Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengaturan mengenai penerbangan sipil internasional telah diatur

dalam berbagai Konvensi internasional. Dalam hukum udara internasional

publik terdapat Konvensi Chicago Tahun 1944 yang berisi tentang

beberapa ketentuan pengangkutan udara Internasional yang merupakan

norma penerbangan sipil internasional. Konvensi tersebut dijadikan

sebagai standar dalam pembuatan hukum nasional bagi negara anggota

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation

Organization).

Keberadaan ICAO di komunitas internasional menjadi signifikan

mengingat industri penerbangan mempromosikan dan memprioritaskan

elemen teknologi canggih dan terkait dengan kehidupan manusia. Bahkan,

materi pelajaran dalam hukum penerbangan adalah konsep luas yang

mensinergikan peraturan nasional dan hukum internasional. Hal tersebut

disebabkan oleh berbagai hal aspek hukum yang relevan dengan

penggunaan wilayah udara seperti masyarakat dan lingkungan alami suatu

negara.1

1
Andika Immanuel Simatupang, “State Responsibility Over Safety And Security On Air
Navigation Of Civil Aviation In International Law”, Jurnal Hukum Internasional, Vol 13, No 2,
2016, 275.

1
Dalam hal itu, ada pendapat yang menyatakan Hukum Udara adalah konsep

luas yang mencakup hukum nasional dan internasional.Ini menyentuh semua cabang

hukum yang dapat mengatur berbagai aspek hubungan sosial yang diciptakan oleh

penggunaan aeronautika ruang udara. Undang-undang udara domestik berkembang

sesuai dengan teknis, realitas ekonomi, dan politik dari masing-masing daerah

pemilihan nasional, yaitu, negara. Demikian pula, mengingat sifat penerbangan

internasional yang inheren, hukum udara internasional tidak dapat berevolusi tanpa

memperhatikan evolusi yang terjadi di daerah pemilihan nasional. Sebagai hasilnya,

ICAO berfungsi untuk menciptakan standar dalam penerbangan internasional untuk

kepentingan keseragaman peraturan dalam penerbangan yang mendukung keamanan

penerbangan.2

 ICAO adalah sebuah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang

mengembangkan teknik dan prinsip-prinsip navigasi udara internasional serta

membantu perkembangan perencanaan dan pengembangan angkutan

udara internasional untuk memastikan pertumbuhannya terncana dan aman. Dewan

ICAO mengadopsi standar dan praktik-praktik yang direkomendasikan mengenai

navigasi udara, infrastrukturnya, inspeksi penerbangan, pencegahan gangguan yang

melanggar hukum, dan fasilitasi prosedur lintas batas untuk penerbangan sipil

internasional.

ICAO menetapkan protokol untuk investigasi kecelakaan udara yang diikuti

oleh otoritas keselamatan transportasi di negara-negara yang menandatangani

Konvensi Chicago tentang Penerbangan Sipil Internasional.3Kegiatan ICAO telah

2
Andika Immanuel Simatupang , Ibid.
3
https://en.wikipedia.org/wiki/International_Civil_Aviation_Organization diakses pada 23 Februari
2020 pukul 22.26 WIB
termasuk menetapkan dan meninjau standar teknis internasional untuk operasi dan

desain pesawat, investigasi kecelakaan, lisensi personel, telekomunikasi, meteorologi,

peralatan navigasi udara, fasilitas darat untuk transportasi udara, dan misi pencarian

dan penyelamatan. Organisasi ini juga mempromosikan perjanjian regional dan

internasional yang bertujuan meliberalisasi pasar penerbangan, membantu

menetapkan standar hukum untuk memastikan bahwa pertumbuhan penerbangan tidak

membahayakan keselamatan, dan mendorong pengembangan aspek-aspek lain dari

hukum penerbangan internasional.4

Salah satu kasus Hukum Udara yang pernah ada di Mahkamah Internasional

adalah Pertempuran Udara atas Merklín yang terjadi antara Amerika Serikat dan

Cekoslowakia pada 10 Maret 1953 ketika masa perang dingin. Pertempuran Udara

atas Merklín merupakan perjanjian udara-ke-udara antara unit

udara Cekoslowakia dan USAFE (Angkatan Udara Amerika Serikat di Eropa ) diatas

desa Ceko Merklín, di Hutan Bohemian.5 Selama aksi, pilot Ceko Jaroslav Sramek,

menerbangkan pesawatnya dan menembak jatuh pesawat milik Amerika Serikat tetapi

untungnya Pilot pesawat tersebut, Letnan Werren Brown dapat keluar dari pesawat

dan selamat.Meskipun kasus tersebut ditutup karena kurangnya persetujuan dan tidak

