Anda di halaman 1dari 63

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 1

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI


SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN


DI INDONESIA

1. Kata Pengantar

Hukum Kepolisian merupakan suatu bidang hukum baru


yaitu hukum yang mengatur segala hal ikhwal Kepolisian
dalam lingkungan kuasa soal-soal,orang, tempat dan waktu.
Perkembangan Hukum Kepolisian sebagai suatu bidang
studi dimulai pada abad ke-20 sebagai akibat
perkembangannya Negara-negara hukum yang menuntut
supremasi hukum Negara dalam bidang kehidupan
manusia.

2. Standar Kompetensi
Memiliki pengetahuan dan kemampuan menerapkan Hukum
Kepolisian Indonesia.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN |1


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 2
BAB I

PENGERTIAN, LATAR BELAKANG,


DAN TUJUAN HUKUM KEPOLISIAN

Kompetensi Dasar

Memahami pengertian, Latar belakang dan tujuan Hukum


Kepolisian.

Indikator Hasil Belajar

1. Menjelaskan pengertian hukum


2. Menjelaskan unsur-unsur hukum
3. Menjelaskan definisi hukum kepolisian
4. Menjelaskan beberapa pendapat tentang hukum kepolisian
5. Menjelaskan latar belakang kepolisian
6 Menjelaskan fungsi hukum kepolisian
7. Menjelaskan tujuan hukum kepolisian

1. Pengertian Hukum

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN |2


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 3

Setiap masyarakat memerlukan seperangkat nilai-nilai yang


disepakati bersama sebagai aturan serta acuan dalam
hubungan antar para warga masyarakat dengan
masyarakatnya agar masyarakat sebagai bentuk kehidupan
bersama dapat langsung lestari dalam mencapai tujuan
bersamanya. Nilai-nilai tersebut yang disebut hukum
tersendiri dari perintah-perintah, kebolehan-kebolehan dan
larangan-larangan yang wajib dipatuhi oleh segenap warga
masyaraka. Pelanggaran atas hukum akan dikenakan
sangsi berupa hukuman. Kenyataannya hukum tidak selalu
dipatuhi sehingga timbul kepentingan untuk mengawasi dan
mencegah agar hukum tidak dilanggar. Tugas mengawasi
dan mencegah agar hukum tidak dilanggar, dikenal sebagai
tugas “Polisi”. Dan dilaksanakan oleh organ yang disebut
“polisi” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum
adalah “Penata Masyarakat Normatif” yang untuk efektifnya
memerlukan kewenangan penegakan hukum yaitu “polisi”
sebagai “penata masyarakat efektif ”.

2. Unsur-unsur hukum
Sebagaimana telah dijelaskan salam pengertian hukum,
bahwa hukum terdiri dari Norma dan Sanksi. Norma dapat
berbentuk perintah-perintah (imperare), larangan (prohibere)
dan kebolehan (permitere). Bila perintah tidak dilaksanakan
maka akan dikenakan sanksi (bisa berupa tindakan disiplin),
bila larangan dilanggar maka juga akan dikenakan sanksi
(mungkin bisa sangsi pidana), sedangkan kebolehan,
pertimbangannya diserahkan kepada masing-masing
individu sesuai nilai kesusilaan perorangannya.dari
beberapa perumusan tentang hukum, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa hukum meliputi beberapa unsur, yaitu :
a. Pengaturan mengenai tingkah laku manusia dalam
pergaulan masyarakat .
b. Peraturan diadakan oleh badan-badan resmi yang
berwajib.
c. Peraturan bersifat mengatur dan memaksa.
d. Adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran
peraturan tersebut.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN |3


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 4

3. Definisi Hukum kepolisian


Hukum Kepolisian di Indonesia belum banyak dikenal
walaupun secara substansi telah digunakan , baik dalam
pelaksanaan tugas polisi sehari-hari, maupun sebagai mata
kuliah di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian sejak tahun
1958. Keadaan yang demikian adalah wajar saja bila
dikaitkan dengan perkembangan profesi kepolisian dan ilmu
kepolisian yang juga masih taraf pemahaman dan
pengenalan sesudah Indonesia merdeka pada tahun 1045.
Hukum kepolisian berkembang sejalan dengan
perkembangan Ilmu kepolisian, profesi kepolisian dan
ketatanegaraan. Sebagaimana diketahui perkembangan
Ilmu Kepolisian memerlukan perkayaan unsur-unsur dan
Konsep-konsep dari cabang Ilmu pengetahuan lain antara
lain Ilmu hukum guna membantu dalam menjelaskan gejala-
gejala dan pemecahan masalah yang termasuk dalam
bidang tugas Kepolisian.
Oleh karena itu dengan sendirinya pemahaman hukum
Kepolisian memerlukan pula pemahaman tentang profesi
Kepolisian dan Ilmu Kepolisian serta pemahaman Ilmu
hukum ,karena dalam kajian dan pembahasannya saling
memiliki sifat dan ciri-ciri hukum sedangkan objeknya
mengikuti batasan profesi Kepolisian dan Ilmu Kepolisian.
Dengan demikian bahasan hukum Kepolisian akan berupa
aspek dari profesi Kepolisian dan Ilmu Kepolisian dan
konteks ketatanegaraan serta hukum-hukum yang
diperlakukan oleh Polisi dalam melaksanakan tugasnya.
Di Inggris yang kenal sebagai Negara penganut Anglo
Saxon (Common Law) Police Law diartikan sebagai
kumpulan undang-undang dan peraturan-peraturan yang
diperlukan oleh Polisi dalam melaksanakan tugasnya ( An
arrangement of Law and Regulations for the Use Police
officers)
Di Jerman yang menganut aliran Eropa Kontinental (Civil
Law), Polizei Recht dianggap sebagai kumpulan hukum
yang dikhususkan pada kedudukan dan wewenang Polisi

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN |4


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 5
yang antara lain memuat sejarah Polisi ,hakekat Polisi
,dasar-dasar hukum secara umum untuk memberi
kewenangan kepada Polisi untuk bertindak dan wewenang
bertindak secara khusus baik terhadap orang maupun
terhadap benda.
Di Negara Belanda yang juga menganut aliran Eropa
Kontinental (Civil Law) Politie Recht merupakan dasar-dasar
bagi tindakan Polisi dan isinya sama dengan polizei Recht
di Jerman.
Di Indonesia, hukum kepolisian adalah hukum yang
mengatur segala hal ikhwal kepolsian dalam lingkungan
kuasa soal-soal,kuasa tempat .Termasuk juga didalamnya
pengaturan tentang hak dan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan fungsi kepolisian.

4. Beberapa pendapat pakar tentang hukum Kepolisian


a. Van Vollenhoven : Politie Recht merupakan bagian
dari Administratie Recht.
b. Thorbecke (1843) dan Dela Bessecour Caan (1870)
menggunakan istilah Politie Recht untuk menyebut
Adminidtratie Recht.
c. Bill Drews (1927) dan Gerhard Wacke : Polizeirecht
dapat dianggap sebagai bagian dari hukum
admnistrasi negara yang mengatur hakekat polisi,
dasar-dasar hukum secara umum untuk memberi
kewenangan,kewajiban dan kekuasaan kepada
polisi,juga untuk memberi kewenangan secara
khusus baik terhadap orang maupun terhadap
benda.
d. Cecil.CH.Moriarthy : Police Law meliputi semua
peraturan dan undang-undang yang harus diketahui
oleh polisi.(Anarragement of law and regulations for
the use of police officers).

e. Drs. Soebroto Brotodirejo, SH. Hukum kepolisian


Adalah hukum yang mengatur tentang tugas,
status, organisasi dan wewenang polisi, baik
secara fungsi maupun secara organ.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN |5


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 6
f. Drs. Momo Kelana Msi: Hukum Kepolisian adalah
Hukum yang mengatur tentang tugas, status,
organisasi dan wewenang badan-badan
kepolisian,serta bagaimana badan-badan kepolisian
tersebut melaksanakan tugas dan wewenangnya
dalam lingkungan kuasa waktu,tempat,orang dan
soal-soal.

5. Latar Belakang Hukum Kepolisian


a. sebagaimana telah dijelaskan dimuka bahwa setiap
masyarakat perlu hukum yang bersifat mengatur
dan memaksa bentuk–bentuk hubungan warga
masyarakat dalam kehidupan bersama.Hukum terdiri
dari kaidah-kaidah dalam masyarakat yang
diciptakan dengan harapan dapat dipatuhi oleh para
warga masyarakat agar masyarakat sebagai bentuk
kehidupan bersama dapat langsung lestari dan
mencapai tujuan yang disepakati bersama.

b. Dalam kenyataanya ternyata hukum tidak selalu


dipatuhi dan bahkan selalu dijumpai danterjadi
pelangggaran terhadap hukum /kaidah/pertautan
dalam masyarakat. Bila hal ini terjadi terus menerus
dan tidak dilakukan tindakan maka akan dapat
membahayakan dan merupakan ancaman bagi
kelangsungan / keutuhan masyarakat.

c. Dalam keadaan yang sedemikian, maka dirasakan


oleh masyarakat adanya kepentingan untuk
mengawasi agar hukum dipatuhi, mencegah agar
tidak terjadi pelanggaran hukum, dan menindak para
pelanggar hukum apabila telah terjadi pelanggaran .
Untuk melaksanakan kepentingan tersebut maka
timbul apa yang disebut sebagai “tugas polisi”.

d. Pada masyarakat “pra negara” ( masyarakat yang


belum berbentuk organisasi politik seperti negara )

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN |6


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 7
yaitu pada masyarakat hukum adat , maka tugas
mengawasi, mencegah, menindak pelanggar (tugas
polisi) dilaksakan oleh setiap warga masyarakat.
Namun demikian dalam perkembangannya ternyata
tugas tersebut tidak lagi mampu dilaksanakan karena
adanya kepentingan yang saling bertentangan
diantara para warga masyarakat tersebut. Proses
untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan oleh
masyarakat dengan membentuk kelompok tertentu
dalam keluarga yang diberi tugas untuk melaksana
kan tugas polisi, dikenal dengan istilah kin police
(Polisi yang dibentuk dari bawah).

e. Dalam perkembangan masyarakat di inggris dikenal


kelompok-kelompok Kin Police , yaitu untuk
kelompok 10 keluarga disebut “Tythings” dan
pemimpinnya disebut “Tythingman”. Untuk 100
keluarga disebut “Hundredman” sedangkan untuk
1000 keluarga disebut “Shire” yang dipimpin oleh
“Shirereevees” dan kemudian dikenal sebgai
“Sheriff”.

f. Setelah masyarakat berkembang dalamberkembang


dalam bentuk organisasi politik yang bernama
“Negara”, maka tugas polisi menjadi suatu bentuk
kekuasaan Negara dan merupakan dalah satu fungsi
pemerintahan Negara yang disebut”Fungsi
Kepolisian”. Dilaksanakan oleh organ / badan yang
disebut “polisi”

g. Tugas, kewenangan dan tanggungjawab kepolisian


diwadahi dalam organ kepolisian negara (di
indonesia Polri ) yang terdiri dari susunan pejabat
pengemban fungsi kepolisian.

h. Para pejabat pengemban fungsi kepolisian tersebut


adalah warga negara yang didalam hukum dan

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN |7


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 8
pemerintahan wajib menjungjung tinggi hukum dan
pemerintah sama dengan warga negara lainnya.
Oleh karena itu, perlu ada hukum yang mengatur
tentang tugas, status, organisasi, wewenang dan
tanggung jawab polisi dan mengatur hak warga
masyarakat untuk berpartisipasi dalam tugas
kepolisian dan hak warga masyarakat untuk
mengawasi polisi agar tidak terjadi tindakan
sewenang-wenang dan melanggar hak asasi
manusia dan bentuk-bentuk peniympangan di luar
kewenangan berdasarkan hukum. Hukum yang
sedemikian itu adalah “Hukum kepolisian”.

6. Fungsi Hukum Kepolisian


a. Fungsi hukum kepolisian

Dari uraian tentang latar belakang Hukum Kepolisian,


dapat dicatat bahwa fungsi hukum kepolisian berkait
dengan dua kepentingan yaitu :

1) Kepentingan penyelenggaraan fungsi kepolisian


dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
negara.
2) Kepentingan warga masyarakat sebagai warga
negara yang wajib mendapat perlindungan hak-
haknya baik dalam mendapatkan pelayanan
kepolisian maupun hak warga masyarakat untuk
mengawasi kinerja polisinya. Untuk
kepentingan yang pertama, fungsi hukum
kepolisian adlah bersifat mengatur dan
memaksa agar ketentuan
tugas,status,organisasi, wewenang dan
tanggung jawab kepolisian dilaksanakan
sebagaimana mestinya dan tidak terjadi
penyimpangan diluar wewenang berdasarkan
hukum.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN |8


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 9
Untuk kepentingan yang kedua, fungsi hukum
kepolisian adalah bersifat mengatur dan memaksa
agar masyarakat dapat menggunakan hak-haknya
dalam berpartisipasi dalam tugas kepolisiansesuai
ketentuan perundang-undangan (tidak main hakim
sendiri). Selain itu hukum kepolisian juga mengatur
tentang akuntabilitas penyelenggaraan tugas
kepolisian kepada masyarakat/rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara.

7. Tujuan hukum kepolisian


Tujuan hukum kepolisian ialah agar penyelenggaran fungsi
kepolisian dalam rangka mewujuskan keamanan dalam
negri yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum dan perlindungan,
pengayoman serta pelayanan kepada madyarakat
terselenggara melalui perangkat yang difahami dan ditaati,
baik oleh pejabat kepolisian maupun oleh masyarakatnya.
Sebagai acuan membangun kemitraan masyarakat dan
polisi dalam memecahkan masalah yang dihadapi bersama.

BAB II

EKSISTENSI KEPOLISIAN
DAN SIFAT HUKUM KEPOLISIAN

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN |9


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 10
Kompetensi Dasar

Memahami eksistensi hukum kepolisian dan sifat hukum kepolisian

Indikator Hasil Belajar

1. Menjelaskan tempat hukum kepolisian dalam hukum negara


2. Menjelaskan hubungan hukum kepolisian dalam hukum di
Indonesia
3. Menjelaskan sifat hukum kepolisian hukum kepolisian
4. Menjelaskan tugas kepolisian dalam menjungjung
tinggi HAM dan hukum negara.

1. Tempat Hukum Kepolisian dalam Hukum Negara

a. Pembagian hukum menurut isinya.


Dalam ilmu hukum ada bermacam-macam
pembagian ilmu hukum, diantaranya adalah
pembagian hukum menurut Isinya. Menurut isinya
hukum dapat dibagi dalam :
1) Hukum sipil (hukum privat) yaitu hukum yang
mengatur hubungan-hubungan antara orang

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 10


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 11
satu dengan orang yang lain, dengan menitik
beratkan kepada kepentingan perseorangan.
2) hukum publik (hukum negara), yaitu hukum
yang mengatur hubungan negara dengan alat
perlengkapannya atau hubungan antara negara
dengan perseorangan (warga negara).

Hukum publik terdorong dari hukum publik dalam arti luas


yang mencakup hukum tata negara, hukum administrsi
negara, hukum pidana, dan hukum internasiaonal. Hukum
tata negara dan hukum administrasi negara disebut sebagai
hukum negara. Dengan demikian hukum negara mencakup
pengaturan tentang tata negara / kompetensi dan
pengaturan tentang bagaimana cara melaksanakan tugas
negara (adminitrasi negara) melalui pengaturan berbagai
kewenangan para pejabat negara. Fungsi kepolisian
merupakan salah satu fungsi pemerintah negara sehingga
rumusan tujuan, fungsi, tugas dan wewenangnya
merupakan aspek hukum tata negara dalam
penyelenggaraan fungsi kepolisian. Selanjutnya dalam
melaksanakan tugasnya, pejabat pejabt kepolisian mengacu
pada ketentuan tentang cara penggunaan wewnang dan
tanggung jawab kepolisian yang merupakan aspek hukum
administrasi negara. Dengan demikian tempat hukum
kepolisian dalam hukum negara berada pada dua aspek
hukum negara yaitu hukum tatanegara yang bersifat statis,
disebut sebagai hukum kepolisian diam (in rust) dan hukum
administrasi negara yang bersifat dinamis disebut sebagai
hukum kepolisian bergerak (in beweging).

b. Pendapat prof. logemann : hukum publik dalam arti


sempit identik dengan hukum negara dalam arti luas
yang terdiri dari :
1) Hukum negara dalam arti sempit yaitu hukum
tata negara
2) Hukum administrasi negara (hukum tata usaha
negara)
c. Undang-undang kepolisian No. 13 tahun 1961
pasal 1 ayat (2) : “Kepolisian Negara dalam

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 11


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 12
melaksanakan tugasnya selalu menjungjung tunggi
hak-hak asasi rakyat dan hukum negara”
d. Undang-undang Kepolisian No.2 Th 2002 Pasal 2 :
“Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi
pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyrakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat”

Bertitik tolak dari ketentuan undang-undang tersebut ,maka


Hukum Kepolisian dapat disimpulkan sebagai Hukum
Negara dalam lingkungan pekerjaan polisi.

2. Hubungan Hukum Kepolisian dalam Hukum di


Indonesia.

Hukum kepolisian di indonesia merupakan hukum positif


dalam arti hukum yang berlaku sebagai bagian dari hukum
nasional yang positif di indonesia. Sebagaimana diketehui
dari perjalanan sejarah bangsa indonesia yang mengalami
penjajahan belanda selama ratusan tahun , maka dibidang
hukum terjadi resepsi hukum dan konkordansi, dalam arti
bahwa sistem hukum yang dianut dan berlaku di hindia
belanda meneladani hukum yang berlaku di negeri belanda
yang mengacu kepada Code Civil Perncis (Aliran Eropa
Kontinental). Pada waktu indonesia merdeka pada tahun
1945, Undang-Undang Dasar RI tahun 1945, Aturan
Peralihan Pasal II menyatakan bahwa : “ Segala Badan
Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku
,selama belum diadakan yang baru menurut Undang-
Undang Dasar ini” .Oleh karena itu sistem hukum
indonesiapun menganut aliran eropa kontinental / sistem
Romawi-Jerman dapat dimengerti bila dalam hukum
kepolisian di indonesia jugamengacu kepada sistem yang
berlaku di belanda (politie recht) dan Jerman (polizei recht).

3. Sifat Hukum Kepolisian


a. Sifat hukum pada umumnya :

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 12


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 13
Menurut Van Apeldoorn : Hukum bersifat mengatur
dan memaksa. Dilihat dari kekuatan sanksinya :
1) hukum yang bersifat mengatur (regelend recht)
yaitu hukum yang tujuannya hanya memberi
pedoman tentang bagaimana yang sebaiknya.
2) Hukum yang bersifat memaksa (dwinged
recht) yaitu hukum yang tidak dapat
dikesampingkan oleh peraturan apapun juga.
b. Beberapa klasifikasi hukum lainnya.
Terdapat bebrapa klasifikasi hokum lainnya antara
lain, klasifikasi hukum:
1) Hukum prosedural atau hukum format, biasa
juga disebut hukum acara.
2) Hukum substantif atau hukum material.
c. Sifat hukum kepolisian
Sifat hukum kepolisian adalah mengatur dan
memaksa memuat baik ketentuan prosedural
maupun substantif. Dengan demikian hukum
kepolisian adalah hukum positif, ketentuan
prosedural merupakan ketentuan yang mengatur ,
memberi pedoman tentang cara pelaksaan yang
sebaiknya. dalam undang-undang kepolisian
dijumpai dalam pasal yang mengatur
tugas,wewenang dan hubungan-hubungan,
ketentuan yang memaksa, memberi paksaan kepada
polisi untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya
sesuai ketentuan perundang-undangan dan
kewajiban umumnya dan bagi yang tidak
mematuhinya dikenakan sangsi. (pasal yang
mengatur tanggung jawab).
4. Tugas Kepolisian dalam Menjungjung Tinggi HAM dan
Hukum Negara
a. Tujuan Kepolisian dan HAM
Dalam undang-undang Kepolisian No.2 Tahun 2002,
Pasal 4 disebutkan bahwa : “Kepolisian Negar

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 13


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 14
Repulik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan
kemanan dalam negri yang meliputi terpeliharanya
keamanan dan ketertiban masyarakat. Tertib dan
tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat,
serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan
menjungjung tinggi hak asasi manusia”.
Selain memuat tujuan kepolisian, Pasal 4 Undang-
Undang No.2 Tahun 2002 juga memuat arahan dan
rambu-rambu bagi penyelenggaraan fungsi kepolisian
yaitu : “dengan menjungjung tinggi hak asasi
manusia” salam hal ini,”hak asasi manusia” tidak
merupakan tujuan kepolisian tapi merupakan sesuatu
yang harus senantiasa mewarnai dan harus
diperhatikan dalam setiap gerak pelaksanaan tugas
kepolisian.
b. Tugas Kepolisian dan hukum negara
Dikaitkan dengan tujuan kepolisian dan kepentingan
nasional, tugas kepolisian adalah untuk menjamin
kepentingan nasional aspek keamanan negara yaitu :
Kepentingan masyarakat (terpeliharanya keamanan
dan ketertiban masyarakat), kepenitngan negara
(menegakan hukum-hukum negara), dan kepentingan
penduduk secara individual (memberi perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan). Tugas kepolisian
dilaksanakan untuk tegaknya hukum negara
sehingga demikian kewibawaan Negara dapat
terjaga.

BAB III
SUMBER HUKUM KEPOLISIAN

Kompetensi Dasar

Memahami sumber hukum kepolisian.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 14


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 15

Indikator Hasil Belajar

1. Menjelaskan undang-undang yang berkaitan dengan hukum


kepolisian
2. Menjelaskan kebiasaan praktek kepolisian sebagai sumber
hukum kepolisian
3. Menjelaskan pengertian traktat
4. Menjelaskan pengertian yurisprudensi
5. Menjelaskan pengertian ilmu pengetahuan sebagai
sumber hukum kepolisian

1. Sumber Hukum
Dalam ilmu hukum dikenal istilah sumber hukum yang terdiri
dari sumber hukum formal dan sumber hukum meterial
a. Sumber hukum formal yaitu sumber yang menetukan
kekuatan berlakunya hukum. Dalam hal ini yang
penting adalah cara terciptanya hukum dan bentuk
dimana hukum dinyatakan.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 15


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 16
b. sumber hukum material yaitu sumber hukum yang
menetukan isi kaidah hukum.
2. Sumber Hukum Kepolisian
Sebagaimana sumber hukum pada umumnya, sumber
hukum kepolisian adalah undang-undang, kebiasaan
praktek kepolisian, traktat, yurisprusensi dan ilmu
pengetahuan.
a. Undang-undang sebagai sumber hukum kepolisian
Undang-undang sebagai bentuk hukum dinyatakan
secara tertulis dan mempunyai kekuatan memaksa.
Materi hukum kepolisian tersebar dalam berbagai
peraturan perundang-undangan selain dalam
undang-undang yang secara khusus mengatur
tentang kepolisian. Tiap negara menetukan sumber
hukum dan tata urutan peraturan perundang-
undangan.
Sumber dan tata urutan perundang-undangan di
Indonesia diatur dalam Undang-undang No.10 Tahun
2004 yaitu :
1) UndangUndang Dasar RI Tahun 1945
2) Undang-Undang PERPU
3) Peraturan Pemerintah
4) Peraturan Presiden
5) Peraturan Daerah
Undang-undang membuat kaidah hukum, sebagai
hasil dari proses perkebangan ukuran baik buruk
suatu perbuatan (kaidah-kaidah) dalam masyarakat
yang terdiri dari “Kaidah kesusilaan perorangan,
kaidah kesusilaan mayarakat dan kaidah hukum”.
Kaidah kesusilaan perorangan, adalah kaidah yang
penilaian tentang baik dan buruknya suatu perbuatan
diserahkan kepada orang yang melakukan perbuatan
itu sendiri dan tidak terkait dengan kesekitaran.
Contoh : Perbuatan seseorang yang bertelanjang
bulat sendirian dikamar tertutup, penilaian baik

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 16


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 17
buruknya terserah pada orang yang melakukan
perbuatan itu sendiri.
Kaidah kesusilaan masyarakat, adalah kaidah yang
penilaiannya tentang baik buruknya suatu perbuatan
ditentukan oleh penilaian masyarakat Bila
masyarakat menilai suatu perbuatan sebagai
perbuatan yang bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat, maka perbuatan itu merupakan
perbuatan baik yang dianjurkan untuk dilakukan
(sunnah), sedangkan perbuatan yang dinilai oleh
masyarakat tidak bermanfaat dan bahkan banyak
mudaratnya maka perbuatan itu akan dinilai oleh
masyarakat sebagai perbuatan buruk yang tercela
(makruh) yang harus dihindari dan dicegah.
Kaidah kesusilaan perorangan dan kaidah
masyarakat hanya mempunyai kekuatan moral
sebatas “anjuran” atau “himbauan” dan tidak
mempunyai kekuatan memaksa. Oleh karena itu
kaidah kesusilaan masyarakat yang ingin mempunyai
kekuatan memaksa harus dikukuhkan dengan
Undang-undang melalui proses pembentukan oleh
Badan Pembuat Undang-undang. Dengan demikian
dapat disimpulkan pada hakekatnya undang-undang
merupakan bentuk kaidah hukum sebagai
pengukuhan dari kaidah kesusilaan masyarakt.
b. Kebiasaan Praktek kepolisian sebagai sumber
kepolisian
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap
dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama.
Dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian juga
terdapat kebiasaan pebuatan pejabat kepolisian yang
selalu dilakukan berulang dalam kasus serupa.
Perbuatan tersebut dinilai oleh pimpinan kepolisian
sebagai perbuatan yang sebaiknya dilakukan dan
dituangkan dalam petunjuk pelaksanaan tugas,
sebaliknya perbuatan yang dianggap tercela
dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang untuk
dilakukan. contoh : dalam kasus kecelakaan lalu

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 17


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 18
lintas, polisi selalu membuat perdamaian antara
pelaku dan korban walaupun proses pidananya tetap
terus diteruskan ke pengadilan. hal seperti ini dapat
dikatakan sebagai “kebiasaan praktek kepolisian”
Contoh lain adalah, kebiasaan praktek petugas
kepolisian yang mengajukan permintaan secara
langusng kepada pejabat imigrasi yang berwenang
ditempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan
mendesak atau mendadak untuk mencegah atau
menangkal orang yang disangka melakukan tindak
pidana. Walaupun prosedurnya permintaan itu harus
diajukan oleh Kapolri, tetapi kebiasaan praktek
seperti itu sangat efektif dan bermanfaat sehingga
kemudian dikukuhkan dalam Undang-undang
kepolisian No.2 Tahun 2002 Pasal 16 ayat (10 huruf j.
Sebagai salah satu kewenangan Polri dalam proses
pidana.
3. Traktat (treaty) / Perjanjian Internasional
Traktat merupakan suatu bentuk hubungan internasional
untuk menampung kesepakatan dari pihak-pihak yang
bersangkutan tentang sesuatu hal. Oleh karena itu piha-
pihak yan bersangkutan, apabila telah mengadakan
perjanjian maka masing-masing terikat pada isi perjanjian itu
dan harus mentaati dan menepatinya. (Pacta Sunt
Servanda).
Perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih
disebut perjanjian antar negara atau perjanjian internasional
atau biasa juga disebut Traktat.
Traktat yang diadakan oleh dua negara tersebut Traktat
Bilateral dan bila diadakan oleh lebih suatu negara, disebut
Traktat Multilateral. Selain itu ada juga yang disebut Traktat
Kolektif atau Traktat Terbuka yaitu Traktat Multilateral yang
kemudian diikuti pula oleh Negara-negara lain yang pada
mulanya tidak urut mengadakannya, misalnya Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 18


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 19
Kerja sama antar negara dibidang tugas kepolisian
merupakan suatu kebutuhan dan untuk itu, Traktat menjadi
sumber hukum yang mengatur kompetensi dan hubungan
kerjasama tersebut, beberapa contoh antara lain :
Asian-African Legal Consultative organitation An Effective
International Legal Instrument Against Corruption, United
Nations Convensation Sgainst Corruption, Twelve United
Nations Conventions on Terrorism...dsb.
Beberapa kesulitan yang dijumpai dan dihadapi oleh Polri
dalam memburu tersangka yang lari keluar negri antara lain
karena belum adanya perjanjian extradisi. Antara Indonesia
dengan negara yang bersangkutan.
4. Yurisprudensi
Seorang Hakim mempunyai hak membuat peraturannya
sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan
demikian, apabila undang-undang ataupun kebiasaan tidak
memberi peraturan yang dapat dipakainya untuk
menyelesaikan perkara itu, maka hakim harus membuat
peraturannya sendiri. Keputusan hakim yang berisikan
suatu peraturan sendiri berdasarkan kewenangannya,
kemudian menjadi dasar keputusan hakim lainnya untuk
mengadili perkara yang serupa, dan keputusan hakim
tersebut lalu menjadi sumber hukum bagi pengadilan.
Keputusan hakim yang demikian disebut hukum
Yurisprudensi.
Yurisprudensi adalah keputusan hakim yang terdahulu yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan sering di
ikuti dan dijadikan dasar keputusan hakim kemudian
mengenai masalah yang serupa.
Yang perlu diperhatikan oleh polisi adalah keputusan hakim
yang relevan dengan dengan pelaksanaan tugasnya agar
dijadikan pedoman bagi tindakan kepolisian dimasa yang
akan datang. Dengan demikian “Sebuah keputusan hakim”
yang memuat putusan hukuman “bebas murni”bagi
terdakwanya harus dijadikan bahan kajian mengenai
adanya kesalahan dalam pelaksanaan penyidikan yang
dilakukannya. Demikian juga dengan Keputusan Hakim

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 19


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 20
dalam gugatan pra-peradilan terhadap polisi yang ternyata
polisinya dinyatakan salah, maka hal itu menjadi catatan
untuk penyempurnaan petunjuk pelaksanaan tugasnya. Dari
segi itu maka dapat dikatakan maka dapat dikatakan bahwa
yurisprudensi merupakan sumber hukum kepolisian.
5. Ilmu pengetahuan.
Pendapat para sarjana hukum yang ternama dan pendapat
para pakar kepolisian, juga mempunyai pengaruh dalam
pengambilan keputusan mengenai penyelenggaraan fungsi
kepolisian dan mengenai pelaksanaan tugas kepolisian.
Dalam pelaksanaan penyidikan, para penyidik sering
menggunakan pendapat para ahli dalam ilmu pengetahuan
hukum dan kepolisian, lebih-lebih dalam peradilan dikenal
apa yang disebut sebagai saksi ahli, Hal itu dilakukan dalam
rangka upaya obyektifitas penyidikan dan kriteria
profesionalitas untuk dituangkan kedalam berkas perkara
yang akan diajukan kepada penuntut umum.
Hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas tetapi
tidak ditemukan dalam Undang-undang, Kebiasaan Praktek
Kepolisian, Traktat dan Yurisprudensi, dapat dicari dalam
Ilmu Pengetahuan, berupa pendapat para Pakar ilmu
pengetahuan. Dalam praktek berupa nasihat atau fatwa dari
ahli ilmu kepolisian dan/atau Saksi ahli untuk bidang
tertentu.

BAB IV
AZAS-AZAS HUKUM KEPOLISIAN
DAN AZAS KEPOLISIAN

Kompetensi Dasar

Memahami azas-azas hukum kepolisian dan azas-azas kepolisian

Indikator Hasil Belajar

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 20


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 21
1. Menjelaskan definisi dan ciri-ciri azas
2. Menjelaskan azas-azas hukum kepolisian
3. Menjelaskan azas-azas kepolisian

1. Definisi dan Ciri-ciri Azas

Perkembangan hukum kepolisian sebagai hukum positif


bertitik tolak dari azas-azas atau sendi-sendi pokok untuk
tugas kepolisisan. Azas-azas hukum kepolisian merupakan
unsur yang penting dari peraturan hukum kepolisian karena :
Pertama, azas berprinsip atau garis pokok dari mana
mengalir kaidah-kaidah atau garis hukum yang diterapkan
secara langsung kepada suatu perbuatan konkrit (tindakan
kepolisian) dalam masyarakat.
Kedua, semua peraturan kepolisian (hukum positif) dapat
dikembalikan kepada azas-azas hukum kepolisian, sehingga

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 21


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 22
azas merupkan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu
peraturan dan berfungsi sebagai satu ujian untuk menilai
apakah suatu kaidah itu merupkan suatu kaidah yang baik
atau tidak. Dalam hal ini azas dapat dipandang sebagai
sumber dimulainya sesuatu (pangkal otak).
Ketiga, azas hukum kepolisian mengandung nilai-nilai dan
tuntutan etika yang menjiwai kaidah-kaidah dalam peraturan
kepolisian sebagai hukum positif
Beberapa ciri dari azas dapat dicatat antara lain :
a. Azas bersifat umum, abstrak dan bersifat hakiki.
b. Azas dapat diurai dan dijabarkan kepada hal khusus
dan konkrit
c. Azas berfungsi sebagai batu ujian untuk menilai kaidah
atau hukum positif.
d. Azas memiliki hierrarki atau tingkatan, Semakin tinggi
tingkatan azas maka sifatnya akan lebih umum dan
abstsrak.
e. Azas tidak dapat diterapkan secara langsung kepada
perbuatan konkrit.

2. Azas-azas Hukum Kepolisian


Sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara,
penyelenggaraan fungsi kepolisian tunduk pada hukum
Negara, sehingga azas yang dianutpun dengan sendirinya
menganut azas hukum umum yang berlaku dalam
penyelenggaraan pemerintahan negar dalam arti Hukum
Nasional positif. Dengan demikian bila dalam mengahadapi
masalah kepolisian berkait dengan negara lain maka Hukum
Nasional menjadi acuan utama oleh Kepolisian. Dengan
demikian dicatat azas-azas Hukum Kepolisian yang dianut
antara lain :
a. Azas Hukum Nasional
b. Azas Kodifikasi
c. Azas Umum Peyelenggaraan Negara meliputi :
1) Azas kepastian hukum.
2) Azas tertib penyelenggaraan negara.
3) Azas kepentingan umum.
4) Azas keterbukaan

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 22


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 23
5) Azas proporsionalitas
6) Azas profesionalitas
7) Azas akuntabilitas

3. Azas-azas Kepolisian

Azas kepolisian merupakan aktualisasi Hukum Kepolisian


sebagai acuan dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian
pada setiap tataran fungsi sehingga dikenal apa yang disebut
sebagai azas-azas kepolisian yan berlaku universal yaitu :
azas legalitas, azas kewajiban umum, azas pencegahan
(preventie), azas partisipasi, azas subsidiaritas dan azas
opportunitas.

a. Di inggiris, azas kepolisiannya dirangkum dalam The


Nine Principles of Police yang merupakan pangkal tolak
dan sumber dari segala peraturan kepolisian sehingga
dengan sendirinya merupakan sifat hakiki dari
kepolisian inggris dan dimuat dalam Handbook Petugas
Polisi sebagai berikut :
1) sebagai alternatif dari represive maka
diadakan preventif action
2) Kekuatan Polisi tergantung dari publik opinion dan
public approval
3) Untuk menjamin adanya public approval, perlu
dijamin adanya keadaan dan kerja sama antara
masyarakat dan polisi.
4) Kesediaan kerja sama dari masyarakat , akan
mengurangi pemakaian kekuatan fisik
5) Untuk mendapat itikad yang baik dari masyarakat
diperlukan bukti-bukti secara kontinyu dari
pengabdian terhadap hukum (mutlak dan tidak
berat sebelah dalam memberikan pelayanan dan
bersikap bersahabat kepada siapa saja).
6) Pemakaian kekuatan fisik hanya dilakukan apabila
ajakan, nasihat dan peringatan idak mempunyai
effect dan pemakaian kekuatan fisik harus secara
minimal.
7) Perlu dipelihara secara terus menerus hubungan
dengan masyarakat sebagai realisasi dari tradisi

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 23


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 24
bahwa polisi adalah rakyat dan rakyat adalah
polisi.
8) Perlu disadari bahwa tugas polisi hanya terbatas
pada itu saja, tidak mencampuri tugas instansi lain.
9) Effeciency dari polisi hanya dapat dibuktikan
dengan tidak adanya kejahatan dan ketidak
tertiban. (disorder).

b. Di Indonesia
Berbeda dengan kepolisian inggris. Kepolisian Negara
republik Indonesia memiliki Tribrata sebagai pedoman
hidupnya, dan sekaligus juga sebagai landasan ideal
filsafati Kepolisian. Oleh karena itu azas Kepolisian
Negara Republik Indonesia dirangkum dalam tribrata
yang memuat nilai-nilai ideal :
1) Polisi abdi utama dari nusa dan bangsa.
2) Polisi warga Negara utama/teladan.
3) Polisi wajib menjaga ketertiban pribadi rakyat.

Dengan demikian Tribrta sebagai azas Kepoisian


Indonesia tidak saja merupakan patokan dan batu ujian
bagi kaidah - kaidah kepolisian tetapi juga mengenai
kehidupan kejiwaan dan organ atau lembaga polisi
sehingga mempunyai daya paksa dari dalam untuk
menjauhkan pejabat polisi dari penyelewengan. Dapat
juga dikatakan bahwa Tribrata merupakan sumber dari
kode etik profesi Kepolisian. Selain Tribrata yang
merupakan pedoman hidup,Kepolisian Indonesia
mempunyai pula “Catur, Prasatya” yang merupakan
pedoman karya kepolisian sebagai aktualisasi dari nlai
Tribrata dalam pelaksanaan tugas polisi sehari – hari
yang menyatakan bahwa :
1) Satya Haprabu (Setia kepada Pimpinan Negara).
2) Hanyaken Musuh (Meniagakan musuh).
3) Gineung pratidina (Mengagungkan Negara setiap
saat).
4) Tansa Tresna (tiada terikat oleh hal sesuatu,
kecuali oleh tugasnya).

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 24


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 25
Nilai nilai Tribrata dan Catur Prasatya diaktulisasikan
dalam pelaksanaan tugas,wewenang dan tanggung
jawab kepolisian melalui penggunaan azas - azas
kepolisian yaitu :
1) Azas legalitas
Azas legalitas menjadi ciri yang menonjol dalam
menegakan supremasi hukum dan merupakan
azas yang paling mendasar dalam negara hukum,
terutama Negara hukum formal yang menyatakan
bahwa tindakan (kepoisian) harus didasarkan
hanya kepasa undang - undang. Namun pesatnya
perkembangan masyarakat dengan segala
permasalahannya, undang – undang ternyata tidak
mampu menampung segala hal baru, sehingga
kosep negara hukum formal ditinggalkan dan
legalitas diartikan bukan lagi sah menurut undang-
undang melainkan sah menurut hukum dan sesuai
dengan tujuan hukum (doelmatigheid).
Beberapa rumusan dalam undang - undang yang
mencerminkan azas legalitas antara lain terdapat
dalam Kitab Undang – undang Hukum Pidana
Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : “ Suatu perbuatan
tidak dapat dipidana, kecuali bedasarkan kekuatan
ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang
telah ada sebelumnya “.
Dari pasal tersebut dapat disimak esensi yang
terkandung didalamnya yaitu azas hukum tertulis
(Undang-undang) dan azas non retroaktif ( tidak
berlaku surut ).
Azas legalitas diterapkan pada tataran fungsi
kepolisian represif yustisial dalam proses pidana
sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Dengan demikian azas –azas kepolisian dalam
proses pidana ( azas legalitas ) mengacu pada
ketentuan normatif yang ditentukan dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 25


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 26
undang-undang kepolisian No. 2 Tahun 2002
diatur dalam pasal 16 ayat (1) dan ayat (2).

2) Azas Kewajiban
Azas Kewajiban merupakan azas yang memberi
wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan
selain yang disebut dalam undang-undang dengan
pembatasan tertentu. Azas ini dijadikan pedoman
dan patokan dalam melaksanakan tindakan yang
langsung berkaitan dengan tugas pokok terutama
yang menyangkut pemeliharaan keamanan dan
ketertiban. dibelanda azas ini dinamakan
“Plichtmatigheidbeginsel“ dan di jerman disebut
“Pflichtsmaessigkeitsprinsip” yang diartikan
“memakai kewajiban hukum sebagai ukuran“. Hal
itu berarti bahwa tindakan yang dilakukan harus
berada dalam lingkungan jabatan yang menjadi
tugas pokok dalam keadaan mendesak dan
terpaksa untuk kepentingan umum, petugas
kepolisian diberikan wewenang untuk bertindak
menurut penilaiannya sendiri atau penilaian bebas
(freies Ermessen). Azas ini biasa juga dikenal
dengan isitilah “diskresi” (direction).

Azas kewajiban (diskresi) sangat diperlukan oleh


petugas kepolisian dilapangan yang secara
langsung menghadapi keadaan-keadaan yang
memerlukan pengambilan keputusan secara cepat
dalam rangka pelaksanaan kewajiban umumnya
memelihara ketertiban dan umum, sedangkan
sipetugas lapangan tidak mungkin menunggu
perintah dari atasannya.
Mengenai azas kewajiban dapat ditemukan dalam
ketentuan Undang-undang No.28 tahun 1997 dan
kemudian di adopsi oleh Undang-undang No.2
tahun 2002 Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi :
“(1) Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia salam melaksanakan
tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 26


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 27
penilaiannya sendiri”. Walaupun demikian tidak
berarti bahwa petugas polisi dapat berbuat
sewenang-wenang, karena ada pembatasan dan
syarat-syarat yang harus diperhatikan yaitu bahwa
tindakan tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang, atau setidak-tidaknya tindakan harus
sesuai dengan jiwa dan tujuan undang-undang
seperti diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-
undang No.2 Tahun 2002 yang berbunyi : “(2)
Pelaksanaan ketentuan sebagaiman dimaksud
dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam
keadaan yang sangat perlu sengan
memperhatikan Peraturan serta Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia”.
Dalam ilmu kepolisian diketahui adanya beberapa
ukuran bagi keabsahan tindakan polisi atas dasar
kewajiban umum kepolisian yaitu :
a) Tindakan harus noodzakkelijk (notwendig)
artinya secara obyektif menurut pendapat
umum betul-betul perlu tindakan tidak kurang
dan tidak boleh lebih.
b) Zakelijk (sachlich), artinya tidak bersifat
pribadi, tak terikat pada kepentingan
perorangan. Tindakan harus benar-benar
diharapkan untuk kepentingan tugas
kepolisian. (penilaian sendiri didasarkan pada
kriteria profesi kepolisian dan bukan bersifat
pribadi).
c) Doelmatig (zweckmassig), yaitu bahwa
tindakan itu merupakan yang paling tepat
untuk mencapai tujuan mengelakan gangguan
secara sempurna.
d) Evenredig, artinya harus ada keseimbangan
antara tindakan polisi (sifat keras lunaknya)
atau sarana yang dipergunakan dengan sifat
besar kecilnya suatu ganggguan atau berat
ringannya suatu obyek yang harus ditindak.

3) Azas partisipasi

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 27


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 28
Azas Partisipasi adalah azas yang
mempersyaratkan adanya peran serta masyarakat
dalam tugas kepolisian. Dalam The Nine Principles
of Police di inggris, dinyatakan antara lain bahwa “
kekuatan polisi tergantung dari public opinion dan
public approval. Untuk menjamin adanya public
approval perlu dijamin adanya keadaan dan kerja
sama antara masyarakat dan polisi”
Azas Partisipasi menjadi dasar bagi
pengembangan metoda dan strategi kepolisian
dalam membina potensi masyarakaat dan
memberdayakan masyarakat dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya bersama dengan
kepolisian. Strategi sedemikian dikenal dengan
istilah “problem oriented policing” dan atau
Comunity Policing (Pemolisian Masyarakat).
Dalam undang-undang, azas partisipasi dapat
ditemukan dalam konsideras menimbang huruf b
Undang-undang Kepolisian No.2 Tahun 2002 yang
berbunyi : “bahwa pemeliharaan keamanan dalam
negeri melalui penyelenggaraan fungsi kepolisian
yang meliputi pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat dilakukan oleh kepolisian Negara
Republik Indonesia selaku alat Negara yang
dibantu oleh masyarakat dengan menjungjung
tinggi hak asasi manusia”
Selain itu dalam Undang-undang Kepolisian
dinyatakan (Pasal3 ayat (1). Pengemban fungsi
kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh :
a) Kepolisian khusus
b) Penyidik Pegawai Negeri Sipil
c) Bentuk-bentuk pengaman swakarsa

4) Azas preventif (pencegahan)

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 28


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 29
Azas prevventif digunakan sejalan dengan
ditemukannya metoda preventif dalam
pelaksanaan tugas Kepolisian, bahkan menyelidiki
sebsb-sebsb terjadinya kejahatan.Tindak polisi
preventif dianggap lebih efesien daripada tindakan
polisi refresif, sebagaiman dinyatakan oleh E.H.
Glover (1934 : 92) bahwa :
“ The primary obyect of an effecient police is the
prevention of crime; the next that of detection and
punishment of offender if crime is commited”
Dalam undang-undang kepolisian No.2 Tahun
2002 azas preventif (pencegahan) dinyatakan
dalam pasal 19 ayat (2) yang berbunyi : “(2) Dalam
melaksakan tugas dan wewenang sebagaimana
dimadksud pada ayat (1), Kepolisian Negar
Republik Indonesia mengutamakan tindakan
pencegahan”.

5) Azas Subsidiaritas (pengganti).


Azas Subsidiaritas adalah azas yang memberi
wewenang kepda polisi untuk melakukan tindakan
pengganti bagi instansi atau petugas yang
berkewajiban dalam hal :
a) Instansi yang diperlukan memang tidak
terdapat ditempat itu.
b) Orang atau petugas yang berkewajiban
kebetulan tidak ditempat, sedangkan sangat
dibutuhkan tindakan bantuan, pelayanan dan
pertolongan
Dalam Undang-undang Kepolisian No.2 Tahun
2002 ditemukan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf j
yang berbunyi : “melayani kepentingan warga
masyarakat untuk sementara sebelum ditangani
oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang”.

6) Azas Oportunitas
Azas Oportunitas, di jerman digunakan dalam arti
luas sehingga mencakup juga azas kewajiban. Di

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 29


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 30
Indonesia azas oprtunitas tercantum dalam
undang-undang hukum Acara Pidana (KUHAP),
Undang-undang No.8 Tahun 1981 digunakan
dalam arti sempit, tidak mencakup azas kewajiban
san diartikan sebagai azas yang memberi
wewenang untuk tidak menindak seseorang yang
telah melanggar hukum, baik dalam tahap
penyidikan maupun dalam tahap penuntutan.
Dalam Undang-undang Kepolisian No.2 tahun
2002 azas oportunitas diartikan identik dengan
azas kewajiban umum kepolisian sehingga dalam
Penjelasan Umum Undang-undang tersebut
dijumpai uraian antara lain sebagai berikut :
“Namun tindakan pencegahan tetap diutamakan
melalui pengembangan azas preventif dan azas
kewajiban umum kepolsian. Dalam hal ini setiap
pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
memiliki kewenangan diskresi, yaitu kewenangan
untuk bertindak demi kepentingan umum
berdasarkan penilaian sendiri”
Dalam hukum pidana kepentingan umum diartikan
sama dengan demi hukum dan demi kepentingan
hukum yang dapat berupa : kepentingan Negara,
kepentingan masyarakat, dan kepentingan
individu. (HB.VOS 1952 :215).

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 30


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 31

BAB V
OBYEK HUKUM KEPOLISIAN

Kompetensi Dasar

Memahami obyek hukum kepolisian

Indikator Hasil Belajar

1. Menjelaskan tugas polisi sebagai esensi definisi Hukum


Kepolisian.
2. Menjelaskan organ polisi sebagai esensi definisi
HukumKepolisian.
3. Menjelaskan hubungan antar organ dan tugas sebagai esensi
definisi Hukum Kepolisian

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 31


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 32

1. Tugas Polisi sebagai Esensi Definisi Hukum Kepolisian

Pembahasan mengenai obyek hukum kepolisian tidak


terlepas dari rumusan pengertian hukum kepolisian. Seperti
telah diketahui bahwa hukum kepolisian pada dasarnya
adalah hukum yang mengatur segala hal ihwal polisi, baik
sebagai tugas, sebagai organ, dan hubungan antara polisi
dan tugasnya.

Tugas polisi sebagai obyek, diatur dan ditentukan secara


normatif oleh hukum kepolisian. Hukum Kepolisian
berdasarkan pertimbangan tertentu mengatur dan
menentukan lapangan-lapangan pekerjaan tertentu dengan
batas-batas tertentu pula sebagai tugas polisi, mengacu
kepada filosofi kepolisian, Fungsi kepolisian dan tujuan
kepolisian.
Rumusan tugas polisi, sesuai dengan sumbernya dapat
dibedakan atas :
a. Tugas yang bersumber dari kewajiban umum
kepolisian yaitu “memelihara keamanan dan ketertiban

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 32


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 33
masyarakat, melindungi, mengayomi dan melayani
masyarakat.
b. Tugas yang bersumber dari peratuaran perundang-
undangan.
c. Tugas dalam proses pidana sesuai dengan Hukum
Acara Pidana.
Oleh karena itu Tugas Polisi terlihat dalam berbagai tatanan
preemptip, preventif, dan refpresif dan kita menemukan
rumusan Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Undang-undang Kepolisian No.2 Tahun 2002
Pasal 13 yaitu :
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
b. Menegakan Hukum.
c. Melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.
Bagian hukum kepolisian yang mengatur tentang tugas
merupakan bagian hukum kepolisian yang mengatur
mengenai kompetensi kepolisian dan mengatur kepolisian
dalam keadaan diam sehingga dikatakan pula sebagai
“Hukum Kepolisian Diam”(in rust)

2. Organ Polisi sebagai Esensi Definisi Hukum Kepolisian


Setelah tugas dirumuskan, maka diatur pula tentang organ
atau badan yang akan melaksanakan tugas tersebut atau
biasa juga disebut ”pengemban fungsi kepolisian”.
Dalam Undang-undang Kepolisian No.2 Tahun 2002 Pasal
3, dinyatakan bahwa “pengemban fungsi kepolisian adalah
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh :
a. Kepolisian khusus.
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil
c. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
Bagian hukum kepolisian yang mengatur organ masih
merupakan “hukum kepolisian diam: (in rust)

3. Hubungan antara Organ dan Tugas sebagai Esensi


Definisi Hukum Kepolisian
Agar supaya tugas dapat dilaksanakan, maka organ atau
badan kepolisian diberi wewenang disertai batas wewenang

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 33


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 34
dan tanggung jawabnya. Bila organ kepolisian
melaksanakan tugasnyamaka berarti bahwa organ tersebut
telah bergerak dan timbul hubungan antara organ dan
tugasnya dalam transaksi operasioanal melayani
masyarakat dan dikatakan sebagai “Hukum Kepolisian
bergerak” (in beweging). Dalam transaksi operasional
dilapangan, tidak hanya terjadi hubungan antara tugas dan
organ kepolisian saja, tetapi melibatkan juga masyarakat
sebagai pihak yang dilayani dengan segala hak dan
kewajibannya serta instansi terkait lainnya.
Hubungan-hubungan kepolisian, baik didalam negeri
maupun hubungan kepolisian internasional, menjadi obyek
dari bagian hukum kepolisian bergerak. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa obyek hukum kepolisian meliputi
keseluruhan konsepsi kepolisian ditambah hak dan peran
serta masyarakat dalam tugas kepolisian.

BAB VI
KONSEPSI KEPOLISIAN

Kompetensi Dasar

Memahami dan menerapkan konsepsi kepolisian

Indikator Hasil Belajar

1. Menjelaskan dan mengaktualisasikan landasan ideal/falsafah


kepolisian
2. Menjelaskan dan mengaktualisasikan fungsi kepolisian
3. Menjelaskan dan mengaktualisasikan tujuan kepolisian
4. Menjelaskan dan mengaktualisasikan peranan kepolisian
5. Menjelaskan dan mengaktualisasikan susunan dan
kedudukan kepolisian
6. Menjelaskan dan mengaktualisasikan tugas dan wewenang
kepolisian

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 34


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 35
7. Menjelaskan dan mengaktualisasikan pembinaan fungsi
kepolisian
8. Menjelaskan dan mengaktualisasikan hubungan-hubungan
Kepolisian

1. Muatan Konsepsi Kepolisian

Konsepsi kepolisian diartikan sebagai konsep-konsep dalam


penyelenggaraan fungsi kepolisian yang secara keseluruhan
dapat dilihat dalam bentuk system kepolisian yang dianut
sebagai manifestasi dari nilai-nilai yang terkandung dalam
konstitusi dan konvensi yang dikembangkan oleh suatu
negara yang mencakup segala hal ihwal yang berkaitan
dengan fungsi dan lembaga polisi.

Dengan segala perbedaan karakteristiknya, konsepsi


kepolisian konsepsi kepolisian selalu memuat hal ihwal yang
sangat penting dan esensi bagi penyelenggaraan fungsi
kepolisian antara lain yaitu :
a. Landasan ideal / filsafati Kepolisian.
b. Fungsi Kepolisian.
c. Tujuan Kepolisian.
d. Peranan Kepolisian.
e. Susunan dan Kedudukan Kepolisian.
f.tugas dan wewenang.
g. Azas-azas Kepolisian.
h. pembinaan Fungsi Kepolisian

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 35


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 36
i. Hubungan-hubungan Kepolisian
j. Tanggung jawab Kepolisian.

2. Landasan Ideal / Falsafah Kepolisian

Agar mampu mempertahankan eksistensinya, masyarakat


berupaya agar tatanan nilai-nilainya terpelihara dan tetap
berfungsi sebagai pinata normatif kehidupan masyarakat.
Namun demikian implementasi dari nilai-nilai tersebut
memerlukan suatu bentuk kewibawaan yang berfungsi
sebagai pinata efektif masyarakat yang disepakati bersama
oleh para warga masyarakat dan dikenal sebagai permulaan
timbulnya fungsi polisi diemban oleh orang yang dituakan
dalam masyarakat dan merupakan sosok polisi sebagai
individu dan sekaligus sebagai organ polisi yang pertama kali
dikenal dalam sejarah.
Refleksi filsafatdari proses tersebut mengungkapkan bahwa
eksistesi polisi sebagai fungsi, sebagai organ maupun
sebagai individu dilahirkan oleh dan dari masyarakat sendiri,
untuk melindungi terselenggaranya kebersamaan hidup antar
warganya dari wakyu ke waktu.
Perpolisian adalah fungsi dari masyarakat serta
perkembangan masyarakat. Dengan demikian perpolisian
bersifat progresif yang setiap saat melakukan penyesuaian
terhadap perubahan dan perkembangan masyarakat yang
dilayani (Satjipto Raharjo 2002 : 38). Adanya perbedaan
kehendak rakyat dari tiap negara menimbulkan perbedaan
dalam ungkapan filsafati kepolisian. Di Indonesia bersunber
dari Pancasila sebagai falsafah bangsa dan ideologi Negara,
Kepolisian Indonesia memiliki falsafah Tri Brata sebagai
pedoman hidup Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam Tri Brata terkandung nilai filosofi polisi abdi utama dari
nusa dan bangsa, polisi warga negara (teladan) dan polisi
wajib menjaga ketertiban pribadi rakyat.

Tri Brata diikrarkan oleh Kepala Kepolisian Negara, Jenderal


Polisi Soekanto Tjokrodiatmodjo bertepatan dengan Hari
Kepolisian 1 Juli 1955, maka sejak saat itu Tri Brata secara
resmi menjadi pedoman hidup Kepolisian Indonesia.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 36


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 37

Sebagai pedoman hidup, maka Tri Brata merupakan


landasan filosofis yang memuat azas-azas yang menyangkut
seluruh kehidupan Kepolisian, mencakup kehidupan
organisasi, tugas, dan prilaku polisi salam melaksanakan
tugasnya,baik sebagai organisasi, maupun sebagai individu
atau anggota polisi perorangan.

Dalam Undang-undang Kepolisian No.28 Tahun 1997 dan


Undang-undang No.2 Tahun 2002, dalam penejelasannya
disebutkan bahwa tri Brata memuat nilai-nilai etika profesi
yand kristalisasinya dirumuskan dalam Kode Etik Negara
Republik Indonesia.

3. Fungsi Kepolisian

Menurut kamus Webster, function berarti :


“Performance the special work done by an organ structure”
(suatu lingkungan pekerjaan tertentu yang dikerjakan oleh
suatu badan atau organ).
Fungsi terdiri dari tataran tugas-tugas yang dijalankan oleh
suatu organ atau badan dalam hubungan dengan
keseluruhan organisasi yang lebih besar. Negara sebagai
suatu organisasi menjalankan fungsi-fungsi dalam mencapai
tujuannya. Pengertian fungsi kepolisian berkembang sejalan
dengan perkembangan arti istilah polisi.
Pada zaman Yunani purba, terdapat istilah politeia yang
berarti “keseluruhan pemerintahan Negara Kota (Polis)” yang
pada mulanya berat segala sesuatu yang berhubungan
dengan polisi yaitu pemukiman penduduk dalam satu kota
yang dilindungi dinding tembok termasuk juga didalamnya
urusan keagamaan seperti penyembahan terhadap dewanya.
Pada zaman Romawi terdapat istilah politia yang berarti
pemerintahan negara. Selanjutnya pada zaman Renaissance
di bidang pemerintahan terdapat pembagian fungsi
pemerintahan dalam lima bagian yaitu : Defensi (Pertahanan

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 37


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 38
Negara), Diplomasi (Hubungan Luar Negeri),Finansi
(Keuangan), Yustisi (Kehakiman) dan Polisi.
Van Vollenhoven mengajarkan teori Catur Praja yang
membagi fungsi pemerintahan Negara dalam fungsi bestuur,
Politie, Rechtspraak dan Regeling. Pada hakekatnya Fungsi
Kepolisian merupakan fungsi perlindungan negara yang
menjamin hidup dan milik, perlindungan kewenangan yang
ditentukan menurut hukum, menegakan dan memaksakan
hak-hak dan kewajiban yang ditentukan menurut hukum.

Fungsi Kepolisian memiliki dimensi dan tatanan yaitu,


dimensi politis, dimensi yuridis, dan dimensi sosiologis.
a. Fungdi kepolisian dalam dimensi politis, yaitu fungsi
kepolisian yang diemban oleh lembaga tinggi Negara
dalam rangka pengawasan politis. (MPR-DPR-
PRESIDEN-MA-MK), contoh hak angket dan hak
penyidikan DPR.
b. Fungsi Kepolisian dalam dimensi yuridis, yaitu fungsi
kepolisian dalam rangka pro-yustisia (fungsi kepolisian
umum Polri), fungsi kepolisian khusus dan PPNS).
c. Fungsi kepolisian dalam dimensi sosiologi, diemban oleh
badan-badan yang secara swakarsa dibentuk oleh,
tumbuh dan berkembang dalam tata kehidupan
masyarakat.

4. Tujuan Kepolisian

Perbedaan kehendak rakyat dari tiap negara mengakibatkan


pula perbedaan rumusan tujuan negara yang pada gilirannya
menghasilkan perbedaan dalam rumusan tujuan kepolisian.
Secara universal berlaku diberbagai negara bahwa tujuan
Kepolisian berkaitan dengan kebutuhan hakiki terhadap
jaminan ketertiban dan tegaknya hukum, terbinanya
ketentraman masyarakat, terwujudnya keamanan dan
ketertiban masyarakat sehingga usaha-usaha pencapaian
tujuan masyarakat dapat terlaksana.
ROY R.ROBERG dari Universitas Nebraskadalam bukunya
The Changing Police Role, New Dimensions ans New issues”
mengambarkan perubahan peran kepolisian dan implikasinya

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 38


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 39
dalam pengorganisasian kepolisian. Selanjutnya dinyatakan
bahwa “walaupun banyak tujuan dan aspek pelaksanaan
tugas kepolisian yang berlaku secra universal, namun
aktualisasinya di masing-masing negara karena faktor-faktor
posisi dan pegaruh yang berbeda.

Dasar-dasar kepolisian modern secra universal diletakan


semasa SIR ROBERT PEEL dari New Metropolitan Police
london pada tahun 1829 yang secara sederhana dirumuskan
tujuan kepolisian adalah :
“Preservation of the peace, Protection of life and Property,
Prevention and detection of crime”
Rumusan tersebut masih dinyatakan dalam laporan tahunan
(1981) dari Kepolisian Viktoria. Dari waktu kewaktu terdapat
pengembangan rumusan tujuan kepolisian, ternyata dari
rumusan yang dimuat dalam laporan Tahunan Kepolisian
Viktoria pada Tahun 1986 yaitu : “1) Protect life and Property,
2). Preserve Peace, 3). Prevent crime, 4).Enforce legislation,
5) Help thode in need assistance.”
Sebagai fungsi dari masyarakat dan perkembangan
masyarakat termasuk perkebangan dari tujuan masyarakat,
penyelenggaraan fungsi kepolisian modern memerlukan
semacam kontak sosial antara polisi dengan masyarakat,
kerja dama dan dukungan publik. Polisi harus menyadari
akan perubahan alami masyarakat dan harus senantiasa
melakukan penyesuaian dengan perubahan tersebut
sehingga tujuan kepolisian akan tetap konsisten dengan
tujuan masyarakatnya.
Pencapaian tujuan Kepolisian menunjukan adanya trend
kearah metoda penegakan hukum dengan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, manajemen birokrasi dan ilmu
pengetahuan kemasyarakatan yang menandakan kuatnya
sedakan profesionalisme dalam pencapaian tujuan
kepolisian.
Setelah tugas dan wewenang kepolisian dirumuskan dalam
undang-undang tersendiri maka tujuan kepolisian dinyatakan
secara eksplisit dalam Pasal 2 Undang-undang No.28 Tahun
1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 39


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 40
berbunyi : “ Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan
untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya
ketentraman masyarakat guna mewujudkan keamanan
dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya
keamanan dalam negeri, terselenggara nya fungsi
pertahanan keamanan negara, dan tercapainya tujuan
nasional dengan menjungjung tinggi hak asasi manusia:.

Dalam Undang-undang No.2 Tahun 2002 tujuan kepolisian


dirumuskan dalam Pasal 4 yang berbunyi : “Kepolisian
Negara Republik Indonesia bertujuan untu mewujudkan
keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya
keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya
hukm, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta
terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjungjung
tinggi hak asasi manusia”
Tujuan kepolisian dalam Undang-undang No.2 Tahun 2002
secara tegas dinyatakan untuk mewujudkan keamanan
dalam negeri dan dalam Pasal 4 Undang-undang No.2 tahun
2002 tersebut tersurat pula kriteria dari keamanan dari
keamanan dalam negeri yaitu :
a. Terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat.
b. Tertib dan tegaknya hukum.
c. Terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat.
d. Terbinanya ketentraman masyarakat.
e. Dijunjung tingginya hak asasi manusia.
Selanjutnya dalam konsiderans menimbang, Undang-undang
No.2 Tahun 2002 tesebut huruf b dinyatakan bahwa
“pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya
penyelenggaraan fungsi kepolisian” , dilakukan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara
yang dibantu oleh masyarakat dengan menjungjung tinggi
hak asasi manusia.

5. Peranan Kepolisian
Peranan Kepolisian dapat dilihat dari berbagai segi antara
lain peranan secara Filosofis, peranan secara Politis dan

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 40


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 41
yuridis, peranan sebagai kepolisian nasional, peranan lain
sesuai ketentuan perundang-undangan dan legitimasi
peranan.
a. Peranan secara filosofis
Dikaitkan dengan ajaran kepolisian “Tata tentram Karta
Raharja” yaitu mengusahakan kondisi keamanan dan
ketertiban masyarakat agar masyarakat dapat
melakukan kesibukan kerjanya dalam mencapai tujuan
yaitu kesejahteraan.

b. Peranan secara politis dan yuridis.


Mencakup peranan sebagai alat negara yang diberi
tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, mengeakan hukum, melindung,
mengayomi dan melayani masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri. (Lihat pasal 5
ayat (1) Undang-undang Kepolisian No.2 Tahun 2002).

c. Peranan sebagai Kepolisian Nasional.


Sebagai Kepolisian Nasional, Kepolisian Negara
Republik Indonesia Kewenangannya meliputi seluruh
Wilayah Negara Republik Indonesia. Wilayah Negara
Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum
menurut kepentingan pelaksanaan tugas kepolisian.
Satuan kewilayahan Polri, (Polda,Polres,Polsek) bukan
perangkat daerah.

d. Peran lain sesuai ketentuan perundang-undangan.


Fungsi kepolisian melekat pada setiap aspek kehidupan
masyarakat yang diatur melalui ketentuan perundang-
undangan dan menjadi tanggung jawab instansi teknis
tertentu. Oleh karena itu peranan kepolisian juga dapat
ditemukan dalam berbagai undang-undang, dalam
bentuk kewenangan kepolisian sesuai peraturan
perundang-undangan lain (Pasal 15 ayat (2)
Undang-undang kepolisian No.2 Tahun 2002) dan

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 41


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 42
Pasal 16 ayat (1) dan (2) berupa kewenangan dibidang
proses pidana dalam rangka sistem Peradilan Pidana,
Selain itu Undang-undang Kepolisian dalam rumusan
tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
menegaskan perna koordinator, pengawas dan pembina
teknis Kepolisian khusus,PPNS dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa. Dalam kaitan hubungan
internasional, Peranan Kepolisian Negara Republik
Indonesia dinyakatan sebagai National Central Bureau
Interpol Indonesia.

e. Legitimasi peranan kepolisian


Legitimasi peranan Kepolisian Negara Republik
Indonesia didasarkan kepada Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945; Ketetapan
MPR-RI No.VII/MPR/2000 dan Undang-undang
Kepolisian No.2 Tahun 2002.

6. Susunan dan Kedudukan Kepolisian

Susunan dan kedudukan kepolisian diberbagai negara di


dunia selalu berkaitan dengan sistem pemerintahan dan
sistem peradilan pidana yang dianut, bahkan sistem
administrasi Kepolisian merupkan subsistem dari kedua
sistem tersebut. Sistem pemerintahan negara / sistem
administrasi negara berkaitan dengan penyelenggaraan
fungsi kepolisian pada tataran preventiv dan preemptif
sehingga mempunyai ciri-ciri fungsi utama administrasi
negara yang meliputi : fungsi pengaturan, perijinan
pelaksanaan tugas pokok, pengelolaan, pengawasan dan
fungsi penyelesaian perselisihan. Sistem peradilan pidana
berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi kepolisian pada
tataran represif sehingga akan mempunyai ciri-ciri dari sistem
peradilan pidana (Criminal Justice System) antara lain
mengenai asas yang dianutnya.

Pada dasarnya susunan dan kedudukan kepolisian ditiap


negara menggambarkan konsepsi kepolisian yang dianut oleh

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 42


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 43
negara yang bersangkutan yang dapat dikembalikan kepada
dua aliran besar yaitu konsep Anglo Saxon dan Konsep
Eropa Kontinental.

Konsep Anglo Saxon ditemukan dalam sistem kepolisian di


inggris dan negara-negara persemakmurannya termasuk
juga Amerika Serikat yang mempunyai sejarah
perkembangan kepolisian yang disusun dari bawah
berdasarkan keluarga (Kin-Police) sejalan dengan
perkembangan “Local Autonomy System” yang berakar dari
sejarahnya dimana rakyat membentuk kota kecil dan
mengangkat “mayor” dan “sheriff”nya sendiri.
Semenjak tahun 1960-an kepolisian dunia mengarah ke
“national Police System” atau “National Coordinated Police
System”. Malaysia, negara federal menganut national police
system, Jerman, Australia, negar-negara fedearal memilki
kepolisian yang terkoordinir baik secara nasional. Awaloedin
Djamin (2001 : 58).
Konsepsi Eropa Kontinental ditemukan dinegara Perancis,
Belanda dan Jerman yang lebih memperlihatkan ciri-ciri
pengembangan kepolisian yang disusun dari atas (Ruler
Appointed Police) dan tersusun sebagai kepolisian nasional.
Sistem pemerintah dan sistem peradilan pidana yang
dominan di indonesia adalah sisetem Eropa Kontinental
sebagai pengaruh dari sejarah penjajahan Belanda walaupun
sempat pula menerima pengaruh Inggris melalui “regulation”
dari Raffles yang meletakan dasar dan peraturan tentang
tata- usaha Kehakiman dan Pengadilan-pengadilan daerah di
jawa dan tata usaha Kepolisian.
Susunan dan kedudukan kepolisian sepanjang sejarah
Indonesia selalu mengikuti kebijaksanaan pemerintah
kolonial, (Colonial policy) sejak zaman V.O.C (1602) sampai
kepada Pemerintah Hindia Belanda (1800 – 1942). Bentuk-
bentuk kepolisian pada jaman Hindia Belanda adalah :
Algemene Politie, Stads politie, Gewapende politie, Veld
politie, Cultuur politie dan Bestuur politie.

Pada zaman pendudukan Jepang (1942 – 1945) hanya ada


satu bentuk kepolisian yaitu “keisatsutai” yang susunan dan

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 43


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 44
kedudukannya sesuaikan dengan kepentingan pendudukan
militer guna pembagian daerah pertahanan militer Jepang.
Kepolisian dibagi kedalam empat regional :
a. Jawa dan Madura, dengan pusat di Jakarta dibawah
Rikugun (Angkatan Darat)
b. Sumatra, dengan pusat di Bukit tinggi dibawah Rikugun.
c. Timur Besar (Sulawesi,Maluku,Irian Barat) berpusat
diMakassar dibawah kaigun (Angkatan Laut)
d. Kalimantan berpusat di Banjarmasin dibawah Kaigun

Pada zaman kemerdekaan sejak Proklamasi 17 Agusstus


1945 secara spontan kepolisian didaerah menyatakan diri
sebagai Kepolisian Republik Indonesia dan pada tanggal 29
Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) sesduai zaman Hindia Belanda menempatkan
organisasi kepolisian dalam lingkungan Departemen Dalam
Negeri, namun dalam kenyataannya tidak pernah terlaksana
(Awaloedin Djamin 2001 : 61).
Pada tanggal 1 Juli 1946, dengan penetapan Pemerintah No.
11/SD dibentuk Jawatan Kepolisian Negara yang dipimpin
oleh Kepala Kepolisian Negara dan bertanggung jawab
langsung kepada Perdana Menteri. Maka secara resmi
lahirlah Kepolisian Nasional Indonesia (Indonesian National
Police) yang melaksanakan seluruh tugas kepolisian dan
mencakupi seluruh wilayah Republik Indonesia. Mulai saat itu
Struktur Organisasi Kepolisian ditingkat pusat berada
dibawah Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan
Negara.
Mengenai susunan kepolisian Undang-undang Kepolisian
menganut Kepolisian Nasional sebagaiman dinyatakan dalam
Undang-undang Kepolisian No. 13 Tahun 1961 Pasal 9 ayat
(1) “Kepolisian Negar merupakan datu kesatuan”. Wilayah
Republik Indonesia dibadi dalam daerah wewenang
Kepolisian disusun menurut keperluan pelaksanaan tugas
Kepolisian Negara dan ditetapkan dengan perturan
pemerintah. Pimpinan Kepolisian didaerah bertanggung
jawab atas pimpinan serta pelaksanaan kebijaksanaan
keamanan dan lain-lain tugas kepolisian di daearahnya

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 44


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 45
masing-masing dan langsung bertanggung jawab kepada
pejabat Polisi yang menurut hierarchie ada diatasnya.
Dalam Undang-undang Kepolisian No.2 Tahun 2002, Pasal 5
ayat (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan
sebagai Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan
dalam melaksanakan peran dan fungsi Kepolisian meliputi
seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Kesatuan
wilayah Polri (Polda,Polres,Polsek) bukan perangkat daerah.
Kedudukan Polri dibawah Presiden (sebagai pengemban
otoritas sipil) dan Polri dipimpin oleh Kapolri yang dalam
pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab
kepada Presiden sesuia dengan peraturan perundang-
undangan (Pasal 8 ayat (1) dan (2). Undang-undang
Kepolisian No.2 Tahun 2002. Namun demikian dalam
mewujudkan balance of power dalam Negara Demokrasi
terdapat ketentuan tentang pengangkatan dan
pemberhentian Kapolri oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakila Rakyat (Pasal 11 ayat (1).

7. Tugas dan Wewenang Kepolisian

a. Tugas Kepolisian
Tugas Kepolisian merupakan aktualisasi dari fungsi
Kepolisian dalam setiap tataran yang merupakan
lingkup pekerjaan tertentu yang bersikap tetap dan
dapat dinyatakan secara tepat teliti. Dalam Undang-
undang Kepolisian dirumuskan dalam tugas pokok Polri
(Pasal 13) dan rincian tugas-tugas (Pasal 14).
Tataran fungsi Kepolisian terdiri dari tataran preemptif,
tataran preventif, tataran represif non yustisial dan
tataran represif yustisial. Tiap tataran fungsi Kepolisian
menggunakan azas kepolisian tertentu dalam mencapai
tujuan kepolisian.
Tataran tugas preemptif merupakan tugas polisi pro aktif
untuk menghadapi potensi gangguan yang mengendap
dalam kehidupan masyarakat dan bila tidak diantisipasi
dapat menimbulkan ganguan nyata. Pola

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 45


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 46
operasionalnya bersifat “lintas sektoral” menggunakan
azas partisipasi dan subsidiaritas.
Tataran tugas preventif merupakan tugas polisi yang
bersifat pencegahan terjadinya gangguan kamtibmas
melalui pengembangan funsi kesamaptaan (Turjawali)
dan fungsi pembinaan masyarakat. Strategi pemolisian
Masyarakat (Community Policing) termasuk dalam
tataran preventif.
Tataran represif non yustisial merupakan tugas polisi
yang dinyatakan dalam tindakan aksi kepolisian
memulihkan situasi keamanan dan ketertiban yang
mengganggu tanpa menggunakan upaya paksa dan
proses pidana. Azas yang digunakan adalah azas
kewajiban umum kepolisian.
Tataran represif yustisial adalah tugas polisi dalam
menghadapi tindak pidana yang telah terjadi dengan
menggunakan azas legalitas dan upaya paksa dalam
proses pidanan sesuai hukum acara pidana.

b. Wewenang Kepolisian
Secara harafiah, wewenang diartikan sebagai hak atau
kekuasaan yang terletak dibidang publik untuk bertindak
atau untuk tidak bertindak dan menentukan keabsahan
dari tindakan. Dalam negara hukum wewenang
diberikan oleh hukum dalam bentuk Undang-undang
dan/atau peraturan perundang-undangan.

Dalam rumusan wewenang yang diberikan oleh undang-


undang melekat pula pertanggung jawaban sehingga
bila wewenang tersebut digunakan secara salah atau
melampaui wewenang yang diberikan maka aada
prosedur pemberian sanksi-sanksi dan pertanggung
jawabannya.

1) Azas Wewenang.
Azas wewenang adalah asas atau prinsip yang
dianut dalam pemberian wewenang untuk
melakuka tindakan kepolisian sehingga dalam

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 46


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 47
prakteknya, asas wewenang kepolisian merupakan
asas kepolisian dalam penyelenggaraan fungsi
kepolisian, sebagaimana telah diuraikan dimuka
yaitu : asas legalitas, asas kewajiban, asas
partisipasi, asas preventif, asas subsidiaritas dan
asas oportunitas.

2) Lingkup Wewenang
Wewenang kepolisian dibatasi oleh lingkungan
kuasa yang terdiri dari lingkunga kuasa soal-soal
(zaken gebied), lingkungan kuasa orang (personen
gebied), lingkungan kuasa tempat atau ruang
(ruimte gebied / territoir gebied) dan lingkungan
kuasa waktu (tijds gebied).
a) Lingkungan kuasa soal-soal
Lingkungan kuasa soal-soal biasa juga disebut
sebagai matra ikhwal yang menunjuk kepada
hal ikhwal yang menjadi tugas pokok. Untuk
Kepolisian Negara Republik Indonesia
lingkungan kuasanya tersurat dalam rumusan
tujuan kepolisian dan rumusan tugas pokok
serta rumusan tugas-tugasnya didalam
Undang-undang Kepolisian.
Dalam undang-undang Kepolisan No.2 Tahun
2002 Pasal 13 tugas pokok Kepolisian Negara
republik Indonesia adalah :
(1) Memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat.
(2) Menegakan hukum.
(3) Memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat.
Rincian dari tugas pokok tersebut
sebagai lingkungan kuasa soal-soal
dijelaskan dalam Pasal 14 ayat (1)
dan (2)
b) Lingkungan kuasa orang (personen gabied)

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 47


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 48
Dalam penjelasan Pasal 2 Undang-undang
Kepolisian No. 13 Tahun 1961 disebutkan
bahwa “Tugas kepolisian itu ditujukan kepada
semua orang dan golongan, termasuk orang-
orang asing yang berada di indonesia”.
Dibidang proses pidana Kepolisian melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua
tindak pidana sesuai dengan hukum acara
pidana dan peraturan perundang-undang
lainnya. Hal ini berarti bahwa wewenang
kepolisian dalam lingkungan kuasa orang yang
dapat dikenakan tindakan kepolisian juga
mengikuti lingkup berlakunya Hukum Pidanan
dan Hukum Acara Pidana. Sebagaiman
diketahui bahwa dalam KUHP Bab I
Batas-batas berlakunya aturan pidana dalam
perundang-undangan Pasal 2, 3, 4, 5, 7, dan 8
dinyatakan tentang kepada siapa ketentuan
dalam KUHP diberlakukan atau diterapkan.
Hal ini berarti bahwa orang-orang tersebut dan
dicantumkan dalam pasal-pasal tersebut dapat
dikenakan tindakan Kepolisian dalam kaitan
wewenang penyelidikan dan penyidikan.
Dengan demikian,wewnang kepolisian dalam
lingkungan kuasa orang berlaku untuk :
(1) Setiap (Warga Negara Indonesia dan
Warga Negara Asing) yang melakukan
tidak pidana di Indonesia (Pasal 2)
(2) Setiap orang yang melakukan tindak
pidana diluar wilayah Indonesia, didalam
perahu atau pesawat udara Indonesia.
(Pasal 3).
(3) Setiap orang yang diluar Indonesia
melakukan (Pasal 4)
(4) Warga negara Indonesia yang diluat
Indonesia melakukan : (Pasal 5) :
(a) Salah satu kejahatan tersebut
dalam KUHP Bab I dan Bab II Buku

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 48


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 49
kedua dan pasal-pasal 160, 161,
240, 279, 450, dan 451.
(b) Salah satu kejahatan dalam KUHP
dan menurut perundang-undangan
negara dimana perbuatan dilakukan
diancam dengan pidana.
(5) Setiap pegawai negeri yang diluar
Indonesia melakukan kejahatan dalam
Bab. XXVIII Buku kedua KUHP (pasal 7).
(6) Nakhoda dan penumpang perahu
indonesia yang diluar indonesia,
melakukan salah satu tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam KUHP
Bab. XXIX Buku Kedua, dan Bab IX Buku
Ketiga KUHP, begitu pula yang tersebut
dalam peraturan mengenai dan pas kapal
di indonesia, maupun dalam Ordonansi
Perkapalan (Schepen-Ordonnantie)

Pembatasan dan pengecualian


terhadap linkungan kuasa orang

Wewenang Kepolisian dalam lingkungan


kuasa orang mengenai perbatasan dan
pengecualian oleh Undang-undang
sehingga ada orang-orang tertentu yang
diberlakukan ketentuan khusus. Hal
tersebut dapat disimak dari KUHP Pasal
9 yang berbunyi : “Diterapkannya pasal-
pasal 2-5, 7 dan 8 dibatasi oleh
pengecualian-pengecualian yang diakuii
dalam hukum internasional”.

Dalam hubungan internasional terdapat


ketentuan hukum bahwa seorang yang
mewakili negaranya secccara resmi
dalam negara penerimaan mempunyai
kekebalan mutlak terhadap hukum
negara penerima, bahkan kekebalan
mutlak ini berlaku pula terhadap hukum
setempat.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 49


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 50

Dalam ketentuan hukum indonesia,


terdapat pula sejumlah warga negara
Indonesia yang mempunyai kekebalan
terhadap hukum pidanan walaupun
sifatnya relatif dalam keadaan tertentu,
misalnya Peraturan Presiden No. 5
Tahun 1961 Lembaran Negara 1961 No.
109 a, mb 11 April 1961
mengenai Peraturan segi-segi
Protokuler dalam tindakan Kepolisian
terhadap Anggota Pimpinan MPRS.
Salam UU No. 16 Tahun 1969 jo. UU
No. 5 Tahun 1975 jo. UU No. 2 Tahun
1985 tentang susunan dan kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat,
DewanPerwakilan Rakyat, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 24
menetukan bahwa : n “Anggota-
anggota Badan Permusyawaratan /
Perwakilan Rakyat tidak dapat dituntut
di muka Pengadilan karena pernyataa-
pernyataan yang dikemukakan dalam
rapat Badan Permusyawaratan /
Perwakilan Rakyat, baik terbuka
maupun tertutup, yang diajukan secara
lisan maupun tertulis”
Disamping itu terdpat sejumlah pejabat
Negara yang bila melakukan atau
diduga melakukan tindak pidana tidak
dapat begitu saja dikenakan tindakan
kepolisian melainkan harus memenuhi
syarat yang ditentukan dalam Undang-
undang yang menyangkut pejabat
tersebut (denagn ijin atau
pengetahuan Presiden atau atasan).

c) Lingkungan Kuasa empat (ruimte gebied)

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 50


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 51
Polri adalah Kepolisian Nasional yang
merupakan satu kesatuan dalam
melaksanakan peran dan fungsinya dengan
wewenang lingkungan kuasa tempat meliputi
seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia. ( Undang-undang Kepolisian No. 2
Tahun2002 Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (1)
dan Pasal 17.
Wilayah Negara republik Indonesia dibagi
dalam daerah hukum menurut kepentingan
pelaksanaan tugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Batas wilayah Negar Republik Indonesia
ditetapkan dengan Undang-undang No. 4 / Prp
/1960 Tentang Perairan Indonesia.

Diluar batas wilayah, POLRI dapat bertindak :


(1) Didalam kendaraan air atau pesawat
udara Indonesia (Pasal 3KUHP)
(2) Dilaut bebas terhadap bajak laut (Pasal 4
Sub 4 KUHP)
(3) Didaerah Kedutaan Besar Republik
Indonesia di luar negeri berdasarkan
hukum internasional
(4) Kasus “Hot pursuit” (pengejaran tanpa
henti dampai masuk kewilayah.
(5) Negara tetangga berdasarkan hukum
internasional.

Didalam Wilayah Republik Indonesia Polri


tidak dapat bertindak
(1) Di Kedutaan Besar asing di indonesia
tanpa ijin duta besar yang bersangkuta
(berdasarkan hukum internasional).
(2) Di Kapal perang asing yang berada
diwilayah Indonesia, tanpa ijin
(3) Komandan kapal perang tersebut
(berdasarkan Hukum Internasional).

d) Lingkungan kuasa waktu (tijds gebied)

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 51


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 52
Lingkungan kuasa waktu biasa juga disebut
“Matra warsa”. Wewenang melekat pada
tugas, oleh karena itu penugasan yang
diberikan kepada pejabat kepolisian dalam
jangka waktu tertentu memberikan wewenang
kepada pejabat tersebut dalam jangka waktu
tersebut untuk melaksanakan tugasnya dan
melakukan tindakan-tindakan kepolisian.
Pengaturan penugasan merupakan
pelaksanaan dari undang-undang sehingga
diatur dalam peraturan dinas. Namun demikian
tidak berarti bahwa diluar jam dinas pejabat
Kepolisian terbebas dari kewajiban umumnya.

Selain itu, kewenangan penyidikan dan


penuntutan dibatasi oleh ketentuan tentang
kadaluarsa / lewat waktu sebagaimana
ditentukan dalam Pasl 78 ayat (1) KUHP.

3) Kelompok wewenang
Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam Undang-undang Kepolisain No. 2 Tahun
2002 dikelompokan dalm 5 kelompok yaitu :
a) Wewenang secara umum pasal 15 ayat (1)
(bersumber dari kewajiban umum kepolisian).
b) Wewnang sesuai Peraturan perundang-
undangan lainnya. Pasal 15 ayat (2).
c) Wewenang dalam proses pidana. Pasal 16
ayat (1) dan (2).
d) Lingkungan kuasa tempat Pasal 17.
e) Wewenang Diskresi Pasal 18 ayat (1) san (2)
yang berbunyi :
(1) Untuk kepentingan umum, Pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dapat betindak menurut
penilaiannya sendiri.
(2) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (10 hanya dapat dilakukan
dalam keadaan sangat perlu dengan

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 52


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 53
memperhatikan peraturan perundang-
undangan, serta Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia.

8. Pembinaan Fungsi Kepolisian

Dewasa ini fungsi kepolisian telah diakui secara normative


dalam Undang-undang segai dari fungsi pemerintahan
Negara dibidang pemeliharaan keamanan, dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman
dan pelayanan kepada masyarakat. Dekian pula hal nya
dengan pekerjaan Polisi telah berkembang dan diakui
sebagai profesi kepolisian.
Dengan demikian pembinaan fungsi kepolisian pada
dasarnya identik dengan pembinaan profesi kepolisian.
Dalam Undang-undang Kepolisian No.2 Tahun 2002, Pasal
31 dinyatakan bahwa : “Pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
harus memiliki kemampuan profesi”.
Sebagai suatu profesi. menurut Thomas F. Adam (1968 :
231) antara lain ditandai dengan indikator :
a. Menggunakan pengetahuan dengan spesialisasi /
keahlian.
b. Adanya persyaratan minimal sebelum masuk.
c. Kebebasan mengembangkan tehnik, tetapi prosedur
umum distandarisasi
d. Adanya skrining yang tegas dan teliti.
e. Adanya kode etik.
f. Pengakuan oleh masyarakat.

Pentingnya pembinaan fungsi/pembinaan profesi, berkaitan


dengan wewenang diskresi yang diberikan kepada Pejabat
Kepolisian yang pelaksanaannya memerlukan penilaian
sendiri.
Ini berarti bahwa tindakan yang dilakukan harus berada
dalam lingkungan jabatan yang menjadi tugas pokok dan

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 53


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 54
dalam keadaan mendesak dan terpaksa untuk kepentingan
umum, petugas kepolisian diberikan wewenang untuk
bertindak menurut penilaiannya sendiri atau penilaian bebas
(freies Ermessen). Asas ini biasa dikenal juga dengan istilah
“diskresi” (discretion).

Dalam ensiklopedia Ilmu Kepolisian, (Davis,1969)


mendefinisikan diskersi (discretion) sebagai kapasitas
petugas kepolisian untuk memilih di antara sejumlah tindakan
legal atau tidak legal, atau bahakan tidak melakukan tindakan
sama sekali pada saat mereka menunaikan tugas.
Dalam Undang-undang Kepolisian No.2 Tahun 2002,
kewenangan diskresi diatur dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat
(2). (Lihat Bab Wewenang).
Mengenai Pembinaan Kemampuan Profesi dalam Undang-
undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002 diatur dalam Bab V
Pembinaan Profesi dari Pasal 31 sampai dengan Pasal 36.
yang berbunyi :
Pasal 32 ayat (1)
Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia diselenggarakan melalui pembinaan etika
profesi dan pengembangan pengetahuan serta
pengalamanya dibidang teknis kepolisian melalui pendidikan,
pelatihan dan penugasan secara berjenjang dan berlanjut”.

Pasal 32 ayat (2)


Pembinaan kemampuan profesi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Pasal 33 ayat (1)
Guna menunjang Pembinaan profesi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 32 dilakukan pengkajian, penelitian,
serta pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian.

Pasal 34 ayat (1)


Sikap prilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
indonesia.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 54


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 55
Pasal 34 ayat (2)
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
dapat menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian
lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dilingkungannya.

Pasal 34 ayat (3)


Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 35 ayat (1)


Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia oleh pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian
Negar Republik Indonesia.

Pasal 35 ayat (2)


Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja
Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia
diatur dengan Keputudsan Kapolri.

Pasal 36 ayat (1)


setiap Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
pengemban fungsi kepolisian lainnya wajib menunjukan
tanda pengenal sebagai keabsahan wewenang dan tanggung
jawab dalam mengemban fungsinya.

9. Hubungan-hubungan Kepolisian
Mengenai hubungan-hubungan kepolisian diatur dalam
Undang-undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002, Bab VII.
Bantuan Hubungan dan Kerja sama.

a. Bantuan diatur dalam Pasal 41 ayat (1) dan (2) :


(1) Dalam rangka melaksanakan tugas keamanan,
Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat
meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia
yang diatur lebuh lanjut dengan Praturan
Pemerintah.
(2) Dalam keadaan darurat militer dan keadaan
perang, Kepolisian Negara Republik Indonesia

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 55


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 56
memberikan bantuan kepada Tentara Nasional
Indonsesia sesuai peraturan perundang-
undangan.
(3) Kepolisian Negara Republik Indonesia menbantu
secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian
dunia dibawah bendera Perserikatan Bangsa-
Bangsa

b. Hubungan dan kerja sama


Diatur dalam Pasal 42 ayat (1) s/d ayat (4)
(1) Hubungan dan kerjasama Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan badan,lembaga, serta
instansi didalam dan di luar negri didasarkan atas
sendi-sendi fungsional, saling menghormati,
saling membantu, engutamakan kepentingan
umum, serta memperhatikan hirarki.
(2) Hubungan dan kerja sama di dalam negri
dilakukan terutama dengan unsur-unsur
pemerintah daerah, penegak hukum, badan,
lembaga, instasi lain serta masyarakat dengan
mengembangkan asas partisipasi dan
subsidiariatas.
(3) Hubungan dan kerjasama luar negeri dilakukan
terutama dengan badan –badan kepolisian dan
penegak hukum lain melalui kerja sama bilateral
atau multilateral dan badan pencegahan
kejahatan baik dalam rangka tugas operasional
maupun kerjasama teknik dan pendidikan serta
pelatihan.
(4) Pelaksanaan ketentuan tersebut sebagaiman
dimaksud dalam ayat (1). (2),dan (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

c. Hubungan yang perlu mendapat perhatian khusus


antara lain :
1) Hubungan internal antar fungsi dalam organisasi
Polri baik hubungan antar fungsi pembinaan dan
fungsi operasional, maupun hubungan antar
fungsi operasional Polri dalam rangka
pelaksanaan tugas pokok Polri.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 56


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 57
2) Hubungan antar Pengemban fungsi Kepolisian
(Polri-Polsus-PPNS-PAMSWAKARSA).
3) Hubunga Kepolisian dalam rangka Criminal /
Justice System (Penyelidik-Penyidik-Penuntut-
Peradilan-Lembaga kemasyarakatan).
BAB VII
TANGGUNG JAWAB HUKUM
ANGGOTA KEPOLISIAN

Kompetensi Dasar

Memahami dan menerapkan tanggung jawab kepolisian

Indikator Hasil Belajar

1. Menjelaskan dan menerapkan dasar hukum tanggung jawab


kepolisian
2. Menjelaskan dan menerapkan tanggung jawab politis
anggota Polri
3. Menjelaskan dan menerapkan tanggung jawab hukum /
yuridis anggota Polri
4. Menjelaskan dan menerapkan tanggung jawab disiplin
anggota Polri
5. Menjelaskan dan menerapkan tanggung jawab moral/etika
profesi anggota Polri
6. Menjelaskan dan menerapkan tanggung jawab HAM anggota
Polri

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 57


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 58

1. Dasar Hukum Tanggung Jawab Kepolisian

Fungsi kepolisian merupakan salah satu fungsi


pemeruntahan Negara sehingga dengan sendirinya tunduk
pada hukum negara dan mengikuti prinsip-prinsip
penyelengaraan negara termasuk juga pertanggung jawaban
tentang pelaksanaan tugasnya mencakup pertanggung
jawaban kenegaraan, dan pertanggung jawaban hukum.
Sedangkan sebagai profesi dituntut pula pertanggung
jawaban moral dan etika profesi serta perlindungan HAM.
Secara keseluruhan merupakan bentu kakuntabilitas
penyelenggaraan fungsi kepolisian kepada rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara Demokrasi.
Hal tersebut diatur dalam Undang-undang Kepolisian Pasal
19, 28, 29, 23, 27,34 yang mencakup tanggung jawab politis,
tanggung jawab yuridis, tanggung jawab disiplin, moral dan
etika profesi serta tanggung jawab dalam perlindungan HAM.

2. Tanggung jawab Politis Anggota Polri

Dalam Negara Demokrasi, kedudukan kepolisian berada


dibawah otoritas/kekuasaan sipil hasil pemilu, paradigma
hasil pemolisiannya antara lain menggunanakan indikator
pemolisian dalam negar demokrasi antara lain
dilaksanakannya” perlindungan hak-hak politik rakyat dan
jaminan tindakan yang tidak diskriminatif. Oleh karena itu
netralitas polisi menjadi salah satu ukuran tanggung jawab
politis anggota polisi yang dalam Undang-undang Kepolisian
No. 2 Tahun 2002 Pasal 28 ayat (1), (2),dan (3) dinyatakn
bahwa :
(1) Kepolisian Negara Republk Indonesia bersikap netral
dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada
kegiatan politik praktis.
(2) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak
menggunakan hak memilih dan dipilih.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 58


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 59
(3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat
menduduki jabatan di luar Kepolisian setelah
mengundurkan diri atau pensiun dari dinas Kepolisian.

3. Tanggung Jawab Hukum Yuridis Anggota Polri

Sebagai alat negara penegak hukum, dengan sendirinya


pertama-tama harus memberi teladan tentang kepatuhannya
terhadap hukum negara, namun demikian anggota Polri,
sebagai warga negara, bersamaan kedudukanya dengan
warga negara lainnya didalamhukum dan pemerintahan dan
wajib mematuhi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.

Dalam Undang-undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002 Pasal


29 ayat (1) san (2), dinyatakan bahwa :
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk
pada kekuasaan peradilan umum
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (PP
No. 3 Tahun 2003).
Ketentuan tersebut menyatakan bahwa anggota polri tunduk
pada peradilan umum yang berarti setiap perbuatannya
harus dapat dipertanggung jawabkan baik secara pidana
maupun, perdata, administratif (TUN) sebagaimana warga
negara lainnya. Hal itu juga berarti bahwa setiap perbuatan
anggota Polri diawasi oleh rakyat secara langsung.

4. Tanggung jawab Disiplin Anggota Polri

Anggota Polri berada dalam satu lingkungan pekerjaan


tertentu yang menurut profesionalisme, persatuan dan
kesatuan serta semangat kerja yang tinggi. Oleh karena itu
diadakan peraturan disiplin Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia untuk membina persatuan dan kesatuan
serta meningkatkan semangat kerja dan moril, Kesemuanya
dimaksudkan agar dapat dihasilkan kualitas pelayanan yang
memadai yang dibuth kan oleh masyarakat. Dalam Undang-
undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002 Pasal 27 dinyatakan
bahwa :

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 59


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 60
(1) Untuk membina persatuan dan kesatuan serta
meningkatkan semangat kerja dan moril, diadakan
peraturan disiplin Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai peraturan disiplin sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah (PP No. 2Tahun 2003).

5. Tanggung Jawab Moral dan Etika Profesi Anggota Polri

Tanggung jawab moral anggota Polri terikat dengan lafal


sumapah atau jamji sebelum diangkat sebagai anggota Polri
sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) dan
Pasal 23 Undang-undang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Tanggung jawab Etika profesi diatur dalam Pasal 34 ayat (1)
dan (2) Undang-undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002 :
(1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara republik Indonesia.
(2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia dapat menjadi pedoman bagi pengemban
fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dilingkungannya.
(3) Ketentuan mengnai Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan
Kapolri.

6. Tanggung Jawab HAM Anggota Polri

Tanggung jawab Ham anggota Polri dapat ditemukan dalam


Undang-undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002 yaitu :
a. Rumusan Konsiderans menimbang Undang-undang
No. 2 Tahun 2002 huruf b yang berbunyi :
bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui
upaya pelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pemgayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonsia selaku alat

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 60


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 61
Negara yang dibantu oleh masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia.

b. Rumusan tujuan kepolisian yang ditemkan dalam


Pasal 4 Undang-undang Kepolisian No. 2 Tahun
2002 yaitu :
“Pasal 4 Kepolisian Negara republik Indonesia
bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam
negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pemgayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara
Republik Indonsia selaku alat Negara yang dibantu
oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.

c. Rumusan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang


Kepolisian No.2 Tahun 2002 yang berbunyi :
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan
mengindahkan norma agama, kesopanan,
kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi
manusia”

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 61


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 62

DAFTAR PUSTAKA

Adams, Thomas, F. (1968) Law Enforcement an introduction to the


Police role in the Community, Prentice Hall Inc.

Budiardjo, Miriam, Prof, (1997), Dasar-dasar Ilmu Politik, PT.


Gramedia Pustaka Utama Jakarta

Brotodiredjo, Soebroto, Drs, SH (1997) Pengantar Hukum


Kepolisian Umum di Indonesia, Bandung.

Djamin Awaloedin, Prof, Dr, MPA, Jenderal Polisi (Purn)(1999)


Menuju Polri Mandiri Yang Profesional, Pengayom, Pelindung,
Pelayan Masyarakat,
Penerbit Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta.

Glover E.H. (1934) The English Police, Its Origin and


Development, Police Chronicle, 53 Fleet Street London.

Gotz Volkmar, (1973), Allgemeines Polizei und Ordnungsrecht,


Vandenhoeck Und
ruprecht in Gottingen.

Kelan Momo, Drs, Msi (1994), Hukum Kepolisian, PT Gramedia


Widiasarana Indonedia, Jakarta.

--- (1998) Memahami Undan-undang Kepolisian, PTIK, Jakarta


--- (2002) Memahami Undan-undang Kepolisian, PTIK Press,
Jakarta
--- (2002) Konsep-konsep Hukum Kepolisian Indonesia, PTIK
Press, Jakarta.

Moriaty, Cecil, C,H,C,B,E, (1950), Police Law, London


Buttersworth & Co,
(Publishers) Ltss,Bellyard, Temple Bar.

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 62


LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 63

PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN | 63

Anda mungkin juga menyukai