Anda di halaman 1dari 5

DILEMA ETIK PRO KONTRA

KASUS DNR (DO NOT RESUSCITATE) DI ICU

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pembimbing: Benny Arief Sulistyanto, MSN.,

Kelompok 11
1. Ameliya Tri Yulianti 17.1291.S
2. Didi Rethodi 17.1310.S
3. Krisdiyanti 17.1335.S
4. Rydia Shilihatun Briliyanti 17.1377.S

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

KASUS
Seorang wanita berusia 70 tahun dirujuk ke rumah sakit dua hari yang lalu dan
menjalani RIGHT TOTAL HIP REPLACEMENT (operasi penggantian total
tulang caput femur). Pasien mempunyai riwayat hipertensi, penyakit sendi
degeneratif, arthritis, pulmonary embolism, dan penyakit arteri koroner. Pasien
baru selesai menjalani sesi terapi fisik dan dirawat di ICU untuk pemantauan yang
lebih intensif. Setelah beberapa waktu, ketika perawat memonitor pasien, perawat
menyadari bahwa pasien tidak responsif, tidak ada pengembangan dada dan tidak
teraba nadi. Perawat segera memanggil dokter penanggungjawab ICU dan
memulai resusitasi jantung paru (RJP). Pada monitor EKG nampak gambaran
sebagai berikut:

Ketika perawat menjelaskan kondisi pasien ke keluarga dan meminta informed


consent, anak dari pasien menolak untuk tindakan resusitasi (DNR). Si Anak
beranggapan bahwa tindakan tersebut akan menambah kesakitan pada ibu nya.

Diskusi:

1. Apa masalah etik kasus di atas? Jelaskan!

Masalah etik pada kasus diatas adalah prinsip non maleficence yaitu
prinsip yang mencegah tindakan yang diberikan oleh tenaga kesehatan
meningkatkan kesakitan pada pasien. Pada dasarnya Pemberian RJP
berkepanjangan atau RJP yang diberikan terlambat pada dasarnya
memberikan kesakitan lebih lanjut pada pasien. Pasien dapat bertahan
hidup tetapi berada dalam kondisi koma persisten atau status vegetatif.
Berdasarkan prinsip ini, RJP dikatakan tidak memberikan kesusahan lebih
lanjut bila keuntungan akibat tindakan ini dianggap lebih besar dibanding
kerugiannya.

Prinsip otonomi pasien harus dihormati secara etik, bahkan secara


legal. Dalam mengambil keputusan, pasien menggunakan hak otonominya,
harus dipastikan pasien secara cakap memberikan keputusan untuk
menyetujui atau menolak tindakan medis, termasuk RJP. Pasien dianggap
dewasa sesuai dengan peraturan negara yakni berusia 18 tahun. Pasien
juga harus dinilai kapasitasnya dalam mengambil keputusan. Sebelum
keputusan diambil pasien, diperlukan komunikasi yang baik antara
peraawat dan pasien.

Dalam praktik keperawatan kritis pasien dikatakan DNR jika sudah


dilakukan resusitasi berkali-kali namun pada perjalanan penyakit
menunjukan indikasi-indikasi tidak adanya perbaikan pada kondisi tanda-
tanda vital baik dari Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, saturasi
oksigen maupun status kesadaran. Namun pada kasus diatas belum pernah
dilakukan resusitasi. Sehingga masih awal untuk dilakukannya DNR.
Kondisi pasien dengan DNR antara lain pasien dengan kondisi kritis dan
pasien dengan pe-nyakit terminal. Sedangkan pasien tidak mengalami
penyakit terminal. Dalam jurnal yang saya baca perawat menyebutkan
pasien-pasien yang ditemukan pada dengan kondisi kritis yang sudah tidak
menunjukan adanya perbaikan setelah dilakukan resusitasi menun-jukan
pasien-pasien tersebut dapat diputuskan DNR.

Menurut AHA pasien boleh dilakuakan DNR jika memiliki bukti


DNR yang valid. Pasien memiliki tandakematian yang tidak bisa diobati.
Dan tidak ada keuntungan fisiologis yang diharapkan karena fungsi vital
memburuk meski terapi maksimal.
2. Analisis masalah tersebut dari sisi Islam?

Dalam pandangan islam secara garis besar beranggapan bahwa


mempercepat kematian adalah hal yang dilarang dan merupakan kejahatan.
Namun, upaya untuk memperpanjang kehidupan dapat dilakukan
sepanjang pasien memiliki kesempatan yang besar untuk bertahan hidup
setelah dilakukan upaya pemulihan. Dalam surat Yunus ayat 56
dinyatakan: “Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. Di dalam ayat ini ditegaskan bahwa
manusia tidak boleh mendahului keputusan Allah, karena hanya Allah
yang mengatur hidup dan matinya manusia.

Menurut Fatwa Lil Thabilil Muslim jika denyut jantung dan nafas
telah berhenti total dan sudah dipastikan tidak bisa kembali, dan jika
aktifitas otak telah berhenti total/terjadi kematian batang otak dan tim
dokter serta perawat memastikan bahwa pasien tidak bisa dikembalikan
serta otak pasien mengalami kerusakan maka pada dua keadaan ini
pertolongan medis bisa dilakukan.

3. Bagaimana solusi terbaik untuk masalah tersebut diatas? Jelaskan!

Memberikan secara jelas kepada anak pasien tentang kondisi


pasien yang sebener-benarnya. Dan menjelaskan bagaimana tindakan
resusitasi serta tujuannya. Lakukan secara hati-hati untuk memberikan
pemahaman yang baik terhadap keluarga pasien. Setelah itu tanyakan
keputusan akhirnya. Dan lakukan jika itu menjadi keputusan final
keluarga.
Daftar Pustaka

Kusnanto.2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta:


EGC

Immanuel Natanael Tarigan. 2020. Kajian Bioetik dan Medikolegal dari “Do Not
Resuscitate”. Jakarta: Alomedika

Anda mungkin juga menyukai