BULELENG
Disusun oleh:
1.Adinda Ramadhan
2. Afifah azzahra
3.Dyah ayu putri maharani
4.Jane fadila
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat , taufik serta hidayah-Nya telah terselesaikan tugas
sejarah kami tentang “Kerajaan Buleleng”.
Makalah ini kami susun secara sistematis dan praktis. Kami telah
berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan data-data yang kami
peroleh dari berbagai sumber .
Dalam menyusun makalah ini tidak menutup kemungkinan terdapat
kesalahan oleh karena itu kami mohon kerendahan hati para pembaca untuk
memakluminya .
Mudah-mudahan makalah ini dapat membawa manfaat bagi kita
semua.
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….. ii
A. Latar Belakang………………………………………………… iv
B. Rumusan Masalah……………………………………………... v
C. Tujuan…………………………………………………………. vi
D. Manfaat………………………………………………………… vii
1. Pembahasan Inti………………………………………………..
a) Kehidupan Politik………………………………………
c) Kehidupan Ekonomi……………………………………
d) Kehidupan Agama………………………………………
f) Kemunduran…………………………………………….
2. Informasi Tambahan…………………………………………….
c) Peninggalan……………………………………………...
1. Kesimpulan………………………………………………………
2. Saran……………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan ini berkembang pada abad IX-XI
Masehi. Kerajaan Buleleng diperintah oleh Dinasti Warmadewa. Keterangan mengenai
kehidupan masyarakat kerajaan Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa dapat dipelajari dari
beberapa prasasti seperti prasasti Belanjong, Panempahan, dan Melatgede.
Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan sekitar pertengahan abad
ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti
Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah wilayah
Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama
Den Bukit.
I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah putra I
Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji
wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah
Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota.
Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit,
ke desa asal ibunya, Desa Panji.
I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang
kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti
Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-
putranya punya pikiran yang saling berbeda.
Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun
1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti
Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya
bernama I Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821. Kekuasaan Karangasem melemah,
terjadi beberapa kali pergantian raja. Tahun 1825 I Gusti Made Karangsem memerintah dengan
Patihnya I Gusti Ketut Jelantik sampai ditaklukkan Belanda tahun 1849.
Pada tahun 1846 Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak
rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut Jelantik. Pada tahun
1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan laut Belanda di Benteng
Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga
dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah
kolonial Belanda.
Dinasti (Wangsa) Warmadewa adalah para raja - raja dan penguasa Bali Kuno yang memerintah
pada tahun 804 - 1265 saka sebagaimana disebutkan dalam sumber kutipan Purana Bali Dwipa,
yang kisah awal dan berakhirnya dinasti warmadewa ini dalam sejarah singkatnya disebutkan
sebagai berikut,
Tersebutlah pada tahun 804 saka, Bali mengalami kehancuran di bawah Mayadanawa
dan setelah matinya Mayadanawa bertahtalah seorang raja bernama Sri Kesari Warmadewa di
Bali.
Ketika Sri Tapolung yang bergelar Bhatara Asta Asura Ratna Bumi Banten menjadi raja di
Bali dibantu oleh para Senapati, dengan patih utama seperti Ki Pasung Grigis, Ki Kebo Iwa /
Waruya, putra Ki Karang Buncing dll.
Pada masa itu datanglah ekspedisi kerajaan Majapahit yang dipimpin langsung oleh Gajah
Mada dan Arya Damar dan para Arya yang lainnya.
Terjadilah pertempuran antara pasukan Bali dan Majapahit yang sangat dahsyat dimana saat
itu Dinasti Warmadewa mengalami kekalahan.
Warmadewa merupakan Salah satu dinasti kerajaan yang terbesar di Kepulauan Nusantara dan
semenanjung Asia.
Warmadewa berasal dari bahasa Sansekerta secara umum berarti berarti Dewa Pelindung atau
Dilindungi Dewa. Raja-raja dari Dinasti Warmadewa ini awalnya berasal dari India(kerajaan
Pallawa) -raja awalnya berasal dari India, dimana ada raja berwangsa Warmadewa dan ada pula
berwangsa Sanjaya.
Raja dinasti Warmadewa pertama di Bali adalah Dalem Sri Kesari atau yang dikenal juga dengan
Dalem Selonding, datang ke Bali pada akhir abad ke-9 atau awal abad ke-10, beliau berasal dari
Sriwijaya(Sumatra) dimana sebelumnya pendahulu beliau dari Sriwijaya telah menaklukkan
Tarumanegara( tahun 686) dan Kerajaan Kalingga.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun ingin mengetahui:
2. Bagaimana kehidupan sosial budaya masyarakat kerajaan Buleleng pada Masa Dinasti
Warmadewa?
C. TUJUAN
Laporan ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas Sejarah serta
A. PEMBAHASAN INTI
1. Kehidupan Politik
Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong, Sri
Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menaklukkan
Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari
Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan sebuah pemerintahan baru di wilayah
Buleleng.
Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana
memiliki tiga putra, yaitu Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Kelak, Airlangga
akan menjadi raja terbesar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Menurut prasasti yang
terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana menjalin hubungan erat dengan Dinasti Isyana di
Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya
Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Kedudukan Raja Udayana digantikan
putranya, yaitu Marakatapangkaja.
Dalam menjalankan pemerinahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasihat pusat yang
disebut pakirankiran i jro makabehan. Badan ini terdiri atas senapati dan pendeta Siwa serta
Buddha. Badan ini berkewajiban memberi tafsiran dan nasihat kepada raja atas berbagai
permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Senapati bertugas di bidang kehakiman dan
pemerintahan, sedangkan pendeta mengurusi masalah sosial dan agama.
2. Kehidupan Sosial Budaya
Para ahli memperkirakan keadaan masyarakat Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa tidak
begitu jauh berbeda dengan masyarakat pada saat ini. Pada masa pemerintahan Udayana,
masyarakat hidup berkelompok dalam suatu daerah yang disebut wanua. Sebagaian besar
penduduk yang tinggal di wanuabermata pencaharian sebagai petani. Sebyah wanua dipimpin
seorang tetua yang dianggap pandai dan mampu mengayomi masyarakat.
Pada masa pemrintahan Anak Wungsu, masyarakat Buleleng dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu golongan caturwarna dan golongan luar kasta (jaba). Pembagian ini didasarkan
pada kepercayaan Hindu yang dianut masyarakat Bali. Raja Anak Wungsu juga mengenalkan
sistem penamaan bagi anak pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan nama pengenal
sebagai berikut.
Selama pemerintahan Anak Wungsu, peraturan dan hukum ditegakkan dengan adil. Masyarakat
diberi kebebasan berbicara. Jika masyarakat ingin menyampaikan pendapat, mereka
didampingi pejabat desa untuk menghadap langsung kepada raja. Kebebasan tersebut
membuktikan Raja Anak Wungsu sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Jiwa
seperti inilah yang saharusnya dilakukan pemimpin pada saat itu. Jika Anda menjadi seorang
pemimpin, Anda harus mendegar dan merespons segala keluhan rakyat.
Perdagangan antarpulau di Buleleng sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan
banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk
Buleleng. Komoditas dagang yang terkenal dari Buleleng aalah kuda. Dalam prasasti Lutungan
disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan tiga puluh ekor kuda
dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa perdagangan
pada saai itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang besar sehingga memerlukan kapal
besar pula untuk mengangkutnya.
4. Kehidupan Agama
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Akan tetapi, tardisi
megalitik msih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan
penemuan beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu.
Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa (975-983) pengaruh Buddha mulai
berkembang di Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di Buleleng seperti
Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama Buddha di Buleleng ditandai dengan
penemuan unsur-unsur Buddha seperti arca Buddha di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama Hindu dan Buddha mulai medapatkan peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada
masa ini pendeta Syiwa dan Brahmana Buddha diangkat sebagai salah satu penasihat raja.
Sesuai dengan kepercayaan Hindu, raja dianggap penjelmaan (inkarnasi) dewa. Dalam prasasti
Pohon Asem dijelaskan Anak Wungsu merupakan penjelmaan Dewa Hari (Wisnu). Bukti ini
menunjukkan bahwa Raja Anak Wungsu dan rakyat Buleleng merupakan penganut waisnawa,
yaitu pemuja Dewa Wisnu. Selain agama Hindu dan Buddha, di Buleleng berkembang sekte-
sekte kecil yang menyembah dewa-dewa tertentu, misalnya sekte Ganapatya (penyembah
Dewa Gana) dan Sora (penyembah dewa Matahari).
7.Hubungan Dengan Kerajaan Lain
6. Kemunduran
Kemunduran kerajaan Buleleng disebabkan oleh :
B. INFORMASI TAMBAHAN
1. Sistem Pemerintahan
Berikut merupakan raja-raja yang memerintah Buleleng:
Raja dinasti Warmadewa pertama di Bali adalah Shri Kesari Warmadewa [ yang bermakna Yang
Mulia Pelindung Kerajaan Singha] yang dikenal juga dengan Dalem Selonding, datang ke Bali
pada akhir abad ke-9 atau awal abad ke-10, beliau berasal dari Sriwijaya(Sumatra) dimana
sebelumnya pendahulu beliau dari Sriwijaya telah menaklukkan Tarumanegara( tahun 686) dan
Kerajaan Kalingga di pesisir utara Jawa Tengah/Semarang sekarang. Persaingan dua kerajaan
antara Mataram dengan raja yang berwangsa Sanjaya dan kerajaan Sriwijaya dengan raja
berwangsa Syailendra( dinasti Warmadewa) terus berlanjut sampai ke Bali.
Didalam sebuah kitab kuna yang bernama "Raja Purana", tersebutlah seorang raja di Bali yang
bernama Shri Wira Dalem Kesari dan keberadaan beliau dapat juga diketahui pada prasati
( piagam ) yang ada di Pura Belanjong di Desa Sanur, Denpasar, Bali. Di pura itu terdapat sebuah
batu besar yang kedua belah mukanya terdapat tulisan kuna, sebagian mempergunakan bahasa
Bali kuna dan sebagian lagi mempergunakan bahasa Sansekerta. Tulisan-tulisan itu
menyebutkan nama seorang raja bernama "Kesari Warmadewa", beristana di Singhadwala.
Tersebut juga didalam tulisan bilangan tahun Isaka dengan mempergunakan "Candra Sengkala"
yang berbunyi : "Kecara Wahni Murti". Kecara berarti angka 9, Wahni berarti angka 3 dan Murti
berarti angka 8. Jadi Candra Sekala itu menunjukan bilangan tahun Isaka 839 ( 917 M ). Ada
pula bebrapa ahli sejarah yang membaca bahwa Candra Sengkala itu berbunyi "Sara Wahni
Murti", sehingga menunjukan bilangan tahun Isaka 835 ( 913 M ). Pendapat yang belakangan ini
dibenarkan oleh kebanyakan para ahli sejarah.
Dengan terdapatnya piagam tersebut, dapatlah dipastikan bahwa Shri Wira Dalem Kesari tiada
lain adalah Shri Kesari Warmadewa yang terletak dilingkungan desa Besakih. Beliau
memerintah di Bali kira-kira dari tahun 882 M s/d 914 M, seperti tersebut didalam prasasti-
prasasti yang kini masih tersimpan didesa Sukawana, Bebetin, Terunyan, Bangli ( di Pura
Kehen ), Gobleg dan Angsari. Memperhatikan gelar beliau yang mempergunakan sebutan
Warmadewa, para ahli sejarah menduga bahwa beliau adalah keturunan raja-raja Syailendra di
Kerajaan Sriwijaya ( Palembang ), yang datang ke Bali untuk mengembangkan Agama Budha
Mahayana. Sebaimana diketahui Kerajaan Sriwijaya adalah menjadi pusat Agama Budha
Mahayana di Asia Tenggara kala itu.
Beliau mendirikan istana dilingkungan desa Besakih, yang bernama Singhadwala atau
Singhamandawa, Baginda amat tekun beribadat, memuja dewa-dewa yang berkahyangan di
Gunung Agung. Tempat pemujaan beliau terdapat disitu bernama "Pemerajan Selonding". Ada
peninggalan beliau sebuah benda besar yang terbuat dari perunggu, yang merupakan
"lonceng", yang didatangkan dari Kamboja. Lonceng itu digunakan untuk memberikan isyarat
agar para Biksu-Biksu Budha dapat serentak melakukan kewajibannya beribadat di biaranya
masing-masing. Benda itu kini disimpan di Desa Pejeng, Gianyar pada sebuah pura yang
bernama "Pura Penataran Sasih"
Pada jaman pemerintahaan beliau penduduk Pulau Bali merasa aman, damai dan makmur.
Kebudayaan berkembang dengan pesat. Beliau memeperbesar dan memperluas Pura
Penataran Besakih, yang ketika itu bentuknya masih amat sederhana. Keindahan dan
kemegahan Pura Besakih hingga sekarang tetap dikagumi oleh dunia.
Shri Kesari Warmadewa merupakan tokoh sejarah, ini bisa dibuktikan dari beberapa prasasti
yang beliau tinggalkan seperti Prasasti Blanjong di Sanur, Prasasti Panempahan di Tampaksiring
dan Prasasti Malatgede yang ketiga-tiganya ditulis pada bagian paro bulan gelap Phalguna 835 S
atau bulan Februari 913. Shri Kesari Warmadewa menyatakan dirinya raja Adhipati yang berarti
dia merupakan penguasa di Bali mewakili kekuasaan kerajaan lain yaitu Sriwijaya. Kemungkinan
beliau adalah keturunan dari Balaputradewa, hal ini berdasarkan kesamaan cara penulisan
prasasti , kesamaan dalam menganut agama Budha Mahayana dan kesamaan nama dinasti
Warmadewa.
b. 915M - 942M Shri Ugrasena
Setelah pemerintahan Sri Kesari Warmadewa berakhir, tersebutlah seorang raja bernama Sri
Ugrasenamemerintah di Bali. Walaupun Baginda raja tidak memepergunakan gelar
Warmadewa sebagai gelar keturunan, dapatlah dipastikan, bahwa baginda adalah putra Sri
Kesari Warmadewa. Hal itu tersebut di dalam prasasti-prasasti (aantara lain Prasasti Srokadan)
yang dibuat pada waktu beliau memerintah yakni dari tahun 915 s/d 942, dengan pusat
pemerintahan masih tetap di Singha-Mandawa yang terletak di sekitar desa Besakih. Prasasti-
Prasasti itu kini disimpan di Desa Babahan, Sembiran, Pengotan, Batunya (dekat Danau
Beratan), Dausa, Serai (Kintamani), dan Desa Gobleg.
Baginda raja Sri Tabanendra Warmadewa yang berkuasa di Bali adalah raja yang ke tiga dari
keturunan Sri Kesari Warmadewa. Baginda adalah putra Sri Ugrasena, yang mewarisi kerajaan
Singhamandawa. Istri Baginda berasal dari Jawa, adalah seorang putri dari Baginda Raja Mpu
Sendok yang menguasai Jawa Timur. Di dalam prasasti yang kini tersimpan di Desa Manikliyu
(Kintamani), selain menyebut nama Baginda Sri Tabanendra Warmadewa, dicantumkan pula
nama Baginda Putri. Beliau memerintah dari tahun 943 s/d 961.
a. 1. Airlangga
b. 2. Marakata
3. Peninggalan
a. Prasasti Blanjong
Prasasti Blanjong (atau Belanjong) adalah sebuah prasasti yang memuat sejarah tertulis tertua
tentang Pulau Bali. Pada prasasti ini disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan sebutan
untuk Pulau Bali. Prasasti ini bertarikh 835 çaka (913 M), dan dikeluarkan oleh seorang raja Bali
yang bernama Sri Kesari Warmadewa.
Prasasti Blanjong ditemukan di dekat banjar Blanjong, desa Sanur Kauh, di daerah Sanur,
Denpasar, Bali. Bentuknya berupa pilar batu setinggi 177 cm, dan bergaris tengah 62 cm.
Prasasti ini unik karena bertuliskan dua macam huruf; yaitu huruf Pra-Nagari dengan
menggunakan bahasa Bali Kuno, dan huruf Kawi dengan menggunakan bahasa Sanskerta.
Situs prasasti ini termasuk dalam lingkungan pura kecil, yang melingkupi pula tempat pemujaan
dan beberapa arca kuno.
b. Prasasti Panempahan,
c. Prasasti Melatgede
d. Pura Tirta Empul
Sejarah pura tersebut yang terletak di daerah Tampaksiring Bali dibangun pada tahun 967 M
(Tahun Caka : 889) oleh raja Sri Candrabhaya Warmadewa. Pura atau Tempat suci ini,
digunakan beliau untuk melakukan hidup sederhana, lepas dari keterikatan dunia materi,
melakukan tapa, brata, yoga, semadi, dengan spirit alam sekitarnya. Di halaman pura suci
tersebut ada palinggih utama bebaturan “tanpa atap” yang disebut palinggih Tapasana, hanya
ditumbuhi padang ilalang tumbuh di atasnya.
Penamaan Pura Tirta Empul yang dijelaskan dalam Babad Bali, adalah kemungkinan besar
diambil dari nama mata air yang terdapat didalam pura ini yang bernama Tirta Empul seperti
yang telah disebutkan diatas. Secara etimologi bahwa Tirta Empul artinya air yang menyembur
keluar dari tanah. Maka Tirta Empul artinya adalah air suci yang menyembur keluar dari tanah.
Air Tirta Empul mengalir ke sungai Pakerisan. Sepanjang aliran sungai ini terdapat beberapa
peninggalan purbakala. Air suci yang ada di pura ini, sebagaimana disebutkan dalam purana bali
dwipa, berfungsi untuk memusnahkan racun yang disebarkan oleh Mayadenawa. Sehingga Pura
Tirta Empul ini digunakan untuk upacara melukat seperti penjelasan dalam tata cara melukat /
meruwat di Pura Tirta Empul, Tampak Siring.
Pura Penegil Dharma | sejarah pendirian pura ini dimulai pada 915 Masehi yang keberadaan
pura ini berkaitan dengan sejarah panjang Ugrasena, salah seorang anggota keluarga Raja
Mataram I dan kedatangan Maha Rsi Markandeya di Bali.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
2. Pada masa pemrintahan Anak Wungsu, masyarakat Buleleng dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu golongan caturwarna dan golongan luar kasta (jaba).
3. Pada masa Raja Udayana, kesenian dibedakan menjadi dua, yaitu seni keraton dan seni
rakyat.
B. SARAN
Dengan keberadaan kerajaan-kerajaan yang terlahir di Indonesia, kita harus bisa mengapresiasi
peninggalan-peninggalan yang menjadi sumber ilmu pendidikan dari generasi ke generasi.
Upaya pengapresiasian itu sendiri dapat dengan melestarikannya, memeliharanya, dan tidak
merusaknya. Jika kita dapat berpartisipasi dalam upaya tersebut, berarti kita mengangkat
derajat dan jati diri bangsa. Dengan begitu kita dapat menanamkan rasa nasionalisme terhadap
negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/188009330/Kerajaan-Buleleng-Dan-Dinasti-Warmadewa
http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Blanjong
http://kebudayaankesenianindonesia.blogspot.com/2011/06/wisata-budaya-puri-gede-
buleleng.html
http://sejarahbabadbali.blogspot.com/2013/09/dinasti-warmadewa.html
http://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2011/12/pura-tirta-empul.html
http://sr.rodovid.org/wk/Посебно:ChartInventory/777059
http://wisata.balitoursclub.com/wp-content/uploads/2012/09/Buleleng.jpg