Anda di halaman 1dari 7

MEKANISME LUKA TEMBAK

Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada trauma mekanik
seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat adanya transfer energi dari
luar menuju jaringan. Kerusakan yang terjadi pada jaringan tergantung pada absorpsi
energi kinetiknya, yang juga akan menghamburkan panas, suara serta gangguan mekanik
yang lainya. Energi kinetik ini akan mengakibatkan daya dorong peluru ke suatu jaringan
sehingga terjadi laserasi, kerusakan sekunder terjadi bila terdapat ruptur pembuluh darah
atau struktur lainnya dan terjadi luka yang sedikit lebih besar dari diameter peluru.
Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang menembus
jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi jika terjadi pada jaringan
seperti otak, hati ataupun otot akan mengakibatkan kerusakan dengan adanya zona-zona
disekitar luka. Dengan adanya lesatan peluru dengan kecepatan tinggi akan membentuk
rongga disebabkan gerakan sentrifugal pada peluru sampai keluar dari jaringan dan
diameter rongga ini lebih besar dari diameter peluru, dan rongga ini akan mengecil sesaat
setelah peluru berhenti, dengan ukuran luka tetap sama. Organ dengan konsistensi yang
padat tingkat kerusakan lebih tinggi daripada organ berongga. Efek luka juga berhubungan
dengan gaya gravitasi.

KLASIFIKASI LUKA TEMBAK


1. Luka Tembak Masuk:
a. luka tembak tempel
b. luka tembak sangat dekat (dibawah 15 cm)
c. luka tembak jarak dekat (>15 cm dan <70 cm)
d. luka tembak jarak jauh (>70 cm)
2. Luka Tembak Keluar (luka tembus)
Tabel. Perbedaan luka tembak masuk dan keluar

Luka tembak masuk Luka tembak keluar


Ukurannya kecil (berupa satu Ukurannya lebih besar dan lebih tidak
titik/stelata/bintang), karena peluru teratur dibandingkan luka tembak masuk,
menembus kulit seperti bor dengan karena kecepatan peluru berkurang hingga
kecepatan tinggi menyebabkan robekan jaringan.
Pinggiran luka melekuk kearah dalam Pinggiran luka melekuk keluar karena peluru
karena peluru menembus kulit dari luar menuju keluar.
Pinggiran luka mengalami abrasi Pinggiran luka tidak mengalami abrasi.
Bisa tampak kelim lemak. Tidak terdapat kelim lemak
Pakaian masuk kedalam luka, dibawa oleh Tidak ada
peluru yang masuk.
Pada luka bisa tampak hitam, Tidak ada
terbakar, kelim tato atau jelaga.
Pada tulang tengkorak, pinggiran luka bagus Tampak seperti gambaran mirip
bentuknya. kerucut
Bisa tampak berwarna merah terang akibat Tidak ada
adanya zat karbon monoksida.
Disekitar luka tampak kelim ekimosis Tidak ada
Luka tembak masuk Luka tembak keluar
Perdarahan hanya sedikit. Perdarahan lebih banyak
Pemeriksaan radiologi atau analisis aktivitas Tidak ada
netron mengungkapkan adanya lingkaran
timah / zat besi di sekitar luka.
ak keluar
Faktor-faktor yang mempengaruhi cedera akibat senjata api :
 Jenis peluru
 Kecepatan peluru
 Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan
 Densitas jaringan tubuh dimana peluru masuk
Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan
1. Jika senjata ditembakkan pada jarak yang sangat dekat atau menempel dengan
kulit :
a. Jaringan subkutan 5 sampai 7,5 cm disekitar luka tembak masuk mengalami
laserasi
b. Kulit disekitar luka terbakar atau hitam karena asap. Kelim tato terjadi
karena bubuk mesiu senjata yang tidak terbakar.
c. Rambut di sekitar luka hangus.
d. Pakaian yang menutupi luka terbakar karena percikan api dari senjata.
e. Walaupun jarang bisa ditemukan bercak berwarna abu-abu atau putih di
sekitar luka. Hal ini terjadi jika bubuk mesiu tidak berasap dan tidak
terdapat bagian kehitaman pada kulit.
2. Tembakan jarak dekat
a. Jaraknya adalah 15-70 cm dari kulit.
b. Ukuran luka lebih kecil dibandingkan peluru
c. Warna hitam dan kelim tato lebih luar disekitar luka
d. Tidak ada luka bakar atau kulit yang hangus.
3. Tembakan jarak jauh
a. Jaraknya adalah di atas 70 cm.
b. Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan peluru.
c. Kehitaman atau kelim tato tidak ada

Efek Luka Tembak


Pada saat seseorang melepaskan tembakan dan kebetulan mengenai sasaran yaitu
tubuh korban, maka pada tubuh korban tersebut akan didapatkan perubahan yang
diakibatkan oleh berbagai unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api tersebut.
Adapun komponen atau unsur-unsur yang keluar pada setiap penembakan adalah:
 anak peluru
 butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar
 asap atau jelaga
 api
 partikel logam
Bila senjata yang dipergunakan sering diberi minyak pelumas, maka minyak yang
melekat pada anak peluru dapat terbawa dan melekat pada luka. Bila penembakan
dilakukan dengan posisi moncong senjata menempel dengan erat pada tubuh korban,
maka akan terdapat jejas laras. Selain itu bila senjata yang dipakai termasuk senjata yang
tidak beralur (smooth bore), maka komponen yang keluar adalah anak peluru dalam satu
kesatuan atau tersebar dalam bentuk pellet, tutup dari peluru itu sendiri juga dapat
menimbulkan kelainan dalam bentuk luka. Komponen atau unsur-unsur yang keluar pada
setiap peristiwa penembakan akan menimbulkan kelainan pada tubuh korban sebagai
berikut:
1. Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka.
Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
 Kecepatan
 Posisi peluru pada saat masuk ke dalam tubuh
 Bentuk dan ukuran peluru
 Densitas jaringan tubuh di mana peluru masuk
Peluru yang mempunyai kecepatan tinggi (high velocity), akan menimbulkan luka
yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan peluru yang kecepatannya lebih
rendah (low velocity). Kerusakan jaringan tubuh akan lebih berat bila peluru
mengenai bagian tubuh yang densitasnya lebih besar.
Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru:
a. Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang
b. Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi robekan
c. Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang beralur
atau rifle bore), terjadi gesekan antara badan peluru dengan tepi robekan
sehingga terjad kelim lecet (abrasion ring)
d. Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan diteruskan ke
segala arah, maka sewaktu anak peluru berada dan melintas dalam tubuh
akan terbentuk lubang yang lebih besar dari diameter peluru
e. Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau robekan
yang terjadi akan mengecil kembali, hal ini dimungkinkan oleh adanya
elastisitas dari jaringan
f. Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim lecet yang
terbentuk akan sama lebarnya pada setiap arah
g. Peluru yang masuk secara membentuk sudut atau serong akan dapat
diketahui dari bentuk kelim lecet
h. Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru masuk dari
arah tersebut
i. Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan dijumpai
pewarnaan kehitaman akibat minyak pelumas, hal ini disebut kelim kesat
atau kelim lemak (grease ring/ grease mark)
j. Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka bentuk
luka yang terjadi adalah bentuk bundar, bila jaringan di bawahnya
mempunyai densitas besar seperti tulang, maka sebagian tenaga dari
peluru disertai pula dengan gas yang terbentuk akan memantul dan
mengangkat kulit di atasnya, sehingga robekan yang tejadi menjadi tidak
beraturan atau berbentuk bintang
k. Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara diameter
lubang luka ditambah dengan lebar kelim lecet yang tegak lurus dengan
arah masuknya peluru
l. Peluru yang hanya menyerempet tubuh korban akan menimbulkan
robekan dangkal, disebut bullet slap atau bullet graze
m. Bila peluru menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak masuk bersatu
dengan luka tembak keluar, luka yang terbentuk disebut gutter wound
2. Akibat butir-butir mesiu (gunpowder effect): tattoo, stipling
a. Butir – butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar akan masuk
ke dalam kulit
b. Daerah di mana butir-butir mesiu tersebut masuk akan tampak berbintik-
bintik hitam dan bercampur dengan perdarahan
c. Oleh karena penetrasi butir mesiu tadi cukup dalam, maka bintik-bintik
hitam tersebut tidak dapat dihapus dengan kain dari luar
d. Jangkauan butir-butir mesiu untuk senjata genggam berkisar sekitar 60 cm
e. Black powder adalah butir mesiu yang komposisinya terdiri dari nitrit,
tiosianat, tiosulfat, kalium karbonat, kalium sulfat, kalium sulfida,
sedangkan smoke less powder terdiri dari nitrit dan selulosa nitrat yang
dicampur dengan karbon dan gravid
3. Akibat asap (smoke effect): jelaga
a. Oleh karena setiap proses pembakaran itu tidak sempurna, maka terbentuk
asap atau jelaga
b. Jelaga yang berasal dari black powder komposisinya CO2 (50%) nitrogen
35%, CO 10%, hydrogen sulfide 3%, hydrogen 2 % serta sedikit oksigen dan
methane
c. Smoke less powder akan menghasilkan asap yang jauh lebih sedikit
d. Jangkauan jelaga untuk senjata genggam berkisar sekitar 30 cm
e. Oleh karena jelaga itu ringan, jelaga hanya menempel pada permukaan
kulit, sehingga bila dihapus akan menghilang.
4. Akibat api (flame effect): luka bakar
a. Terbakarnya butir-butir mesiu akan menghasilkan api serta gas panas yang
akan mengakibatkan kulit akan tampak hangus terbakar (scorching,
charring)
b. Jika tembakan terjadi pada daerah yang berambut, maka rambut akan
terbakar
c. Jarak tempuh api serta gas panas untuk senjata genggam sekitar 15 cm,
sedangkan untuk senjata yang kalibernya lebih kecil, jaraknya sekitar 7,5
cm
5. Akibat partikel logam (metal effect): fouling
a. Oleh karena diameter peluru lebih besar dari diameter laras, maka sewaktu
peluru bergulir pada laras yang beralur akan terjadi pelepasan partikel
logam sebagai akibat pergesekan tersebut
b. Partikel atau fragmen logam tersebut akan menimbulkan luka lecet atau
luka terbuka dangkal yang kecil-kecil pada tubuh korban
c. Partikel tersebut dapat masuk ke dalam kulit atau tertahan pada pakaian
korban.
6. Akibat moncong senjata (muzzle effect): jejas laras
a. Jejas laras dapat terjadi pada luka tembak tempel, baik luka tembak tempel
yang erat (hard contact) maupun yang hanya sebagian menempel (soft
contact)
b. Jejas laras dapat terjadi bila moncong senjata ditempelkan pada bagian
tubuh, dimana di bawahnya ada bagian yang keras (tulang)
c. Jejas laras terjadi oleh karena adanya tenaga yang terpantul oleh tulang
dan mengangkat kulit sehingga terjadi benturan yang cukup kuat antara
kulit dan moncong senjata
d. Jejas laras dapat pula terjadi jika si penembak memukulkan moncong
senjatanya dengan cukup keras pada tubuh korban, akan tetapi hal ini
jarang terjadi
e. Pada hard contact, jejas laras tampak jelas mengelilingi lubang luka,
sedangkan pada soft contact, jejas laras sebetulnya luka lecet tekan
tersebut akan tampak sebagian sebagai garis lengkung
f. Bila pada hard contact tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim tato,
oleh karena tertutup rapat oleh laras senjata, maka pada soft contact jelaga
dan butir mesiu ada yang keluar melalui celah antara moncong senjata dan
kulit, sehingga terdapat adanya kelim jelaga dan kelim tato.
7. Pengaruh pakaian pada luka tembak masuk
Jika tembakan mengenai tubuh korban yang ditutup pakaian, dan pakaiannya
cukup tebal, maka dapat terjadi:
 Asap, butir-butir mesiu dan api dapat tertahan pakaian
 Fragmen atau partikel logam dapat tertahan oleh pakaian
 Serat-serat pakaian dapat terbawa oleh peluru dan masuk ke dalam lubang
luka tembak.
Perbedaan Soft dan Hard Contac
Luka tembak Kontak Keras (Hard Contact) : penekanan keras ujung moncong senjata ke
target akan menimbulkan kontak pada kulit membuat bekas ujung senjata. Sehingga
terdapat laserasi irreguler disekitar bekas ujung senjata dan bubuk misiu masuk ke dalam
jaringan dan tidak terlihat di sekitar luka. Cincin abrasi dan bekas moncong senjata sangat
jelas dan bersih, dan berbatas tegas berwarna kehitaman.
Luka Tembak Kontak Lembut (Soft Contact) :  karena penekanan lemah pada moncong
senjata ke target membuat kontak tidak sempurna mengakibatkan bubuk misiu dan
combusio keluar disekitar luka. Ini menimbulkan luka kehitaman dengan abrasi kotor
disekitar luka dengan tanda ujung moncong senjata berbatas tegas kehitaman.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sharma RK. Concise textbook of forensic medicine and toxicology 3rd edition.
Global education consultants, Noida, 2011.
2. James JP, Jones R, Karch SB dan Manlove J. Simpson’s forensic medicine 13th
edition. Hodder arnold, London, 2011.

Anda mungkin juga menyukai