Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

VULNUS SCLOPETORUM

A. PENGERTIAN
Vulnus sclopetorum adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru ke dalam
tubuh yang diproyeksikan lewat senjata api atau persentuhan dengan tubuh. Luka tembak dapat
dibagi menjadi dua, yaitu luka tembak masuk dan luka tembak keluar.
Luka tembak adalah Trauma tembus yang disebabkan oleh peluru atau proyektil yang
ditembakkan melalui senjata api.
Vulnus sclopetorum adalah luka yang disebabkan karena tembakan senjata api, luka
tembak menyebabkan kerusakan pada jaringan dan organ yang berada dibawahnya.

B. KLASIFIKASI
1. Luka Tembak Masuk Tempel (contact wounds)
Luka tembak masuk juga disebut point blank shot. Luka ini terjadi apabila moncong senjata
ditekan pada kulit tubuh korban dan ditembakkan. Lukanya dapat berbentuk bundar, berigi
atau bintang tergantung efek eksplosif dari gas yang dihasilkan. Gas tersebut berakumulasi
pada kulit dan jaringan subkutan yang menyebabkan luka memar. Luka memar juga
membentuk cetakan dari moncong senjata. Kulit disekitar luka berwarna kehitaman akibat
residu bubuk senjata dan dapat hangus karena terbakar. Jaringan dalam dapat berwarna
cherry red akibat pembentukan karbon monoksida. Apabila luka terdapat di kepala, jejas
kehitaman dapat terlihat juga di jaringan perikranium disekitar luka tembak masuk. Luka
tembak masuk kepala tampak sebagai punch in hole pada tabula eksterna dan kawah pada
tabula interna. Batas dari luka masuk dapat tidak jelas karena adanya protusi lemak akibat
tekanan negatif yang diciptakan. Selain itu, akibat tekanan negatif yang diciptakan, lubang
lukan dapat berisi darah, rambut, fragmen jaringan. Fenomena ini disebut “Back Spatter”.

Gambar 1. Luka Tembak Masuk Tempel


2. Luka Tembak Masuk Jarak Dekat (Closed Range Wound) (15cm)
Pada luka tembak masuk jarak dekat utamanya terjadi akibat jarak ledakan moncong atau
api dengan permukaan tubuh. Pada jenis senjata revolver dan pistol jarak api dapat mencapai
7,5 cm. Luka yang terjadi dapat berbentuk bundar atau oval. Luka akan berbentuk bundar
jika sudut tembakan tegak lurus dan akan berbentuk oval jika sudut tembakan merupakan
sudut tajam/ lancip. Luka tegak lurus akan menimbulkan kelim leccet akibat kurang
elastisnya kulit dibanding jaringan di bawahnya dan akan terdapat jelaga disekitarnya. Pada
sudut nya tidak lurus jelaga yang terbentuk akan terdistribusi dari arah senjata ditembakkan.
Kulit akan tampak hangus, terbakar, dan kehitaman. Rambut kulit akan tampak terbakar.
Terdapat kelim jelaga berwarna hitam. Kelim tato terbentuk dari bubuk yang tidak terbakar.
Bubuk ini berbentuk salju, bulat, atau silinder. Bubuk ini terbentuk akibat terlempar karena
tekanan tinggi oleh gas. Bubuk yang berbentuk salju dapat secara simetris mengelilingi luka
seperti kepingan cd. Bubuk yang berbentuk bulat dapat merobek pakaian dan rambut pada
jarak dekat. Terdapat lesi fragmen disekeliling luka akibat dari percikan metal. Bedanya
dengan kelim jelaga adalah lesi fragmen tidak dapat dihapus dengan busa basah.

Gambar 2. Luka tembak Jarak Dekat


3. Luka tembak jarak menengah(15 cm – 1m)
Istilah ini digunakan apabila korban berada pada jarak antara bubuk senjata dan jarak api
dan ledakan moncong. Pada senjata jenis handgun api akan hilang pada jarak 30 cm. Hal ini
terjadi akibat pendinginan gas sebeum menyentuk kulit. Adanya kelim tato merupakan kunci
utama pada luka tembak jarak sedang. Kelim jelaga yang tampak dapat dihapus tetapi kelim
tato tidak dapat dihapus. Distribusi kelim tato dapat simetris atau oval tergantung arah
tembakan. Temuan kelim tato ini dapat menunjukan tanda intravital pada luka tembak.
Apabila individu tersebut masih hidup saat penembakan maka warna kelim tato yang
terbentuk yaitu merah kecoklatan. Apabila seseorang tersebut telah mati sebelumnya saat
ditembak maka kelim tato yang terbentuk berwarna abu abu kekuningan. Pada jarak 1,5
meter luka berbentuk bundar, batas tidak tegas. Pada jarak 2 meter bahan tembakan mulai
menyebar dan luka mulai berbentuk ireguler seperti lubang tikus. Pada jarak 3 meter luka
tembak akan dikelilingi area bahan tembakan seluas 6 – 7 cm.

Gambar 3. Luka Tembak Jarak Menengah


4. Luka Tembak Jarak Jauh (> 4m)
Luka tembak yang terjadi sudah tidak meninggalkan tanda tanda jelaga tato maupun abrasi.
Peluru yang ditembakkan dapat berubah arah karena penurunan keceatan. Luka dapat
berbentuk bulat dan dapat berbentuk ireguler. Tidak ditemukan produk dari ledakan mesiu.
Gambar 4. Luka Tembak Jarak Jauh
5. Luka tembak keluar
Apabila peluru sudah melewati tubuh dan keluar dapat menyebabkan luka tembak keluar.
Luka tembak keluar yang terjadi dapat berukuran lebih besar dari luka tembak masuk dan
lebih kasar. Perubahan bentuk ini dipengaruhi oleh :
a. Deformasi peluru
b. Peluru yang berputar sehingga keluar dengan bagian belakang terlebih dahulu
c. Peluru yang pecah setelah menembus tulang dan keluar dengan beberapa bagian pada
satu luka tembak keluar
d. Peluru yang menembus tubuh yang lebih tebal akan membuat luka yang semakin besar
dan kasar

Gambar 5. Luka Tembak Keluar


Tabel 1. Beda Luka Tembak Masuk dengan Luka Tembak Keluar
Pembeda Luka Tembak Masuk Luka tembak Keluar
Ukuran Lebih kecil dari diameter Lebih besar
peluru, pada luka kontak
dapat lebih besar
Tepi Kedalam Keluar
Abrasi ada Tidak ada
Debris ada Tidak ada
Kelim Tato ada Tidak ada
Kelim Jelaga ada Tidak ada
Jaringan sekitar Berwarna cherry red Tidak ada perubahan
karena karbon monoksida
Perdarahan sedikit Lebih banyak
Pakaian Bahan pakaian masuk Bahan Pakaian Keluar
C. ETIOLOGI
Vulnus sclopetorum termasuk dalam “punctured vulnus”, apabila luka tembak ini
menumbus suatu organ, maka luka keluarnya lebih lebar dan lebih compang- camping. Apabila
tembakan dilakukan dari jarak dekat, maka luka masuk dapat ditemui. Pada luka keluar tidak
jarang di temui pula bagian-bagian organ yang diterjang peluru. Keluar tidaknya peluru atau
sampai dimana kerusakan yang ditimbulkan tergantung dari jenis senjata, peluru jarak dan arah
tembakkan.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Luka tembak masuk Ciri luka tembak masuk biasanya dalam bentuk yang berentetan dengan
abrasi tepi yang melingkar di sekeliling efek yang dihasilkan oleh peluru. Abrasi tepi
tersebut berupa goresan atau lecet pada kulit yang disebabkan oleh peluru ketika menekan
masuk ke dalam tubuh. Abrasi tepi dapat bersifat konsentris ataupun eksentris. Ketika ujung
peluru melakukan penetrasi ke dalam kulit hal tersebut akan menghasilkan abrasi tepi yang
konsentris, yaitu goresan pada kulit berbentuk cincin dengan ketebalan yang sama,
disebabkan saat peluru masuk secara tegak lurus ke dalam kulit. Ketika ujung peluru
melakukan penetrasi pada kulit dengan membentuk sudut, maka hal ini akan menghasilkan
abrasi tepi yang eksentris, yaitu bentuk cincin yang lebih tebal pada satu area. Area yang
tebal dari abrasi tepi yang eksentris mengindikasikan arah datangnya peluru. Sebagai
tambahan, semakin tebal abrasi tepi, semakin kecil sudut peluru pada saat mengenai kulit.
(Eka Nilawati, 2011).
2. Luka tembak keluar Ketika luka tembak mengenai tubuh, dapat menghasilkan luka tembak
keluar. Ketika senjata kaliber kecil mengenai tubuh, energi sisa pada tiap peluru biasanya
tidak cukup untuk menembus. Luka pada ekstremitas, leher dan kepala akan mudah untuk
dilalui. Jarak juga dapat mempengaruhi efek luka tembak keluar. Peluru yang berhasil
melewati tubuh akan keluar dan menghasilkan luka tembak keluar. Biasanya karakteristik
luka tembak keluar berbeda dengan luka tembak masuk. Bentuknya tidak sirkular melainkan
bervariasi dari seperti celah (slitlike), seperti bintang, iregular, atau berjarak (gaping).
Bentuk luka tembak keluar tidak dapat di prediksi. Luka tembak keluar akan meghasilkan
gambaran acak atau tidak teratur, tergantung pada struktur anatominya serta tulang dan
jaringan, khasnya bergerigi, laserasi yang tidak teratur dengan sisi luar yang membuka dan
kemungkinan fraktur komunitif. Luka tembak pada dada dan perut selalu sulit keluar karena
adanya hambatan yang cukup besar. Tidak adanya penahan pada kulit akan menyebabkan
anak peluru mengoyak kulit pada saat keluar. Dalam beberapa keadaan dimana kulit
memiliki penahan, maka bentuk luka tembak sirkular atau mendekati sirkular yang
disekelilingnya dibatasi oleh abrasi.
E. WOC

Luka tembak Luka tembak


masuk keluar

Vulnus sclopetorum

Trauma jaringan Kerusakan


pembuluh darah

MK: Kerusakan Terputus kontinuitas


jaringan Perdarahan
integritas jaringan berlebihan

Kerusakan
Rusaknya barier Keluarnya cairan
saraf perifer
pertahanan primer
tubuh

Stimulus
Terpapar
neurotransmitter MK: Kekurangan
lingkungan
(histamin, prostaglandin, volume cairan
bradikinin

MK: Risiko
infeksi Kurangnya
MK: Nyeri
tentang
akut
perawatan

Meningkatnya
adrenalin

MK: Ansietas
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada beberapa keadaan, pemeriksaan terhadap luka tembak masuk sering dipersulit oleh
adanya pengotoran oleh darah, sehingga pemeriksaan tidak dapat dilakukan dengan baik, akibat
penafsiran atau kesimpulan mungkin sekali tidak tepat. Untuk menghadapi penyulit pada
pemeriksaan tersebut dapat dilakukan prosedur sebagai berikut: Luka tembak dibersihkan
dengan hidrogen perokside (3% by volume). Setelah 2-3 menit luka tersebut dicuci dengan air,
untuk membersihkan busa yang terjadi dan membersihkan darah. Dengan pemberian hidrogen
perokside tadi, luka tembak akan bersih, dan tampak jelas, sehingga diskripsi dari luka dapat
dilakukan dengan akurat. Selain secara makroskopik, yaitu dengan karakteristik pada luka
tembak masuk, tidak jarang diperlukan pemeriksaan khusus untuk menentukan secara pasti
bahwa luka tersebut luka tembak masuk; ini disebabkan oleh karena tidak selamanya luka
tembak masuk memperlihatkan ciri-ciri yang jelas. Adapun pemeriksaan khusus yang
dimaksud adalah: pemeriksaan mikroskopik, pemeriksaan kimiawi, dan pemeriksaan
radiologik.
1. Pemeriksaan Mikroskopik
Perubahan mikroskopis yang tampak diakibatkan oleh dua faktor, yaitu akibat trauma
mekanis dan termis1,3.
Luka tembak tempel dan luka tembak jarak dekat1,3 :
a. Kompresi ephitel,di sekitar luka tampak epithel yang normal dan yang mengalami
kompresi,elongasi,dan menjadi pipihnya sel-sel epidermal serta elongasi dari inti sel,
b. Distorsi dari sel epidermis di tepi luka yang dapat bercampur dengan butir-butir mesiu.
c. Epitel mengalami nekrose koagulatif,epitel sembab,vakuolisasi sel-sel basal,
d. Akibat panas, jaringan kolagen menyatu dengan pewarnaan HE, akan lebih banyak
mengambil warna biru (basofilik staining)
e. Tampak perdarahan yang masih baru dalam epidermis (kelainan ini paling dominan), dan
adanyabutir-butir mesiu
f. Sel-sel pada dermis intinya mengkerut, vakuolisasi dan pignotik
g. Butir-butir mesiu tampak sebagai benda tidak beraturan, berwarna hitam atau hitam
kecoklatan
1) Pada luka tembak tempel “hard contact” permukaan kulit sekitar luka tidak terdapat
butir-butir mesiu atau hanya sedikit sekali, butir-butir mesiu akan tampak banyak
dilapisan bawahnya, khususnya disepanjang tepi saluran luka
2) Pada luka tembak tempel “soft contact” butir-butir mesiu terdapat pada kulit dan
jaringan dibawah kulit.
3) Pada luka tembak jarak dekat, butir-butir mesiu terutama terdapat pada permukaan
kulit, hanya sedikit yang ada pada lapisan-lapisan kulit
2. Pemeriksaan Kimiawi
Pada “black gun powder” dapat ditemukan kalium, karbon, nitrit, nitrat, sulfis, sulfat,
karbonat, tiosianat dan tiosulfat. ,Pada “smokeles gun powder” dapat ditemukan nitrit dan
selulosa nitrat. Pada senjata api yang modern, unsur kimia yang dapat ditemukan ialah
timah, barium, antimon, dan merkuri.Unsur-unsur kimia yang berasal dari laras senjata dan
dari peluru sendiri dapat di temukan ialah timah, antimon, nikel, tembaga, bismut perak dan
thalium. Pemeriksaan atas unsur-unsur tersebut dapat dilakukan terhadap pakaian, didalam
atau di sekitar luka. Pada pelaku penembakan, unsur-unsur tersebut dapat dideteksi pada
tangan yang menggenggam senjata1.
3. Pemeriksaan dengan Sinar-X
Pemeriksaan foto rontgen pada luka tembak kurang bermanfaat. Ada beberapa alasan
penggunaan fotot rontgen yakni:
a. Untuk mengetahui lokasi peluru.
b. Untuk mengetahui lokasi pecahan peluru. Meskipun luka tembaknya merupakan luka
tembak terbuka, peluru mungkin pecah dan berada dalam tubuh.
c. Untuk mengetahui saluran peluru.
d. Untuk mengetahui defek pada tulang.
e. Untuk mengetahui adanya emboli udara berkaitan dengan adanya bahaya pada
pembuluh darah yang besar akibat peluru.
f. Sebagai bukti tertulis bahwa tubuh korban telah diperiksa dan adanya luka akibat
peluru.
g. Untuk menyingkirkan adanya peluru dalam tubuh.
Radiografi dapat juga digunakan pada pasien hidup untuk menentukan beberapa
karakteristik adanya peluru dalam tubuh. Terdapat masalah yang tidak diharapkan saat
radiografi digunakan sebagai pemeriksaan rutin untuk memeriksa luka tembak.
Foto rontgen dapat menyatakan ada peluru yang mungkin tidak berhubungan dengan
penembakan yang sedang diselidiki. Yang kedua, kaliber dari peluru tidak dapat ditentukan
dengan tepat dengan menggunakan foto rontgen. Adanya distorsi dengan menggunakan foto
rontgen besar dan tergantung jarak peluru dari film X ray. Sangat sulit memperkirakan
kaliber yang tepat dari peluru berdasarkan penampilan peluru di foto rontgen. Pemeriksaan
radiografi yang lain kadang-kadang digunakan pada pemeriksaan luka tembak. Ini terdiri
dari soft X-rays yang terkadang dinamakan grenz rays.
Pemeriksaan secara radiologik dengan sinar-X ini pada umumnya untuk memudahkan
dalam mengetahui letak peluru dalam tubuh korban, demikian pula bila ada partikel-partikel
yang tertinggal. Pada “tandem bullet injury” dapat ditemukan dua peluru walaupun luka
tembak masuknya hanya satu. Bila pada tubuh korban tampak banyak pellet tersebar, maka
dapat dipastikan bahwa korban ditembak dengan senjata jenis “shoot gun” , yang tidak
beralur, dimana dalam satu peluru terdiri dari berpuluh pellet. Bila pada tubuh korban
tampak satu peluru, maka korban ditembak oleh senjata jenis rifled.
Pada keadaan dimana tubuh korban telah membusuk lanjut atau telah rusak sedemikian
rupa, sehingga pemeriksaan sulit, maka dengan pemeriksaan radiologi ini akan dengan
mudah menentukan kasusnya, yaitu dengan ditemukannya anak peluru pada foto rongent
(Idris, 1997). Pramono (1996) menyatakan luka tembak masuk dilukis dalam keadaan asli
atau dibuat foto. Pada luka tembak jarak dekat dibuat percobaan parafin, yang kegunaannya
untuk menentukan sisa mesiu pada tangan penembak atau sisa-sisa mesiu sekitar luka
tembak untuk jarak dekat.
4. Pemeriksaan baju pada korban luka tembak
Pemeriksaan korban luka tembak tidak lengkap tanpa pemeriksaan defek baju yang
dibuat oleh peluru. Beberapa cara pemeriksaannya2 :
a. Idealnya baju korban harus dilepaskan tanpa merusak baju tersebut.
b. Untuk mengidentifikasi korban, dapat dicari barang-barang yang ada di saku.
c. Baju harus dilepaskan dari korban, tapi jika hal ini dapat merusak maka dilakukan
manipulasi sehingga luka dapat dilihat.
d. Korban yang meninggal, sekarat, dan potensial untuk resusitasi kardiopulmonologi
dirawat oleh petugas medis. Berkaitan dengan hal ini, baju koraban harus dipotong atau
dirobek.
Pemeriksaan baju pada korban dapat dilakukan dengan menggunakan tehnik yang
berbeda. Ini meliputi :
a. Dengan mata telanjang
b. Dengan menggunakan gelas
c. Dengan mikroskop binokular
d. Dengan fotografi inframerah

G. PENATALAKSANAAN
Pada penangan kasus vulnus sclopetorum jangan langsung mengeluarkan pelurunya,
namun yang harus dilakukan adalah membersihkan luka dengan ringer laktat (RL), berikan
antiseptik dan tutup luka. Biarkan luka setidaknya seminggu baru pasien dibawa ke ruang
operasi untuk dikeluarkan pelurunya. Diharapkan setidaknya dalam waktu seminggu posisi
peluru sudah mantap dan tak bergeser karena setidaknya sudah terbentuk jaringan disekitar
peluru. Setelah mengetahui posisi peluru pada luka tembak luar, bisa langsung dilakukan
pencabutan peluru, namun apabila luka tembak dalam maka peluru harus segera dikeluarkan
dan muskulus bekas posisi peluru dijahit dengan pola jahitan sederhana terputus menggunakan
benang yang tidak diserap oleh tubuh.

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Ada dua kondisi yang perlu dikaji
a. Kaji keadaan umum pasien
b. Kaji tempat kejadian ( emergensi atau stabil )
c. Kaji Tandi Vital ( Tensi, suhu, nadi, pernapasan )
d. Kaji keadaan luka ( luas, lokasi, jenis, )
e. Kaji adanya tanda – tanda infeksi luka
f. Kaji hal –hal yang berhubungan dengan luka, fraktur, perdarahan, injuri, dan cedera kepala
g. Kaji perdarahan yang keluar ( ada atau tidak, Jumlah, warna , bau )
Airway

1. Periksa apakah jalan napas paten atau tidak


2. Periksa vokalisasi
3. Ada tidaknya aliran udara
4. Periksa adanya suara napas abnormal; stidor, snoring, gurgling
Breathing
1. Periksa ada tidaknya pernapasan efektif dengan 3M (Melihat naik turunnya dinding dada,
mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas)
2. Warna kulit
3. Identifikasi pola pernapasan abnormal
4. Periksa adanya penggunaan otot bantu pernapasan, deviasi trakea, gerakan dinding dada
yang asimetris
5. Periksa pola napas pasien; adanya tachypnea/ bradipneal/ tersenggal-senggal/ pasien bias
berbicara dalam satu kalimat penuh atau tidak, adanya pernapasan cuping hidung
Circulation
1. Periksa denyut nadi, kualitas, dan karakternya
2. Periksa adanya gangguan irama jantung/ abnormalitas jantung dengan atau tanpa EKG
3. Periksa pengisian kapiler, warna kulit dan suhu tubuh, serta adanya diaporesis

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan
2. Nyeri akut
3. Risiko infeksi
4. Kerusakan integritas jaringan
5. Ansietas

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x diharapkan cairan dan elektrolit
klien seimbang.
Kriteria hasil:
1. Turgor kulit elastic ( skala 5 )
2. Intake dan output cairan seimbang ( skala 5 )
3. Membrane mucus lembab ( skala 5 )
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
A. Monitor elektrolit
1. Identifikasi kemungkinan penyebab 1. mengetahui penyebab untuk menentukan intervensi
ketidakseimbangan elektrolit penyelesaian
2. Monitor adanya kehilangan cairan dan 2. mengetahui keadaan umum pasien
elektrolit 3. mengurangi risiko kekurangan voume cairan
3. Monitor adanya mual,muntah dan diare semakin bertambah
B. Manajemen cairan
1. Monitor status hidrasi ( membran mukus, 1. mengetahui perkembangan rehidrasi
tekanan ortostatik, keadekuatan denyut
nadi)
2. Monitor keakuratan intake dan output cairan 2. evaluasi intervensi
3. Monitor vital signs 3. mengetahui keadaan umum pasien
4. Monitor pemberian terapi IV 4. rehidrasi optimal
C. Monitor tanda tanda vital
1. Monitor vital sign klien 1. Sebagai indikator pemeriksaan tanda-tanda vital
2. Nyeri akut
Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan asuhan keperawatan selama …x 24 jam,
nyeri yang dirasakan klien berkurang
KriteriaHasil :
1. Klien melaporkan nyeri berkurang (5)
2. Klien dapat mengenal lamanya (onset) nyeri (5)
3. Klien dapat menggambarkan faktor penyebab (5)
4. Klien dapat menggunakan teknik non farmakologis (5)
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
A. Manajemen nyeri
1. Kaji secara komprehensip terhadap nyeri 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan
faktor presipitasi
2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara 2. Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan
nonverbal dirasakan oleh pasien

3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik 3. Untuk mengalihkan perhatian pasien dari rasa
untuk mengungkapkan pengalaman nyeri
nyeri dan penerimaan klien terhadap
respon nyeri
4. Berikan informasi tentang nyeri 4. Pemberian “health education” dapat
termasuk penyebab nyeri, berapa lama mengurangi tingkat kecemasan dan
nyeri akan hilang, antisipasi terhadap membantu klien dalam membentuk
ketidaknyamanan dari prosedur mekanisme koping terhadap rasa nyeri
5. Control lingkungan yang dapat 5. Untuk mengurangi tingkat ketidaknyamanan
mempengaruhi respon ketidaknyamanan yang dirasakan klien.
klien (suhu ruangan, cahaya dan suara)
6. Hilangkan faktor presipitasi yang dapat 6. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak
meningkatkan pengalaman nyeri klien bertambah.
(ketakutan, kurang pengetahuan)
7. Ajarkan cara penggunaan terapi non 7. Agar klien mampu menggunakan teknik
farmakologi (distraksi, guide nonfarmakologi dalam memanagement nyeri
imagery,relaksasi) yang dirasakan.
8. Kolaborasi pemberian analgesik 8. Pemberian analgesik dapat mengurangi rasa
nyeri pasien
3. Risiko infeksi
Definisi: mengalami peningkatan risiko terserang organisme patogenik
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan pasien dapat
terhindar dari risiko infeksi, dengan criteria hasil :
Kriteria hasil:
1. Integritas kulit (5)
2. Temperatur kulit (5)
3. Adanya lesi pada kulit (5)
4. Tanda-tanda infeksi (5)
5. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka (5)
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
A. Perawatan luka.
1. Monitor karakteristik, warna, 1. Untuk mengetahui keadaan luka
ukuran, cairan dan bau luka dan perkembangannya
2. Rawat luka dengan konsep steril 2. cairan isotonis sesuai cairan di tubuh
3. Ajarkan klien dan keluarga 3. Agar tidak terjadi infeksi dan terpapar oleh
untuk melakukan perawatan luka kuman atau bakteri
4. Berikan penjelasan kepada klien dan 4. Agar keluarga pasien mengetahui tanda
keluarga mengenai tanda dan gejala dari dan gejala dari infeksi
infeksi
5. Kolaborasi pemberian antibiotik 5. Pemberian antibiotic untuk
mencegah timbulnya infeksi
B. Kontrol infeksi
1. Instruksikan pengunjung untuk 1. Meminimalkan risiko infeksi
mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung
2. Gunakan sabun anti mikroba untuk 2. Mencegah terjadinya penularan infeksi
cuci tangan
3. Observasi dan laporkan tanda dan gejal 3. meminimalkan patogen yang ada di sekeliling
infeksi seperti kemerahan, panas, pasien
nyeri, tumor
4. Ajarkan keluarga bagaimana mencegah 4. mengurangi mikroba bakteri yang dapat
infeksi menyebabkan infeksi
DAFTAR PUSTAKA

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2015-2017/Editor,


T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti; Editor Edisi
Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta: EGC.

Moorhed, (et al). 2015. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition. Missouri: Mosby
Elsevier

Gloria M. Bulechek, (et al).2015. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier

Andreyani Luthfi. 2012. Asuhan keperawatan pada pasien dengan Vulnus sclopetorum di instalasi
bedah sentral. Surakarta: fakultas kesehatan universitas muhammadiyah.

Taufiq, Ahmad Dawam. 2015. Asuhan keperawatan pada pasien dengan Vulnus sclopetorum..

Surakarta: fakultas kesehatan universitas muhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai