Anda di halaman 1dari 3

KASUS MASALAH KERUSAKAN LINGKUNGAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi yang di ampu
oleh :
Tressje Lusye Runtuwene, SE.,MAP

DISUSUN OLEH :
Kelompok I
Ni Komang Megiyanti (18043045)
Arya Isnada Ayu (18043021)
Vety Fitriani (18043033)
Frangki S. Sengkey (18043022)
Gita G. Rau (18043052)
Amelia T. Prang (18043035)

JURUSAN AKUNTANSI PRODI AKUNTANSI KEUANGAN DIPLOMA IV


POLITEKNIK NEGERI MANADO
2021
KASUS

Lingkungan hidup kita saat ini sedang mengalami banyak permasalahan mulai dari kerusakan
hutan, pencemaran air, serta perubahan iklim yang menyebabkan cuaca ekstrem. “Saat ini kondisi hutan
di Indonesia mengalami kerusakan yang sangat parah. Ini menimbulkan dampak besar pada
ketidakseimbangan ekosistem yang menimbulkan risiko terjadinya banjir, tanah longsor serta
deforestasi hutan. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa deforestasi
di Indonesia saat ini mencapai 479.000 hektar per tahun, atau setara dengan satu setengah lapangan
bola setiap menit. “Dampak dari perubahan iklim di Indonesia juga sudah terlihat, seperti musim yang
tidak teratur. Sekarang kita tidak tahu apakah kita sedang di musim panas, kemarau, hujan, atau
pancaroba. Lalu cuaca ekstrem, di mana dalam satu hari kita bisa merasakan panas terik dan hujan
deras.

Pada 2030 diperkirakan suhu akan naik melebihi 1,5 derajat Celsius akibat perubahan iklim.
Kondisi ini akan berdampak besar bagi ekosistem bumi seperti punahnya berbagai spesies, hingga
pencairan es di kutub yang akan mempengaruhi pola arus dan pola angin global. Aktris Nadine
Alexandra Dewi, yang merupakan Duta Orang Utan untuk Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF)
mengatakan, aktivitas deforestasi dan konversi hutan dalam 20 tahun terakhir menyebabkan populasi
orang utan berkurang drastis dan terancam punah.

Isu yang selalu menjadi dilema dalam keadilan lingkungan adalah tarik-menarik antara sektor
ekonomi dan sektor lingkungan hidup. Dalam kasus orang utan, ada  industri kelapa sawit yang selama
35 tahun terakhir menjadi ancaman terbesar bagi orang utan dan hutan hujan Kalimantan. Indonesia
merupakan pengekspor minyak sawit terbesar di dunia, tahun lalu menghasilkan 42 juta ton minyak
sawit dengan menggunakan 21 juta hektar lahan perkebunan kelapa sawit. Di posisi kedua adalah
Malaysia, yang tahun lalu memproduksi 19 juta ton minyak sawit dengan hanya menggunakan lahan
sebesar 5,8 juta hektar.C“Artinya, kita memiliki sekitar empat kali lebih banyak lahan, tapi hanya
memproduksi minyak sawit dua kali lebih banyak dibandingkan dengan Malaysia. “Ketika satu-satunya
tujuan negara adalah pertumbuhan ekonomi yang singkat tanpa melihat dampak lingkungan, kita semua
menderita.

Korporasi merupakan pihak yang sulit dimintai pertanggungjawaban saat merusak lingkungan.
Koordinator Sektor Pelatihan EU-UNDP SUSTAIN Bobby Rahman mengatakan bahwa kejahatan
lingkungan bukan kejahatan yang sederhana karena melibatkan banyak kepentingan dan aktor.
“Kejahatan lingkungan juga hampir selalu diimbangi kejahatan lain seperti gratifikasi dan pencucian
uang, sehingga kejahatan lingkungan ini bisa disebut sebagai extraordinary crime,” kata Bobby.

SARAN/SOLUSI

Kerusakan lingkungan mengakibatkan dampak yang besar dan kita sendiri juga merasakannya.
Upaya untuk mnanggulangi dimulai dengan hal kecil dulu seperti tidak mmbuang sampah sembarangan,
mngurangi penggunaan sampah plastik dan mananam pohon. Pengelolaan sumber daya alam sejatinya
membutuhkan suatu mekanisme. Dalam hal ini, mekanisme pengelolaan yang dibutuhkan, yang
sejatinya ideal, adalah mekanisme yang berdasarkan prosedur yang benar, ketentuan hukum yang
berlaku, serta aspek moralitas terhadap eksistensi dari sumber daya alam itu sendiri. Mekanisme yang
ideal tentu akan berdampak pada hasil pengelolaan sumber daya alam yang ideal pula. Sebaiknya
pemerintah lebih memperhatikan hutan-hutan yang ada. Dan apabila ada pihak-pihak yang dengan
sengaja menebang dan merusak hutan yang ada hanya untuk kepentingan pribadi ataupun
perusahaannya tanpa memikirkan dampak yang akan diberikan sebaiknya diberikan hukuman, agar
supaya mereka tidak semena-mena dalam menggunakan lahan hutan yang hijau menjadi gundul dan
membuat para makhluk hidup yang ada di dalamnya menjadi punah. Dan juga mengolah limbah terlebih
dahulu sebelum dibuang ke lingkungan atau menggunakan bahan-bahan yang mudah diuraikan
mikroorganisme di tanah.

Terlebih dahulu, dibutuhkan komitmen yang pasti dari pihak pengelola lahan perkebunan kelapa
sawit itu. Ini diperlukan sebab setiap keputusan yang akan diambil kala pengelolaan perkebunan kelapa
sawit, yang berakhir pada hasil-hasil yang baik atau buruk, berada pada internal yang berjibaku di
perkebunan kelapa sawit itu sendiri. Harus ada kepastian yang dapat menjamin bahwa para pihak yang
terlibat di dalam pengelolaan itu benar-benar melakukan aktivitas perkebunan yang sesuai dengan
prosedur dan hukum yang berlaku. Dengan demikian, hal itu dapat meminimalisir atau menghilangkan
sama sekali berbagai galat yang berujung pada timbulnya dampak negatif dari mekanisme pengelolaan
yang dilakukan.

Selanjutnya, pemerintah dan pejabat terkait harus memiliki sikap tegas terhadap bentuk-bentuk
dampak negatif itu. Jika kita membaca kembali pemaparan penulis di atas, ada banyak bentuk
pelanggaran yang dilakukan terhadap regulasi-regulasi yang berlaku. Ini berarti implementasi dari
regulasi-regulasi tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Merupakan sebuah kesia-siaan apabila
hanya terdapat hukum yang mengatur, tetapi tidak ada aksi nyata penegakannya di lapangan. Oleh
karena itu, penulis memandang perlu adanya sikap tegas dari pemerintah dan pejabat terkait terhadap
pengelolaan perkebunan kelapa sawit itu, yang salah satunya dapat diwujudkan dalam penggunaan
instrumen hukum yang sesuai dan tepat guna.

Anda mungkin juga menyukai