Anda di halaman 1dari 33

Pengelolaan Pendidikan

Kurikulum

Disusun oleh Kelompok 5:


Ade Putri 1905111031
Amelia Fatika Putri 1905111264
Aura Regina Indah Cahyani 1905124654
Bunga Mardiyuri 1905112164
Tiara Swastika Putri 1905112358

Dosen Pengampu :
Naila Fauza, M.Pd

Program Studi Pendidikan Kimia


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah Pengelolaan Pendidikan.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Pekanbaru, Maret 2020

Penulis

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar........................................................................................................................i

Daftar Isi.................................................................................................................................ii

BAB I.....................................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1

1.3 Tujuan...............................................................................................................................2

BAB II....................................................................................................................................3

a. Pengertian Kurikulum.........................................................................................................3

b. Landasan Kurikulum........................................................................................................12

c. Alur Kebijakan Kurikulum...............................................................................................23

d. Struktur Kurikulum..........................................................................................................26

BAB II..................................................................................................................................29

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................29

3.2 Saran...............................................................................................................................29

Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam suatu proses pembelajaran pasti ada yang namanya silabus. Silabus ini dibuat
berdasarkan kurikulum yang berlaku disuatu Negara. Kurikulum mengatur segala proses
pembelajaran di mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga tingkat Perguruan Tinggi.
Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan teknologi, kurikulum juga mengalami
perubahan atau perkembangan.

Perubahan kurikulum ini bukan tanpa alasan dan landasan yang jelas, karena perubahan ini
disemangati oleh keinginan untuk terus memperbaiki, mengambangkan dan meningkatkan
kualitas sistem pendidikan nasional. Perubahan kurikulum tentunya memiliki landasan, alur
perubahan dan struktur yang jelas agar perubahan kurikulum sesuai dengan rencana

Sekolah merupakan ujung tombak dalam implementasi kurikulum dituntut untuk memahami
dan mengaplikasikannya secara optimal dan penuh kesungguhan. Hal ini disebabkan karena
sekolah merupakan tempat menyelenggarakan proses pendidikan. Namun di lapangan sering
kali perubahan kurikulum menimbulkan persoalan baru, sehingga pada tahap awal
implementasinya mengalami kendala. Sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan
sedikit banyak membutuhkan energi yang besar hanya untuk mengetahui dan memahami isi dan
tujuan kurikulum baru. Dalam tahap pelaksanaan pun perlu sedikit adaptasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian kurikulum?
2. Apa saja landasan yang terdapat pada kurikulum?
3. Bagaimana alur kebijakan kurikulum?
4. Apa saja struktur kurikulum?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kurikulum
2. Untuk mengetahui landasan pada kurikulum
3. Untuk mengetahui alur kebijakan kurikulum
4. Untuk mengetahui struktur dari kurikulum

2
BAB II

PEMBAHASAN

a. Pengertian Kurikulum

Terdapat banyak pengertian tentang kurikulum, yang berkembang sejalan dengan


perkembangan teori dan praktik pendidikan. Selain itu, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau
teori pendidikan yang dianutnya. Pengertian kurikulum mulai dari yang sangat sederhana, yakni
kurikulum merupakan kumpulan sejumlah mata pelajaran sampai dengan kurikulum sebagai
kegiatan sosial. Pengertian kurikulum akan memengaruhi praktik-praktik pengembangan
kurikulum.

Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus
disampaikan oleh guru dan dipelajari oleh peserta didik, seperti dikemukakan oleh Zais (1976),
yaitu kurikulum sebagai: . a racecourse of subject matters to be mastered. Dalam situasi dan
kondisi tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang. Pandangan yang muncul
selanjutnya, beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih menekankan pada pengalaman
belajar, sekaligus perubahan ruang lingkup, yakni dari konsep yang sempit menjadi lebih luas,
seperti dikemukan oleh Doll (1974) berikut: The commonly accepted definition of the
curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and course to all the
experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school.

Pengalaman peserta didik yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah mengandung
makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut dapat berlangsung di sekolah, di rumah, atau di
masyarakat, bersama guru atau tanpa guru, berkenaan langsung dengan pelajaran ataupun tidak.
Definisi tersebut, juga mencakup berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman
tersebut, serta berbagai fasilitas yang mendukungnya.

Johnson (1977) keberatan terhadap pengertian kurikulum yang terlalu luas seperti
dikemukakan oleh Doll, Menurut Johnson, kurikulum adalah a structured series of intended
learning outcomes. Pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya. Interaksi tersebut disebut sebagai pengajaran.

3
Terlepas dari pro dan kontra terhadap pendapat Johnson, beberapa ahli memandang
kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Mac Donald (1965) menyatakan bahwa
sistem persekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu mengajar (teaching), belajar
(learning), pembelajaran (instruction), dan kurikulum (curriculum). Mengajar merupakan
kegiatan profesional yang diberikan oleh guru kepada peserta didik. Belajar merupakan kegiatan
yang dilakukan peserta didik sebagai respons terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh
guru. Interaksi belajar-mengajar disebut pem- belajaran. Kurikulum merupakan suatu rencana
yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses belajar-mengajar agar berlangsung secara
efektif dan efisien.

Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana de- ngan kurikulum yang
fungsional. Menurut Beauchamp (1975): A curriculum is a written document which may contain
many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in
given school. Kurikulum merupakan suatu rencana pendidikan atau pengajaran, pelaksanaan
rencana sudah masuk pengajaran.

Lebih lanjut, Zais (1976) menjelaskan bahwa kurikulum bukan hanya merupakan rencana
tertulis bagi pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional, yang memberi pedoman dan
mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas. Rencana tertulis merupakan
dokumen kurikulum (curriculum document or inert curriculum), sedangkan kegiatan yang
berlangsung di kelas merupakan kurikulum fungsional (functioning, IE or operative curriculum).

Pandangan klasik tentang pengertian kurikulum yang juga masih digunakan sampai saat ini
dikemukakan oleh Tyler (1949) yang menyatakan di cokolah? (2) Pengalaman pendidikan apa
yang harus disediakan untuk bahwa kurikulum berisi: (1) Tujuan pendidikan apa yang harus
dicapai tersebut dapat dikelola secara efektif? (4) Bagaimana mengukur bahwa mencapai tujuan
pendidikan tersebut? (3) Bagaimana pengalaman pendidikan tujuan pendidikan telah tercapai?
Dengan demikian, kurikulum terdiri atas: uinan pendidikan, pengalaman belajar peserta didik,
pengelolaan kegjatan pembelajaran, dan penilaian.

Pandangan Tyler ini kemudian disempurnakan oleh Taba (1962), dengan uenamibalh analisis
kebutuhan dan seleksi materi sehingga kurikulum me- muat: pernyataan tujuan yang mengacu
pada analisis kebutuhan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pengelolaan kegiatan

4
pembelajaran, dan pe- nilajan hasil pembelajaran. Taba menyatakan bahwa: A curriculum is a
plan for learning therefore, what is known about the learning process and the development of the
individual has bearing on the shaping of curriculum.

Pandangan lain bahwa pengertian kurikulum merentang dari yang sangat sederhana, yakni
kurikulum merupakan kumpulan sejumlah mata pelajaran, sampai kurikulum sebagai
pengembangan kecakapan hidup (life skilly, dikemukakan oleh Schubert (1986), yang
menyatakan bahwa kurikulum memuat: sejumlah mata pelajaran, program kegiatan pembelajaran
yang direncanakan, hasil belajar yang diharapkan, reproduksi kebudayaan, dan pengembangan
kecakapan hidup. Kurikulum sebagai kumpulan sejumlah mata pelajaran merupakan pengertian
yang menghubungkan kurikulum dengan daftar mata pelajaran yang harus diajarkan. Kurikulum
sebagai program kegiatan pembelajaran yang direncanakan, artinya perencanaan ruang lingkup,
urutan, keseimbangan mata pelajaran, teknik mengajar, dan hal-hal lain yang dapat direncanakan
sebelumnya dalam pembelajaran. Kurikulum sebagai hasil belajar bertujuan untuk memberikan
fokus hasil belajar yang dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Kurikulum sebagai
reproduksi kebudayaan dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, ketika
pemerintah menuntut para pendidik untuk membangun generasi yang mempunyai peradaban dan
martabat yang tinggi, bertahan, berdaya saing,serta mampu menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman. Kurikulum sebagai pengembangan kecakapan hidup, bertujuan
mengembangkan kecakapan akademik, kecakapan pribadi, kecakapan sosial, dan kecakapan
vokasional peserta didik.

Selanjutnya, Layton (1989) mengemukakan bahwa kurikulum dipe ngaruhi oleh sistem sosial
politik, ekonomi, teknologi, moral, keagamaan. dan keindahan. Terkait dengan hal ini, sering
kali ada ungkapan ganti menteri ganti kurikulum. Hal ini disebabkan dengan adanya pimpinan
pemerintahan yang baru, biasanya terjadi perubahan sistem sosial-politik, ekonomi. teknologi,
moral, keagamaan, atau keindahan, yang menyebabkan perlunya penyesuaian atau
penyempurnaan kurikulum. Kemudian, Cornbleth (1990) menyatakan bahwa pengembangan
kurikulum merupakan kegiatan sosial yang berkesinambungan yang dipertajam oleh berbagai
pengaruh kontekstual di dalam dan di luar kelas, serta diwujudkan secara interaktif terutama oleh
guru dan peserta didik. Kurikulum bukan produk yang dapat dirasa atau dibayangkan, melainkan
produk nyata dari interaksi sehari-hari antarpeserta didik, guru, dan lingkungan. Kurikulum

5
mencakup kurikulum dalam praktik, kurikulum sebagai produk, objek, atau dokumen. Konteks
akan mempertajam kurikulum dalam praktik.

Mengacu pada berbagai pengertian kurikulum di atas, selanjutnya Hasan (2011)


mengelompokkan pengertian kurikulum ke dalam empat dimensi, yang saling berhubungan satu
sama lain, yaitu: (1) kurikulum sebagai suatu ide/gagasan; (2) kurikulum sebagai suatu rencana
tertulis, yang sebenarnya merupakan suatu perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide: (3)
kurikulum sebagai suatu kegiatan/aktivitas, yang sering disebut pula dengan istilah kurikulum
sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum, yang sebenarnya merupakan pelaksanaan dari
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil, yang merupakan
konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan. Pengertian kurikulum sebagai suatu
ide/gagasan mengandung makna bahwa kurikulum adalah sekumpulan ide yang akan dijadikan
pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Pengertian kurikulum ys berkaitan
dengan dimensi ide/gagasan di antaranya seperti yang dikemukakan Olivia (1997) : curriculum is
self is construct or concept, a verbalization of an extremely complex idea or set of ideas.

Pengertian kurikulum sebagai suatu rencana mengandung makna bahwa kurikulum


merupakan rencana yang digunakan sebagai pedoman nenvelenggaraan kegiatan pembelajaran.
Pengertian kurikulum yang ber- kuitan dengan dimensi rencana, di antaranya seperti yang
dikemukakan oleh Taba (1962): A eurriculum is a plan for learning; therefore, what is known
about the learning process and the development of the individual has bearing on the Olisa (1997)
curriculum it self is construct or concept, a verbalization of an shaping of curricilum.

Pengertian kurikulum sebagai suatu kegiatanlaktivitas memandang kuri- kulum merupakan


segala aktivitas guru dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Pengertian
kurikulum yang berkaitan dengan dimensi kegiatan/aktivitas seperti yang dikemukakan oleh
Alberty dalam Sanjaya (2011) bahwa kurikulum adalah all of the activities that are provided for
students by the school. memperhatikan hasil yang akan dicapai oleh peserta didik agar sesuai
dengan apa yang telah direncanakan.

Pengertian kurikulum yang berkaitan dengan dimensi hasil di antaranya dikemukakan oleh
Johnson (1977) bahwa kuri- kulum adalah: ..a structured series of intended learning outcomes.
Pengertian kurikulum sebagai suatu hasil memandang kurikulum harus pat dilihat dalam tiga

6
dimensi, yaitu sebagai ilmu (curriculum as a body of knowledge), sebagai sistem (curriculum as
a system) dan sebagai rencana (curriculum as a plan). Dalam kurikulum sebagai ilmu berarti
dikaji konsep, landasan, asumsi, teori, model, praksis, prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum.
Dalam kurikulum sebagai sistem, dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannya dengan
sistem dan bidang-bidang lain, komponen- komponen kurikulum, kurikulum berbagai jalur,
jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya. Dalam kurikulum sebagai
rencana, Sementara itu, Sukmadinata (2006) menyatakan bahwa kurikulum da- tercakup macam-
macam rencana dan rancangan atau desain kurikulum. Kurikulum sebagai rencana ada yang
bersifat menyeluruh untuk semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, ada pula yang khusus
untuk jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Mengenai rancangan atau desain kurikulum
ad, bermacam-macam, ada desain kurikulum berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah,
kebutuhan peserta didik, dan lain-lain. Kurikulum sebagai rancangan juga menyangkut
implementasi dan pengendaliannya.

Kurikulum sebagai rencana merupakan dimensi kurikulum yang paling banyak dikenal dan
diketahui orang, baik oleh para pelaksana kurikulum (guru dan pimpinan satuan pendidikan)
maupun masyarakat terutama orang tua. Kurikulum sebagai rencana (a plan of action) atau
disebut juga kurikulum tertulis (written curriculum) atau kurikulum sebagai dokumen (document
curriculum) menjadi acuan, pedoman atau pegangan bagi guru-guru dan para pelaksana
kurikulum lainnya dalam implementasi kurikulum. Sebagai suatu acuan atau pedoman,
kurikulum berbentuk dokumen tertulis yang sering juga disebut sebagai kurikulum formal
(formal curriculum) atau kurikulum lembaga (official curriculum). Berpegang pada kurikulum
tertulis tersebut maka dilaksanakan kurikulum perbuatan (curriculum in action), implementasi
kurikulum (curriculum implementation), mencakup apa yang terjadi di kelas dan di luar kelas
(actual atau activity curriculum), baik yang dikerjakan oleh guru maupun peserta didik
(experiencial curriculum).

Sebagai dokumen tertulis kurikulum tidak hanya terdiri atas mata pelajaran (course of study),
atau uraian isi mata pelajaran (course content) atau persiapan mengajar (teaching preparation)
dalam bentuk silabus dan satuan pelajaran (syllabus and lesson unit), tetapi mencakup semua
dokumen tertulis yang berkaitan dengan rencana pembelajaran. Kurikulum tertulis selain
mencakup hal-hal di atas, juga meliputi landasan dan azas-azas pengembangan kurikulum,

7
struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pembelajaran, pedoman-pedoman
pelaksanaan seperti pedoman: pengelolaan, bimbingan. dan evaluasi; media dan sumber
pembelajaran, seperti media elektronik dan nonelektronik; buku, modul dan handout; program-
program pembelajaran, seperti pembelajaran melalui komputer, film, video, audio.

Implementasi kurikulum atau kurikulum sebagai aktivitas atau ku- rikulum sebagai
pengalaman, mencakup proses belajar-mengajar yang berlangsung di kelas, laboratorium,
workshop/bengkel, studio, perpustakaan,dan di lapangan (kegiatan kurikuler) maupun kegiatan
kokurikuler dan trakurikuler yang dilaksanakan di sekolah dan luar sekolah. Memang beberapa
waktu yang lalu, banyak yang mengartikan kurikulum secara sempit, yaitu hanya mencakup
kegiatan kurikuler, atau dokumen tertulis, atau malahan hanya kumpulan dari mata pelajaran.
Dewasa ini kurikulum diartikan lebih Juas, yaitu sebagai semua rancangan yang berfungsi
mengoptimalkan perkembangan peserta didik, dan semua pengalaman belajar yang diperoleh
neserta didik berkat arahan, bimbingan, dan dipertanggungjawabkan oleh sekolah.

Dengan mengacu pendapat para ahli, sebagaimana dinyatakan di atas, lmerintah kemudian
mendefinisikan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 20 Tahun 2003), Pasal 1 angka (19)

1. Kedudukan Kurikulum

Mutu lulusan, dipengaruhi oleh mutu kegiatan belajar mengajar, sedangkan mutu
kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain input peserta didik,
kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana- prasarana, dana, manajemen, dan
lingkungan, yang saling terkait satu sama lain, yang merupakan subsistem dalam sistem
pembelajaran seperti Gambar LI (Widyastono, 1998). Apabila mutu lulusannya baik, dapat
diprediksi bahwa mutu kegiatan belajar mengajarnya juga baik, input siswa, kompetensi
pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan dana, manajemen, dan
dingkungannya memadai. Akan tetapi, dari berbagai faktor tersebut, kurikulum mempunyai
kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh proses pendidikan.

a) Pengertian Kurikulum secara Etimologis.

8
Webster's Third New International Distionery menyebut Curriculum berasal dari kata curere.
Dalam bahasa latin currerre 1. berarti:

1) Berlari cepat (pada perlombaan lari di stadion)


2) Tergesa-gesa
3) Menjalani

Curreree dikatabendakan menjadi curriculum berarti :

1) Lari cepat, pacuan, balapan berkereta, berkuda, berkaki.


2) Perjalanan, satu pengalaman tanpa berhenti.
3) A. Jalan, larinya
B. Perlombaan, pacuan, balap
C. Peredaran, gerakan berkeliling lamanya.
4) Lapangan perlombaan, gelanggang, jalan.

Menurut "satuan pelajaran" SPG yang dibuat oleh Dep. P & K, Kurikulum berasal dari
bahasa Yunani, yang berarti: "jarak yang ditempuh". Semula dipakai dalam lapangan olah
raga.

b) Beberapa Definisi Tentang Kurikulum.


1. Pengertian Tradisional.
Menurut William B. Ragan dalam bukunya : Modern elementa- ry Curriculum"
cetakan ketiga tahun 1966 mengemukakan "Traditionally, the curriculum has meant
the Subject taught in school, or course of study".
Pada pertengahan abad ke XX pengertian kurikulum berkem- bang dan dipakai
dalam dunia pendidikan berarti "sejumlah pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa
untuk kenaikan kelas atau ijazah".
Pengertian tradisional ini sudah pernah diterapkan di dalam menyusun
kurikulum, seperti: Kurikulum SD dengan nama "Rencana Pelajaran Sekolah Rakyat"
tahun 1927 yang isinya "sejumlah mata pelajaran yang akan diberikan pada kelas I s/d
kelas VI.
Begitu pula rencana pengajaran untuk sementära bagi sekolah rendah yang lamanya 6
tahun, tahun 1949, yang isinya: daftar pelajaran.

9
Begitupun dalam "Reneana Pelajaran Terurai" untuk sekolah rakyat II dan IV,
th. 1952 (diterapkan dalam tahun 1954). Rencana Pendidikan Taman kanak-kanak dan
Sekolah Dasar , tahun 1964 masih berorientasi pada pengertian kurikulum tradisional,
meskipun isinya lebih berkembang, yaitu dengan adanya sistem Pancawardhana.
2. Pengertian Modern.
Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya:
"Currieulum Planning" mengemukakan pengerti- an kurikulum sebagai berikut: "Sum
Total of the School efforts to influence learning whether in the classroom, play ground
or out of School". ("Keseluruhan usaha Sekolah untuk mempengaruhi belajar baik
berlangsung di kelas, di halaman maupun di luar Sekolah ").
Menurut Soedijarto, sebuah pengalaman Pemikiran Bagi Prosedur Perencanaan
dan Pengembangan; kurikulum Perguruan Tinggi, BP3K Dep. P & K 1975" segala
pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh
para siswa/mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi
suatu lembaga pendidikan".
Menurut B. Ragan, mengemukakan tentang pengertian kurikulum adalah.. . "all
the experiences of children for which the school accepts responsibility". (Semua
pengalaman anak di bawah tanggung jawab Sekolah).
Dr. Sarimuda Nasution dalam bukunya: "Kurikulum usaha-usaha Perbaikan
dalam Bidang Pendidikan dan Administrasi Pendidikan". Pengertian ini gabungan dari
definisi Saylor Alexander dan William B. Ragan. Menurut "Association for
Supervision Curriculum Development A Departement of the national Education
Association" dalam bukunya: "Balance in the curriculum" tahun 1961 mengemukakan
pengertian kurikulum adalah all learning opportunities by the mschool as potential
contributions to the balanced develop- ment of learners, (Semua kesempatan belajar
yang diberikan oleh sekolah sebagai bantuan demi pengembang- an pelajar yang
seimbang). Kalau kita mempelajari definisi-definisi tersebut di atas, maka
persamaannya ialah pada "mempengaruhi belajar" (pengalaman belajar).

Ini berarti bahwa essensi kurikulum adalah "pengalaman belajar". Sedangkan


perbedaan antara definisi-definisi tersebut ada yang menyebut di bawah "tanggung
jawab" lssekolah. Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa: al "Kurikulum itu

10
dapat diterapkan untuk pendidikan di Atobawah tanggung jawab sekolah" yang biasa
disebut 'For- mal education", dan juga bahwa kurikulum dapat diterap- kan pada
kegiatan-kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan
non Sekolah, yang biasa disebut "Non Formal Education".

Dalam bagian ini kita akan dihadapkan pada lima definisi yang pernah
dikemukakan mengenai kurikulum.

a. Definisi Pertama.

Menurut definisi ini, kurikulum dipandang sebagai suatu bahan tertulis yang berisi
uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksanakan dari
tahun ke tahun.

b. Definisi Kedua

Dalam definisi kedua ini, kurikulum dilukiskan sebagai bahan tertulis yang
dimaksudkan untuk digunakan oleh para guru di dalam melaksanakan pelajaran
untuk murid-muridnya.

c. Definisi Ketiga.

Menurut definisi ketiga, yang dimaksud dengan kurikulum adalah suatu usaha
untuk menyampaikan asas-asas dan ciri-eiri yang penting dari suatu rencana
pendidikan dalam bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan oleh
guru di Sekolah.

d. Definisi Keempat.

Dalam definisi keempat, kurikulum diartikan sebagai tujuan pengajaran,


pengalaman-pengalaman belajar, alat-alat pelajaran dan cara-cara penilaian yang
direncanakan dan diguna- kan dalam pendidikan.

e. Definisi Kelima.

11
Menurut definisi kelima, kurikulum dipandang sebagai suatu program pendidikan
yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan
tertentu.

b. Landasan Kurikulum

Landasan pengembangan kurikulum berkaitan dengan tujuan pendidikan. Terdapat beberapa


landasan utama dalam pengembangan kurikulum. Zais (1976) mengemukakan empat landasan
pengembangan kurikulum, yaitu philosophy and the nature of knowledge, society and culture,
the individual, dan learning theory. Tyler (1949) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya
dengan beberapa aspek yang melandasi kurikulum, yaitu use of philosophy, studies or Iearns,
suggestions from subject specialist, studies of contemporary life, dan use psychology or learning.
Sukmadinata (2009) mengelompokkan beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu
kurikulum, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, serta
perkembangan ilmu dan teknologi. Sementara itu, Sanjaya (2011) mengelompokkan empat
landasan pengembangan kurikulum, namun dua di antaranya digabung menjadi satu-kesatuan,
yaitu landasan filosofis, psikologis, dan sosiologis teknologis.

Dari pendapat para ahli, landasan pengembangan suatu kurikulum dapat dikelompokkan
seperti di bawah ini.

A. Landasan Filosofis
Filsafat sering diartikan sebagai pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup bagi
individu. Henderson (dalam Sanjaya, 2011) mengemukakan “populary philosophy means one's
general view of life of men, of ideals, and of values, in the sense everyone has a philosophy of
life”. Dengan demikian, setiap individu atau setiap kelompok masyarakat memiliki pandangan
hidup yang mungkin berbeda sesuai dengan nilai-nilai Yang dianggapnya baik.

Berfilsafat pada hakikatnya, berpikir sedalam-dalamnya sampai dengan ke akar-akarnya untuk


menjawab pertanyaan tentang “ke-apa-an”, “ke- mengapaan”, dan “ke-bagaimana-an” tentang
segala sesuatu, untuk mencari kebenaran (Widyastono, 1988). Oleh karena itu, Filsafat sebagai
landasan pengembangan kurikulum menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait seperti: Apa

12
yang harus dipelajari peserta didik? Mengapa harus mempelajari hal itu? Bagaimana cara
mempelajari hal itu?

Sebagai suatu landasan fundamental, filsafat memegang peranan penting dalam proses
pengembangan kurikulum. Sanjaya (2011) menguraikan alasan filsafat harus menjadi dasar
dalam menentukan tujuan pendidikan dan sebagai proses berpikir seperti berikut ini.

1. Filsafat sebagai Dasar Menentukan Tujuan Pendidikan

Hummel (1977) dalam Sanjaya (2011) mengemukakan ada tiga hal yang harus diperhatikan
dalam mengembangkan tujuan pendidikan, yaitu Pertama, autonomy, artinya memberi
kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan yang prima kepada setiap individu dan kelompok
untuk mandiri dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik. Kedua, Equilty, artinya
pendidikan harus dapat memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat
berpartisipasi dalam kebudayaan dan ekonomi. Ketiga, survival, artinya pendidikan bukan saja
harus dapat menjamin terjadinya pewarisan dan memperkaya kebudayaan dari generasi ke
generasi, melainkan juga harus memberikan pemahaman akan saling ketergantungan
antarmanusia.

Pengembangan ketiga aspek itu diarahkan agar kehidupan manusia lebih baik, lebih
bermakna, bertanggung jawab, lebih bermartabat dan lebih beradab sehingga pada gilirannya
setiap manusia terdidik dapat mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau perlu dapat
mengubah kebudayaan yang dianggapnya tidak relevan dengan pandangan hidup atau nilai-nilai
yang dimilikinya.

Kurikulum pada hakikatnya berfungsi untuk mempersiapkan anggota masyarakat yang dapat
mempertahankan, mengembangkan, dan hidup dalam sistem nilai masyarakatnya. Oleh sebab itu,
dalam proses pengembangan kurikulum harus mencerminkan sistem nilai masyarakat. Sistem
nilai yang berlaku di Indonesia adalah Pancasila, diharapkan membentuk manusia Indonesia
yang Pancasilais merupakan tujuan dan arah dari segala ikhtiar berbagai jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan. Dengan demikian, isi kurikulum yang disusun harus memuat dan mencerminkan
nilai-nilai Pancasila.

13
Menurut Bloom (1965), tujuan pendidikan dapat digolongkan ke dalam tiga domain, yaitu
kognitif, psikomotor, dan afektif. Domain kognitif berhubungan dengan pengembangan
pengetahuan, psikomotor berhubungan dengan pengembangan keterampilan, dan afektif
berhubungan dengan pengembangan sikap. Karena Indonesia memiliki sistem nilai Pancasila,
mestinya ketiga domain itu dibingkai oleh kebenaran dan nilai-nilai Pancasila. Pengetahuan yang
harus dikembangkan, keterampilan yang harus dikuasai, sikap yang harus ditanamkan oleh setiap
peserta didik tidak terlepas dari nilainilai Pancasila.

2. Filsafat sebagai Proses Berpikir

Filsafat sering diartikan sebagai cara berpikir. Berfilsafat pada hakikatnya merupakan
berpikir sedalam-dalamnya sampai dengan ke akar-akarnya untuk menjawab pertanyaan tentang
“ke-apa-an”, “ke-mengapa-an”, dan “kebagaimanaan” tentang segala sesuatu, untuk mencari
kebenaran (Widyastono, 1988). Sementara itu, hakikat kebenaran ternyata berbeda-beda.
Nasution (1989) mengelompokkan empat aliran utama dalam filsafat, yaitu idealisme, realisme,
pragmatisme, dan eksistensialisme, seperti diuraikan oleh Sanjaya (2011) di bawah ini.

Aliran idealisme memandang bahwa kebenaran itu datangnya dari “Yang Maha Kuasa”.
Manusia tidak dapat melihatnya secara lengkap apalagi menciptakannya. Aliran idealisme
beranggapan bahwa Pengetahuah datangnya dari kekuasaan yang Maha Tinggi, seperti yang
telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu.

Aliran realisme memandang bahwa manusia dapat menemukan dan mengenal realitas
sebagai hukum-hukum universal, hanya saja dalam menemukannya dibatasi oleh kelambanan
sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, pengetahuan dapat diperoleh secara ilmiah
melalui fakta dan kenyataan yang dapat diindra. Meskipun demikian, sesuatu itu merupakan
kebenaran bila bisa dibuktikan melalui pengalaman, yang tidak dapat dibuktikan berarti bukan
kebenaran. Norma dapat diubah sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Aliran pragmatisme memandang bahwa kenyataan berada pada hubungan sosial, antara
manusia dengan manusia lainnya. Berkat hubungan sosial itu. manusia dapat memperbaiki mutu
kehidupannya. Pengetahuan diperoleh dari pengamatan dan konteks sosial yang berguna untuk
kehidupan masyarakat. Karena yang menjadi ukuran adalah kehidupan sosial, norma juga dapat
berbeda menurut kebutuhan masyarakat.

14
Aliran eksistensialisme memandang bahwa individu setiap manusia memiliki kelemahan-
kelemahan, namun setiap individu dapat memperbaiki dirinya sendiri sesuai dengan norma dan
keyakinan yang ditemukannya sendiri. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih
sehingga norma ditentukan sendiri sesuai dengan kebebasannya. Artinya, setiap individu bisa
memiliki norma yang berbeda.

Pandangan yang berbeda setiap aliran filsafat dapat memengaruhi isi dan strategi kurikulum.
Kurikulum yang bersifat idealis akan berbeda dengan kurikulum yang bersifat realis, pragmatis,
dan ekstensialis. Meskipun demikian, pengembang kurikulum tidak perlu fanatik dengan salah
satu aliran. Dengan kata lain, kurikulum yang dikembangkan biasanya merupakan gabungan
beberapa atau semua aliran sehingga bersifat eklektif.

B. Landasan Psikologis

Pada hakikatnya, setiap anak merupakan pribadi yang unik, khas, yang memiliki bakat,
minat, kemampuan, dan kecepatan belajar berbeda satu sama lain. Akan tetapi, setiap anak juga
memiliki kesamaan secara universal. Oleh karena itu, kurikulum harus memperhatikan kondisi
psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak, seperti diuraikan oleh Sanjaya (2011)
berikut ini.

1. Psikologi Perkembangan Anak

Untuk memahami perkembangan anak, salah satu teori yang sampai saat ini masih digunakan
adalah teori Piaget, yang dikenal dengan istilah teori perkembangan intelektual (kognitif).
Kemampuan kognitif merupakan suatu yang fundamental mengarahkan dan membimbing
perilaku anak. Menurut Piaget (1971), perkembangan intelektual setiap individu berlangsung
dalam tahapan-tahapan tertentu, yang meliputi empat tahap, yaitu: (1) sensorimotor, yang
berkembang mulai lahir sampai dengan usia 2 tahun; (2) praoperasional, mulai usia 2 sampai
dengan usia 7 tahun; (3) operasional konkret, mulai usia 7 sampai dengan usia 11 tahun; dan (4)
operasional formal, mulai usia 11 sampai dengan usia 14 tahun ke atas.

a. Sensorimotor (0-2 tahun)

Pada tahap ini, kemampuan kognitif anak masih sangat terbatas. Kemampuannya masih
bersifat primitif. Tahap ini sangat berarti dan menentukan untuk perkembangan kognitif

15
selanjutnya. Selain itu, melalui proses interaksi dengan lingkungan, lambat laun anak belajar
tentang bagaimana menguasai lingkungannya secara lebih baik. Semakin baik pengalaman-
pengalaman anak pada masa ini, maka akan semakin baik pula perkembangan intelektual anak
selanjutnya.

b. Praoperasional (2-7 tahun)

Pada tahap ini, ditandai dengan beberapa ciri, yaitu: (1) adanya kesadaran dalam diri anak
tentang suatu objek. Apabila anak sudah melihat suatu benda, meski benda tersebut sudah ia
tinggalkan atau sudah hilang dari penglihatan, mereka masih sadar kalau benda itu masih ada.
Istilahnya kesadaran tentang object permanence. Munculnya kesadaran tentang
objectpermanence ini adalah hasil dari munculnya kapasitas kognitif baru yang disebut dengan
mental representation, yakni memungkjnkan anak berpikir dan menyimpulkan eksistensi suatu
benda atau kejadian yang dialami, walaupun sudah di luar pandangannya (2) Kemampuan anak
dalam berbahasa mulai berkembang, Anak mulai mampu mengekspresikan sesuatu dengan
kalimat pendek namun efektif. (3) Mulai mengetahui perbedaan suatu objek. Pada tahap ini
dinamakan juga tahap intuisi. (4) Mulai memandang bahwa gerakan suatu benda disebabkan oleh
adanya kekuatan yang menggerakkan, serta benda Yang bergerak adalah hidup. Pada tahap ini,
dinamakan juga tahap articifialistic (5) Pengamatan dan pemahaman anak terhadap situasi
lingkungan sangat dipengaruhi oleh sifatnya yang mulai egocentric. Ia beranggapan bahwa cara
pandang orang lain terhadap objek yang sama, seperti dirinya. Ia tidak dapat bekerja sama
dengan teman sebayanya, maunya menang sendiri, orang lain harus mengikuti “aturannya”. Sifat
egocentric ini lambat laun akan berkurang apabila anak banyak terlibat dalam interaksi sosial
dengan teman sebayanya.

c. Operasional Konkret (7-11 tahun)

Disebut tahap operasional konkret karena pada masa ini, pikiran anak terbatas pada objek-
objek yang dijumpai, seperti objek yang nyata, dan konkret. Pada masa ini, selain kemampuan-
kemampuan yang telah dimiliki sebelumnya, anak memperoleh tambahan kemampuan yang
disebut dengan system of operations. Kemampuan kognitif yang dimiliki anak pada tahap ini
meliputi conservation. addition of classes, dan multiplication of classes. 1) Conservation
(pengekalan) adalah kemampuan anak dalam memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti

16
jumlah suatu benda, seperti matanya ada 2, tangannya ada 2. 2) Addition of classes (penambahan
golongan benda), yaitu kemampuan anak dalam memahami penambahan suatu benda, misalnya
2 + 2 = 4. 3)Multiplication of classes (pelipatgandaan golongan benda), yaitu kemampuan anak
dalam memahami pelipatgandaan suatu benda, misalnya 3 x 3 = 3 + 3 + 3 = 9 Kemudian, 9 : 3
dapat diibaratkan 9 permen untuk 3 anak, masing-masing anak akan memperoleh 3 permen
sehingga 9 : 3 = 3. Dengan kemampuan ini, kemampuan operasional konkret meliputi
kemampuan melakukan berbagai macam operasional matematika, mulai dari menambah,
mengurang, mengalikan, dan membagi.

Karena kemampuan anak masih terbatas pada hal-hal yang konkret anak akan mengalami
kesulitan untuk memecahkan masalah yang sifatnya abstrak dengan hanya mengandalkan daya
otaknya tanpa mencoba melakukan kegiatan (pengalaman langsung).

d. Operasional Formal (11-14 tahun)

Disebut tahap operasional formal karena pada masa ini, pola berpikir anak sudah sistematis dan
meliputi proses-proses yang kompleks. Pada masa ini, anak sudah mulai mampu menggunakan
logika berpikir yang lebih tinggi tingkatannya, seperti mulai berpikir hipotesis-deduktif, berpikir
rasional, berpikir abstrak, berpikir proposional, mengevaluasi informasi, dan sebagainya. Proses
berpikir pada tahap ini, mulai menyerupai cara berpikir _orang dewasa karena kemampuannya
sudah berkembang pada hal-hal yang bersifat abstrak. Anak sudah mampu memprediksi berbagai
macam kemungkinan, sudah dapat berpikir sebab akibat, menyusun hipotesis, misalnya berpikir:
“apabila …..maka akan .….”.

Sehubungan dengan hal-hal di atas, tujuan maupun isi kurikulum harus mempertimbangkan taraf
perkembangan anak seperti di atas. Apabila kurikulum tidak sesuai dengan tahap perkembangan
anak, dapat dipastikan anak akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran dan
akhirnya hasilnya tidak akan optimal.

2. Psikologi Belajar

Pengembangan kurikulum selain mengacu pada psikologi perkembangan anak, juga mengacu
pada psikologi belajar. Pada hakikatnya, kurikulum disusun untuk membelajarkan peserta didik.
Belajar sebagai proses perubahan tingkah laku manusia karena setiap teori belajar berpangkal

17
dari pandangan tentang hakikat manusia. Terdapat dua pandangan tentang hakikat manusia, yaitu
pandangan John Locke dan pandangan Leibnits (Sanjaya, 2011).

Menurut John Locke, manusia merupakan organisme yang Pasif. Manusia dianggapnya
seperti kertas putih, akan ditulis apa pun kertas itu sangat bergantung kepada orang yang
menulisnya. Dari pandangan ini memunculkan aliran belajar behavioristik-elementeristik. Pada
hakikatnya belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap Pancaindra dengan
kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara Stimulus dah Respons (S-R). Proses
belajar sangat bergantung pada adanya rangsangaan atau stimulus, yang muncul dari luar diri
anak atau yang dikenal dengan faktor lingkungan, yang merupakan motivasi ekstrinsik.

Menurut hukum kesiapan, hubungan antara stimulus dan respons akan terbentuk atau mudah
terbentuk apabila telah ada kesiapan pada sistem syaraf individu. Sementara itu, menurut hukum
latihan atau pengulangan, hubungan antara stimulus dan respons akan terbentuk apabila sering
dilatih atau diulangulang, sedangkan menurut hukum akibat, hubungan stimulus dan respons
akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.

Berbeda dengan pandangan John Locke, Leibnitz menganggap bahwa manusia adalah
organisme yang aktif. Manusia merupakan sumber dari segala kegiatan. Tingkah laku manusia
hanyalah ekspresi yang dapat diamati sebagai akibat dari eksistensi internal yang bersifat pribadi.
Pandangan ini kemudian melahirkan aliran belajar kognitif-wholistik. Aliran ini beranggapan
bahwa belajar adalah kegiatan mental yang ada dalam diri setiap individu. Kegiatan mental
memang tidak terlihat secara nyata, tetapi menurut aliran ini justru sesuatu yang ada dalam diri,
yang merupakan motivasi intrinsik itulah yang menggerakkan seseorang mencapai perubahan
tingkah laku. Dengan demikian, apabila kurikulum tidak mempertimbangkan motivasi intrinsik
dan motivasi ekstrinsik anak, dapat dipastikan anak akan menghadapi kesulitankesulitan dalam
pembelajaran dan akhirnya hasilnya tidak akan optimal.

C. Landasan Sosial Budaya

Hal penting yang perlu diperhatikan dan diantisipasi oleh pengembang kurikulum sehubungan
dengan perubahan sosial budaya masyarakat adalah perubahan pola hidup dan perubahan
kehidupan sosial politik (Sanjaya, 201 1).

18
1. Perubahan Pola Hidup

Perkembangan di bidang teknologi berpengaruh terhadap perubahan pola hidup masyarakat.


Penggunaan teknologi informasi komunikasi merupakan faktor yang mendorong terjadinya
perubahan pola hidup dan tatanan sosial masyarakat. Perubahan pola hidup, yakni dari yang
bersifat agraris tradisional menuju industri modern, berikut ini.

Pertama, pola kerja sangat teratur yang berlangsung dari pagi sampai dengan sore hari yang
relatif tetap, menuju pola kerja yang tidak teratur, cenderung menggunakan waktu relatif lama
dari pagi sampai dengan sore (pekerja siang), dilanjutkan dari sore sampai dengan pagi (pekerja
malam). Hal ini sangat tampak di kota-kota besar, yang tidak pernah sepi selama dua puluh
empat jam karena ada saja orang yang bekerja baik siang maupun malam.

Hal ini harus diperhatikan dan diantisipasi oleh pengembang kurikulum. Kurikulum harus
didesain agar mampu membentuk manusia produktif yang bukan hanya dapat bekerja, melainkan
dapat mencintai pekerjaan. Manusia yang hanya dapat bekerja berbeda dengan manusia yang
mencintai pekerjaannya.

Kedua, pola hidup yang sangat bergantung pada hasil-hasil teknologi. Pada masyarakat
industri, banyak sekali jenis-jenis pekerjaan yang sangat mengandalkan teknologi.
Ketergantungan terhadap hasil-hasil teknologi melenyapkan jenis-jenis pekerjaan tertentu dan
memunculkan jenis pekerjaan baru yang menuntut keahlian tertentu. Misalnya, seorang petani
untuk meningkatkan hasil panennya, bukan berpikir berapa jumlah kerbau yang harus digunakan
untuk membajak sawahnya dengan cepat, melainkan berpikir bagaimana menggunakan traktor
dan merawatnya dengan baik. Akibatnya, ketergantungan hasil-hasil teknologi, keterampilan
memelihara kerbau diganti menjadi keterampilan menggunakan dan merawat mesin-mesin
pertanian seperti traktor.

Hal ini harus diperhatikan dan diantisipasi oleh pengembang kurikulum. Kurikulum harus
didesain agar mampu membentuk manusia produktif yang bukan hanya berpikir pasif, bekerja
dengan peralatan seadanya secara turun temurun, melainkan berpikir kreatif inovatif untuk
menciptakan peralatan baru. Manusia yang dapat bekerja dengan peralatan seadanya berbeda
dengan manusia yang dapat menciptakan peralatan yang inovatif.

19
Ketiga, pola hidup dalam sistem perekonomian baru. Antara lain ditandai dengan penggunaan
produk jasa perbankan dan asuransi untuk kegiatan perekonomian, seperti menabung,
perkreditan, dan permodalan usaha. Selain itu, tumbuhnya pusat-pusat perbelanjaan dan mini-
market, yang telah menggeser pasar tradisional. Di samping ada dampak positif juga membawa
dampak negatif, yakni tumbuh pola hidup konsumtif.

Hal di atas harus dipahami dan diantisipasi oleh pengembang kurikulum, karena bukan hanya
memerlukan perubahan isi kurikulum, melainkan juga dapat mengubah lingkungan sekolah, serta
bahan-bahan bacaan pengayaan yang memperkenalkan peserta didik terhadap fenomena-
fenomena baru yang terjadi. Misalnya, bagaimana cara menabung dan mengambil uang di bank
menggunakan ATM?

2. Perubahan Kehidupan Sosial Politik

Arus globalisasi yang bergerak sangat cepat dan tak terbendung membawa perubahan
kehidupan sosial politik ke seluruh penjuru dunia, termasuk kehidupan sosial politik di
Indonesia. Perubahan kehidupan sosial politik di Indonesia dimulai dengan munculnya gerakan
reformasi, yang menjatuhkan rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Pada
awalnya, sistem pendidikan kita bersifat sentralistik, segala sesuatunya sifatnya seragam dari
Sabang sampai dengan Merauke, ditetapkan dan diatur oleh pemerintah pusat.

Seiring dengan perubahan sistem pengelolaan pemerintah, dari sentralistik ke desentralisasi,


ke otonomi daerah, berimplikasi pula pada sistem pendidikan yang semula bersifat sentralistik ke
otonomi sekolah. Artinya, pemberian kewenangan pada sekolah dan guru untuk menyusun
kurikulumnya sesuai dengan kondisi sekolah dan karakteristik siswanya, namun bukan bebas
tanpa batas, melainkan harus mengacu pada Standar Nasional Pendidikan yang ditetapkan oleh
Menteri yang bertanggung jawab terhadap sistem pendidikan nasional. Terjadi demokratisasi
pendidikan. Kehidupan yang demokratis harus menjiwai isi kurikulum. Dengan demokratisasi
pendidikan, kurikulum pendidikan harus mampu membebaskan manusia dari keterbelakangan
(Freire 1993, dalam Sanjaya, 2011).

Hal ini harus diperhatikan dan diantisipasi oleh pengembang kurikulum, terutama isi
kurikulum harus sejalan dengan arus globalisasi yang membawa perubahan kehidupan sosial
politik.

20
D. Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Sejak abad pertengahan, ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Periode setelah abad
pertengahan sering disebut sebagai zaman modern. Pengetahuan berkembang sedemikian
pesatnya, terutama di bidang ilmu-ilmu sosial, yang ditandai dengan teori-teori baru yang
kemudian menggugurkan atau menyempurnakan teori-teori sebelumnya. Misalnya, di negara
tertentu, karena pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada bidang-bidang tertentu,
penulisan karya ilmiah di perguruan tinggi, sebagai salah satu kriterianya adalah buku literatur
yang dirujuk paling lama usianya 5 tahun terakhir.

Sebagai ilustrasi, beberapa tahun yang lalu, musim hujan di Indonesia, yaitu bulan Oktober
sampai dengan April, sedangkan musim kemarau pada bulan April sampai dengan bulan
Oktober. Akan tetapi, saat ini, musim hujan dan kemarau di Indonesia, bahkan di dunia, sudah
tidak karuan, sulit diprediksi, sebagai akibat dari luas hutan yang semakin berkurang sehingga
terjadi perubahan iklim (climate-change). Artinya, ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan
selalu berkembang. Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat, harus diperhatikan dan
diantisipasi oleh pengembang kurikulum, terutama isi kurikulum harus sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan tersebut dan diantisipasi perubahan yang mungkin akan terjadi.

E. Landasan Perkembangan Teknologi

Perkembangan yang begitu dahsyat beberapa decade terakhir, terutama dominasi oleh
perkembangan di bidang teknologi transportasi, komunikasi dan informatika, serta media cetak
(Sukmadinata, 2009). Perkembangan teknologi industry transportasi berkembang pesat, seperti
transportasi darat, laut maupun udara. Berbagai jenis alat transportasi yang bermutu tinggi
dengan perengkapan mutakhir telah tersedia, yang memungkinkan seseorang berpindah dari satu
tempat ketempat lain dengan mudah dan cepat. Perkembangan kemonikasi dan informatika
sangat pesat dengan penemuan di bidang elektronika. Radio dan televise teah membuka bagian
dunia yang terbelakang menjadi daerah terbuka karena arus informasi. Apapun yang terjadi
disuatu daerah atau tempat, dalam waktu singkat dapat diinformasikan dan diketahui orang
diberbagai belahan dunia memalui televisi.

Perkembangan media cetak saat ini walaupun jangkauan dan kecepatan sebenarnya tidak
seluas dan secepat media komunikasi massa dan telekomunikasi, memiliki keunggulan tersendiri.

21
Hal ini terbukti dengan penemuan alat cetak modern, dengan kemampuan cetak yang sangat
cepat, yang telah menghasilkan barang cetakan, seperti buku, majalah dan surat kabar yang
bermutu tinggi. Perkembangan teknologi yang begitu cepat harus diperhatikan dan diantisipasi
oleh pengembangan kurikulum, terutama isi kurikulum harus sejalan dengan perkembangan
teknologi tersebut dan diantisipasi perubahan yang mungkin akan terjadi

F. Landasan Empiris

Kurikulum dikembangkan berdasarkan perimbangan berbagai pengalaman yang diperoleh


dalam proses perkembangan kurikulum sebelumnya. Siklusnya dimulai dari perencanaan,
penyusunan, implementasi dan evaluasi kurikulum. Setelah kurikulum diimplementasikan,
biasanya beberapa tahun kemudian muncul masalah baru yaitu pada bagian tertentudari dokumen
kurikulum yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, terlalu sulit oleh guru apalagi
oleh siswa, tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak
sesuai dengan tuntutan zaman, tidak sesuai dengan tuntutan terkini, dan sebagainya. Oleh karena
itu, diberbagai Negara maju kurikulum dan buku teks paling lama 5 tahun sudah dilakukan
penyesuaian. Selain itu, pada umumnya kompetensi pendidik dan tenaga pendidikan belum
seperti yang diharapkan sehingga tidak mampu mengimplementasikan dokumen kurikulum
dalam pembelajaran, baik dari segu substansu, metodologi pembelajaran, penilaian dan
manajemen.

Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus memperhatikan fakta empiris dan
mengantisipasi berbagai masalah tersebut agar dokumen kurikulum dapat dikembangkan sesuai
tahap perkembangan anak dan dapat dipahamu oleh guru dan siswa, tidak tertinggal
perkembangan teknologi, tuntutan zaman dan sebagainya.

G. Landasan Yuridis

Kurikulum dikembangakan mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan


nasional tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian dijabarkan ke dalam berbagai
undang-undang, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Kemudian undang-undang
ini dijabarkan ke dalam berbagi peraturan seperti Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional
Pendidikan. Kemudian peraturan pemerintah dijabarkan ke dalam berbagai Peraturan Mentri

22
seperti Standar Kompetensi Kelulusan. Akhirnya, Peraturan pemerintah dijabarkan dalam
Rencana Strategis Kementrian yang dirumuskan ke dalam program kementrian.

Tidak bisa dipungkiri bahwa perubahan penyempurnaan kurikulum di Indonesia yang


menjadi landasan utamanya justru landasan yuridis. Misalnya, kurikulum 2013 memiliki
landasan utama karena diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang
rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, dan Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Pendidikan sebagai penjabaran lebih lanjut dari UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Sehubung dengan landasan pengembangan kurikulum diatas, pengembagan kurikulum harus


memperhatikan dan mengantisipasi hal berikut:

1. Perubahan kurikulum adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, bahkan diperlukan
2. Kurikulum merupakan produk dari masa yang bersangkutan. Kurikulum baik pada
zamannya
3. Kurikulum masa lalu masih memliki kesaamaan dengan perubahan kurikulum dibeberapa
bagian
4. Perubahan kurikulum akan berhasil jika ada perubahan pandangan pada masyarakat
5. Pengembangan kurikulum adalah kegiatan kerja sama kelompok
6. Pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan proses menentukan pilihan dari
sekian alternative yang ada
7. Pengembangan kurikulum akan berhasil bila dilakukan secara komprehensif-holistik,
bukan aktivitas yang parsial, bagian demi bagian yang terpisah
8. Pengembangan kurikulum tidak akan pernah berakhir
9. Pengembangan kurikulum akan lebih efektif jika dilakukan dengan proses yang
sistematis
10. Pengembangan kurikulum berangkat dari kurikulum yang ada

c. Alur Kebijakan Kurikulum

23
UU 20/2003 Sisdiknas Standar isi, standar KERANGKA
Perpres 5/2010 RPJMN PP proses, dan standar
SKL DASAR
19/2005 SNP PP 30/2013 penilaian
Perubahan SNP KURIKULUM

Muatan
Lokal STRUKTUR
KURIKULUM
NASIONAL
Kurikulum satuan KTSP
atau program,
Dokumen kurikulum
satuan atau program
pendidikan,
Kompetensi inti,
Dokumen kurikulum
kompetensi dasar,
mata pelajaran
muatan
pedoman Silabus
pembelajaran,
implementasi buku
mata pelajaran,
teks pelajaran
beban pelajaran

Kompetensi inti,
kompetensi dasar,
DOKUMEN kegiatan pembelajaran, PAUD,
KURIKULUM Penilaian dan alokasi DIKDAS,
waktu belajar DIKMEN,
PNF

Kurikulum dibuat berdasarkan pertimbangan warga lokal, sesuai dengan situasi dan
kondisi masyarakat setempat. Kurikulum tidak hanya dari sebuah kutipan negara yang
memberikan cara dan strategi yang sama, tetapi kurikulum harus merangkum seluruh kebutuhan

24
warga negara dan kebutuhan masyarakat setempat sesuai dengan kondisi-kondisi yang
memungkinkan.

Sudah dari 1945 tahun Indonesia merdeka dan sejak itu pula pemerintah Indonesia,
melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendibud), melakukan 11 kali pergantian
kurikulum pendidikan nasional. Kurikulum tahun 1947, yang disebut dengan Rencana Pelajaran
Dirinci Dalam Rencana Pelajaran Terurai, terimplementasi selama 17 tahun dan mengalami
perubahan pada tahun 1964, dengan kurikulum yang disebut dengan Rencana Pendidikan Dasar
yang hanya terimplementasi selama 4 tahun. Lalu, tahun 1968, dengan Kurikulum Sekolah Dasar
yang diubah pada tahun 1974, dengan Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan dan
hanya 1 tahun kemudian, yaitu tahun 1975, diubah kembali menjadi Kurikulum Sekolah Dasar.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia, Mohammad Nuh,


mengklaim Kurikulum 2013 memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kurikulum KTSP
tahun 2006 (kompas.com 11 Maret 2013). Keunggulan itu, antara lain, pertama, jika menurut
Kurikulum KTSP mata pelajaran ditentukan dulu untuk menetapkan standar kompetensi lulusan,
maka Kurikulum 2013 pola pikir itu dibalik. Kedua, kurikulum baru 2013 memiliki pendekatan
yang lebih utuh dengan berbasis pada kreativitas siswa. Kurikulum baru memenuhi tiga
komponen utama pendidikan, yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap. Ketiga, kurikulum
baru tersebut didisain agar terdapat hubungan yang berkesinambungan antara kompetensi yang
ada di SD, SMP hingga SMA

Jika melihat penjelasan dari Menteri di atas, kita agak sedikit mengerutkan dahi untuk
bisa mencerna dan memahami letak perbedaan-perbedaan yang signifikan antar kurikulum
tersebut. Kebanyakan, letak perbedaannya bukanlah pada hakikat dari konsep kurikulum, namun
pada sisi praktis dan teknis. Seperti misalnya, pada kurikulum berbasis kompetensi (2004), yang
sebetulnya cukup ideal untuk bisa diterapkan karena secara prinsip menyentuh pada tiga aspek
pendidikan yang menyentuh siswa secara psikologis dan intelektual, yaitu sisi kognitif, afektif
dan motorik.

Ketiga sisi tersebut sebetulnya tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan apa yang
dimaksud dengan tiga komponen utama pendidikan, yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif)
dan keterampilan (motorik). Namun yang membedakan menurut menteri pendidikan adalah

25
kesinambungan antara kompetensi yang ada di SD, SMP hingga SMA. Ini berarti, seharusnya
setiap kegiatan belajar mengajar, di setiap level, haruslah mempersiapkan siswa didik agar
mampu menguasai kompetensi pada level pendidikan yang lebih tinggi.

d. Struktur Kurikulum

Struktur kurikulum diibaratkan sebagai kendaraan yang memiliki komponen dengan fungsi yang spesifik
namun menghasilkan gerak yang dinamis untuk mencapai cita – cita.

R.W. Tyler berpendapat bahwa struktur kurikulum harus menjawab empat pertanyaan utama, yaitu :

1. Suatu pendidikan haruslah mempunyai tujuan yang jelas untuk menentukan arah
pendidikan
2. Diperlukan suatu materi pembelajaran yang dapat menumbuhkan suatu kemampuan
3. Proses pengolahan materi yang efisien dan efektif
4. Alat pendeteksi atau evaluasi untuk mengetahui apakah perjalanan telah sampai pada
tujuan
A. Tujuan
Pendapat Robert Zais yang dikemukakan oleh NS. Sukmadinata yang mengatakan bahwa tujuan
kurikulum dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu :
1. Curiculum aims, merupakan tingkatan kurikulum tertinggi yang berkaitan dengan tujuan
pendidikan nasional. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, pasal 3 dirumuskan “ pendidikan nasional... bertujuan untuk berkembanganya
potensi peserta didik agad menjadi manusia yang beriman, dan bertaqwa, kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.
2. Curiculum goals, berkaitan dengan hasil pendidikan dari jenis sekolah, yaitu berkaitan
dengan tujuan dari istitusi pendidikan tertentu.
3. Curuculum objektives, berkaitan dengan hasil pembelajaran di kelas, yaitu berkaitan
dengan hasil pembelajaran dalam mata pelajaran.
B. Materi Pelajaran
Pemilihan materi pelajaran erat kaitannya dengan artikulasi kurikulum dan pemulihan metode
pembelajaran. Terdapat lima kaidah yang perlu diperhatikan dalam memilih materi pelajaran, yaitu :
1. Jenjang pendidikan

26
2. Jenjang pendidikan formal terdiri dari SD, SMP, SMA, PT. Jenis pendidikan terdiri dari
pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi,
pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus. Pengembangan kurikulum harus sesuai
dengan jenjang dan jenis pendidikan.
3. Struktur disiplin ilmu
4. Struktur disiplin ilmu diperlukan dalam pemilihan mata pelajaran yang wajib atau layak
diberikan dalam bidang studi dan jenjang pendidikan tertentu.
5. Struktur ilmu
6. Struktur ilmu diperlukan untuk mengatur urutan pembelajaran sehingga tidak terjadi
tumpang tindih dan pengulangan yang menyebabkan tidak efisiennya proses
pembelajaran. Pemahaman tentang struktur ilmu akan memudahkan pendidikan dalam
menyiapkan satuan acara pembelajaran.
7. Kebermaknaan
8. Ausubel dan Robinson mengemukakan bahwa, pwnilihan materi pelajaran tidak boleh
dilakukan secara sembarangan. Pemilihan materi harus diarahkan pada terjadinya prises
belajar yang bermakna. Untuk memenuhi hal tersebut materi pelajaran harus memenuhi
dua syarat, yaitu memiliki makna tunggal dan tidak dipilih secara sembarangan.
9. Artikulasi vertikal dan horizontal
10. Jika seorang pendidik bermaksud meningkatkan koherensi pembelajaran dalam suatu
disiplin ilmu atau mata pelajaran tertentu berarti ia melakukan artikulasi vertikal, dan
apabila pendidik itu bermaksud mengembangkan pemahaman hubungan antara beberapa
disiplin ilmu atau mata pelajaran berarti ia melakukan artikulasi horizontal.
Penggabungan artikulasi vertikal dan horizontal diterapkan dalam kurikulum spiral.
Dalam kurikulum spiral , integrasi vertikal berarti pendalaman ilmu, sedangkan integrasi
horizontal memperluas ilmu.
C. Proses pembelajaran
Proses pembelajaran menggambarkan interaksi antara peserta didik, materi pelajaran, dan pendidik.
Aktivitas belajar memiliki bentuk yang sangan bervariasi dikaitkan dengan kondisi wilayah
penerapannya.
D. Evaluasi
Pendidikan adalah suatu proses yang bertujuan mengubah perilaku peserta didik sesuai dengan
tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum. Evaluasi merupakan komponen kurikulum
yang dirancang untuk mengungkapkan hasil dari suatu pendidikan yang termanifestasi dalam
perilaku peserta didik. Metode evaluasi mencakup semua cara untuk mendapatkan bukti yang valid

27
dalam mencapai suatu tujuan yang mencakup observasi perilaku dan kinerja, baik dalam ranah
kognitif maupun psikomotor.
E. Hubungan antara komponen – komponen kurikulum
Masalah yang relatif kurang diperhatikan dalam membina kurikulum adalah bagaimana memelihara
hubungan antara komponen kurikulum. Terdapat empat masalah pembinaan kurikulum, yaitu :
1. Pembinaan korespondensi hubungan antara tujuan jangka panjang dan tujuan jangka
pendek
2. Pembinaan hubungan yang jelas antara tujuan kurikulum, materi pelajaran, kegiatan
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi
3. Masalah pembinaan hubungan antara pengorganisasian pada horizontal dan pada arah
vertikal
4. Membina keseimbangan antara komponen – komponen kurikulum

28
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan oleh guru dan
dipelajari oleh peserta didik, seperti dikemukakan oleh Zais (1976), yaitu kurikulum sebagai: . a
racecourse of subject matters to be mastered. Dalam situasi dan kondisi tertentu pandangan ini
masih dipakai sampai sekarang. Kurikulum juga memiliki berbagai landasan yaitu landasan
filosofis, psikologis, sosial budaya, perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi,
empiris dan yuridis. Dalam perubahan kurikulum juga memiliki alur dan struktur yang harus
diikuti. Perubahan kurikulum ini didasarkan atas perkembangan zaman dan teknologi. Di
Indonesia sendiri telah terjadi beberapa kali perubahan hingga saat ini yang berlaku adalah
kurikulum 2013.

3.2 Saran

Dalam penulisan ini kami menyadari betapa pentingnya perubahan kurikulum tersebut.
Namun perubahan yang dibuat tidak boeh sembarangan. Hal ini dikarenakan perubahan itu
memiliki aturan-aturan dan alur yang teratur. Dan diharapkan kedepannya pendidikan di
Indonesia ini lebih baik lagi

29
DAFTAR PUSTAKA

Retsoatmodjo, Tedjo Narsoyo. 2010. “Pengembangan Kurikulum Pendidikan”. Bandung :


PT. Refika Aditama

Soetopo, Hendyat,dkk. 1993. “Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum”. Jakarta : PT.


Bumi Aksara

Widyastono,Hendry. 2015. “Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah”. Jakarta :


PT. Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai