Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

VULNUS SCHLOPETORUM (LUKA TEMBAK)

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru
atau persentuhan peluru dengan tubuh. Termasuk dalam luka tembak adalah
luka penetrasi ataupun perforasi. Luka penetrasi terjadi bila anak peluru
memasuki suatu objek dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka perforasi
anak peluru menembus objek secara keseluruhan. Luka dalam luka tembak
dapat berupa keduanya, baik luka penetrasi maupun luka perforasi. Peluru
yang ditembakkan kekepala dapat menembus kulit dan tengkorak sebelum
akhirnya bersarang didalam otak. Hal ini menimbulkan luka penetrasi pada
kepala dan luka perforasi pada tengkorak dan otak (Amir, 2011).

2. Klasifikasi Luka Tembak


a. Luka Tembak Masuk
Bagian yang penting dalam pemeriksaan luka tembak adalah
pemeriksaan luka tembak masuk karena pengertian luka tembak adalah
penetrasi anak peluru ke dalam tubuh, maka perlu dikaji tentang yang
terjadi pada waktu peluru menembus kulit. Selain luka masuk yang
merobek tubuh, maka dipinggir luka akan terbentuk cincin memar
disekeliling luka masuk (contusion ring), sebetulnya ini lebih tepat
disebut luka lecet. Diameter luka memar ini menggambarkan kaliber
peluru yang menembus. Oleh karena itu perlu diukur dengan teliti. Bila
cincin memar bulat berarti peluru menembus tegak lurus. Bila lonjong
maka peluru menembus miring. Arah dan sudut kemiringan luka tembak
masuk dapat ditentukan dari bagian yang lebih lebar dari cincin memar
(Amir, 2011).
Bentuk cincin memar tidak bisa teratur, ini dihubungkan dengan
kemungkinan peluru yang menembus kulit tidak bulat lagi karena
berubah bentuk, misalnya peluru rikoset karena mengenai benda lain
dulu seperti dinding, pohon, dan lain-lain atau peluru memuai karena
panas atau peluru yang ujungnya sengaja dibelah (Amir, 2011).
Luka tembak pada tulang, khususnya tulang pipih akan menunjukkan
kelainan yang khas, sehingga walaupun pada korban telah mengalami
pembusukan masih tetap akan dapat dikenali dari bagian sebelah mana
peluru masuk dan pada bagian mana pula peluru tersebut keluar. Luka
tembak pada kepala merupakan contoh yang baik untuk melihat kelainan
dimaksud (Idries, 1997).
1) Pada tempat masuknya peluru, lubang yang terjadi pada tabula
eksterna akan lebih kecil dibandingkan dengan lubang pada tabula
interna, sehingga membentuk corong yang membuka ke dalam.
2) Pada tempat keluarnya peluru, lubang yang terjadi pada tabula interna
akan lebih kecil bila dibandingkan dengan lubang pada tabula
eksterna, sehingga membentuk corong yang membuka keluar.
3) Tembakan pada tulang panjang walaupun tidak memberikan
gambaran yang khas, tetapi merupakan petunjuk dari mana peluru
datang yaitu melihat fragmen tulang yang terangkat atau terdorong,
bila peluru datang dari sebelah kanan maka fragmen tulang akan
terdorong ke sebelah kiri.
4) Pada luka tembak tempel dapat dijumpai pengotoran berwarna hitam
yang ditimbulkan oleh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau
sebagian terbakar, yang menempel pada tepi lubang yang terbentuk
pada tengkorak atau tulang.
b. Luka Tembak Keluar
Jika peluru yang ditembakkan dari senjata api mengenai tubuh
korban dan kekuatannya masih cukup untuk menembus dan keluar pada
bagian tubuh lainnya, maka luka tembak dimana peluru meninggalkan
tubuh itu disebut luka tembak keluar. Bila mana peluru yang masuk
kedalam tubuh korban tidak terbentur dengan tulang, maka saluran luka
yang terbentuk yang menghubungkan luka tembak masuk dan luka
tembak keluar dapat menunjukkan arah datangnya peluru yang dapat
sesuai dengan tembakan (Idries, 1997).
Ciri khusus yang sekaligus merupakan perbedaan pokok dengan luka
tembak masuk adalah: tidak adanya kelim lecet, bentuk luka tembak
keluar lebih besar. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan luka tembak
keluar lebih besar dari luka tembak masuk adalah (Idries, 1997):
1) Perubahan luas peluru, oleh karena terjadi deformitas sewaktu peluru
berada dalam tubuh dan membentur tulang.
2) Peluru sewaktu berada dalam tubuh mengalami perubahan gerak,
misalnya karena terbentur bagian tubuh yang keras, peluru bergerak
berputar dari ujung ke ujung (end to end), ini disebut tumbling
3) Pergerakan peluru yang lurus menjadi tidak beraturan disebut yawing
4) Peluru pecah menjadi beberapa fragmen, fragmen-fragmen ini akan
menyebabkan bertambah besar luka tembak keluar.
5) Bila peluru mengenai tulang dan fragmen tulang tersebut turut
terbawa keluar, maka fragmen tulang tersebut akan membuat robekan
tambahan, sehingga akan memperbesar luka tembak keluarnya.
Pada beberapa keadaan luka tembak keluar justru lebih kecil dari
luka tembak masuk, hal ini disebabkan (Idries, 1997) :
1. Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar
berkurang, sehingga kerusakannnya, akan lebih kecil, perlu diketahui
bahwa kemampuan peluru untuk dapat menimbulkan kerusakan
berhubungan langsung dengan ukuran peluru dan kecepatannya.
2. Adanya benda yang menahan atau menekan kulit pada daerah dimana
peluru akan keluar, yang berarti menghambat kecepatan peluru, luka
tembak keluar akan lebih kecil bila dibandingkan dengan luka tembak
masuk.
Luka tembak keluar di daerah kepala dapat seperti bintang
(stellate). Bentuk bintang tersebut disebabkan oleh karena akibat
tembakan dimana tenaganya diteruskan ke segala arah, fragmen-fragmen
tulang yang terbentuk turut terdorong keluar dan menimbulkan robekan-
robekan baru yang dimulai dari pinggir luka dan menyebar secara radier
(Idries, 1997).
Beberapa variasi luka tembak keluar seperti luka tembak keluar
sebagian (partial exit wound), hal ini dimungkinkan oleh karena tenaga
peluru tersebut. Jumlah luka tembak keluar lebih banyak dari jumlah
peluru yang ditembakkan, ini dimungkinkan karena:
a) Peluru pecah dan masing-masing pecahan membuat sendiri luka
tembak keluar.
b) Peluru menyebabkan ada tulang yang patah dan tulang tersebut
terdorong keluar pada tempat yang berbeda dengan tempat keluarnya
peluru.
c) Dua peluru masuk ke dalam tubuh melalui satu luka tembak masuk
(tandem bullet injury), dan di dalam tubuh ke dua peluru tersebut
berpisah dan keluar melalui tempat yang berbeda.

3. Jarak Luka Tembak


Peluru yang menembus tubuh bisa ditembakkan dari berbagai jarak.
Untuk kepentingan medikolegal penentuan jarak luka tembak ini sangat
penting. Jarak luka tembak dibagi atas 4 yaitu:
a. Luka Tembak Tempel (Contact Wounds)
Terjadi bila laras senjata menempel pada kulit. Luka masuk biasanya
berbentuk bintang (stellate) karena tekanan gas yang tinggi waktu
mencari jalan keluar akan merobek jaringan. Pada luka didapati jejas
laras, yaitu bekas ujung laras yang ditempelkan pada kulit. Gas dan
mesiu yang tidak terbakar didapati dalam jaringan luka. Didapati kadar
CO yang tinggi dalam jaringan luka. Luka tembak tempel biasanya
didapati pada kasus bunuh diri. Oleh karena itu sering didapati adanya
kejang mayat (cadaveric spame). Luka tembak tempel sering didapati di
pelipis, dahi, atau dalam mulut (Amir, 2011).
Luka tembak tempel di daerah pelipis mempunyai ciri: luka
berbentuk bundar dan terdapat jejas laras. Luka tembak tempel di daerah
dahi mempunyai ciri: luka berbentuk bintang dan terdapat jejas laras.
Luka tembak tempel di dalam mulut mempunyai ciri : luka berbentuk
bundar dan kemungkinan besar tidak terdapat jejas laras (Idries, 1997).
b. Luka Tembak Sangat dekat (Close Wound)
Luka tembak masuk jarak sangat dekat sering disebabkan
pembunuhan. Dengan jarak sangat dekat ( 15 cm), maka akan didapati
cincin memar, tanda-tanda luka bakar, jelaga dan tatu disekitar lubang
luka masuk. Pada daerah sasaran tembak didapati luka bakar karena
semburan api dan gas panas, kelim jelaga (arang), kelim tatu akibat
mesiu yang tidak terbakar dan luka tembus dengan cincin memar
dipinggir luka masuk (Amir, 2011).
c. Luka Tembak Dekat (Near Wound)
Luka dengan jarak dibawah 70 cm akan meninggalkan lubang luka,
cincin memar dan tatu disekitar luka masuk. Biasanya karena
pembunuhan. Pada luka tembak penting sekali memeriksa baju korban.
Harus dicocokkan apakah lubang ditubuh korban setentang dengan
lubang dipakaian. Dalam hal ini baik pada luka tembak dekat, sangat
dekat, dan juga luka tembak tempel, perlu diperhatikan kemungkinan
tertinggalnya materi-materi asap dan tatu dipakaian korban, karena pada
tubuh korban hanya didapati luka dengan cincin memar yang
memberikan gambaran luka tembak jauh. Oleh karena itu bila korban
luka tembak tidak memakai pakaian, jangan menentukan jarak luka
tembak sebelum memeriksa pakaiannya (Amir, 2011).
d. Luka Tembak Jauh (Distand Wound)
Disini tidak ada kelim tatu, hanya ada luka tembus oleh peluru dan
cincin memar. Jarak penembakan sulit atau hampir tak mungkin
ditentukan secara pasti. Tembakan dari jarak lebih dari 70 cm dianggap
sebagai tembakan jarak jauh, karena partikel mesiu biasanya tidak
mencapai sasaran lagi (Amir, 2011).
4.Mekanisme Luka Tembak
Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada
trauma mekanik seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi
akibat adanya transfer energi dari luar menuju jaringan. Keruskan yang
terjadi pada jaringan tergantung pada absorpsi energi kinetiknya, yang juga
akan menghamburkan panas, suara serta gangguan mekanik yang lainnya.
Energi kinetik ini akan mengakibatkan daya dorong peluru kesuatu jaringan
sehingga terjadi laserasi, kerusakan sekunder terjadi bila terdapat ruptur
pembuluh darah atau struktur lainnya dan terjadi luka yang sedikit lebih
besar dari diameter peluru (Algozi, 2011).
Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang
menembus jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi
jika terjadi pada jaringan seperti otak, hati ataupun otot akan mengakibatkan
kerusakan dengan adanya zona-zona disekitar luka. Dengan adanya peluru
dengan kecepatan tinggi akan membentuk rongga disebabkan gerakan
sentrifugal pada peluru sampai keluar dari jaringan dan diameter rongga ini
lebih besar dari diameter peluru, dan rongga ini akan mengecil sesaat setelah
peluru berhenti, dengan ukuran luka tetap sama. Organ dengan konsistensi
yang padat tingkat kerusakan lebih tinggi daripada organ berongga. Efek
luka juga berhubungan dengan gaya gravitasi (Algozi, 2011).

5. Patologi Akibat Luka Tembak


a. Akibat Anak Peluru (Bullet Effect)
Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
kecepatan, posisi peluru pada saat masuk ke dalam tubuh, bentuk dan
ukuran peluru, dan densitas jaringan tubuh di mana peluru masuk. Peluru
yang mempunyai kecepatan tinggi (high velocity), akan menimbulkan
luka yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan peluru yang
kecepatannya lebih rendah (low velocity).
Kerusakan jaringan tubuh akan lebih berat bila peluru mengenai
bagian tubuh yang densitasnya lebih besar. Pada organ tubuh yang
berongga seperti jantung dan kandung kencing, bila terkena tembakan
dan kedua organ tersebut sedang terisi penuh (jantung dalam fase
diastole), maka kerusakan yang terjadi akan lebih hebat bila
dibandingkan dengan jantung dalam fase sistole dan kandung kencing
yang kosong, hal tersebut disebabkan karena adanya penyebaran tekanan
hidrostatik ke seluruh bagian (Knight, 1996).
Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru
(Knight, 1996).
1) Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang.
2) Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi
robekan.
3) Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang
beralur atau rifle bore), terjadi gesekan antara badan peluru dengan
tepi robekan sehingga terjadi kelim lecet (abrasion ring).
4) Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan
diteruskan ke segala arah, maka sewaktu anak peluru berada dan
melintas dalam tubuh akan terbentuk lubang yang lebih besar dari
diameter peluru.
5) Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau
robekan yang terjadi akan mengecil kembali, hal ini dimungkinkan
oleh adanya elastisitas dari jaringan.
6) Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim
lecet yang terbentuk akan sama lebarnya pada setiap arah.
7) Peluru yang masuk secara membentuk sudut atau serong akan dapat
diketahui dari bentuk kelim lecet..
8) Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru masuk
dari arah tersebut.
9) Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan dijumpai
pewarnaan kehitaman akibat minyak pelumas, hal ini disebut kelim
kesat atau kelim lemak (grease ring atau grease mark).
10) Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka
bentuk luka yang terjadi adalah bentuk bundar, bila jaringan di
bawahnya mempunyai densitas besar seperti tulang, maka sebagian
tenaga dari peluru disertai pula dengan gas yang terbentuk akan
memantul dan mengangkat kulit di atasnya, sehingga robekan yang
tejadi menjadi tidak beraturan atau berbentuk bintang.
11) Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara
diameter lubang luka ditambah dengan lebar kelim lecet yang tegak
lurus dengan arah masuknya peluru.
12) Peluru yang hanya menyerempet tubuh korban akan menimbulkan
robekan dangkal, disebut bullet slapatau bullet graze
13) Bila peluru menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak masuk
bersatu dengan luka tembak keluar, luka yang terbentuk disebut
gutter wound
b. Akibat Butir-Butir Mesiu (Gunpowder Effect): Tatu, Stiplin
1) Butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar akan
masuk ke dalam kulit.
2) Daerah di mana butir-butir mesiu tersebut masuk akan tampak
berbintik bintik hitam dan bercampur dengan perdarahan.
3) Oleh karena penetrasi butir mesiu tadi cukup dalam, maka bintik-
bintik hitam tersebut tidak dapat dihapus dengan kain dari luar.
4) Jangkauan butir-butir mesiu untuk senjata genggam berkisar sekitar 60
cm.
5) Black powder adalah butir mesiu yang komposisinya terdiri dari nitrit,
tiosianat, tiosulfat, kalium karbonat, kalium sulfat, kalium sulfida,
sedangkan smoke less powderterdiri dari nitrit dan selulosa nitrat yang
dicampur dengan karbon dan grafit.
c. Akibat Asap (Smoke Effect): Jelaga
1) Oleh karena setiap proses pembakaran itu tidak sempurna, maka
terbentuk asap atau jelaga.
2) Jelaga yang berasal dari black powder komposisinya CO2 (50%),
Nitrogen 35%, CO 10%, Hydrogen sulfide 3%, Hydrogen 2% serta
sedikit Oksigen dan Methane.
3) Smoke less powder akan menghasilkan asap yang jauh lebih sedikit.
4) Jangkauan jelaga untuk senjata genggam berkisar sekitar 30 cm.
5) Oleh karena jelaga itu ringan, jelaga hanya menempel pada permukaan
kulit, sehingga bila dihapus akan menghilang.
d. Akibat Api (Flame Effect): Luka Bakar
1) Terbakarnya butir-butir mesiu akan menghasilkan api serta gas panas
yang akan mengakibatkan kulit akan tampak hangus terbakar
(scorching, charring).
2) Jika tembakan terjadi pada daerah yang berambut, maka rambut akan
terbakar.
3) Jarak tempuh api serta gas panas untuk senjata genggam sekitar 15 cm,
sedangkan untuk senjata yang kalibernya lebih kecil, jaraknya sekitar
7,5 cm
e. Akibat Partikel Logam (Metal Effect): Fouling
1) Oleh karena diameter peluru lebih besar dari diameter laras, maka
sewaktu peluru bergulir pada laras yang beralur akan terjadi pelepasan
partikel logam sebagai akibat pergesekan tersebut.
2) Partikel atau fragmen logam tersebut akan menimbulkan luka lecet
atau luka terbuka dangkal yang kecil-kecil pada tubuh korban.
3) Partikel tersebut dapat masuk ke dalam kulit atau tertahan pada
pakaian korban.
f. Akibat Moncong Senjata (Muzzle Effect): Jejas Laras
1) Jejas laras dapat terjadi pada luka tembak tempel, baik luka tembak
tempel yang erat (hard contact) maupun yang hanya sebagian
menempel (soft contact).
2) Jejas laras dapat terjadi bila moncong senjata ditempelkan pada bagian
tubuh, dimana di bawahnya ada bagian yang keras (tulang).
3) Jejas laras terjadi oleh karena adanya tenaga yang terpantul oleh tulang
dan mengangkat kulit sehingga terjadi benturan yang cukup kuat
antara kulit dan moncong senjata.
4) Jejas laras dapat pula terjadi jika sipenembak memukulkan moncong
senjatanya dengan cukup keras pada tubuh korban, akan tetapi hal ini
jarang terjadi.
5) Pada hard contact, jejas laras tampak jelas mengelilingi lubang luka,
sedangkan pada soft contact, jejas laras tersebut akan tampak sebagian
sebagai garis lengkung.
6) Bila pada hard contact tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim
tatu, oleh karena tertutup rapat oleh laras senjata, maka pada soft
contact jelaga dan butir mesiu ada yang keluar melalui celah antara
moncong senjata dan kulit, sehingga terdapat adanya kelim jelaga dan
kelim tatu.

6. Pemeriksaan Luka Tembak


a. Bila memungkinkan korban difoto Rontgen terlebih dahulu untuk
memastikan saluran luka dan letak peluru (kalau ada) serta arah
pecahan tulang. Tapi di Indonesia biasanya sarana ini tidak ada
dibagian forensik.
b. Bentuk luka harus dilukis teliti, bila perlu dengan foto close-up. Luka
tembak masuk dan keluar digambarkan dengan membuat proyeksi
luka kebagian tengah tubuh dan ketumit setentang. Ini dapat dipakai
untuk merekonstruksi arah tembakan.
c. Jumlah luka. Lihat juga kemungkinan anak peluru yang sama
mengenai bagian tubuh yang lain. Satu peluru bisa membuat 2 luka
masuk dan 2 luka keluar, misalnya dari lengan luar menembus lengan
dalam dan masuk lagi ke dada dan keluar di tempat lain.
d. Luka dibersihkan dengan kapas yang dibasahi dengan sabun. Kapas
tidak dibuang tapi diserahkan kepada penyidik. Jelaga akan terhapus,
sementara tatu tetap ada. Penyebarannya dilukis atau difoto. Lihat
kemungkinan luka bakar. Partikel mesiu diambil dengan parafin, bila
perlu diambil dengan plester lebar. Semua ini penting untuk jarak
tembakan.
e. Perhatikan saluran luka waktu autopsi dan letak perdarahan.
f. Cari peluru dan ambil hati-hati tanpa membuat goresan. Bila tertanam
di tulang, tulangnya dipotong (jangan coba-coba menariknya dari
tulang) dan dikirim ke Laboratorium.
g. Luka tembak masuk sebaiknya di eksisi dan disimpan dalam formalin
10% dan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk
pemeriksaan mikroskopis. Pada jaringan luka tembak masuk bisa
ditemui sisa-sisa mesiu berupa pigmen-pigmen hitam atau serat-serat
pakaian (Amir, 2011).
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan klien
1) Keluhan Utama
Pasien merasakan nyeri pada bagian luka
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keadaan luka tembak
kemudian dilakukan operasi dengan lama operasi 3 jam dan pasien
merasakan nyeri pada luka dengan skala nyeri 7.
3) Riwayat Kesehatan Masa lalu
Pasien sebelumnya belum pernah mengalami luka tembak
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien belum pernah mengalami kejadian luka tembak dan
tidak mempunyai penyakit keturunan.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Sedang
2) Kesadaran Umum : Compos Mentis
a. Tanda-tanda Vital
TD : 130/80 mmHg
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,8C
N : 82 x/menit
3) Review of Head to too
a) Kepala : bentuk kepala bulat, warna rambut hitam, bentuk
rambut ikal, tidak ada masa, tidak nyeri saat di
tekan.
b) Wajah : bentuk wajah bulat, warna kulit coklat, tidak ada
lesi,
pucat pada wajah, tidak nyeri pada saat di tekan.
c) Mata : bentuk mata bulat, warna mata hitam, konjungtiva
tampak pucat, bulu mata lentik, bulu alis tebal
merata.
d) Hidung : bentuk hidung mancung, kedua lubang hidung
simetris,
tidak ada lesi/benjolan, tidak nyeri pada saat di
tekan.
e) Telinga : bentuk telinga simetris, tidak ada masa.
f) Mulut : bibir kering, gigi lengkap dan rata, tidak sariwan,
lidah
bersih tidak kotor
g) Dada : bentuk dada simetris, tidak ada lesi, tidak
terdengar
suara ronkhi
h) Tangan : jari tangan lengkap, warna kulit coklat, bentuk
kedua
tangan simetris, tidak ada lesi
i) Kaki : jari-jari kaki lengkap, tidak ada lesi, bentuk
simetris.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan luka
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan cedera.
c. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses pembedahan
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Nyeri akut b.d luka Setelah dilakukan perawatan Manajemen nyeri :
1x24 jam tingkat kenyamanan Lakukan pegkajian nyeri secara
klien meningkat, dibuktikan komprehensif termasuk lokasi,
dengan level nyeri pada scala karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
2-3, klien dapat melaporkan dan faktor presipitasi.
nyeri pada petugas dan Observasi reaksi nonverbal dari
menyatakan kenyamanan fisik ketidaknyamanan.
dan psikologis Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
klien sebelumnya.
Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri.
Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau.
Evaluasi bersama klien dan tim
kesehatan tentang keefektifan kontrol
nyeri masa lampau.
Bantu klien dan keluarga untuk
mendapatkan dukungan
Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)
kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi.
Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.

2 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan NIC :


b.d cedera perawatan selama 3 x 24 jam, Anjurkan pasien untuk menggunakan
diharapkan pasien mampu pakaian yang longgar
mengetahui dan mengontrol Hindari kerutan padaa tempat tidur
resiko dengan kriteria hasil : Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
NOC : dan kering
Tissue Integrity : Skin and Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
Mucous Membranes setiap dua jam sekali
Kriteria Hasil : Monitor kulit akan adanya kemerahan
Integritas kulit yang baik lotion atau minyak/baby oil pada derah
bisa dipertahankan (sensasi, yang tertekan
elastisitas, temperatur, Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
hidrasi, pigmentasi) Monitor status nutrisi pasien
Tidak ada luka/lesi pada mandikan pasien dengan sabun dan air
kulit hangat
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang
Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami

3 Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan tindakan Kontrol infeksi.


infeksi b.d proses keperawatan selama 1x24 jam Batasi pengunjung.
pembedahan luka post op tidak Bersihkan lingkungan pasien secara
terkontaminasi oleh bakteri, benar setiap setelah digunakan pasien.
dengan kriteria hasil : Cuci tangan sebelum dan sesudah
Membersihkan luka post merawat pasien, dan ajari cuci tangan
op yang benar.
Pastikan teknik perawatan luka yang
sesuai jika ada.
Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
Tingkatkan masukan cairan yang cukup.
Anjurkan istirahat

4 Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC :


b.d nyeri/ ketidak Setelah diberikan tindakan kep Monitoring vital sign sebelm/sesudah
nyamanan, terapi selama 1x24 jam masalah latihan dan lihat respon pasien saat
pembatasan aktivitas, klien teratasi latihan
penurunan ketahanan/ke Kriteria Hasil : Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
kuatan Klien meningkat dalam lain tentang teknik ambulasi
aktivitas fisik Kaji kemampuan pasien dalam
Mengerti tujuan dari mobilisasi
peningkatan mobilitas Berikan alat Bantu jika klien
Memverbalisasikan memerlukan.
perasaan dalam Ajarkan pasien bagaimana merubah
meningkatkan kekuatan posisi dan berikan bantuan jika
dan kemampuan berpindah diperlukan
Therapi medis
DAFTAR PUSTAKA

Chada, P.V. 1993. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan).
Widya Medika: Jakarta.

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan).
Edisi EGC: Jakarta.

Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta.

Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika


Auskulapius FKUI: Jakarta.

Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta.

Smeltzer,S.C& Bare,B.G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi


8.Jakarta : EGC

Sudoyo,W.et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi 4.Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

Tucker.S.M. 1998. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa


dan Evaluasi (Terjemahan). Volume 2. Edisi 2. EGC: Jakarta.

Wilkinson, JM & Ahern,N. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Intervensi


NIC, kriteria hasil NOC.Edisi 9.Jakarta : EGC

Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta.


ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Sdr. B . DENGAN LUKA TEMBAK (VULNUS SCHLOPETORUM)
DI RUANG BEDAH RSUD KEPAHIANG

A. IDENTITAS
1. IDENTITAS KLIEN RM : 08/23/91
Nama : Sdr.B
Umur/jenis kelamin : 25 Tahun
Status : MENIKAH
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : WIRASWASTA
Agama : Islam
Alamat : Pasar Ujung

B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Pada hari Senin tgl 20-11-2017, Klien mendatangi RSUD karena paha
kanan bagian belakang karena terkena tembakan senapan angin. (P: nyeri
saat berusaha bergerak, Q: nyeri seperti disayat-sayat, R: region cruris
dextra posterior, S: skala 7, T: nyeri berulang.)
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke RSUD Kepahiang post terkena tembakan senapan angin,
terdapat luka pada kaki kanan bagian belakang. Klien sadar, mual, GCS :
15 ( E:4,M:6,V:5 ), klien juga merasa lemas. TTV klien : TD : 130/80 N
92 R:24 S 36.80C.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit kronis
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada yang mengalami riwayat penyakit kronis.
C. PEMERIKSAAN KEBUTUHAN DASAR
1) Pola Oksigenasi
Sebelum sakit : klien bernafas secara normal RR 16-24 x/menit
Saat dikaji : klien bernafas secara normal RR 20 x/menit
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Sebelum sakit : klien makan sehari 3x dan dalam porsi yang
sedang dengan menu sayuran dan kadang ikan
dan selalu habis. Minum 6-7 gelas.
Saat dikaji : klien makan makanan yang diberikan dari
Rumah Sakit dan Habis 1 porsi yang
disediakan, bahkan lebih banyak dari yang
disediakan, minum 6-7 gelas tiap hari.
3) Pola Eliminasi
Sebelum sakit : klien BAK normal 3-4 X tiap hari dengan warna
kuning jernih, tidak ada darah, bau urine khas.
BAB 1 x sehari, konsistensi lembek, tidak ada
darah.
Saat dikaji : klien BAK normal 3X sehari dengan warna
kekuning-kuningan jernih, tidak ada darah.
Klien belum BAB dari masuk sampai saat
pengkajian.
4) Pola Aktivitas
Sebelum sakit : klien beraktifitas seperti biasa, bekerja, jalan-
jalan, Membuka Toko.
Saat dikaji : klien mampu beraktifitas di tempat tidur dibantu
oleh keluarga, serta berbaring di tempat
tidur karena nyeri (P:nyeri saat berusaha
bergerak, Q: nyeri seperti disayat-sayat, R:
region cruris dextra posterior, S: skala 7, T:
nyeri berulang.)
5) Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit : klien istirahat normal, 8 jam/24 jam, pola tidur
teratur
Saat dikaji : klien merasakan kurang tidur karena merasakan
nyeri pada kakinya
6) Kebutuhan Berpakaian
Sebelum sakit : klien barpakaian sesuai kebutuhan, ganti baju
2x sehari
Saat dikaji : klien tampak bersih, dengan memakai kaos,
ganti 2X dibantu keluarga.
7) Mempertahankan Suhu Tubuh dalam Batas Normal
Sebelum sakit : klien mampu menyesuaikan suhu tubuh dengan
lingkungan sekitar suhu normal.
Saat dikaji : klien tidak mengalami masalah dalam
menyesuaikan suhu tubuh ( 36,80C )
8) Pola Personal Hygiene
Klien mampu mandi di seka di tempat tidur 2 x sehari, gosok gigi, ganti
pakaian 2X sehari dibantu oleh keluarga dan perawat. Klien tampak
sedikit rapi, rambut terlihat bersih.
9) Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Sebelum sakit : klien merasa aman dan betah untuk tinggal di
rumahnya sendiri bersama keluarganya
Saat dikaji : klien terlihat tenang tinggal di rumah sakit.
10) Komunikasi dengan Orang Lain
Sebelum sakit : klien mampu berkomunikasi dengan orang lain
dengan bahasa daerahnya
Saat dikaji : klien mampu berkomunikasi dengan bahasanya
sendiri ( bahasa Indonesia ).
11) Kebutuhan Spiritual
Klien tidak dapat menjalankan sholat karena nyeri, klien mempunyai
motivasi tinggi untuk sembuh, tetapi klien juga berkeluh kesah karena
keadaannya tidak segera membaik.
12) Pola bekerja
Sebelum sakit : klien mampu melaksanakan pekerjaannya
dengan baik sebagai pedagang.
Saat dikaji : klien mampu beristirahat dengan keadaannya
yang seperti itu.
13) Kebutuhan rekreasi dan bermain
Sebelum sakit : klien suka jalan-jalan ke rempat rekreasi dengan
keluarganya
Saat dikaji : klien hanya bisa menikmati keadaanya, ditemani
anak dan istrinya.
14) Kebutuhan belajar
Sebelum sakit : klien mampu belajar dari radio, dan televisi.
Saat dikaji : klien mendapatkan info dari perawat dan
informasi dari Keluarganya.

D. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : Compos Mentis
TTV : TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36.60C
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernafasan
Tidak nampak retraksi dada, bentuk dada simetris, tidak nampak
penggunaan otot bantu nafas, tidak ada massa, pola nafas normal (RR:
20x/m). fokal fremitus normal (tidak ada hambatan oleh secret dan
penumpukan cairan), tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa. Suara
paru sonor, tidak redup. Suara paru vesikuler, tidak ada ronki dan
whezing.
2. Sistem kardiovaskular
Tidak terlihat ada massa, ictus cordis tampak pada itercosta ke 5.
Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, pulse teraba kuat. Batas-
batas jantung normal, suara redup. Tidak terdengar gallop
3. Sistem pencernaan
Abdomen flat, simetris, pernafasan perut. Auskultasi gaster normal,
peristaltik gaster dan intestine normal (10- 12x/m). Suara lambung
tympani, batas hepar normal. Tidak ada nyeri tekan, tidak terasa
pembesaran hepar, tak teraba adanya massa
4. Sistem perkemihan
Karakteristik urine/BAK kuning jernih, frekuensi 3X sehari tidak ada
hematuri, tidak ada nyeri pinggang, tidak terpasang alat bantu BAK,
tidak ada darah, bau khas, tidak ada benjolan.
5. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfatik. Sistem genetalia.
Tak nampak terpasang DC.
6. Sistem musculoskeletal
Pergerakan sendi normal, kekuatan otot 5, tidak ada edema daerah
kaki, turgor kulit lembab, ada deformitas ( luka laserasi ) pada tungkai
kiri, ada nyeri gerak pada tungkai kiri, nyeri tekan kaki kiri (P: nyeri
saat berusaha bergerak, Q: nyeri seperti disayat-sayat, R: region cruris
dextra posterior, S: skala 7, T: nyeri berulang.), tidak ada
pembengkakan pada sendi,tidak menggunakan alat bantu, tidak ada
fraktur, kemampuan ADL mandi( diseka oleh keluarga), berpakaian,
eliminasi, mobilisasi di tempat tidur, ambulasi terganggu.
7. Sistem integument
Turgor kulit tidak baik, tidak ada sianosis/anemis, warna kulit sawo
matang, tidak ada luka,tidak ada edema, tidak ada memar,
benjolan,lesi, terdapat luka laserasi pada extremitas inferior bagian
sinistra.
8. Sistem persarafan
Tidak ada tremor, reflex cahaya pupil bagus, GCS 15, Kesadaran CM,
tidak ada parese, plegi, parastese, paraplegi, orientasi waktu, tempat,
orang normal.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Lab darah
a. Darah rutin
Pemeriksaan Hasil Hasil
WBC + 13.6 x 103 High
RBC 5.15 x 106 Normal
HGB 14.4 gr/d Normal
HCT 45.8 % Normal
MCV 88.9(Fl) Normal
MCH 28.0 (pq) Normal
Lymp 42.5 % Normal
MXD 7.8 % Normal
Neut 49.7% Normal

F. THERAPHY
Injeksi (IV): kalnex 1gr (IV), ketorolac 1 amp 30mg (IV),
ondansentron 1 amp 4mg (IV), ranitidine 1amp 25mg(IV), tetagam
250 iu(IM), ceftriaxone 1gr (IV)
Infuse RL 20tpm mac
Diet yang diberikan TKTP
Ambulasi mandiri
G. ANALISA DATA
Analisa data Etiologi Masalah
Data Subyektif : Luka Nyeri Akut
Klien mengatakan nyeri pada
kaki sebelah kanan setelah
operasi
Klien mengatakan skala nyeri 7
Data Obyektif :
Klien terlihat meringis
Klien terlihat menyentuh area
yang sakit
Klien terlihat pucat
Klien terlihat lemah

Data Subyektif : Proses Resiko tinggi


Klien mengatakan terkena pembedahan terhadap infeksi
tembakan senapan angin di paha
kanan bagian belakang
Data Obyektif :
Klien terlihat lemas dan pucat
Terdapat luka di paha kanan
bagian belakang dan telah
dilakukan operasi
E
Data Subyektif : Nyeri/ ketidak Hambatan mobilitas
Klien mengatakan susah untuk nyamanan, terapi fisik
bergerak pembatasan
Klien mengatakan nyeri saat aktivitas,
kaki kanan digerakkan penurunan
Data Obyektif : ketahanan/ke
Klien tampak lemah kuatan
Klien mengalami kelemahan
pada anggota gerak sebelah
kanan
e. Vital Sign:
TD : 130/80 mmHg
HR : 92 x/menit
RR : 24 x/menit

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka
2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses pembedahan
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

I. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Nyeri akut b.d luka Setelah dilakukan perawatan Manajemen nyeri :
1x24 jam tingkat kenyamanan Lakukan pegkajian nyeri secara
klien meningkat, dibuktikan komprehensif termasuk lokasi,
dengan level nyeri pada scala karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
2-3, klien dapat melaporkan dan faktor presipitasi.
nyeri pada petugas dan Observasi reaksi nonverbal dari
menyatakan kenyamanan fisik ketidaknyamanan.
dan psikologis Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
klien sebelumnya.
Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri.
Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau.
Evaluasi bersama klien dan tim
kesehatan tentang keefektifan kontrol
nyeri masa lampau.
Bantu klien dan keluarga untuk
mendapatkan dukungan
Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)
kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi.
Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.
2 Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan tindakan Kontrol infeksi.
infeksi b.d proses keperawatan selama 1x24 jam Batasi pengunjung.
pembedahan luka post op tidak Bersihkan lingkungan pasien secara
terkontaminasi oleh bakteri, benar setiap setelah digunakan pasien.
dengan kriteria hasil : Cuci tangan sebelum dan sesudah
Membersihkan luka post merawat pasien, dan ajari cuci tangan
op yang benar.
Pastikan teknik perawatan luka yang
sesuai jika ada.
Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
Tingkatkan masukan cairan yang cukup.
Anjurkan istirahat
3 Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC :
b.d nyeri/ ketidak Setelah diberikan tindakan kep Monitoring vital sign sebelm/sesudah
nyamanan, terapi selama 1x24 jam masalah latihan dan lihat respon pasien saat
pembatasan aktivitas, klien teratasi latihan
penurunan ketahanan/ke Kriteria Hasil : Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
kuatan Klien meningkat dalam lain tentang teknik ambulasi
aktivitas fisik Kaji kemampuan pasien dalam
Mengerti tujuan dari mobilisasi
peningkatan mobilitas Berikan alat Bantu jika klien
Memverbalisasikan memerlukan.
perasaan dalam Ajarkan pasien bagaimana merubah
meningkatkan kekuatan posisi dan berikan bantuan jika
dan kemampuan berpindah diperlukan
Therapi medis

J. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Diagnosa
No Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan TTD
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d luka Melakukan pegkajian nyeri secara S =
komprehensif termasuk lokasi, Klien mengatakan
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas nyeri sedikit berkurang
dan faktor presipitasi (08.00) O=
Menggunakan teknik komunikasi Klien masih meringis
terapeutik untuk mengetahui Pucat berkurang
pengalaman nyeri klien sebelumnya Lemah berkurang
(08.15) A = Masalah teratasi
Mengontrol faktor lingkungan yang Sebagian
mempengaruhi nyeri seperti suhu P = Lanjutkan intervensi
ruangan, pencahayaan, kebisingan
(08.25)
Mengurangi faktor presipitasi nyeri
(09.00)
Mengajarkan teknik relaksasi, distraksi
untuk mengetasi nyeri (09.00)
Memberikan analgetik untuk
mengurangi nyeri (09.00)
2 Resiko tinggi terhadap Membatasi pengunjung (11.00) S=
infeksi b.d proses Membersihkan lingkungan pasien Klien mengatakan
pembedahan secara benar setiap setelah digunakan sedikit gatal di daerah
pasien (11.05) bekas operasi
Mencuci tangan sebelum dan sesudah O =
merawat pasien, dan Mengajari cuci Lemas berkurang
tangan yang benar (11.10) Ganti perban sudah
Melakukan teknik perawatan luka yang dilakukan
sesuai (11.20) Luka operasi baik
A = Masalah teratasi
sebagian
P = Lanjutkan intervensi
3 Hambatan mobilitas Monitoring vital sign sebelm/sesudah S =
fisik b.d nyeri/ ketidak latihan dan lihat respon pasien saat Klien mengatakan
nyamanan, terapi latihan (12.00) dapat menggerakkan
pembatasan aktivitas, Mengajarkan pasien atau tenaga kaki meskipun nyeri
penurunan kesehatan lain tentang teknik ambulasi
ketahanan/kekuatan (12.05)
Mengkaji kemampuan pasien dalam O =
mobilisasi (13.00) Lemah berkurang
Mengajarkan pasien bagaimana Klien terlihat lebih
merubah posisi dan berikan bantuan segar
jika diperlukan (13.00) Mobilisasi baik
TD : 120/70 mmHg
RR : 21 x/mnt
N : 81 x/mnt
A = Masalah teratasi
sebagian
P = Lanjutkan Intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Chada, P.V. 1993. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan).
Widya Medika: Jakarta.

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan).
Edisi EGC: Jakarta.

Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta.

Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika


Auskulapius FKUI: Jakarta.

Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta.

Smeltzer,S.C& Bare,B.G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi


8.Jakarta : EGC

Sudoyo,W.et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi 4.Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

Tucker.S.M. 1998. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa


dan Evaluasi (Terjemahan). Volume 2. Edisi 2. EGC: Jakarta.

Wilkinson, JM & Ahern,N. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Intervensi


NIC, kriteria hasil NOC.Edisi 9.Jakarta : EGC

Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai