Anda di halaman 1dari 14

Organisasi Manajemen

dan Perilaku Organisasi Rumah Sakit

TUGAS
PERKEMBANGAN ILMU MANAJEMEN DAN PERILAKU
ORGANISASI

Dosen:
Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS.

Oleh:
FOURENTY KUSUMA K022211031

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
1. Perbedaan dan persamaan administrasi dengan manajemen berdasarkan pakar para ahli
a. Dale Yoder dalam bukunya Personal Principles and Policies: Modern Manpower
Management, mengemukakan bahwa perdebatan telah lama dipusatkan pada
masalah-masalah apakah administrasi atau manajemen merupakan istilah yang
lebih luas, yang mana yang mencakup yang lain. Kedua istilah tersebut dapat
dipandang sebagai dua istilah yang sama artinya untuk tujuan-tujuan yang paling
praktis. Istilah administrasi dan manajemen dalam praktiknya dapat digunakan
secara bergantian, mengingat tanggung jawab baik pada administrator maupun dari
para manajer untuk merencanakan, mengorganisasi, membimbing dan mengawasi
kegiatan-kegiatan untuk memperbaiki pekerjaan organisasi.
b. Millon Brown berpendapat bahwa kata administrasi sering digunakan yang artinya
sama dengan manajemen, tetapi akhirnya administrasi diartikan sebagai fungsi-
fungsi yang dijalankan pada puncak dari suatu organisasi di mana tujuan-tujuan
utama dari seluruh perusahaan dirumuskan, kebijaksanaan ditentukan, putusan-
putusan tentang pembiayaan, susunan organisasi pokok, dan masalah-masalah yang
penting semacam itu dibuat. Orang-orang yang membuat putusan penting sering
disebut administrator.
c. Sondang P. Siagian berpendapat bahwa manajemen tidak melaksanakan sendiri
kegiatan-kegiatan yang bersifat operasional, melainkan mengatur Tindakan
pelaksanaan oleh sekelompok orang yang disebut bawahan. Administrasi dan
manajemen tidak bisa dipisahkan, hanya kegiatan-kegiatannya yang dapat
dibedakan. Segi fungsional administrasi memiliki tugas utama, yaitu:
 Menentukan tujuan menyeluruh yang hendak dicapai;
 Menetukan kebijaksanaan umum yang mengikat seluruh organisasi

Manajemen berfungsi untuk melakukan kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan


dalam batas-batas kebijaksanaan umum yang telah ditentukan dalam tingkat
administrasi, sehingga dalam tingkat manajemen hanya bisa dilakukan Tindakan
atau kegiatan yang berhubungan dengan:
 Menentukan tujuan yang bersifat departemental atau sektoral, dan
 Menentukan kebijaksanaan yang bersifat khusus atau operasional
d. Prajudi Atmosudirdjo berpendapat bahwa untuk dunia pemerintahan antara
administrasi dan manajemen tidak dapat dipersamakan, karena administrasi lebih
menekankan kepada kegiatan-kegiatan perumusan atau pembuatan kebijaksanaan,
yaitu kebijaksanaan pemerintah. Manajemen adalah pelaksanaan peneyelenggaraan
daripada tujuan-tujuan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan dengan melibatkan orang-
orang, bahan, peralatan, metode kerja bagi tercapainya tujuan atau kebijaksanaan
yang dirumuskan dalam administrasi.
e. Oliver Sheldon berpendapat bahwa administrasi adalah fungsi dalam industri yang
berhubungan dengan penentuan kebijaksanaan perusahaan, koordinasi keuangan,
produksi dan distribusi, penentuan arah atau pedoman organisasi dan pengawasan
pokok daripada eksekutif (pimpinan). Manajemen adalah fungsi dalam industri
yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijaksanaan dalam batas-batas yang telah
ditetapkan dalam administrasi dan penggunaan organisasi untuk tujuan tertentu
sebagaimana ditetapkan sebelumnya
f. Albert Lepawsky berpendapat bahwa administrasi digunakan dalam arti luas
meliputi organisasi dan manajemen. Manajemen adalah kemampuan memimpin,
memberi petunjuk dan membimbing suatu organisasi dalam mencapai suatu tujuan
yang telah ditentukan terlebih dahulu.
g. Dimock dan Koenig berpendapat bahwa administrasi atau manajemen adalah
pendekatan yang direncanakan terhadap pemecahan berbagai macam masalah
dalam semua aktivitas kelompok atau individu yang bersifat politik maupun privat
atau swasta.

Berdasarkan uraian-uraian para ahli di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Pandangan yang menganggap bahwa aktivitas-aktivitas manajemen terdapat dalam
dan ditentukan oleh aktivitas-aktivitas administrasi. Aktivitas manajemen
bergantung pada dan merupakan pelaksanaan dari apa yang sudah ditetapkan oleh
administrasi.
b. Pandangan yang menganggap bahwa manajemen lebih luas dari administrasi,
pandangan ini bertolak dari pemikiran atas pengertian administrasi hanya yang
berhubungan dengan kegiatan-kegiatan ketatausahaan, yang sesungguhnya
hanyalah merupakan pengertian administrasi dalam arti sempit.
c. Pandangan yang menganggap bahwa administrasi sama dengan manajemen
sehingga keseluruhan proses kegiatan dan dinamika administrasi tidak lain juga
merupakan proses kegiatan dan dinamika manajemen.

Kesamaan-kesamaan konsep antara administrasi dan manajemen ditinjau dari berbagai


sudut pandangan, antara lain:
a. Kesamaan sifat, yaitu
1) Baik administrasi dan manajemen memiliki sifat seni dan ilmu sebagai disiplin
akademik dan sama-sama berkembang ke arah profesi. Administrasi dan
manajemen memiliki sifat seni karena dalam penerapannya dibutuhkan
kapabilitas, keahlian dalam kreasi dan daya cipta. Administrasi dan manajemen
bersifat ilmu karnea memiliki teori yang dikembangkan melalui penelitian
dengan metode ilmiah, dpat diuji berdasarkan pengalaman empiris atas
fenomena kerja sama manusia dalam mencapai tujuan. Pengembangan
administrasi dan manajemen sebagai ilmu diaeali melalui penelitian yang
dilakukan oleh E.W. Taylor dan Henry Fayol.
2) Bersifat dinamik, artinya administrasi dan manajemen selalu berkembang sejalan
dengan perkembangan kehidupan manusia, budaya dan teknologi.
3) Bersifat integratif, artinya administrasi maupun manajemen memiliki
kemampuan mengintegrasikan dari kecenderungan munculnya disintegrasi dan
spesialisasi dalam berbagai disiplin keilmuan.
4) Bersifat normatif, artinya kegiatan-kegiatan administrasi dan manajemen
didasarkan pada nilai-nilai, etika, prosedur, tata urutan, saling berhubungan dan
kebergantungan secara logis dan kerja sama organisasional untuk mencapai
tujuan, meskipun belum menghasilkan hukum atau dalil yang bersifat eksak,
rigid, dan fixed.
5) Bersifat teologis, artinya mempelajari administrasi dan manajemen memberi
kemampuan memprediksi kemungkinan yang akan timbul dari tiap kegiatan
kerja sama sehingga apa yang direncanakan cenderung akan tercapai secara
optimal.
6) Bersifat generik, artinya proses yang universal dalam semua aktivitas yang
diorganisasikan.
b. Kesamaan prinsip, yaitu efisiensi dan efektivitas usaha kegiatan kerja sama dalam
pencapaian tujuan.
c. Kesamaan ciri atau karakteristik, yang antara lain adanya:
1) Sekelompok orang-orang;
2) Kerja sama atas dasar prmbagian kerja;
3) Berlangsung dalam organisasi
4) Tujuan.
d. Kesamaan sarana, artinya baik administrasi maupun manajemen dalam berbagai
konsep menggunakan sarana-sarana seperti orang-orang, metode, uang, peralatan,
mesin, seta organisasi sebagai wadah berlangsungnya kegiatan pencapaian tujuan.
e. Kesamaan fungsi, artinya bahwa administrasi dan manajemen dalam mencapai
tujuan berlangsung dalam proses kegiatan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi yang
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan.

2. Prinsip Good Governance


Menurut United Nations Development Program (UNDP) ada 14 prinsip good
governance, yaitu:
a. Wawasan ke depan (visionary);
b. Keterbukaan dan transparansi (openess and transparency);
c. Partisipasi masyarakat (participation);
d. Tanggung gugat (accountability);
e. Supremasi hukum (rule of law);
f. Demokrasi (democracy);
g. Profesionalisme dan kompetensi (profesionalism and competency);
h. Daya tanggap (responsiveness);
i. Keefisienan dan keefektifan (efficiency and effectiveness);
j. Desentralisasi (decentralization);
k. Kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (private sector and civil
society partnership);
l. Komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality);
m. Komitmen pada lingkungan hidup (commitment to environmental protection);
n. Komitmen pasar yang fair (commitment to fair market).

Keempat belas prinsip good governance tersebut secara singkat dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi strategis), semua kegiatan
pemerintah di berbagai bidang dan tingkatan seharusnya didasarkan pada visi dan
misi yang jelas dan jangka waktu pencapaiannya serta dilengkapi strategi
implementasi yang tepat sasaran, manfaat dan berkesinambungan.
b. Tata pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan), wujud nyata prinsip tersebut
antara lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan untuk
mengetahui serta memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program dan
kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun
daerah.
c. Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat, masyarakat yang
berkepentingan ikut serta dalam proses perumusan dan/atau pengambilan keputusan
atas kebijakan publik yang diperuntukkan bagi masyarakat, sehingga keterlibatan
masyarakat sangat diperlukan pada setiap pengambilan kebijakan yang menyangkut
masyarakat luas.
d. Tata pemerintahan yang bertanggungjawab / bertanggung gugat (akuntabel),
instansi pemerintah dan para aparaturnya harus dapat mempertanggungjawabkan
pelaksanaan kewenangan yang diberikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Demikian halnya dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukannya
dapat dipertanggungjawabkan.
e. Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum, wujud nyata prinsip ini
mencakup upaya penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan
kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum, serta pengembangan budaya
hukum. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan aturan dan prosedur
yang terbuka dan jelas, serta tidak tunduk pada manipulasi politik.
f. Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus, perumus
kebijakan pembangunan baik di pusat maupun daerah dilakukan melalui
mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif. Keputusan-
keputusan yang diambil antara lembaga eksekutif dan legislatif harus didasarkan
pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang diambil benar-benar merupakan
keputusan bersama.
g. Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi, wujud nyata
dari prinsip profesionalisme dan kompetensi dapat dilihat dari upaya penilaian
kebutuhan dan evaluasi yang dilakukan terhadap tingkat kemampuan dan
profesionalisme sumber daya manusia yang ada, dan dari upaya perbaikan atau
peningkatan kualitas sumber daya manusia.
h. Tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsif), aparat pemerintahan harus cepat
tanggap terhadap perubahan situasi/kondisi mengakomodasi aspirasi masyarakat,
serta mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
masyarakat.
i. Tata pemerintahan yang menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan
efektif, pemerintah pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai
dukungan struktur yang ada, melakukan perbaikan struktural sesuai dengan
tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara
keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi yang lebih tepat, serta selalu berupaya
mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya
yang tersedia secara efisien dan efektif.
j. Tata pemerintahan yang terdesentralisasi, pendelegasian tugas dan kewenangan
pusat kepada semua tingkatan aparat sehingga dapat mempercepat proses
pengambilan keputusan, serta memberikan keleluasaan yang cukup untuk
mengelola pelayanan publik dan mensukseskan pembangunan di pusat maupun di
daearah.
k. Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan dunia usaha, swasta dan
masyarakat, pembangunan masyarakat madani melalui peningkatan peran serta
masyarakat dan sektor swasta harus diberdayakan melalui pembentukan kerjasama
atau kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Hambatan birokrasi
yang menjadi rintangan terbentuknya kemitraan yang setara harus segera diatasi
dengan perbaikan sistem pelayanan kepada masyarakat dan sektor swasta serta
penyelenggaraan pelayanan terpadu.
l. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan,
pengurangan kesenjangan dalam berbagai bidang baik antara pusat dan daerah
maupun antar daerah secara adil dan proporsional merupakan wujud nyata prinsip
pengurangan kesenjangan. Hal ini juga mencakup upaya menciptakan kesetaraan
dalam hukum (equity of the law) serta mereduksi berbagai perlakuan diskriminatif
yang menciptakan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan
bermasyarakat.
m. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup, daya dukung
lingkungan semakin menurun akibat pemanfaatan yang tidak terkendali. Kewajiban
penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan secara konskuen, penegakan
hukum lingkungan secara konsisten, pengaktifan lembaga-lembaga pengendali
dampak lingkungan, serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari merupakan
contoh perwujudan komitmen pada lingkungan hidup.
n. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pasar, pengalaman telah
membuktikan bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi seringkali
berlebihan sehingga akhirnya membebani anggaran belanja dan bahkan merusak
pasar. Upaya pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat dengan pasar baik di dalam
daerah maupun antara daerah merupakan contoh wujud nyata komitmen pada pasar.

Dalam rangka tercapainya good governance dalam tata pemerintahan di


Indonesia, maka prinsip-prinsip good governance hendaknya dipahami dan
dilaksanakan dengan baik di setiap institusi penting pemerintahan. Apabila prinsip-
prinsip good governance dapat terlaksana dengan baik, yang dilaksanakan oleh tiga
pilarnya yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat hendaknya dengan cara saling
menjaga, saling support dan berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan
yang sedang dilakukan, maka hal tersebut tidak akan mustahil dapat terlaksana.

3. Penjelasan mengenai clinical governance, regulasi perumah sakitan (UU No. 44 tahun
2009) dan tata kelola rumah sakit (UU No. 44 tahun 2009 pasal 36)
Clinical Governance
Manajemen rumah sakit memerlukan tata kelola terhadap sistem manajemen dan
pelayanan. Inggris merupakan salah satu negara Eropa yang mempelopori
pengembangan sistem pelayanan di rumah sakit dengan menggunakan istilah Clinical
Governance. Donalson and Gray mendefinisikan Clinical Governance (tata kelola)
sebagai kerangka kerja dimana organisasi pelayanan kesehatan bertanggung jawab
atas peningkatan mutu pelayanan secara berkesinambungan dan menjaga standar
pelayanan yang tinggi dengan menciptakan lingkungan yang kondusif. Clinical
Governance merupakan kerangka kerja rumah sakit yang dapat diakuntabilitas
terhadap kualitas pelayanan pasien, terdapat sistem yang disetujui bersama disertai
proses monitoring dan peningkatan pelayanan. Prinsip ini berlangsung untuk
melindungi investor dan meminimalkan resiko perusahaan dari penipuan/kecurangan,
malpraktek, dan korupsi.
Clinical Governance memiliki prioritas strategis sesuai dengan 7 domain
Standards for Better Health. Ketujuh domain tersebut adalah keselamatan (safety),
efektivitas klinik dan biaya (clinical and cost effectiveness), managerial dan
kepemimpinan (governance), berfokuskan pasien (patient focus), pelayanan yang
terjangkau dan responsive (accessible and responsive care), lingkungan perawatan
(care environment and amenities), dan kesehatan masyarakat (public health). Setiap
domain tersebut dilengkapi dengan strategi utama dan kebijakan untuk mencapai
tujuan domain dan aktivitas yang perlu dilaksanakan, cara pemantauan aktivitas
disertai komite yang memantau aktivitas tersebut dan pengambilan tindakan untuk
pemenuhan standar.
Prinsip dasar dalam clinical governance adalah mengembangkan sistem untuk
meningkatkan mutu klinik (rumah sakit) sebagaimana tujuan dari clinical governance
adalah untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Peningkatan mutu dengan
cara memadukan pendekatan manajemen, organisasi, dan klinik secara bersama.
Clinical governance bertugas memastikan bahwa tersedia sistem untuk memonitor
kualitas praktik klinik yang berfungsi dengan baik, selalu dievaluasi dan hasil
evaluasinya digunakan untuk melakukan perbaikan. Sumber daya utama dalam
aplikasi clinical governance adalah para personel dalam sistem baik para staf, tenaga
medis dan non medis, termasuk pemilik. Diperlukan suatu strategi untuk merubah
kebiasaan & kultur guna meningkatkan kualitas dalam pelayanan.
Strategi-strategi Clinical governance diterapkan dalam the seven pillars, yaitu:
1. Patient and public involment
2. Clinical risk management
3. Clinical audit
4. Clinical effectiveness
5. Staffing and staff management
6. Education, training and continous professional development
7. Use of information to support clinical governance and healthcare delivery
Clinical Governance (CG) adalah suatu cara atau sistem penjaminan dan
peningkatan mutu pelayanan klinik yang efisien. Secara konsep komponen utama CG
terdiri dari: Akuntabilitas yang jelas bagi mutu pelayanan, adanya kegiatan
peningkatan mutu yang berkesinambungan, kebijakan manajemen resiko, identifikasi
prosedur profesi beserta perbaikannya. Bila implementasi CG dilakukan beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh:
1. Komplain Pasien makin kecil (Fewer patient complaints)
2. Berkurangnya variasi prosedur klinis yang tidak sesuai (Less unjustified variation
in clinical practice)
3. Berkurangnya penggunaan penunjang diagnostic yang inefektif (Less use of
ineffective investigations and treatments)
4. Pemberdayaan sarana yang ada menjadi lebih baik (Better use of resources)
5. Meningkatnya kepuasan pasien (Increased patient satisfaction)
6. Terdokumentasinya prosedur klinis dengan lebih baik (Documented changes in
clinical practices)
7. Perkembangan spesifik pada perawatan pasien (Specific improvements in patient
care)
8. Lebih dekatnya teamwork antara manajer dan dokter (Closer working between
clinicians and managers)
9. Budaya perusahaan kearah lebih baik (Positive changes in organizational culture)
10. Perbaikan manajemen perubahan di manajemen klinis (Better at managing
changes in clinical practice)
11. Manajemen lebih mengetahui tentang kualitas dari pelayanan
Namun keuntungan itu tidak didapatkan secara serta merta karena keempat
komponen utama CG tersebut harus terorganisasi dengan baik dan berkesinambungan
melalui sistem yang jelas. Dengan demikian memang faktor sistem-lah yang selama
ini banyak berpengaruh pada kerugian, sedangkan kesalahan akibat faktor manusia
hanya sekitar 10-20%.
Sebuah strategi pengelolaan fasilitas pelayanan kesehatan yang baik dan
akuntabilitas akan meningkatkan mutu, yang secara langsung meningkatkan
kepercayaan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Clinical governance bertugas
memastikan bahwa telah terdapat sistem untuk memonitor kualitas pelayanan yang
berfungsi dengan baik, selalu dievaluasi dan hasil evaluasinya digunakan untuk
melakukan perbaikan. Clinical governance akan memberikan pengaruh positif tidak
hanya bagi pasien tapi juga terhadap manajemen rumah sakit secara keseluruhan
sehingga mampu eksis dan berkompetisi dalam persaingan global.

Regulasi Perumahsakitan (UU No. 44 Tahun 2009)


Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian
dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis
tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu
sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat
yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang
bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam Rumah Sakit.
Pada hakekatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang
seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarakat.
Dari aspek pembiayaan bahwa Rumah Sakit memerlukan biaya operasional dan
investasi yang besar dalam pelaksanaan kegiatannya, sehingga perlu didukung dengan
ketersediaan pendanaan yang cukup dan berkesinambungan. Antisipasi dampak
globalisasi perlu didukung dengan peraturan perundang-undangan yang memadai.
Dalam rangka memberikan kepastian dan perlindungan hukum untuk
meningkatkan, mengarahkan dan memberikan dasar bagi pengelolaan Rumah Sakit
diperlukan suatu perangkat hukum yang mengatur Rumah Sakit secara menyeluruh
dalam bentuk Undang-Undang, yakni Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit yang terdiri atas 15 bab dan 66 pasal, yang secara garis besar membahas
mengenai:
1. Ketentuan umum rumah sakit
2. Asas dan tujuan rumah sakit
3. Tugas dan fungsi rumah sakit
4. Tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah kepada rumah sakit
5. Persyaratan rumah sakit (umum, lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya
manusia, kefarmasian, peralatan)
6. Jenis dan klasifikasi rumah sakit
7. Perizinan rumah sakit
8. Kewajiban dan hak (rumah sakit & pasien)
9. Penyelenggaraan rumah sakit (pengorganisasisan, pengelolaan klinik, akreditasi,
jejaring dan sistem rujukan, keselamatan pasien, perlindungan hukum rumah
sakit, tanggung jawab hukum, dan bentuk rumah sakit)
10. Pembiayaan rumah sakit
11. Pencatatan dan pelaporan rumah sakit
12. Pembinaan dan pengawasan rumah sakit
13. Ketentuan pidana
14. Ketentuan peralihan
15. Ketentuan penutup

Tata Kelola Rumah Sakit (UU No. 44 Tahun 2009 Pasal 36)
Pasal 36:
“Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola
klinis yang baik.”
Tata kelola rumah sakit yang baik adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen
rumah sakit yang berdasarkan prinsip-prinsip tranparansi, akuntabilitas, independensi
dan responsibilitas, kesetaraan dan kewajaran.
Tata kelola klinis yang baik adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang
meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti,
peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan,
pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai