EMULSI
EMULSI
A. Pengertian
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam
cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara termodinamika, yang terdiri
dari paling sedikit dua fase cairan yang tidak bercampur, dimana salah satunya terdispersi
dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesan–tetesan kecil, yang berukuran 0,1-100 mm, yang
distabilkan dengan emulgator/surfaktan yang cocok.
Emulsi berasal dari kata emulgeo yang ertinya menyerupai milk, warna emulsi adalah putih.
Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari biji-bijian yang mengandung lemak, protein dan
air. Emulsi semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator dipakai
protein yang terdapat dalam bij tersebut.
Pada pertengahana abad XVIII, ahli farmasi perancis memperkenalkan pembuatan emulsi
dari oleum olivarum, oleum anisi dan eugenol oil dengan menggunakan penambahan gom
arab, tragacanth dan kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena penambahan emulgator dari
luar disebut emulsi spuria atau emulsi buatan.
B. Komponen Emulsi
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi, biasanya terdiri dari :
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain.
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi
tersebut.
3. Emulgator
Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih
baik. Misalnya corrigen saporis, odoris, colouris, preservatif (pengawet), antoksidant.
Preservatif yang digunakan antara lain metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat,
fenol, kresol, dan klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetat, dll.
Antioksidant yang digunakan antara lain asam askorbat, L.tocoperol, asam sitrat, propil gallat
dan asam gallat.
C. Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka
emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak sebagai
fase internal dan air fase eksternal.
2. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minyak).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase
internal sedangkan fase minyak sebagai fase eksternal.
Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan
yang saling tidak bisa bercampur.
2. Dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O tergantung banyak faktor
misalnya sifat zat atau jenis efek terapi yang dikehendaki.
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori, yang melihat proses
terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Teori tersebut ialah :
Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi
perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi
pada permukaan tersebut dinamakan tegangan permukaan.
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua
cairan yang tidak dapat bercampur. Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut
dinamakan tegangan bidang batas.
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan antara kedua zat
cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah
dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan
berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu antara lain sabun.
Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan dan
menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua
zat cair tersebut akan mudah bercampur.
Kelompok hidrofilik, yakni bagian dari emulgator yang suka pada air.
Kelompok lipofilik, yakni bagian yang suka pada minyak.
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak,
sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers.
Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk
bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispers menjadi stabil. Untuk
memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah :
Emulgator alam
Yaitu Emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat digolongkan
menjadi tiga golongan :
Bahan-bahan karbohidrat , bahan-bahan alami seperti akasia (gom), tragakan, agar, kondrus
dan pectin. Bahan-bahan ini membentuk koloid hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan
umumnya menghasilkan emulsi m/a.
a. Gom arab
Sangat baik untuk emulgator tipe O/W dan untuk obat minum. Kestabilan emulsi yang dibuat
dengan gom arab berdasarkan 2 faktor yaitu :
– Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapan cukup kecil sedangkan
masa mudah dituang (tiksotropi).
– Minyak lemak + minyak atsiri + Zat padat larut dalam minyak lemak.
b. Tragacanth
c. Agar-agar
d. Chondrus
e. Emulgator lain
Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur, kasein, dan adeps lanae. Bahan-bahan ini
menghasilkan emulsi tipe m/a. kerugian gelatin sebagai suatu zat pengemulsi adalah sediaan
menjadi terlalu cair dan menjadi lebih cair pada pendiaman.
Zat padat yang terbagi halus, seperti : tanah liat koloid termasuk bentonit, magnesium
hidroksida dan aluminium hidroksida. Umumnya membentuk emulsi tipe m/a bila bahan
padat ditambahkan ke fase air jika jumlah volume air lebih besar dari minyak. Jika serbuk
bahan padat ditambahkan dalam mjinyak dan volume fase minyak lebih banyak dari air, suatu
zat seperti bentonit sanggup membentuk suatu emulsi a/m. Selain itu juga terdapat Veegum /
Magnesium Aluminium Silikat
Emulgator buatan
1. Sabun
Disebut pula metode continental dan metode 4;2;1. Emulsi dibuat dengan jumlah komposisi
minyak dengan ½ jumlah volume air dan ¼ jumlah emulgator. Sehingga diperoleh
perbandingan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian emulgator.
Pertama-tama gom didispersikan kedalam minyak, lalu ditambahkan air sekaligus dan diaduk
/digerus dengan cepat dan searah hingga terbentuk korpus emulsi.
Disebut pula sebagai metode Inggris, cocok untuk penyiapan emulsi dengan musilago atau
melarutkan gum sebagai emulgator, dan menggunakan perbandingan 4;2;1 sama seperti
metode gom kering. Metode ini dipilih jika emulgator yang digunakan harus
dilarutkan/didispersikan terlebih dahulu kedalam air misalnya metilselulosa. 1 bagian gom
ditambahkan 2 bagian air lalu diaduk, dan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil
terus diaduk dengan cepat.
3.Metode botol
Disebut pula metode Forbes. Metode ini digunakan untuk emulsi dari bahan-bahan menguap
dan minyak-minyak dengan kekentalan yang rendah. Metode ini merupakan variasi dari
metode gom kering atau metode gom basah. Emulsi terutama dibuat dengan pengocokan kuat
dan kemudian diencerkan dengan fase luar.
Dalam botol kering, emulgator yang digunakan ¼ dari jumlah minyak. Ditambahkan dua
bagian air lalu dikocok kuat-kuat, suatu volume air yang sama banyak dengan minyak
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus dikocok, setelah emulsi utama terbentuk, dapat
diencerkan dengan air sampai volume yang tepat.
a. Sabun Kalsium
Emulsi a/m yang terdiri dari campuran minyak sayur dan air jeruk,yang dibuat dengan
sederhana yaitu mencampurkan minyak dan air dalam jumlah yang sama dan dikocok kuat-
kuat. Bahan pengemulsi, terutama kalsium oleat, dibentuk secara in situ disiapkan dari
minyak sayur alami yang mengandung asam lemak bebas.
b. Sabun Lunak
Metode ini, basis di larutkan dalam fase air dan asam lemak dalam fase minyak. Jika perlu,
maka bahan dapat dilelehkan, komponen tersebut dapat dipisahkan dalam dua gelas beker
dan dipanaskan hingga meleleh, jika kedua fase telah mencapai temperature yang sama, maka
fase eksternal ditambahkan kedalam fase internal dengan pengadukan.
c. Pengemulsi Sintetik
Alat yang digunakan dalam pembuatan emulsi, untuk pembuatan emulsi yang baik.
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu emulsi akan bercampur dengan yang menjadi
fase luarnya. Misalnya suatu emulsi tipe m/a, maka emulsi ini akan mudah diencerkan
dengan penambahan air. Begitu pula sebaliknya dengan tipe a/m.
Metode ini berdasarkan prinsip keseragaman disperse pewarna dalam emulsi , jika pewarna
larut dalam fase luar dari emulsi. Misalnya amaranth, adalah pewarna yang larut air, maka
akan terdispersi seragam pada emulsi tipe m/a. Sudan III, adalah pewarna yang larut minyak,
maka akan terdispersi seragam pada emulsi tipe a/m.
Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-tetesan terdispersi berdasarkan densitas dari
fase internal dan fase eksternal. Jika densitas relative dari kedua fase diketahui, pembentukan
arah krim dari fase dispers dapat menunjukkan tipe emulsi yang ada. Pada sebagian besar
system farmasetik, densitas fase minyak atau lemak kurang dibandingkan fase air; sehingga,
jika terjadi krim pada bagian atas, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a, jika emulsi krim
terjadi pada bagian bawah, maka emulsi tersebut merupakan tipe a/m.
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa air atau larutan berair mampu menghantarkan listrik,
dan minyak tidak dapat menghantarkan listrik. Jika suatu elektroda diletakkan pada suatu
system emulsi, konduktivitas elektrik tampak, maka emulsi tersebut tipe m/a, dan begitu pula
sebaliknya pada emulsi tipe a/m.
Test Fluorosensi
Sangat banyak minyak yang dapat berfluorosensi jika terpapar sinar ultra violet. Jika setetes
emulsi di uji dibawah paparan sinar ultra violet dan diamati dibawah mikroskop
menunjukkan seluruh daerah berfluorosensi maka tipe emulsi itu adalah a/m, jika emulsi tipe
m/a, maka fluorosensi hanya berupa noda.
I. Kestabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana yang satu mengandung
fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya bila
dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
2. Koalesen dan cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena film yang meliputi
partikel rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya irreversibel (tidak bisa
diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena:
1.Adanya hubungan linear antara viskositas emulsi dan viskositas fase kontinu.
2.Makin besar volume fase dalam, makin besar pula viskositas nyatanya.
3. Untuk mengatur viskositas emulsi, tiga factor interaksi yang harus dipertimbangkan oleh
pembuat formula, yaitu :
Viskositas emulsi m/a dan a/m dapat ditingkatkan dengan mengurangi ukuran partikel
fase terdispersi ,
Kestabilan emulsi ditingkatkan dengan pengurangan ukuran partikel, dan
o Flokulasi atau penggumpalan, yang cenderung membentuk fase dalam yang
dapat meningkatkan efek penstabil, walaupun ia meningkatkan viskositas.