TUGAS
PERKEMBANGAN ILMU MANAJEMEN DAN PERILAKU
ORGANISASI
Dosen:
Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS.
Oleh:
FOURENTY KUSUMA K022211031
Berdasarkan uraian-uraian para ahli di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Pandangan yang menganggap bahwa aktivitas-aktivitas manajemen terdapat dalam
dan ditentukan oleh aktivitas-aktivitas administrasi. Aktivitas manajemen
bergantung pada dan merupakan pelaksanaan dari apa yang sudah ditetapkan oleh
administrasi.
b. Pandangan yang menganggap bahwa manajemen lebih luas dari administrasi,
pandangan ini bertolak dari pemikiran atas pengertian administrasi hanya yang
berhubungan dengan kegiatan-kegiatan ketatausahaan, yang sesungguhnya
hanyalah merupakan pengertian administrasi dalam arti sempit.
c. Pandangan yang menganggap bahwa administrasi sama dengan manajemen
sehingga keseluruhan proses kegiatan dan dinamika administrasi tidak lain juga
merupakan proses kegiatan dan dinamika manajemen.
Keempat belas prinsip good governance tersebut secara singkat dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi strategis), semua kegiatan
pemerintah di berbagai bidang dan tingkatan seharusnya didasarkan pada visi dan
misi yang jelas dan jangka waktu pencapaiannya serta dilengkapi strategi
implementasi yang tepat sasaran, manfaat dan berkesinambungan.
b. Tata pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan), wujud nyata prinsip tersebut
antara lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan untuk
mengetahui serta memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program dan
kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun
daerah.
c. Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat, masyarakat yang
berkepentingan ikut serta dalam proses perumusan dan/atau pengambilan keputusan
atas kebijakan publik yang diperuntukkan bagi masyarakat, sehingga keterlibatan
masyarakat sangat diperlukan pada setiap pengambilan kebijakan yang menyangkut
masyarakat luas.
d. Tata pemerintahan yang bertanggungjawab / bertanggung gugat (akuntabel),
instansi pemerintah dan para aparaturnya harus dapat mempertanggungjawabkan
pelaksanaan kewenangan yang diberikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Demikian halnya dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukannya
dapat dipertanggungjawabkan.
e. Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum, wujud nyata prinsip ini
mencakup upaya penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan
kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum, serta pengembangan budaya
hukum. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan aturan dan prosedur
yang terbuka dan jelas, serta tidak tunduk pada manipulasi politik.
f. Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus, perumus
kebijakan pembangunan baik di pusat maupun daerah dilakukan melalui
mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif. Keputusan-
keputusan yang diambil antara lembaga eksekutif dan legislatif harus didasarkan
pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang diambil benar-benar merupakan
keputusan bersama.
g. Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi, wujud nyata
dari prinsip profesionalisme dan kompetensi dapat dilihat dari upaya penilaian
kebutuhan dan evaluasi yang dilakukan terhadap tingkat kemampuan dan
profesionalisme sumber daya manusia yang ada, dan dari upaya perbaikan atau
peningkatan kualitas sumber daya manusia.
h. Tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsif), aparat pemerintahan harus cepat
tanggap terhadap perubahan situasi/kondisi mengakomodasi aspirasi masyarakat,
serta mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
masyarakat.
i. Tata pemerintahan yang menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan
efektif, pemerintah pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai
dukungan struktur yang ada, melakukan perbaikan struktural sesuai dengan
tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara
keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi yang lebih tepat, serta selalu berupaya
mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya
yang tersedia secara efisien dan efektif.
j. Tata pemerintahan yang terdesentralisasi, pendelegasian tugas dan kewenangan
pusat kepada semua tingkatan aparat sehingga dapat mempercepat proses
pengambilan keputusan, serta memberikan keleluasaan yang cukup untuk
mengelola pelayanan publik dan mensukseskan pembangunan di pusat maupun di
daearah.
k. Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan dunia usaha, swasta dan
masyarakat, pembangunan masyarakat madani melalui peningkatan peran serta
masyarakat dan sektor swasta harus diberdayakan melalui pembentukan kerjasama
atau kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Hambatan birokrasi
yang menjadi rintangan terbentuknya kemitraan yang setara harus segera diatasi
dengan perbaikan sistem pelayanan kepada masyarakat dan sektor swasta serta
penyelenggaraan pelayanan terpadu.
l. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan,
pengurangan kesenjangan dalam berbagai bidang baik antara pusat dan daerah
maupun antar daerah secara adil dan proporsional merupakan wujud nyata prinsip
pengurangan kesenjangan. Hal ini juga mencakup upaya menciptakan kesetaraan
dalam hukum (equity of the law) serta mereduksi berbagai perlakuan diskriminatif
yang menciptakan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan
bermasyarakat.
m. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup, daya dukung
lingkungan semakin menurun akibat pemanfaatan yang tidak terkendali. Kewajiban
penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan secara konskuen, penegakan
hukum lingkungan secara konsisten, pengaktifan lembaga-lembaga pengendali
dampak lingkungan, serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari merupakan
contoh perwujudan komitmen pada lingkungan hidup.
n. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pasar, pengalaman telah
membuktikan bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi seringkali
berlebihan sehingga akhirnya membebani anggaran belanja dan bahkan merusak
pasar. Upaya pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat dengan pasar baik di dalam
daerah maupun antara daerah merupakan contoh wujud nyata komitmen pada pasar.
3. Penjelasan mengenai clinical governance, regulasi perumah sakitan (UU No. 44 tahun
2009) dan tata kelola rumah sakit (UU No. 44 tahun 2009 pasal 36)
Clinical Governance
Manajemen rumah sakit memerlukan tata kelola terhadap sistem manajemen dan
pelayanan. Inggris merupakan salah satu negara Eropa yang mempelopori
pengembangan sistem pelayanan di rumah sakit dengan menggunakan istilah Clinical
Governance. Donalson and Gray mendefinisikan Clinical Governance (tata kelola)
sebagai kerangka kerja dimana organisasi pelayanan kesehatan bertanggung jawab
atas peningkatan mutu pelayanan secara berkesinambungan dan menjaga standar
pelayanan yang tinggi dengan menciptakan lingkungan yang kondusif. Clinical
Governance merupakan kerangka kerja rumah sakit yang dapat diakuntabilitas
terhadap kualitas pelayanan pasien, terdapat sistem yang disetujui bersama disertai
proses monitoring dan peningkatan pelayanan. Prinsip ini berlangsung untuk
melindungi investor dan meminimalkan resiko perusahaan dari penipuan/kecurangan,
malpraktek, dan korupsi.
Clinical Governance memiliki prioritas strategis sesuai dengan 7 domain
Standards for Better Health. Ketujuh domain tersebut adalah keselamatan (safety),
efektivitas klinik dan biaya (clinical and cost effectiveness), managerial dan
kepemimpinan (governance), berfokuskan pasien (patient focus), pelayanan yang
terjangkau dan responsive (accessible and responsive care), lingkungan perawatan
(care environment and amenities), dan kesehatan masyarakat (public health). Setiap
domain tersebut dilengkapi dengan strategi utama dan kebijakan untuk mencapai
tujuan domain dan aktivitas yang perlu dilaksanakan, cara pemantauan aktivitas
disertai komite yang memantau aktivitas tersebut dan pengambilan tindakan untuk
pemenuhan standar.
Prinsip dasar dalam clinical governance adalah mengembangkan sistem untuk
meningkatkan mutu klinik (rumah sakit) sebagaimana tujuan dari clinical governance
adalah untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Peningkatan mutu dengan
cara memadukan pendekatan manajemen, organisasi, dan klinik secara bersama.
Clinical governance bertugas memastikan bahwa tersedia sistem untuk memonitor
kualitas praktik klinik yang berfungsi dengan baik, selalu dievaluasi dan hasil
evaluasinya digunakan untuk melakukan perbaikan. Sumber daya utama dalam
aplikasi clinical governance adalah para personel dalam sistem baik para staf, tenaga
medis dan non medis, termasuk pemilik. Diperlukan suatu strategi untuk merubah
kebiasaan & kultur guna meningkatkan kualitas dalam pelayanan.
Strategi-strategi Clinical governance diterapkan dalam the seven pillars, yaitu:
1. Patient and public involment
2. Clinical risk management
3. Clinical audit
4. Clinical effectiveness
5. Staffing and staff management
6. Education, training and continous professional development
7. Use of information to support clinical governance and healthcare delivery
Clinical Governance (CG) adalah suatu cara atau sistem penjaminan dan
peningkatan mutu pelayanan klinik yang efisien. Secara konsep komponen utama CG
terdiri dari: Akuntabilitas yang jelas bagi mutu pelayanan, adanya kegiatan
peningkatan mutu yang berkesinambungan, kebijakan manajemen resiko, identifikasi
prosedur profesi beserta perbaikannya. Bila implementasi CG dilakukan beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh:
1. Komplain Pasien makin kecil (Fewer patient complaints)
2. Berkurangnya variasi prosedur klinis yang tidak sesuai (Less unjustified variation
in clinical practice)
3. Berkurangnya penggunaan penunjang diagnostic yang inefektif (Less use of
ineffective investigations and treatments)
4. Pemberdayaan sarana yang ada menjadi lebih baik (Better use of resources)
5. Meningkatnya kepuasan pasien (Increased patient satisfaction)
6. Terdokumentasinya prosedur klinis dengan lebih baik (Documented changes in
clinical practices)
7. Perkembangan spesifik pada perawatan pasien (Specific improvements in patient
care)
8. Lebih dekatnya teamwork antara manajer dan dokter (Closer working between
clinicians and managers)
9. Budaya perusahaan kearah lebih baik (Positive changes in organizational culture)
10. Perbaikan manajemen perubahan di manajemen klinis (Better at managing
changes in clinical practice)
11. Manajemen lebih mengetahui tentang kualitas dari pelayanan
Namun keuntungan itu tidak didapatkan secara serta merta karena keempat
komponen utama CG tersebut harus terorganisasi dengan baik dan berkesinambungan
melalui sistem yang jelas. Dengan demikian memang faktor sistem-lah yang selama
ini banyak berpengaruh pada kerugian, sedangkan kesalahan akibat faktor manusia
hanya sekitar 10-20%.
Sebuah strategi pengelolaan fasilitas pelayanan kesehatan yang baik dan
akuntabilitas akan meningkatkan mutu, yang secara langsung meningkatkan
kepercayaan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Clinical governance bertugas
memastikan bahwa telah terdapat sistem untuk memonitor kualitas pelayanan yang
berfungsi dengan baik, selalu dievaluasi dan hasil evaluasinya digunakan untuk
melakukan perbaikan. Clinical governance akan memberikan pengaruh positif tidak
hanya bagi pasien tapi juga terhadap manajemen rumah sakit secara keseluruhan
sehingga mampu eksis dan berkompetisi dalam persaingan global.
Tata Kelola Rumah Sakit (UU No. 44 Tahun 2009 Pasal 36)
Pasal 36:
“Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola
klinis yang baik.”
Tata kelola rumah sakit yang baik adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen
rumah sakit yang berdasarkan prinsip-prinsip tranparansi, akuntabilitas, independensi
dan responsibilitas, kesetaraan dan kewajaran.
Tata kelola klinis yang baik adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang
meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti,
peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan,
pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit.