Anda di halaman 1dari 18

A.

PENGERTIAN

a. Seksio cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya memotong. Seksio
Cesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut atau vagina ( dalam Maryunani, 2014)
b. Seksio cesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding
perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak termasuk melahirkan
janin dari rongga perut pada kasus rupture uteri atau kehamilan abdominal (Pritchard dkk,
dalam Maryunani, 2014)
c. Seksio Cesarea adalah proses persalinan melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di
perut ibu (laparatomi) dan Rahim (histerektomi) untuk mengeluarkan bayi (Juditha dan
Cynthia, 2009 dalam Maryuani, 2014)
d. Suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
(Prawirohardjo, 2010)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seksio cesarea adalah suatu
proses persalinan melalui pembedahan pada bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.

B. PENYEBAB DAN FAKTOR PREDISPOSISI

1. Penyebab

a. penyebab yang berasal dari ibu

Menurut Manuaba (2012), adapun penyebab sectio caesarea yang berasal dari ibu
yaitu ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I-II, komplikasi
kehamilan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya). Selain itu terdapat beberapa
etiologi yang menjadi indikasi medis dilaksanakannya seksio sesaria antara lain :CPD
(Chepalo Pelvik Disproportion), PEB (Pre-Eklamsi Berat), KPD (Ketuban Pecah Dini),
Faktor Hambatan Jalan Lahir.

b. Penyebab yang berasal dari janin

Gawat janin, mal presentasi, dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat
dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi (Nurarif &
Kusuma, 2015).

2. Predisposisi
Indikasi medis Sectio Caesarea ada dua faktor yang
mempengaruhi yaitu faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu terdiri dari usia, kesempitan
tulang panggul, persalinan sebelumnya dengan Sectio Caesarea, faktor hambatan jalan
lahir, kelainan kontraksi rahim, ketuban pecah dini, dan rasa takut kesakitan.
C. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan Gejala yang lazim terjadi, sebagai berikut :

a. Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal yang pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan.Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang
mensuplai darah ke daerah peradangan.Sehingga lebih banyak darah mengalir ke
mikrosirkulasi local dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan
darah.Keadaan ini disebut hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah local
karena peradangan akut.

b. Kalor
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat.Sebab darah yang memiliki suhu 37
derajat celcius disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak
daripada ke daerah normal.
c. Dolor
Perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf.Pengeluaran zat seperti histamine atau bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf.Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang.

d. Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan
oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.

e. Functio Laesa
Merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal.Akan tetapi belum diketahui
secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.

D. PATOFISIOLOGI

Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, ruptur uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia dan
malpresentasi janin. Kondisi ini menyebabkan perlu adanya satu tindakan pembedahan yaitu
Sectio Caesarea. Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami kelemahan dan sulit menggerakkan ekstremitas sehingga menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Akibat dari intoleransi aktivitas akan terjadi kelemahan pada
abdomen sehingga menyebabkan motilitas cerna mengalami penurunan yang menyebabkan
konstipasi. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisist perawatan diri.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf-
saraf disekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menyebabkan nyeri (nyeri akut), akibat nyeri yang dirasakan dapat menyebabkan
sering terbangun saat tidur dan terjadi masalah gangguan pola tidur, setelah proses pembedahan
daerah insisi akan menutup dan menimbulkan luka post operasi yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan kemerahan dan menyebabkan masalah risiko infeksi.

E. PATHWAY
Kelainan atau hambatan selama hamil dan proses persalinan

Sectio Caesarea (SC)

Luka Post SC Insisi dinding abdomen


tindakan Anastesi

Resiko infeksi Terputusnya Inkontinuitas


imobilisasi
jaringan, pembuluh darah,
dan saraf-saraf
disekitar daerah insis
defisit perawatan
diri

Merangsang
pengeluaran histamine
Intoleransi aktifitas

Nyeri akut
Konstipas
Gangguan pola
Tidur

F. PENATALAKSANAAN

Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:

1. Penatalaksanaan secara medis

a. Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam Mefenamat,
Ketorolak, Tramadol.
b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain.
Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif dapat dipersoalkan,
namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
d. Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.

2. Penatalaksanaan secara keperawatan

a. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit
pada 4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
c. Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu
paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi
dengan bantuan
d. Pemulangan Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima
setelah operasi
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemantauan janin terhadap kesehatan janin, pemantauan EKG, elektrolit, hemoglobin /


Hematokrit, golongan darah, urinalis, pemeriksaan sinar x sesuai indikasi, ultrasound sesuai
pesanan. (Kristiyanasari, 2010).

H. PENGKAJIAN FOKUS
Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang ditemukan meliputi distres janin,
kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta
dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi : nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan,
tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi, dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat ini dikumpulkan untuk menentukan prioritas
intervensi keperawatan, keluhan utama pada post operasi SC biasanya adalah nyeri dibagian
abdomen, pusing dan sakit pinggang.

c. Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang


Riwayat pada saat sebelum inpartus di dapatkan cairan yang keluar pervaginan secara
spontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Didapatkan data klien pernah riwayat SC sebelumnya, panggul sempit, serta letak bayi
sungsang. Meliputi penyakit yang lain dapat juga mempengaruhi penyakit sekarang.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti jantung, HT, TBC, DM, penyakit kelamin,
abortus yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.

d. Pemeriksaan fisik

1. Kepala

a. Rambut
Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan rambut, dan apakah ada benjolan.
b. Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang
keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sclera kuning.
c. Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihannya, adakah cairan yang
keluar dari telinga.
d. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadangkadang ditemukan pernapasan
cuping hidung.
e. Mulut dan gigi
Mulut bersih / kotor, mukosa bibir kering / lembab.

2. Leher

Saat dipalpasi ditemukan ada / tidak pembesaran kelenjar tiroid, karna adanya proses
penerangan yang salah.
3. Thorak

a. Payudara

Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara, areola hitam kecoklatan, putting
susu menonjol, air susu lancer dan banyak keluar.

b. Paru-paru

I : Simetris / tidak kiri dan kanan, ada / tidak terlihat pembengkakan.

P : Ada / tidak nyeri tekan, ada / tidak teraba massa

P : Redup / sonor

A : Suara nafas Vesikuler / ronkhi / wheezing

c. Jantung

I : Ictus cordis teraba / tidak

P : Ictus cordis teraba / tidak

P : Redup / tympani

A : Bunyi jantung lup dup

4. Abdomen

I : Terdapat luka jahitan post op ditutupi verban, adanya strie gravidarum


P : Nyeri tekan pada luka,konsistensi uterus lembek / keras

P : Redup

A : Bising usus

5. Genetalia

Pengeluaran darah bercampur lender, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak
anak.

6. Eksremitas

Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarkan uterus, karena pre
eklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.

7. Tanda-tanda vital

Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekana darah turun, nadi cepat, pernafasan
meningkat, suhu tubuh turun.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak meringis.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan dengan merasa lemah.
4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dibuktikan dengan tidak mampu
mandi/berpakaian secara mandiri.
5. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis (anestesi) dibuktikan
dengan fisik lemah.
6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan dibuktikan
dengan perdarahan.

J. PERENCANAAN KEPERAWATAN

N Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)


O (SDKI) (SLKI)
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
dengan agen cedera fisik keperawatan 1x24 jam diharapkan • Identifikasi lokasi, karakteristik,
dibuktikan dengan tampak Tingkat nyeri menurun. frekuensi, intensitas nyeri
meringis • Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil : • Identifikasi factor penyebab
• Keluhan nyeri menurun (5) nyeri
• Tampak meringis menurun (5) • Monitor efek samping
• Sikap protektif menurun (5) penggunaan
 analgetik

Terapeutik :
• Berikan teknik nonfarmakologis
(tarik nafas dalam, kompre
hangat atau dingin)
• Kontrok lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (suhu,
pencahayaan, kebisingan)
• Fasilitas istirahat dan tidur

Edukasi :
• Jelaskan penyebab dan pemicu
nyeri
• Jelaskan strategi pereda nyeri
• Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri •Anjurkan teknik
nonfarkamkologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgetik
(jika perlu)

2 Resiko infeksi berhubungan Setelah melakukan tindakan Observasi :


dengan kerusakan integritas keperawatan 1x 8 jam diharapkan • Monitor tanda dan gejala infeksi
kulit. Tingkat infeksi menurun. Kriteria local dan sistemik
Hasil :
Terapeutik :
• Kebersihan tangan meningkat (5) • Batasi jumlah pengunjung
• Kebersihan badan meningkat (5) • Berikan perawatan kulit pada
• Nyeri menurun (5) area edema
• Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
• Pertahankan teknikn aseptic
pada pasein beresiko tinggi

Edukasi :
• Jelaska tanda dan gejala infeksi
• Ajarkan cuci tangan dengan
benar
• Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
• Anjurkan meningkatkan asupan
cairan

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
antibiotok ataupun imusisasi
(jika perlu)
3. Intoleransi aktivitas Setelah melakukan tindakan Observasi :
berhubungan dengan keperawaran 1x24 jam diharapkan • Identifikasi keterbatasan fungsi
imobilitas dibuktikan Toleransi aktivitas meningkat. dan gerak sendi
dengan klien merasa lemah. • Monitor lokasi dan sifat
Kriteria Hasil : ketidaknyamanan atau rasa sakit
• Kemudahan dalam melakukan selama bergerak atau
aktivitas sehari-hari meningkat beraktivitas
(5)
• Kecepatan berjalan meningkat (5) Terapeutik :
• Jarak berjalan meningkat (5) • Lakukan pengendalian nyeri
 Perasaan lemah menurun (5) sebelum memulai latihan
• Berikan posisi tubuh optimal
untuk gerakan sendimpasif atau
aktif
• Fasilitasi menyusun jadwal
latihan rentang gerak aktif atau
pasif
• Berikan penguatan positif untuk
melakukan latihan bersama
Edukasi :
• Jelaskan kepada pasien atau
keluarga tujuan dan
rencanakan latihan bersama
• Anjurkan pasien duduk
ditempat tidur, disisi tempat
tidur (menjuntai) atau di kursi
• Anjurkan melakukan latihan
rentang gerak pasif dan aktif
secara sistematis.
4. Deficit perawatan diri Setelah dikakukan tindakan Observasi :
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam diharapkan • Monitor tingkat kemandirian
kelemahan fisik dibuktikan Perawatan diri meningkat. Kriteria • Identifikasi kebutuhan alat
dengan tidak mampu Hasil : bantu dlam melakukan
mandi/berpakaian secara • Kemampuan mandi meningkat (5) kebersihan diri, berpakaian,
mandiri. • Kemampuan mengenakan pakaian berhias, dan makan.
secara mandiri meningkat (5) • Monitor integritas kulit pasien.
• • Mempertahankan kebersihan diri
meningkat (5) Terapeutik :
• Dampingi dalam melakukan
perawatan diri
• Fasilitasi kemandirian klien
• Jadwalkan rutinitas perawatan
diri

Edukasi :
• Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan
• Anjurkan ke toilet secara
mandiri
5. Gangguan mobilitan fisik Setelah dikakukan tindakan Observasi :
berhubungan dengan efek keperawatan 1x24 jam diharapkan • Identifikasi adanya nyeri atau
agen farmakologis (anestesi) Mobilitas fisik meningkat. keluhan fisik lainnya
dibuktikan dengan fisik • Identifikasi toleransi fisik
lemah. Kriterian Hasil : melakukan pergerakan
• Nyeri menurun (5)
•Kelemahan fisik menurun (5) Terapeutik :
• Kekuatan otot meningkat (5) • Fasilitas aktivitas mobilisasi
• Gerakan terbatas menurun (5) dengan alat bantu
• Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

Edukasi :
• Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
• Anjurkan mobilisasi dini
• Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
duduk di tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)

6. Resiko ketidakseimbangan Setelah dikakukan tindakan Observasi :


cairan berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam diharapkan • Monitor frekuensi dan kekuatan
prosedur pembedahan Keseimbangan cairan meningkat. nadi • Monitor tekana darah
dibuktikan dengan Kriteria Hasil : • Monitor jumlah dan warna urin
perdarahan • Asupan cairan meningkat (5) • Monitor inteka dan output cairan
• Kelembaban membrane mukosa
meningkat (5) Terapeutik :
• Membrane mukosa membaik (5) • Atur waktu pemantauan sesuai
• Turgor kulit membaik (5) dengan kondisi klien
• Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi :
• Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
• • Informasikan hasil pemantauan
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati,. 2015. Buku Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra Cendika Press

Bambang Widjanarko, 2010. Buku Sistem Reproduksi Wanita. EGC : Jakarta

Cunningham, 2016. Penatalaksanaan Post SC

Depkes, 2010. Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta

Doengoes, M E, 2010. Rencana Askep Pedoman untuk Perencanaan Perawatan Pasien.


Jakarta :

EGC

Fadhillah Harif, 2018. SDKI ( Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ). Jakarta

http://Putramadja. Co.id /2013/11/ Makalah-Bonding-attachment.

Hutabalian, 2011. Buku Sectio Caesarea. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Karina, 2015. Buku Ibu Post Partum. Jogjakarta : Mitra Cendika Press

Manuba Ida, Bagus, Gde, Prof. Dr. SpOG, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono, 2002-2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta:P.T Bina Pustaka


LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA (SC)

DI RUANGAN OK

RSUD ANUTAPURA PALU

DISUSUN OLEH :
SANTIKA PEBRIANI LAKITA
(PO7120319025)

CI KLINIK CI AKADEMIK

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


PRODI DIV KEPERAWATAN PALU
TAHUN AJARAN 2021/2022

Anda mungkin juga menyukai