Pajak ialah akar pendapatan bernilai negeri. Melalui retribusi dan pajak,
pemerintah mampu sediakan anggaran untuk pembangunan wilayah guna
menghasilkan keselamatan warga. Pengertian pajak bagi Undang-Undang Nomor
16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1
ayat 1 berbunyi “ pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat”.
Sejak 1984 sudah berlangsung kejadian tax reform perihal ini
menimbulkan terbentuknya pergantian dalam sistem perpajakan Indonesia yang
awal dari sistem penilaian resmi jadi sistem penilaian diri. Sistem penilaian sah
ialah sistem pemungutan serta pengurusan pajak yang melimpahkan wewenang
perpajakan seluruhnya pada penguasa, sebaliknya sistem penilaian mandiri ialah
sistem pemungutan serta pengurusan pajak yang memberdayakan harus pajak
orang individu serta instansi untuk memperkirakan, mengestimasi, menyetor,
serta memberi tahu daya serta keyakinan. Pajak yang digabungkan, pajak yang
terutang pada negeri (Arianandini,2018). Diharapkan peralihan dari sistem
pemungutan serta pengurusan pajak ke sistem self-assessment akan membolehkan
harus pajak untuk rela penuhi peranan perpajakannya serupa dengan peraturan
perpajakan yang legal.
Perpajakan tidaklah perihal yang gampang untuk diaplikasikan. Untuk
negeri, pajak ialah akar pemasukan. Tetapi, ini berlainan dengan perusahaan.
Untuk wajib pajak, pajak merupakan pengeluaran yang hendak kurangi
keuntungan bersih. Oleh karena itu Terdapat perbandingan kebutuhan antara
negeri yang diwakili oleh otoritas pajak serta harus pajak. Negeri menginginkan
untuk memperoleh banyak pemasukan dari perspektif pajak, serta harus pajak
berupaya untuk menjaga pengeluaran pajak mereka seminimal mungkin.
2
keuntungan yang didapat industri hingga terus menjadi besar pula pajak yang
wajib di bayarkan. Perihal ini hendak mendesak industri guna melaksanakan
peminimalan bobot pajak pada perusahaannya, salah satunya dengan
melaksanakan tax avoidance.
Penghindaran pajak ataupun tax avoidance merupakan aksi pengiritan
pajak yang pengaruhi peranan perpajakan lewat pemakaian klausul pajak dengan
cara sah, serta tidak melanggar ketentuan yang sudah diresmikan, dan bermaksud
untuk meminimalkan peranan perpajakan. Teknologi itu digapai dengan
menggunakan kelemahan peraturan perundang- undangan perpajakan guna
meminimalkan jumlah pajak kala industri memilah bayaran pajak kecil yang
penuhi peraturan perpajakan. Tidak hanya itu, penghindaran pajak ataupun tax
avoidance sebab banyak harus pajak tubuh serta orang individu merasa bobot
pajaknya berat. Oleh sebab itu, harus pajak berupaya buat kurangi peranan
perpajakannya dengan meminimalkan jumlah pajak yang wajib dibayar serupa
dengan peraturan perpajakan. Oleh sebab itu, penguasa Indonesia amat
memprioritaskan unit perpajakan serta berusaha untuk tingkatkan ataupun
memaksimalkan pemasukan unit perpajakan. Tetapi usaha optimalisasi
perpajakan bukan tanpa hambatan, salah satu hambatan dalam optimalisasi
perpajakan ialah terdapatnya penangkisan pajak, apalagi tidak sedikit industri
yang melaksanakan penangkisan perpajakan. (Mutaqin dkk, 2016)
Aktivitas yang dapat pengaruhi Tax Avoidance ialah profitabilitas,
leverage, kepemilikan institusional serta ukuran perusahaan. Profitabilitas
sesuatu industri sanggup merepresentasikan gimana keahlian industri dalam
durasi khusus hal tingkatan pemasaran, asset serta modal saham khusus dalam
menciptakan keuntungan pada sesuatu industri. Profitabilitas dalam
pengukurannya mempunyai sebagian tipe perbandingan yang dipakai, salah
satunya merupakan return on assets. Return on Assets( ROA) ialah sesuatu
penanda yang mencerminkan gimana performance finansial industri, dimana
perbandingan ini bermanfaat guna memperhitungkan mengenai keahlian
peninggalan industri dalam menciptakan keuntungan yang tidak terikat dengan
pemberian anggaran pada sesuatu industri, terus menjadi besar ekskalasi
5
prosentase angka ROA yang bisa diperoleh oleh industri hingga terus menjadi
bagus performance industri dengan memakai aset dalam menciptakan keuntungan
bersih serta industri itu sanggup mengatur assetnya jadi lebih berdaya guna serta
lebih bagus. Tingkatan profitabilitas industri mempunyai akibat minus dengan
bayaran pajak efisien sebab terus menjadi berdaya guna industri, hingga industri
hendak melunasi pajak dengan lebih sedikit alhasil bayaran pajak efisien industri
itu jadi lebih kecil (Maharani dan Suardana, 2014).
Menurut Asnawati (2016) yang mengatakan jika Profitabilitas
bepengaruh buruk kepada penghindaran pajak, namun riset Muttaqin (2016)
mengutarakan profitabilitas tidak mempengaruhi kepada penghindaran pajak.
Sebab masih banyaknya perbedaan penelitian, maka variable profitabilitas diteliti
kembali pada penelitian ini. Dendawijaya (2003:120) melaporkan jika
profitabilitas mengilustrasikan keahlian manajemen buat mendapatkan profit
(keuntungan). Terus menjadi besar angka profitabilitas, maka semakin besar
profit industri alhasil terus menjadi bagus manajemen aktiva industri. Pada saat
keuntungan yang didapat membengkak, hingga jumlah bobot pajak pemasukan
hendak bertambah serupa dengan kenaikan keuntungan industri alhasil industri
kemungkinan melaksanakan tax avoidance untuk menghindari jumlah beban
pajaknya. Hal ini dikarenakan industri dengan keuntungan yang besar hendak
lebih lapang guna menggunakan antara (loopholes) kepada manajemen bobot
pajaknya (Ida Ayu, dkk, 2016).
Bagi Bastidas (2017) leverage ialah rasio yang membuktikan besarnya
hutang yang dipunyai industri guna mendanai kegiatan operasinya. Nursari,
dkk( 2016) mengatakan jika bila bobot pajak industri jadi lebih kecil, hingga kian
besar rasio leverage sesuatu industri hingga terus menjadi besar pula upaya
industri melaksanakan tax avoidance. Menurut Asnawati (2016) yang
memgutarakan jika leverage bepengaruh buruk kepada penghindaran pajak,
namun penelitian Oktavia (2021) mengutarakan leverage tidak berdampak pada
penghindaran pajak. Sebab masih banyaknya perbedaan penelitian, maka variable
leverage diteliti kembali pada penelitian ini. Nursari, dkk (2017) melaporkan jika
industri dengan jumlah pinjaman lebih banyak mempunyai bayaran pajak yang
6
efisien bagus, perihal ini berarti jika dengan jumlah pinjaman yang banyak,
kecenderungan industri guna melaksanakan tax avoidance hendak lebih kecil.
Aspek lain yang pengaruhi penghindaran pajak ialah kepemilikan
institusional. Bagi Robertus serta Gunawan (2016), kepemilikan institusional
merupakan sesuatu institusi yang mempunyai kebutuhan besar kepada pemodalan
yang dikerjakannya (tercantum pemodalan saham pada sesuatu industri).
Terdapatnya kepemilikan institusional dalam sesuatu industri hendak
menimbulkan institusi pemegang saham industri guna memantau kemampuan
manajemennya, tercantum penangkisan pajak. Semakin besar kepemilikan badan
hingga terus menjadi besar bobot pajak yang wajib dibayar industri guna
mendesak industri melaksanakan aksi perancangan pajak ialah penghindaran
pajak. Menurut Asnawati (2016) yang melaporkan jika kepunyaan institutional
tidak berdampak kepada penghindaran pajak, namun penelitian Irsan (2020) )
menyatakan kepemilikan institutional berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
Karena masih banyaknya ketidaksamaan penelitian, maka variable profitabilitas
diteliti kembali pada penelitian ini.
Dimensi industri ialah sesuatu rasio dimana bisa diklasifikasikan besar
ataupun kecil industri, salah satunya bersumber pada keseluruhan asset. Terus
menjadi besar keseluruhan peninggalan menandakan terus menjadi besar pula
dimensi industri, serta bisnis juga terus menjadi komplek. Perihal itu berkaitan
dengan prinsip akuntansi positif yang salah satunya ada anggapan bayaran politik.
Bagi muttaqin (2016) yang menyatakan jika dimensi perusahan bepengaruh
kepada penghindaran pajak, tetapi riset Asnawati( 2016) serta Oktavia dkk (2021)
menyatakan dimensi industri tidak mempengaruhi kepada penghindaran pajak.