tercapainya kata sepakat antar kedua belah pihak.Unifikasi hukum mengenai

penerbangan sangat penting dalam penerbangan internasional, hal ini karena dalam

penerbangan-penerbangan internasional akan melewati beberapa wilayah negara asing

yang memiliki hukummaupun tidak, kemudian penumpang didalam pesawat juga

memiliki kewarganegaraan yang beragam, sehingga dengan dilakukannya unifikasi

4
Karen Mingst, “International Civil Aviation Organization” diakses dari
https://www.britannica.com/topic/International-Civil-Aviation-Organizationdiakses pada 23 Februari 2020
pukul 23.06 WIB
5
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Air_battle_over_Merklín diakses pada 24 Februari 2020 pukul 00.24
WIB
hukum mengenai penerbangan sipil apabila sewaktu-waktu terjadi permasalahan

seperti kejadian penembakan pesawat udara sipil antar lain kita dapat lihat kejadian

jatuhnya maskapai penerbangan Malaysia Air Lines MH17.Pesawat Malaysia Airlines

MH17 yang mengalami kecelakaan pada tanggal 17 Juli 2014 lalu dikarenakan

menjadi sasaran penembakan rudal dan menyebabkan korban jiwa yang tidak sedikit.6

Penembakan pesawat sipil menggunakan rudal juga terjadi baru-baru ini.

Tepatnya pada hari Rabu, 8 Januari 2020 pesawat sipil milik Ukraina dengan pesawat

maskapai Ukrainian International Airlines yang ditembak oleh Iran menggunakan

rudal ketika melewati kawasan sensitif di sekitar markas Garda Revolusi

Iran.7Pesawat jenis Boeing 737-800 jatuh sesaat setelah lepas landas dari Bandara

Internasional Imam Khomeini di Teheran. Jatuhnya pesawat sipil ini menyebabkan

176 penumpangnya meninggal dunia.8

Biasanya kasus penembakan pesawat melibatkan lebih dari 1 negara. Seperti

pada kasus ini tidak hanya melibatkan Iran yang melakukan dan Ukraina yang

memiliki pesawat saja melainkan Kanada juga turut campur dikarenakan korban dari

tragedi ini karena sebanyak 63 korban adalah warga negara Kanada.Selama tigahari,

Iran membantah tudingan bahwa tembakan misilnya telah menyebabkan jatuhnya

pesawat tersebut. Namun keesokan harinya Iran mengeluarkan pernyataan

resminya,dan Iran menyebut peristiwa itu terjadi akibat kesalahan manusia.

Alasannya, pesawat maskapai Ukrainian International Airlines melintasi kawasan

sensitif di sekitar markas Garda Revolusi Iran. Kemudian angkatan bersenjata Iran
6
Arland Yoga,” Peran International Civil Aviation Organization dalam Penanganan Kasus Penembakan
Penerbangan Sipil Internasional Studi Kasus: Penembakan Pesawat Malaysia Airlines MH17 Tahun 2014”
Jurnal Hubungan Internasional,Vol 4 No. 2,2018 hlm. 242
7
Tim BBC Indonesia,”Penembakan pesawat Ukraina, media Iran: 'Malu' dan 'tak termaafkan'”,diakses
dari https://www.bbc.com/indonesia/dunia-51081065,diakses pada 30 Januari 2020 pukul 09.52 WIB.
8
Tim Detik News,”Presiden Iran: Penembak Jatuh Pesawat Sipil Ukraina Bakal Dihukum
Berat”,diakses dari https://news.detik.com/internasional/d-4855221/iran-tak-sengaja-tembak-jatuh-pesawat-
sipil-ukraina-ini-kata-pm-kanada diakses pada 30 Januari 2020 pukul 20.30 WIB.
juga menyebut akan menindak para pihak yang bertanggung jawab atas kejadian itu

secara transparan.9

Pada Pasal 1 Konvensi Chicago 1944 Tentang Penerbangan Sipil Internasional

mengakui bahwa setiap Negara berdaulat mempunyai kedaulatan yang utuh dan

penuh atas ruang udara diatasnya. Ketentuan ini merupakan salah satu pokok hukum

internasional yang mengatur ruang udara. Negara yang wilayah kedaulatannya berada

dibawah suatu ruang udara tertentu yang disebut sebagai negara kolong 10 dimana

memiliki kedaulatan sampai ketinggian tidak terbatas dan hanya dibatasi oleh

kewajiban untuk memberikan hak lintas damai kepada pesawat udara negara.

Negara sebagai subjek hukum internasional dapat dimintakan tanggung jawab

ketika suatu negara tidak melaksanakan kewajiban, telah melakukan tindakan-

tindakan kelalaian yang melawan hukum. Negara berkewajiban untuk tidak

menyalahgunakan kedaulatan itu sendiri, ketika suatu negara menyalah gunakan

kedaulatannya, maka negara tersebut dapat diminta suatu pertanggungjawaban atas

tindakan dan kelalaiannya.11

Ruang udara yang ada diatas wilayah negara dengan ketinggian tertentu maka

dengan sendiri telah menjadi tanggung jawab negara dibawah ruang udara tersebut

sesuai pada Pasal 1 Konvensi Chicago 1944. Negara yang wilayah kedaulatannya

berada di bawah suatu ruang udara tertentu disebut sebagai negara kolong.

Dalam pembahasan tentang negara kolong maka dapat dihubungkan dengan

kedaulatan negara di wilayah udara yang tentunya menjadi tanggung jawab suatu
9
Ibid
10
Negara kolong adalah negara-negara yang tepat berada di bawah garis khatulistiwa yang wilayahnya
juga merupakan wilayah negara yang berada tepat di bawah kawasan GSO (Geo-Stationary Orbit)
11
Tim BBC Indonesia,op cit,
negara kolong atas berbagai keadaan yang ada di dalamnya. Iran yang mana dalam

tragedi ini merupakan negara kolong yang harus bertanggung jawab atas kasus

penembakan di dalam wilayah kedaulatan udaranya.12

Penetapan zona larangan terbang dalam suatu wilayah yang dianggap rawan

merupakan tanggung jawab penuh dari negara kolong. Hal ini disebabkan bahwa

hanya negara kolong yang lebih mengetahui tentang keamanan dalam wilayah

kedaulatannya, sehingga dengan demikian dapat tercipta keamanan penerbangan

komersial. Negara Iran dalam hal ini merupakan negara kolong atas wilayah udara

yang dilalui oleh pesawat sipil Ukraina Airlines seharusnya melakukan suatu upaya-

upaya pengamanan terhadap keselamatan pesawat sipil Ukraina Airlines yang berada

dalam wilayah kedaulatannya. Akan tetapi akibat adanya keteledoran Iran

menyebabkan terjadinya penembakan pesawat tersebut.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk menelaah

permasalahan tersebut ke dalam sebuah penelitian yang berjudul “Tanggung Jawab

Negara Iran Terhadap Penembakan Pesawat Sipil Ukraina Oleh Tentara Iran

Ditinjau Dari Hukum Udara Internasional”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah pada

proposal skripsi ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan hukum udara Internasional terkait kewajiban para

pihak untuk mengatur keselamatan penerbangan sipil yang melewati wilayah

udaranya ?

12
Tim Detik News, op cit,
2. Bagaimana tanggung jawab Negara Iran terhadap penembakan pesawat sipil

Ukraina oleh Tentara Iran ditinjau dari Hukum Udara Internasional yang

menimbulkan peran para pihak untuk mengatur rute keselamatan dalam

penerbangan sipil ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas,maka tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pengaturan hukum udara

Internasional terkait kewajiban para pihak untuk mengatur keselamatan

penerbangan sipil yang melewati wilayah udaranya.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana tanggung jawab Negara Iran

terhadap penembakan pesawat sipil Ukraina oleh Tentara Iran ditinjau dari

Hukum Udara Internasional yang menimbulkan peran para pihak untuk

mengatur rute keselamatan dalam penerbangan sipil.

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan dari tujuan penelitian ini maka diharapkan penelitian ini akan

memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Secara teoritis penelitian ini dihrapkan memberikan konstribusi bagi

pengembangan hukum internasional khususnya Hukum Udara

Internasional mengingat masih banyak masalah yang harus diperbaiki.

b. Secara praktis penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi

penegak hukum baik dalam hukum internasional ataupun hukum nasional

terutama tentang hukum udara.


D. Kerangka Konseptual

Untuk menghindari adanya salah penafsiran dan untuk memudahkan pemahaman

terhadap isi skripsi ini, maka diberi penjelasan sebagai berikut:

1. Tanggung jawab Negara

Tanggung jawab negara  (state responsibility) ada karena akibat dariprinsip

persamaan dan kedaulatan negara (equality and  sovereignty of state) yang

terdapat dalam hukum internasional. Prinsip ini kemudian memberikan

kewenangan bagi suatu negara yang terlanggar haknya untuk menuntut suatu hak

yaitu berupa perbaikan (reparation).13

Dalam hukum internasional telah diatur bahwa kedaulatan tersebut berkaitan

dengan kewajiban untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan itu sendiri, karena

apabila suatu negara menyalahgunakannya, maka negara tersebut dapat dimintai

suatu pertanggungjawaban atas tindakan dan kelalaiannya. Istilah tanggung jawab

negara hingga saat ini masih belum secara tegas dinyatakan dan masih terus

berkembang untuk menemukan konsepnya yang mapan dan solid.Oleh karena

masih dalam tahap perkembangan ini, maka sebagai konsekuensinya, pembahasan

terhadapnya pun dewasa ini masih sangat membingungkan.14

Pertanggungjawaban muncul biasanya dikarenakan adanya pelanggaran

hukum internasional.Suatu negara dikatakan bertanggungjawab dalam hal negara

tersebut melakukan pelanggaran atas perjanjian internasional,melanggar

kedaulatan negara lain,menyerang negara lain,mencederai perwakilan diplomatik

negara lain,bahkan memperlakukan warga negara asing seenaknya.Oleh karena itu

13
Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Cet1, Kenimedia,Bandung, hal174.
14
Ibid
pertanggungjawaban negara berbeda isinyatergantungpada kewajiban yang

dilakukannya atau besar dari kerugian yang ditimbulkan.15

Jadi yang dimaksud dengan tanggung jawab negara dalam skripsi ini adalah

hal yang harus dilakukan oleh negara apabila negara melakukan kelalaian atau

pelanggaran terhadap suatu kewajiban ataupun perjanjian yang sudah mengikat

negara tersebut dan menyebabkan kerugian terhadap negara lain.

2. Pesawat Sipil

Pembagian Pesawat Udara tercantum di Pasal 30 sampai 33 pada Konvensi

Paris 1919, masing-masing mengatur jenis pesawat udara,pesawat udara militer.

Menurut Pasal 30 Konvensi Paris 1919 Pesawat Udara terdiri dari tiga jenis

masing-masing pesawat udara militer,pesawat udara yang digunakan sepenuhnya

untukpemerintahan.Semua pesawat udara selain pesawat udara militer dan dinas

pemerintahan adalah termasuk pesawat udara sipil (privataircraft) namun

demikian dalam Konvensi Paris 1919 tidak diatur pengertian pesawat udara.16

Jika melihat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 yang dimaksud setiap

mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi

udara. Dan dalam Undang-Undang yang sama pengertian Pesawat Udara Sipil

adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara dan

bukannya perdagangan.17

3. Tentara Iran

Korps Pengawal Revolusi Islam atau Korps Garda Revolusi Islam dibentuk

pada Mei 1979 sebagai kelompok kekuatan loyal kepada Pemimpin Tertinggi

Ayatullah Khomeini.Kemudian pasukan ini menjadi kekuatan bersenjata penuh di

15
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar,Hukum Internasional Kontemporer,Cet. 1,Refika
Aditama,Yogyakarta,2006,hal 194.
16
H.K.Martono dan Amad Sudiro,Hukum Udara Nasional dan Internasional,Cet 1,Raja Grafindo
Persada,Jakarta,2012,hal31
17
Ibid
samping angkatan bersenjata dalam perang Iran-Irak.Tentara Revolusioner dikenal

sebagai kekuatan militer pasukan darat, air, udara, intelijen dan pasukan khusus.

Komandan Pengawal saat ini adalah Muhammad Ali Jafari, yang menggantikan

Yahya Rahim Safavi. Dan seperti halnya kebanyakan pemuda Iran yang lain pada

tahun 1980-1988 Perang Iran-Irak. Presiden Iran saat ini Mahmud Ahmadinejad

merupakan mantan anggota Pengawal Revolusi. Tujuan Garda Revolusi Iran didirikan

40 tahun yang lalu adalah untuk melindungi sistem islam dan mengimbangi kekuatan

angkatan bersenjata regular Iran. Namun dalam kenyataannya wewenang angkatan

bersenjata itu kerap tumpang tindih karena Garda Revolusi juga membantu menjaga

ketertiban masyarakat dan mengembangkan angkatan darat, udara, dan laut mereka

sendiri.

4. Hukum Udara Internasional

Belum ada kesepakatan yang baku secara Internasional mengenai pengertian

hukum udara (air law). Mereka kadang-kadang menggunakan istilah hukum udara

(air law) atau hukum penerbangan (aviation law). Dalam buku nya Nicolas Mattesco

Matte menggunakan istilah Air-Aeronautical Law sedangkan dalam praktiknya

menggunakan aviation law. Pengertian air law lebih luas sebab meliputi berbagai

aspek hukum konstitusi, administrasi, perdata, dagang, pidana, dan lain-lain.

Verschoor memberi definisi hukum udara (air law) adalah hukum dan regulasi yang

mengatur penggunaan ruang udara yang bermanfaat bagi penerbangan, kepentingan

umum, dan bangsa-bangsa di dunia.


Juga menurut Nicholas de B. Katzenbach Hukum udara internasional adalah

sekumpulan peraturan-peraturan yang disusun tidak hanya oleh suatu negara, tetapi

bersumberkan kepada perjanjian antara dua negara atau lebih. Dan perjanjian ini dapat

tertulis atau terjadi karena adanya suatu pengertian bersama (common understanding)

yang telah dikembangkan oleh sejarah sehingga menjadi semacam suatu kebiasaan

yang umum diterima.18

Dengan demikian yang dimaksud dengan judul Tanggung Jawab Iran

Terhadap Penembakan Pesawat Sipil Ukraina Oleh Tentara Iran Ditinjau Dari Hukum

Udara Internasionaladalah tanggung jawab Negara Iran sebagai anggota ICAO dan

telah meratifikasi Chicago Convention1944 dan yang melakukan penembakan

terhadap pesawat sipil milik Ukraina.

E. Landasan Teoritis

Prinsip kedaulatan ruang udara ada pada Pasal 1 Konvensi Chicago 1944 yang

berbunyi “The contracting states recognize that every state has complete and

exclusive sovereignty over the airspace above its territory”. Hal ini merupakan salah

satu pokok dari hukum udara internasional. Pasal ini mengatur tentang kedaulatan

yang dimiliki oleh negara peserta serta mengakui kedaulatan seluruh negara di ruang

udara di atas wilayahnya (airspace). Sifat umum dari Pasal 1 tersebut terlihat dari

penggunaan istilah “every states” untuk menyebut kedaulatan dari para pihak pada

ruang udara yang menunjukkan bahwa kedaulatan negara di ruang udara dimiliki oleh

semua negara. Bukan hanya negara peserta konvensi saja, tetapi juga negara yang

bukan anggota konvensi.19

Ibid, hal 3
18

Baiq Setiani,”Konsep Kedaulatan Negara di Ruang Udara dan Upaya Penegakan Pelanggaran
19

Kedaulatan oleh Pesawat Udara Asing”, Jurnal Konstitusi, Volume 14, Nomor 3, September 2017,hal 494.
Pasal 1 Konvensi Chicago ini menetapkan bahwa setiap negara memliki

kedaulatan penuh dan ekslusif pada ruang udara diatas wilayahnya. Pasal 2 Konvensi

Chicago 1944 lebih menjelaskan lagi bahwa untuk keperluan Konvensi Chicago 1944

yang dimaksudkan adalah batas wilayah Negara (state territory). Pasal 6 Konvensi ini

menetapkan bahwa pesawat udara yang merupakan bagian dari penerbangan

berjadwal tidak dibenarkan untuk terbang melalui atau menuju wilayah suatu negara

tanpa izin negara bersangkutan. Ketentuan dikecualikan bagi pesawat udara asing

yang merupakan bagian dari penerbangan internasional tidak terjadwal sebagaimana

telah diatur dalam Pasal 5.20

Dengan demikian, secara tegas bahwa berlaku juga terhadap bukan negara

anggota.Lebih lanjut walaupun tidak secara tegas disebutkan semua Negara mengakui

bahwa tidak ada negara manapun yang berdaulat di laut lepas (high seas).

Dalam teori kepemilikan ruang udara (The Air Sovereignty Theory) yang

diajarkan oleh para sarjana Inggris yakni Hazeltine dan Westlake berpendapat bahwa

negara itu berdaulat terhadap ruang udara di atas wilayah negaranya membagi diri

dalam :

1. Subjacent state berdaulat penuh hanya terhadap satu ketinggian tertentu di

ruang udara;

2. Subjacent state berdaulat penuh tetapi dibatasi oleh hak lintas damai bagi

navigasi pesawat udara asing dan;

3. Subjacent State berdaulat penuh tanpa batas.21

Konvensi Chicago 1944 juga tidak membuat pengertian apa yang

dimaksudkan dengan wilayah udara (airspace), namun demikian, pengertian tersebut

20
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Ke-2, PT.
Alumni, Bandung, 2003, hal. 194.
21
Priyatna Abdurrasyid, Kedaulatan Negara Di Ruang Udara, Fikahati Aneska, Jakarta, 2003, hal 63
dapat meminjam pengertian Mahkamah Internasional (Permanent Court of

International Justice) dalam kasus sengketa Eastern Greenland. Dalam kasus tersebut

ditafsirkan “The natural meaning of the term is its geographical meaning,” yaitu

ruang dimana terdapat udara. Dalam Konvensi Chicago 1944 lingkup wilayah suatu

Negara diakui dan diterima oleh negara anggota terus ke atas sampai tidak terbatas

dan ke bawah sepanjang dapat dieksploitasi.22

Konsep kedaulatan negara di ruang udara ini merupakan perkembangan dari

konsep hukum Romawi yang berbunyi “cujus est solum, ejus esque ad coelum” yang

berarti “Barangsiapa memiliki sebidang tanah dengan demikian juga memiliki segala

yang berada di atasnya sampai ke langit dan segala yang berada di dalam tanah”.

Sifat kedaulatan negara di udara yang bersifat complete and exclusive

merupakan hal yang berbeda dengan kedaulatan di laut territorial. Karena sifatnya

yang demikian, maka di ruang udara tidak dikenal hak lintas damai (innocent

passage) bagi pihak asing, sementara di laut territorial dibatasi dengan hak negara lain

untuk melakukan hak lintas damai.

Wilayah udara suatu negara sepenuhnya tertutup bagi pesawat udara asing,

baik sipil maupun militer . Negara kolong dapat memberi izin dari terlebih dahulu,

baik melalui perjanjian bilateral maupun multilateral, maka ruang udara suatu negara

dapat dilalui oleh pesawat udara asing. Negara kemudian mengatur dalam hukum

nasionalnya bagaimana memperkuat kedaulatan negara atas ruang udara tersebut

sebagai sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk pertahanan negara dan

kemakmuran rakyat.23

Sifat tertutup ruang udara yang seperti itu dapat dipahami mengingat udara

sebagai wilayah yang sangatlah rawan ditinjau dari segi pertahanan dan keamanan

22
K.Martono,Op.Cit.hal 18
23
Ibid
negara kolong.Karena seranganmiliter dengan menggunakan pesawat udara banyak

memiliki keuntungan dan kemudahan, seperti kecepatannya (speed), jangkauannya

(range) yang luas, pendadakan (surprise) dan penyusupan (penetration) pun dapat

dilakukan dengan optimal.Hal inilah yang mendorong setiap negara mengenakan

standar penjagaan ruang udara nasionalnya secara ketat dan kaku.24

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, tipe yang digunakan adalah tipe penelitian yuridis

normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji, mendeskripsikan,

mensistemasikan, menginterprestasikan, menilai, dan menganalisis hukum positif. 25

Penelitian normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka atau data sekunder.26

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum

doktrinal.27Kemudian penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan bahan

kepustakaan melalui berbagai literatur yang berhubungan dengan hukum udara

internasional.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan pendekatan penelitian hukum

normatif berupa pendekatan undang-undang, pendekatan kasus dan pendekatan

sejarah.Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah

semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang

sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-

24
Ibid, hlm 6
25
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Cet. 2, Mandar Maju, Bandung, 2016, hal.
80.
26
Soerjono Soekanto, Peneitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat,PT. Raja Grafindo
Persada,Jakarta,2003, hal 13
27
Ibid
undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah

konsistensi dan kesesuaian antara satu undang-undang dan Undang-Undang Dasar

atau antara regulasi dan undang-undang.Untuk penelitian ini instrumen hukum

yang digunakan adalah Chicago Convention on International Civil Aviation 1944.

Pendekatan Kasus adalah apakah Negara yang melakukan kelalaian dalam

Hukum Internasional khususnya dalam ranah Hukum Udara Internasional benar-

benar melaksanakan tanggung jawab yang sesuai denganChicago Convention on

International Civil Aviation 1944.Pendekatan Sejarah dalam skripsi ini penting

untuk dilakukan karena kasus yang pernah terjadi sebelumnya dapat menjadi acuan

untuk kasus di masa yang akan datang.

3. Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan Hukum yang dikumpulkan oleh penulis dalam penyusunan proposal ini

dilakukan melalui pengumpulan bahan hukum primer,sekunder dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu terdiri dari semua peraturan perundang-undangan

yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas, antara lain yaitu:

1) Paris Convention of 1919.

2) Chicago Convention on International Civil Aviation 1944.

3) Convention and Certain Other Acts Committe on Board Aicraft 1963.

4) The Montreal Convention 1999

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder terdiri dari bahan-bahan hukum yang berkaitan

dengan penelitian hukum, seperti buku-buku hukum, jurnal hukum, dan sumber

lainnya yang berkaitan dengan Hukum Udara.

c. Bahan Hukum Tersier


Untuk menjelaskan berbagai pendapat,adegium dan istilah-istilah yang

dipergunakan dalam skripsi ini, maka bahan hukum tersier yang dipergunakan

adalah kamus hukum dan terminologi hukum.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi

kepustakaan (library research). Penelitian kepustakan dilakukan dengan cara

mempelajari,menganalisis, dan menyimpulkan bahan-bahan hukum yang berkaitan

tentang kasus hukum udara yang akan dibahas.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisis

kualitatif dilakukan dengan memberi gambaran tentang ketentuan dalam Konvensi

Chicago Tahun 1944 yang mengatur tentang tanggung jawab negara yang melakukan

kelalaian dan melanggar hukum internasional. Hasilnya akan digambarkan secara

deskriptif.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi in terdiri dari empat bab, dan diuraikan dibawah

ini :

Bab I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka

konseptual, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II : TINJAUAN PUSTAKA


Di dalam bab ini penulis menganalisis persoalan tentang tanggung

sejarah hukum udara dalam hukum internasional dan tentang Konvensi

Chicago 1944.

Bab III : PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis membahas tentang peran hukum internasional

dalam menyelesaikan permasalahan dalam hukum udara internasional,

tanggung jawab negara serta sanksi dari negara yang melanggar dan

ketentuan yang ada dalam Konvensi Chicago 1944.

Bab IV : PENUTUP

Pada bab ini penulis berusaha menyimpulkan permasalah yang diteliti,

kemudian memberikan saran yang sesuai dengan kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai