuensi penandaan nyeri antar pasien.
Lokasi paling sering untuk nyeri fibromyalgia (segala sensasi nyeri, Gambar 1A)
terletak di leher/punggung atas (74.68%) dan punggung bawah (72.15%). Pola yang
sama ditemukan untuk nyeri tumpul (leher: 53.09% dan punggung bawah: 56.79%).
Area paling sering untuk nyeri tekan adalah leher (28.40%), lengan atas kiri (24.69%),
dan bahu atas kiri (23.46%). Sensasi nyeri terbakar paling sering dilaporkan pada bahu
(16.05%), leher (14.81%), kaki (13.58%), punggung atas (13.58%), punggung bawah
(13.58%), lengan bawah (11.11%), dan paha kiri (11.11%). Nyeri tajam paling sering
didapatkan di leher (17.28%), diikuti dengan punggung bawah (16.04%), lutut
(13.58%), paha (12.34%), belakang kepala (11.11%), dan tangan (11.11%).

Tidak semua pasien melaporkan seluruh kategori sensasi nyeri. Sensasi yang paling
sering dilaporkan adalah nyeri tumpul (94.94% melaporkan sensasi nyeri tumpul,
intensitas nyeri (rerata ± SD): 58.76 ± 18.44, skala 0-100) diikuti dengan nyeri tekan
(74.68% melaporkan sensasi, intensitas nyeri: 64.23 ± 16.90), dan rasa terbakar
(54,43% melaporkan sensasi, intensitas nyeri: 60.60 ± 16.23) (Gambar 1B).

Untuk gambaran nyeri keseluruhan, tanpa memandang sensasi tertentu (seperti,


gabungan antar sensasi nyeri tumpul, terbakar, tajam, atau nyeri tekan), pasien
fibromyalgia melaporkan perluasan nyeri yang relatif tinggi, dihitung untuk tiap
individu sebagai persen dari seluruh tubuh yang ditandai nyeri (rerata ± SD: 26.95 ±
21.91% dari total area tubuh). Koefisien Spearman-rank (uji Shapiro-Wilk
mengindikasikan bahwa perluasan nyeri berdeviasi dari distribusi normal: W = 0.96, P
= 0.025) mengindikasikan korelasi positif antara perluasan nyeri (yaitu, % dari seluruh
area tubuh untuk sensasi apapun) dan nyeri catastrophizing (r = 0.26, P = 0.02).

Luas dan kualitas nyeri dalam berbagai area tubuh

Kalkulasi luas nyeri pada area tubuh individu mengindikasikan bahwa sensasi “nyeri
tumpul” memiliki cakupan area tertinggi dari seluruh sensasi nyeri (rerata persen

16
tubuh±SD: 16.62 ± 16.35), diikuti dengan sensasi “nyeri tekan” (13.29 ± 17.68),
“terbakar” (8.37 ± 11.07), dan “nyeri tajam” (5.02 ± 4.78) (Tabel 2 dan Gambar 2).

Tabel 2. Persebaran (Persen dari area total yang ditandai nyeri) berdasarkan lokasi tubuh dan sensasi nyeri (rerata (SD)).
Lokasi Seluruh Nyeri Rasa Nyeri Tenderness
tubuh sensasi tumpul terbakar tajam
Seluruh 26.95 16.62 8.37 (11.07) 5.02 (4.78) 13.29
lokasi (21.91) (16.35) (17.68)
Belakang 16.13 11.50 2.94 (9.00) 6.42 5.96 (19.25)
kepala (29.09) (24.01) (18.74)
Wajah, kiri 18.14 10.68 3.01 (15.12) 9.43 5.15 (16.85)
(30.09) (23.38) (22.21)
Wajah, kanan 15.79 9.50 (20.47) 2.39 (14.03) 7.40 5.53 (17.43)
(27.52) (19.82)
Rahang, kiri 14.48 7.87 (19.58) 5.20 (15.97) 4.75 5.14 (17.79)
(26.77) (16.16)
Rahang, 12.63 6.83 (19.57) 2.53 (11.89) 4.98 5.42 (17.19)
kanan (26.40) (18.49)
Leher 36.74 25.69 10.31 9.26 18.39
(29.89) (26.79) (19.63) (16.35) (26.83)
Bahu, kiri 44.31 27.99 16.08 6.23 22.88
(29.79) (25.90) (21.77) (12.56) (25.44)
Bahu, kanan 36.59 23.96 11.09 4.06 17.18
(29.75) (25.30) (16.61) (10.05) (24.18)
Lengan atas, 29.91 13.56 11.5 (22.85) 3.76 19.13
kiri (30.38) (20.29) (10.45) (28.53)
Lengan atas, 26.65 13.11 10.33 1.04 (2.89) 17.14
kanan (29.97) (20.79) (21.24) (28.94)
Lengan 25.92 14.78 8.67 (17.54) 5.73 14.05
bawah, kiri (27.76) (21.25) (11.23) (22.83)
Lengan 23.61 13.94 7.89 (17.52) 4.74 12.00
bawah, kanan (28.08) (22.45) (10.59) (20.89)
Punggung 46.38 32.43 16.26 5.99 21.31
atas (33.93) (30.73) (28.18) (11.31) (28.13)
Punggung 43.10 33.29 10.56 10.39 13.78
bawah (31.46) (28.67) (21.81) (18.1) (25.31)
Dada 19.41 9.13 (19.47) 5.01 (14.46) 3.24 13.16
(27.71) (10.31) (22.54)
Abdomen 13.33 8.12 (19.26) 2.29 (8.93) 1.77 (6.37) 7.66 (21.95)
(24.47)
Pinggul, kiri 28.78 21.64 7.03 (13.80) 7.64 13.64
(30.18) (27.01) (12.90) (23.48)
Pinggul, 26.24 19.10 5.05 (14.23) 5.67 11.93
kanan (29.37) (26.30) (11.88) (20.96)
Tungkai atas, 23.64 14.01 7.50 (15.53) 5.08 (8.75) 11.21
kiri (25.93) (20.39) (22.44)
Tungkai atas, 21.83 14.18 5.51 (13.37) 3.07 (6.27) 10.28
kanan (26.39) (21.14) (21.68)

17
Tungkai 27.05 14.53 10.77 5.65 (9.31) 13.12
bawah, kiri (26.77) (19.34) (18.14) (21.81)
Tungkai 26.18 15.12 9.03 (17.18) 4.71 (8.74) 12.75
bawah, kanan (25.96) (20.41) (21.08)

Karena area tubuh berbeda dalam hal usia, dimungkinkan bahwa perbedaan pada luas
nyeri dalam area antar area tubuh yang berbeda dapat dipengaruhi oleh ukuran area
(misal, area yang lebih sempit memiliki cakupan yang relatif luas). Yang menjadi hal
penting, kami tidak menemukan adanya korelasi antara luas nyeri dan ukuran area tubuh
antar area tubuh yang berbeda (r = 0.08, P = 0.48).

Lateralitas luas spasial dari nyeri

Analisis pengukuran berulang dari varian dengan faktor “lateralisasi” dan “bagian
tubuh” menandakan efek utama signifikan dari lateralitas, dimana luas spasial dari nyeri
(persen area yang ditandai nyeri) secara keseluruhan lebih tinggi pada sisi kiri dari
tubuh (F(1,78) = 14.56, P < 0.001) dan interaksi istilah lateralisasi bagian tubuh yang
lebih lemah, namun signifikan secara statistik (F(4.69, 365.50) = 2.46, P = 0.036), yang
dapat didorong oleh perbedaan lateralisasi yang lebih tinggi untuk bahu.

18
Gambar 2. Luas nyeri dalam area tubuh. Peta tubuh menunjukkan rerata luas nyeri (% pixel dalam tiap area yang ditandai nyeri),
untuk area tubuh dan tipe sensasi yang berbeda.

Hubungan catastrophizing area tubuh tertentu dengan kualitas nyeri

Analisis regresi non parametrik pixel-wise mengindikasikan bahwa nyeri


catastrophizing (total skor PCS) berkorelasi positif dengan intensitas nyeri tanpa
melihat jenis sensasi di punggung bawah, leher/punggung atas, bahu/lengan atas, paha,
dan tungkai (Gambar 3A). Untuk tiap sensasi nyeri, nyeri catastrophizing berkorelasi
positif dengan nyeri tumpul di punggung bawah, leher, dan bahu dengan nyeri tajam
dan terbakar pada kaki (Gambar 3B). Selain itu, nyeri catastrophizing berhubungan
secara negatif dengan nyeri terbakar dan tajam di punggung dan wajah dan dengan nyeri
tajam di belakang kepala. Meskipun nyeri catastrophizing tidak berhubungan kuat
dengan nyeri tekan, terdapat korelasi negatif antara nyeri catastrophizing dan nyeri
tekan di perut bagian atas.

Gambar 3. Hubungan antara catastrophizing nyeri dan intensitas nyeri kronis di seluruh tubuh. (A) Analisis regresi seluruh tubuh
pixel-wise mengenai intensitas nyeri tanpa memandang jenis sensasi (sensasi nyeri apapun) mengindikasikan bahwa catastrophizing
nyeri berhubungan secara signifikan dengan intensitas nyeri di leher/punggung atas, punggung bawah, bahu/lengan atas, paha, dan
tungkai. (B) Analisis regresi terpisah untuk tiap jenis sensasi mengindikasikan pola yang berbeda untuk sensasi nyeri yang berbeda.
Meskipun catastrophizing nyeri berhubungan secara positif dengan nyeri tumpul pada punggung bawah, hal tersebut berhubungan
negatif dengan nyeri terbakar punggung bawah. Selain itu, catastrophizing nyeri berhubungan secara positif dengan nyeri terbakar
dan tajam di tungkai, sedangkan tidak terdapat hubungan yang kuat dengan nyeri tumpul di kaki. Intensitas tenderness tidak
menunjukkan hubungan yang kuat dengan catastrophizing nyeri.

Sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 3B (panel kiri), PCS menunjukkan korelasi


terbalik dengan nyeri tumpul (r = 0.43) dan nyeri terbakar (r = -0.34) di punggung
bawah, meskipun tidak seluruh peserta melaporkan nyeri tumpul maupun terbakar di

19
punggung bawah. Dalam sebuah analisis alternatif dengan nilai non-nol untuk nyeri
punggung bawah dieksklusikan, korelasi ini tetap konsisten dengan statistik original
dan, bahkan, menunjukkan hubungan yang lebih kuat (nyeri tumpul: r = 0.50 dan nyeri
terbakar: r = -0.74).

Hubungan antara perluasan nyeri dan konektivitas jaringan salience

Analisis regresi pada keseluruhan otak (whole-brain) mengindikasikan bahwa perluasan


nyeri berhubungan dengan konektivitas SLN terhadap PCC (voxel puncak [MNI152, x
y z] = 12-52 40 mm), sebuah nodus kunci dari DMN, selain korteks prefrontal
dorsolateral (dlPFC, voxel puncak, hemisfer kanan [MIN152, x y z] = 42 30 40 mm;
hemisfer kiri = -32 25 42 mm), korteks somatosensorik primer kiri (S1, voxel puncak
[MNI152, x y z] -44 -38 40 mm), dan insula anterior (aINS, voxel puncak [MNI152, x y
z] -32 6 -10) (Gambar 4 dan Tabel 3). Tidak terdapat voxel yang menunjukkan korelasi
negatif signifikan dengan perluasan nyeri.

Gambar 4. Hubungan antara konektivitas jaringan salience dan persebaran nyeri. Analisis regresi otak (whole-brain) menunjukkan
bahwa persebaran nyeri kronis (persen peta tubuh digital yang dirasa nyeri) berkorelasi secara signifikan dengan konektivitas SLN
dengan PCC dextra, dlPFC bilateral, dan S1 dekstra. Panel kiri bawah mengilustrasikan hubungan antara persebaran seluruh tubuh
dan konektivitas SLN dengan PCC (rerata skor Zstat yang diekstrak dari mask biner yang berkorespondensi terhadap klaster PCC
signifikan). Selain itu, konektivitas SLN-PCC berkorelasi positif dengan catastrophizing nyeri (panel kanan bawah). Koordinat
XYZ mengacu pada spasi standar MNI152.

Tabel 3. Analisis regresi otak (whole-brain) dengan persebaran seluruh tubuh.


Sisi Ukuran Koordinat (MNI 152) Z-stat
(voxel) puncak

20
X Y Z
PCC R 297 12 -52 40 4.54
S1 L 276 -44 -38 40 4.36
aINS R 231 32 6 -10 3.84
dlPFC R 218 42 30 40 4.02
dlPFC L 167 -32 26 42 4.54

Mediasi dari hubungan antar catastrophizing dan perluasan nyeri oleh


konektivitas korteks singulatum posterior jaringan salience

Terdapat hubungan linier direk signifikan antara PCS dan perluasan nyeri (koefisien
path c [SEM: 0.46 [0.20], t = 2.26, P = 0.026, Gambar 5A), yang menjadi non
signifikan ketika mengontrol untuk konektivitas SLN-PCC (path c’: 0.25 [0.19], t =
1.36, P = 0.179, Gambar 5B). Terdapat hubungan linier direk signifikan antara PCS dan
konektivitas SLN-PCC (path a: 0.02 [0.01], t = 2.15, P = 0.034) dan antara konektivitas
SLN-PCC dan perluasan nyeri (path b: 10.47 [2.02], t = 5.20, P < 0.001). Analisis
mediasi bootstrapped mengindikasikan efek signifikan dari jalur indirek (koefisien a*b
= 0.21, P = 0.01, interval kepercayaan [CI] = 0.05-0.39), menunjukkan bahwa
konektivitas SLN-PCC secara statistik memediasi hubungan antara catastrophizing
nyeri (skor PCS) dan perluasan nyeri (% dari area total tubuh yang dilaporkan) (Gambar
5).

21
Gambar 5. Konektivitas PCC_jaringan salience memediasi hubungan antara catastrophizing dan persebaran nyeri. (A)
Catastrophizing nyeri menunjukkan hubungan linier direk dengan persebaran nyeri (persen peta tubuh digital yang ditandai nyeri).
(B) Analisis mediasi menunjukkan efek yang signifikan secara statistik dari jalur indirek (estimasi koefisien untuk jalur a*b
ditunjukkan dengan interval kepercayaan 95% dalam tanda kurung), mengindikasikan bahwa konektivitas SLN-PCC saat istirahat
secara statistik memediasi hubungan antara catastrophizing nyeri dan persebaran nyeri. Koefisien untuk untuk jalur direk a, b, c dan
c’ dilaporkan dengan SEM dalam tanda kurung.

Untuk mengetahui kemungkinan bahwa keseluruhan intensitas nyeri dipengaruhi oleh


mediasi ini, kami melakukan model mediasi alternatif tambahan, dengan variabel PCS
(variabel bebas), konektivitas SLN-PCC (mediator, dan perluasan nyeri (variabel
terikat), sebagaimana di atas, namun dengan “rerata intensitas nyeri” (di seluruh tubuh)
sebagai ko-variat. Hasilnya menunjukkan efek signifikan dari jalur indirek (a*b = 0.16,
P = 0.014, interval kepercayaan = 0.03-0.33), sama dengan mediasi original, sehingga
tidak mengindikasikan bahwa mediasi didorong oleh keseluruhan intensitas nyeri.

PEMBAHASAN

Dalam studi ini, kami mengumpulkan gambaran nyeri digital dalam kombinasi dengan
penilaian MRI fungsional saat istirahat untuk mengetahui hubungan antara perluasan
nyeri, catastrophizing, dan konektivitas jaringan otak fungsional pada pasien yang
mengalami fibromyalgia. Kami menemukan bahwa catastrophizing nyeri berhubungan
dengan peningkatan perluasan nyeri (yaitu, jumlah pixel yang terdapat dalam gambaran
nyeri). Khususnya, nyeri catastrophizing berkorelasi positif dengan nyeri tumpul di
punggung bawah, leher, dan bahu namun berhubungan secara negatif dengan nyeri
terbakar dan tajam di punggung dan wajah. Selain itu, perluasan nyeri juga berhubungan
dengan peningkatan konektivitas SLN otak terhadap PCC, nodus kunci dari DMN.
Bahkan, kami menemukan bahwa kekuatan konektivitas SLN-PCC secara statistik
memediasi hubungan antara perluasan dan nyeri catastrophizing.

Penggunaan gambaran nyeri digital telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Gambaran dari pasien memberikan informasi unik mengenai parameter klinis yang
bermakna, seperti lokasi tepat dan luas dari nyeri, yang tidak ditangkap secara akurat
oleh penilaian nyeri 1-dimensi.48 Hal ini juga memungkinkan pasien untuk
menggambarkan pola spasial dari nyeri yang dirasakan secara lebih detail dibandingkan
indeks perantara dari perluasan nyeri, seperti jumlah area utama tubuh yang dirasa
nyeri.55 Meskipun telah terdapat kemajuan teknologi baru dalam menggunakan
gambaran nyeri digital untuk luaran yang lebih canggih seperti area/perluasan nyeri,

22
klaster nyeri, keterlibatan segmental, dan kumpulan pengukuran metrik yang
mengkombinasikan informasi spasial dan intensitas, 48 aplikasi dari teknik ini dalam
kombinasi dengan pencitraan neurologi untuk menilai mekanisme otak potensial yang
mendukung aspek-aspek mengenai pengalaman nyeri ini masih terbatas. Informasi
semacam ini dapat menjadi kunci untuk memahami kondisi nyeri kronis seperti
fibromyalgia, yang mana parameter-parameter nyeri ini dapat sangat beragam antar
pasien.15 Di sini, kami menggunakan analisis berbasis pixel menggunakan perangkat
lunak konvensional untuk menganalisis data fMRI multi-voxel (FSL) untuk menilai
topografi individu dan luas spasial dari lokus nyeri. Membandingkan kategori sensasi
nyeri yang berbeda, kami menemukan bahwa sensasi nyeri tumpul adalah yang paling
sering dilaporkan, diikuti oleh nyeri tekan, nyeri tajam, dan sensasi terbakar. Untuk
sensasi nyeri tumpul, peta frekuensi nyeri menunjukkan klaster yang menonjol di
punggung bawah, punggung atas, leher, bahu, dan lutut, sama halnya dengan laporan
lain mengenai sifat nyeri fibromyalgia.34 Pola ini juga didapatkan pada nyeri tajam,
sedangkan nyeri tekan dan sensasi terbakar lebih jarang ditemui pada pasien. Diketahui,
nyeri punggung dan leher lebih menonjol pada seluruh kategori nyeri.

Nyeri catastrophizing sering ditemukan pada pasien dengan nyeri kronis luas dan
merupakan faktor risiko kunci untuk peningkatan derajat nyeri, komorbid depresi,
perluasan lebih dari nyeri, dan gangguan kesehatan mental. 20 Bahkan, sebuah meta-
analisis terbaru mengidentifikasi catastrophizing nyeri saat pra-operasi sebagai
prediktor terkuat untuk nyeri menetap (>3 bulan) setelah operasi penggantian lutut. 36
Data gambaran nyeri digital kami menunjukkan perbedaan antar area tubuh dalam hal
bagaimana catastrophizing berhubungan dengan intensitas nyeri. Secara khusus, nyeri
catastrophizing berbanding terbalik dengan nyeri tumpul dan terbakar pada punggung
bawah. Pasien-pasien dengan skor nyeri catastrophizing yang tertinggi melaporkan
intensitas nyeri yang lebih tinggi, namun intensitas rasa terbakar yang lebih rendah, di
punggung bawah. Yang menarik, sensasi terbakar berhubungan dengan nyeri neuropati,
sedangkan nyeri tumpul merupakan sensasi nyeri fungsional yang lebih non spesifik, 17
yang menimbulkan kemungkinan bahwa sindrom nyeri neuropati yang tumpang tindih
pada fibromyalgia yang mempengaruhi punggung (seperti, nyeri punggung bawah
radikuler) dapat menyebabkan penurunan sensitivitas terhadap nyeri catastrophizing
bagi beberapa pasien yang terkena. Di sisi lain, rasa terbakar merupakan salah satu

23
kualitas nyeri yang paling jarang dilaporkan; sehingga, hubungan terbalik antara rasa
terbakar dan nyeri catastrophizing di punggung bawah dapat dipicu oleh sejumlah kecil
pasien sebab banyak pasien yang tidak melaporkan sensasi terbakar. Selain itu,
beberapa sensasi dapat secara refleksif berhubungan dengan area tubuh tertentu, seperti
“nyeri tumpul” untuk punggung bawah, “nyeri tajam” di tungkai, dan “nyeri berdenyut”
di kepala. Pada akhirnya, studi-studi ke depan perlu mereplikasi temuan ini dalam
kohort pasien baru sebelum hubungan terbalik yang dilaporkan dalam studi kami
dipertimbangkan untuk spekulasi lebih lanjut.

Amplifikasi konektivitas lintas-jaringan otak saat istirahat atau penurunan antikorelasi


antara nodus kunci dari SLN dan DMN merupakan karakteristik nyeri kronis yang dapat
dimunculkan.2,26,31,41 Studi-studi terbaru telah menunjukkan bahwa konektivitas 32 dan
aktivitas3,35 DMN yang terganggu pada nyeri kronis dapat menggambarkan proses
kognitif dan afektif self-referential seperti perenungan rasa nyeri dan catastrophizing
dan hal tersebut meningkatkan konektivitas SLN dengan PCC, nodus kunci DMN,
mendasari derajat nyeri kronis subjektif dibanding gangguan fisik.26 Menggunakan
induksi eksperimental dari mood depresi, PCC teraktivasi pada sekelompok individu
sehat sebagai respons terhadap nyeri yang dipicu ketika membaca pernyataan yang
berhubungan dengan catastrophizing.9 Diketahui, sebuah studi terbaru mengaplikasikan
dukungan mesin vector untuk mengklasifikasikan pasien fibromyalgia dari kontrol sehat
berdasarkan respons fMRI terhadap nyeri yang terpicu dan stimulus multi sensorik non
nyeri dan menemukan bahwa aktivasi PCC saat stimulus multisensorik berkontribusi
kuat terjadap klasifikasi, sedangkan respons PCC terhadap stimulus nyeri bukan
merupakan prediktor signifikan.38 Hal ini konsisten dengan pemahaman bahwa,
dibandingkan dengan PCC memiliki peran langsung dalam pemrosesan nosiseptif, PCC
dapat memiliki peran yang lebih tinggi pada nyeri kronis, mendasari proses kognitif
seperti kognitif dan catastrophizing self-referential. Kelompok kami menemukan bahwa
pasien cLBP, relatif terhadap kontrol sehat, menunjukkan peningkatan konektivitas
SLN dengan PCC setelah eksaserbasi nyeri punggung.31 Diketahui, dalam sebuah sub-
kelompok pasien dengan skor nyeri catastrophizing tertinggi, peningkatan konektivitas
DMN-aINS yang dipicu oleh eksaserbasi nyeri, berhubungan dengan perburukan nyeri
punggung bawah. Selain itu, dalam studi terbaru lainnya, pasien fibromyalgia, relatif
terhadap kontrol sehat, PCC yang teraktivasi ketika melakukan refleksi terhadap

24
pernyataan terkait nyeri catastrophizing, dengan aktivasi PCC yang lebih tinggi
berhubungan dengan penilaian pribadi yang lebih aplikatif terhadap pernyataan nyeri
catastrophizing.35 Dalam studi ini, kami menemukan bahwa konektivitas SLN-PCC
berhubungan secara positif dengan nyeri catastrophizing dan persebaran ke seluruh
tubuh dari nyeri fibromyalgia. Yang menarik, peningkatan konektivitas saat istirahat
antara nodus kunci dari SLN dan DMN telah sebelumnya dihubungkan dengan
perluasan nyeri pada arthritis rheumatoid,4 semakin menunjukkan adanya keterikatan
nauropatofisiologi. Dalam studi kami, hubungan antara nyeri catastrophizing dan
perluasan ke seluruh tubuh secara statistik dimediasi oleh konektivitas SLN-PCC,
menunjukkan mekanisme otak potensial untuk bagaimana nyeri catastrophizing dapat
menimbulkan penyebaran nyeri klinis yang lebih besar pada fibromyalgia. Temuan ini
dapat berkontribusi terhadap peningkatan pemahaman mekanis mengenai bagaimana
proses sensori dan psikologis berinteraksi selama terbentuknya nyeri kronis, yang pada
akhirnya akan membantu perkembangan pendekatan terapeutik baru.

Kami juga menemukan bahwa perluasan nyeri berkorelasi dengan konektivitas SLN
saat istirahat ke area otak lainnya – seperti S1 dan dlPFC. Konektivitas S1 ke insula
anterior, pusat kunci dari SLN, telah dilaporkan dengan spesifisitas somatotopic untuk
nyeri dari fibromyalgia30 dan berhubungan dengan nyeri klinis pada cLBP.31 Hasil ini
menunjukkan bahwa konektivitas SLN/S1 mendukung saliency dan perhatian terpusat
pada intensitas nyeri spesifik-regional dan perluasan nyeri yang lebih umum. Selain itu,
studi terbaru pada pasien dengan nyeri pelvis kronis melaporkan bahwa pasien dengan
nyeri yang luas, relatif terhadap nyeri yang lebih lokal, menunjukkan peningkatan
konektivitas SLN dengan S1, selain peningkatan volume substansia grisea pada area
sensorik primer ini.33 Selanjutnya, dlPDFC merupakan area yang beragam secara
fungsional, dengan sub-area yang berbeda menyusun nodus pusat dari jaringan SLN,
DMN, dan kontrol frontoparietal (atau kontrol eksekutif/atensi).60 Pada studi kami,
koordinasi puncak untuk korelasi dengan perluasan nyeri berada dalam batas dari
jaringan kontrol frontoparietal. dlPFC umumnya teraktivasi sebagai respon dari nyeri
yang dipicu47 dan ditunjukkan memiliki peran penting dalam penurunan regulasi
endogen dari nyeri.54 Yang menarik, area dari jaringan SLN dan kontrol frontoparietal
sering aktif bersamaan (ko-aktif) sebagai susunan gugus tugas yang tersusun untuk
banyak tugas-tugas eksperimental, seperti memori.46 Studi kami menunjukkan bahwa

25
perluasan nyeri yang lebih besar berhubungan dengan konektivitas SLN yang
terdistribusi lebih luas, melibatkan nodus-nodus yang berhubungan erat dengan jaringan
kontrol frontoparietal.

Satu keterbatasan dari studi kami adalah kurangnya kelompok kontrol non fibromyalgia,
yang membatasi inferensi mengenai apakah temuan ini dapat digeneralisasi kepada
kondisi nyeri kronis lainnya. Selain itu, studi-studi lanjutan perlu melibatkan pria
dengan fibromyalgia untuk menguraikan kemungkinan perbedaan antar jenis
kelamin/gender. Keterbatasan penting lainnya, meskipun kami menemukan bahwa
konektivitas SLN-PCC secara statistik memediasi hubungan antara nyeri
catastrophizing dan perluasan nyeri, sifat belah lintang dari penelitian ini membatas
inferensi mengenai hubungan kausal. Satu kemungkinan adalah bahwa peningkatan
konektivitas SLN-PCC memediasi efek dimana peningkatan perluasan nyeri
memperberat nyeri catastrophizing, atau bahwa mereka berinteraksi dalam sebuah
siklus yang saling menguatkan, konsisten dengan hubungan resiprokal antara rasa
takut/ansietas, penghindaran, dan perluasan nyeri ke lokasi tubuh yang sebelumnya
tidak nyeri, analog terhadap pemahaman sinyal sensoris yang sebelumnya tidak nyeri
sebagai rasa nyeri, sebagaimana digambarkan oleh model penghindaran nyeri dari nyeri
kronis.53 Studi-studi klinis longitudinal selanjutnya, atau model eksperimental yang
memungkinkan inferensi kausal, dapat memberi lebih banyak pencerahan pada
dinamika antara konektivitas otak intrinsik, nyeri catastrophizing, dan perluasan nyeri
pada fibromyalgia. Secara spesifik, studi semacam itu dapat menemukan apakah
keterkaitan SLN, yang mendukung pemrosesan stimulus salience, dengan nodus DMN
seperti PCC, merupakan pendorong atau sebuah konsekuensi dari perkembangan ini.
Selain itu, kontribusi dari jaringan selain SLN perlu diteliti lebih lanjut pula. Terakhir,
template peta tubuh yang digunakan dalam studi ini dapat diinterpretasikan sebagai
maskulin, yang berkebalikan dengan sampel wanita seluruhnya. Studi lanjutan perlu
dilakukan untuk mengaplikasikan bentuk tubuh yang menyerupai sampel studi semirip
mungkin sesuai usia, jenis kelamin, dan BMI.

Dapat disimpulkan, kami mengidentifikasi proses dalam otak yang mungkin mendasari
hubungan antara nyeri catastrophizing yang lebih besar dan persebaran nyeri yang lebih
luas pada fibromyalgia. Studi kami semakin menggambarkan peran spesifik untuk

26
lintas-konektivitas SLN-DMN otak intrinsik dalam memediasi dimensi sensorik dan
afektif-kognitif dari pengalaman nyeri klinis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Andersson J, Jenkinson M, Smith S. Non-linear registration, aka spatial


normalisation, FMRIB technical report TR07JA2. 2010.
2. Baliki MN, Baria AT, Apkarian AV. The cortical rhythms of chronic back pain. J
Neurosci 2011;31:13981–90.
3. Baliki MN, Geha PY, Apkarian AV, Chialvo DR. Beyond feeling: chronic pain
hurts the brain, disrupting the default-mode network dynamics. J Neurosci
2008;28:1398–403.
4. Basu N, Kaplan CM, Ichesco E, Larkin T, Harris RE, Murray A, Waiter G, Clauw
DJ. Neurobiologic features of fibromyalgia are also present among rheumatoid
arthritis patients. Arthritis Rheumatol 2018;70:1000–7.
5. Beckmann CF, DeLuca M, Devlin JT, Smith SM. Investigations into resting-state
connectivity using independent component analysis. Philos T Roy Soc B
2005;360:1001–13.
6. Beckmann CF, Jenkinson M, Smith SM. General multilevel linear modeling for
group analysis in FMRI. NeuroImage 2003;20:1052–63.
7. Beckmann CF, Smith SM. Probabilistic independent component analysis for
functional magnetic resonance imaging. IEEE Trans Med Imag 2004; 23:137–52.
8. Behzadi Y, Restom K, Liau J, Liu TT. A component based noise correction method
(CompCor) for BOLD and perfusion based fMRI. NeuroImage 2007;37:90–101.
9. Berna C, Leknes S, Holmes EA, Edwards RR, Goodwin GM, Tracey I. Induction of
depressed mood disrupts emotion regulation neurocircuitry and enhances pain
unpleasantness. Biol Psychiatry 2010;67:1083–90.
10. Binks AP, Banzett RB, Duvivier C. An inexpensive, MRI compatible device to
measure tidal volume from chest-wall circumference. Physiol Meas 2007;28:149–
59.

27
11. Birn RM, Smith MA, Jones TB, Bandettini PA. The respiration response function:
the temporal dynamics of fMRI signal fluctuations related to changes in respiration.
Neuroimage 2008;40:644–54.
12. Bortsov AV, Platts-Mills TF, Peak DA, Jones JS, Swor RA, Domeier RM, Lee DC,
Rathlev NK, Hendry PL, Fillingim RB, McLean SA. Pain distribution and
predictors of widespread pain in the immediate aftermath of motor vehicle
collision: widespread pain after motor vehicle collision. EJP 2013;17:1243–51.
13. Chai XJ, Castan˜ on AN, ´ Ong ¨ ¨ ur D, Whitfield-Gabrieli S. Anticorrelations in
resting state networks without global signal regression. NeuroImage 2012;59:1420–
8.
14. Chang C, Cunningham JP, Glover GH. Influence of heart rate on the BOLD signal:
the cardiac response function. Neuroimage 2009;44: 857–69.
15. Clauw DJ. Fibromyalgia: a clinical review. JAMA 2014;311:1547.
16. Cleeland CS, Ryan KM. Pain assessment: global use of the Brief pain inventory.
Ann Acad Med Singap 1994;23:129–38.
17. Colloca L, Ludman T, Bouhassira D, Baron R, Dickenson AH, Yarnitsky D,
Freeman R, Truini A, Attal N, Finnerup NB, Eccleston C, Kalso E, Bennett DL,
Dworkin RH, Raja SN. Neuropathic pain. Nat Rev Dis Primers 2017;3: 1–19.
18. Crombez G, Paepe ALD, Veirman E, Eccleston C, Verleysen G, Ryckeghem
DMLV. Let’s talk about pain catastrophizing measures: an item content analysis.
PeerJ 2020;8:e8643.
19. Dave AJ, Selzer F, Losina E, Klara KM, Collins JE, Usiskin I, Band P, Dalury DF,
Iorio R, Kindsfater K, Katz JN. Is there an association between whole-body pain
with osteoarthritis-related knee pain, pain catastrophizing, and mental health? Clin
Orthop Relat Res 2015;473: 3894–902.
20. Edwards RR, Cahalan C, Mensing G, Smith M, Haythornthwaite JA. Pain,
catastrophizing, and depression in the rheumatic diseases. Nat Rev Rheumatol
2011;7:216–24.
21. Ellingsen D-M, Garcia RG, Lee J, Lin RL, Kim J, Thurler AH, Castel S, Dimisko
L, Rosen BR, Hadjikhani N, Kuo B, Napadow V. Cyclic Vomiting Syndrome is
characterized by altered functional brain connectivity of the insular cortex: a cross-

28
comparison with migraine and healthy adults. Neurogastroenterol Motil
2017;29:e13004.
22. Falla D, Peolsson A, Peterson G, Ludvigsson ML, Soldini E, Schneebeli A,
Barbero M. Perceived pain extent is associated with disability, depression and self-
efficacy in individuals with whiplash-associated disorders. Eur J Pain
2016;20:1490–501.
23. Galambos A, Szab ´o E, Nagy Z, Edes AE, Kocsel N, Juh ´ ´ asz G, K ¨ok ¨onyei G.
A systematic review of structural and functional MRI studies on pain
catastrophizing. J Pain Res 2019;12:1155–78.
24. Glover GH, Li TQ, Ress D. Image-based method for retrospective correction of
physiological motion effects in fMRI: RETROICOR. Magn Reson Med
2000;44:162–7.
25. Grosen K, Drewes AM, Pilegaard HK, Pfeiffer-Jensen M, Brock B, Vase L.
Situational but not dispositional pain catastrophizing correlates with early
postoperative pain in pain-free patients before surgery. J Pain 2016;17: 549–60.
26. Hemington KS, Wu Q, Kucyi A, Inman RD, Davis KD. Abnormal crossnetwork
functional connectivity in chronic pain and its association with clinical symptoms.
Brain Struct Funct 2016;221:4203–19.
27. Imai K, Keele L, Tingley D. A general approach to causal mediation analysis.
Psychol Methods 2010;15:309–34.
28. Jenkinson M, Bannister P, Brady M, Smith S. Improved optimization for the robust
and accurate linear registration and motion correction of brain images. Neuroimage
2002;17:825–41.
29. Kamaleri Y, Natvig B, Ihlebaek CM, Benth JS, Bruusgaard D. Number of pain sites
is associated with demographic, lifestyle, and health-related factors in the general
population. Eur J Pain 2008;12:742–8.
30. Kim J, Loggia ML, Cahalan CM, Harris RE, Beissner F, Garcia RG, Kim H,
Barbieri R, Wasan AD, Edwards RR, Napadow V. The somatosensory link in
fibromyalgia: functional connectivity of the primary somatosensory cortex is
altered by sustained pain and is associated with clinical/ autonomic dysfunction.
Arthritis Rheumatol 2015;67:1395–405.

29
31. Kim J, Mawla I, Kong J, Lee J, Gerber J, Ortiz A, Kim H, Chan S-T, Loggia ML,
Wasan AD, Edwards RR, Gollub RL, Rosen BR, Napadow V. Somatotopically
specific primary somatosensory connectivity to salience and default mode networks
encodes clinical pain. PAIN 2019;160: 1594–605.
32. Kucyi A, Moayedi M, Weissman-Fogel I, Goldberg MB, Freeman BV, Tenenbaum
HC, Davis KD. Enhanced medial prefrontal-default mode network functional
connectivity in chronic pain and its association with pain rumination. J Neurosci
2014;34:3969–75.
33. Kutch JJ, Ichesco E, Hampson JP, Labus JS, Farmer MA, Martucci KT, Ness TJ,
Deutsch G, Apkarian AV, Mackey SC, Klumpp DJ, Schaeffer AJ, Rodriguez LV,
Kreder KJ, Buchwald D, Andriole GL, Lai HH, Mullins C, Kusek JW, Landis JR,
Mayer EA, Clemens JQ, Clauw DJ, Harris RE. Brain signature and functional
impact of centralized pain: a multidisciplinary approach to the study of chronic
pelvic pain (MAPP) network study. PAIN 2017;158:1979–91.
34. Leavitt F, Katz RS, Golden HE, Glickman PB, Layfer LF. Comparison of pain
properties in fibromyalgia patients and rheumatoid arthritis patients. Arthritis
Rheum 1986;29:775–81.
35. Lee J, Protsenko E, Lazaridou A, Franceschelli O, Ellingsen DM, Mawla I,
Isenburg K, Berry MP, Galenkamp L, Loggia ML, Wasan AD, Edwards RR,
Napadow V. Encoding of self-referential pain catastrophizing in the posterior
cingulate cortex in fibromyalgia. Arthritis Rheumatol 2018;70: 1308–18.
36. Lewis GN, Rice DA, McNair PJ, Kluger M. Predictors of persistent pain after total
knee arthroplasty: a systematic review and meta-analysis. Br J Anaesth
2015;114:551–61.
37. Loggia ML, Kim J, Gollub RL, Vangel MG, Kirsch I, Kong J, Wasan AD,
Napadow V. Default mode network connectivity encodes clinical pain: an arterial
spin labeling study. PAIN 2013;154:24–33.
38. L ´opez-Sol `a M, Woo CW, Pujol J, Deus J, Harrison BJ, Monfort J, Wager TD.
Towards a neurophysiological signature for fibromyalgia. PAIN 2017; 158:34–47.
39. McBeth J, Symmons DP, Silman AJ, Allison T, Webb R, Brammah T, Macfarlane
GJ. Musculoskeletal pain is associated with a long-term increased risk of cancer
and cardiovascular-related mortality. Rheumatology (Oxford) 2009;48:74–7.

30
40. Napadow V, Kim J, Clauw DJ, Harris RE. Decreased intrinsic brain connectivity is
associated with reduced clinical pain in fibromyalgia. Arthritis Rheum
2012;64:2398–403.
41. Napadow V, LaCount L, Park K, As-Sanie S, Clauw DJ, Harris RE. Intrinsic brain
connectivity in fibromyalgia is associated with chronic pain intensity. Arthritis
Rheum 2010;62:2545–55.
42. Neubert T-A, Dusch M, Karst M, Beissner F. Designing a tablet-based software app
for mapping bodily symptoms: usability evaluation and reproducibility analysis.
JMIR Mhealth Uhealth 2018;6:e127.
43. Niederstrasser NG, Slepian PM, Mankovsky-Arnold T, Larivi `ere C, Vlaeyen JW,
Sullivan MJL. An experimental approach to examining psychological contributions
to multisite musculoskeletal pain. J Pain 2014;15:1156–65.
44. Peat DG, Thomas E, Wilkie R, Croft P. Multiple joint pain and lower extremity
disability in middle and old age. Disabil Rehabil 2006;28: 1543–9.
45. Rabey M, Smith A, Beales D, Slater H, O’Sullivan P. Differing psychologically
derived clusters in people with chronic low back pain are associated with different
multidimensional profiles. Clin J Pain 2016; 32:1015–27.
46. Seeley WW, Menon V, Schatzberg AF, Keller J, Glover GH, Kenna H, Reiss AL,
Greicius MD. Dissociable intrinsic connectivity networks for salience processing
and executive control. J Neurosci 2007;27:2349–56.
47. Seminowicz DA, Moayedi M. The dorsolateral prefrontal cortex in acute and
chronic pain. J Pain 2017;18:1027–35.
48. Shaballout N, Neubert TA, Boudreau S, Beissner F. From paper to digital
applications of the pain drawing: systematic review of methodological milestones.
JMIR Mhealth Uhealth 2019;7:e14569.
49. Sullivan MJL, Bishop SR, Pivik J. The pain catastrophizing scale: development and
validation. Psychol Assess 1995;7:524–32.
50. Sullivan MJL, Thorn B, Haythornthwaite JA, Keefe F, Martin M, Bradley LA,
Lefebvre JC. Theoretical perspectives on the relation between catastrophizing and
pain. Clin J Pain 2001;17:52–64.

31
51. Turner JA, Franklin G, Fulton-Kehoe D, Sheppard L, Stover B, Wu R, Gluck JV,
Wickizer TM. Early predictors of chronic work disability: a prospective,
population-based study of workers with back injuries. Spine 2008;33:2809–18.
52. Uddin LQ. Salience processing and insular cortical function and dysfunction. Nat
Rev Neurosci 2015;16:55–61.
53. Vlaeyen JW. Learning to predict and control harmful events: chronic pain and
conditioning. PAIN 2015;156(suppl 1):S86–93.
54. Wager TD, Atlas LY. The neuroscience of placebo effects: connecting context,
learning and health. Nat Rev Neurosci 2015;16:403–18.
55. Wolfe F, Clauw DJ, Fitzcharles M-A, Goldenberg DL, H ¨auser W, Katz RS,
Mease P, Russell AS, Russell IJ, Winfield JB. Fibromyalgia criteria and severity
scales for clinical and epidemiological studies: a modification of the ACR
preliminary diagnostic criteria for fibromyalgia. J Rheumatol 2011;38:1113–22.
56. Wolfe F, Egloff N, H ¨auser W. Widespread pain and low widespread pain Index
scores among fibromyalgia-positive cases assessed with the 2010/ 2011
fibromyalgia criteria. J Rheumatol 2016;43:1743–8.
57. Wolfe F, H ¨auser W. Fibromyalgia diagnosis and diagnostic criteria. Ann Med
2011;43:495–502.
58. Woolrich MW, Behrens TEJ, Beckmann CF, Jenkinson M, Smith SM. Multilevel
linear modelling for FMRI group analysis using Bayesian inference. NeuroImage
2004;21:1732–47.
59. Yeo BT, Krienen FM, Sepulcre J, Sabuncu MR, Lashkari D, Hollinshead M,
Roffman JL, Smoller JW, Z ¨ollei L, Polimeni JR, Fischl B, Liu H, Buckner RL.
The organization of the human cerebral cortex estimated by intrinsic functional
connectivity. J Neurophysiol 2011;106:1125–65.
60. Yeo BTT, Krienen FM, Chee MWL, Buckner RL. Estimates of segregation and
overlap of functional connectivity networks in the human cerebral cortex.
NeuroImage 2014;88:212–27.
61. Zuo XN, Kelly C, Adelstein JS, Klein DF, Castellanos FX, Milham MP. Reliable
intrinsic connectivity networks: test-retest evaluation using ICA and dual regression
approach. Neuroimage 2010;49:2163–77.

32

Anda mungkin juga menyukai