Sebab adanya perbandingan riset, maka variable ukuran perusahaan diteliti
kembali pada penelitian ini.
Penelitian tersebut ialah replikasi dari penelitian Asnawati (2016) yang
berjudul Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Kepemilikan Institusional dan
Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance (Studi pada Perusahaan Food and
Beverage yang Terdaftar di BEI Periode 2015- 2018). Perbandingan penelitian ini
dengan penelitian Asnawati (2016) ialah peneliti mengganti durasi penelitian.
7
Dari pemaparan diatas, maka peneliti mengambil judul dari penelitian ini
yaitu ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS, LEVERAGE,
KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DAN UKURAN PERUSAHAAN
TERHADAP TAX AVOIDANCE (Perusahaan Manufaktur Sub Sektor
Makanan dan Minuman yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun
2018-2020)
II. Rumusan Masalah
Bersumber pada uraian kerangka balik masalah diatas, hingga
kesimpulan permasalahan yang hendak diulas dalam penelitian ini sebagai
berikut :
1. Apakah terdapat dampak profitabilitas pada tax avoidance?
2. Apakah ada dampak ukuran perusahaan pada tax avoidance?
3. Apakah ada dampak leverage pada tax avoidance?
4. Apakah ada dampak intensitas modal pada tax avoidance?
5. Apakah tedapat dampak Dewan komisaris independen pada tax
avoidance?
III. Tujuan Penelitian
Bersumber latar belakang persoalan tersebut, sehingga sasaran penelitian yang
hendak digapai dala penelitian antara lain :
1. Guna menguji dampak profitabilitas terhadap tax avoidance
2. Guna mencoba dampak dimensi industri pada tax avoidance
3. Guna mencoba dampak leverage pada tax avoidance
4. Guna mencoba dampak intensitas modal pada tax avoidance
5. Untuk mencoba dampak Dewan komisaris independen pada tax avoidance
IV. Manfaat Penelitian
Bersumber tujuan penelitian yang telah disebutkan, alhasil guna dari penelitian
tersebut adalah selaku selanjutnya:
1. Bagi Peneliti
Hasil dari penelitian ini diinginkan bisa membuka pengetahuan serta
pemahaman serta cerminan tentang bagaimana permasalahan tentang
penghindaran pajak, dan bagaimana hasil penelitian ini bisa jadi materi
8
V. TINJAUAN PUSTAKA
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan bahwa pajak
merupakan konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh wajib pajak orang
pribadi ataupun wajib pajak badan yang bersifat memaksa berdasarkan ketentuan
Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung yang
digunakan untuk kepetingan suatu negara bagi kemakmuran rakyat”.
Sebagian industri memakai penghindaran pajak untuk meminimalkan bobot
pajak. Bagi Sari (2013), penghindaran pajak ialah:“ Untuk Harus Pajak, usaha
penghindaran pajak ialah legal serta nyaman sebab tidak melanggar peraturan
perpajakan, serta metode serta prosedur yang dipakai kerapkali menggunakan
kelemahan (gray zona) yang terdapat di peraturan perundang-undangan
perpajakan guna kurangi besarnya pajak, serta pajak terutang."
Mengenang bernilainya kedudukan warga dalam melunasi pajak selaku
pemasukan nasional serta mengatur finansial negeri, selaku masyarakat negeri
wajib penuhi peranan nasionalnya. Bagi Waluyo (2017), resistensi pajak bisa
dibedakan jadi resistensi membisu serta resistensi aktif.
1) Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif berbentuk halangan pemungutan pajak yang berlangsung
sebab kondisi pada harus pajak bukan dari harus pajak itu sendiri, semacam
bentuk ekonomi.
2) Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif dengan cara riil nampak pada seluruh usaha serta aksi yang
dengan cara langsung tertuju pada penguasa yang bermaksud untuk menjauhi
pajak. Terdapat 3 wujud perlawanan aktif, ialah tax avoidance (penerapan
penghindaran pajak), tax evasion (pengelakan pajak), serta pemberian pajak
(Sari, 2013).
Bagi Sari (2013), aplikasi penghindaran pajak bisa dicoba dengan 3 metode,
ialah selaku selanjutnya:
1) Menahan diri
Yang disebut menahan diri ialah wajib Pajak menjauhi suatu yang
dapat dikenakan pajak.
2) Pindah Lokasi
10
Ridho (2016) beranggapan jika salah satu pemicu penurunan bobot pajak
perusahaan ialah para pemegang saham perusahaan. Para pemegang saham pasti
berambisi investasinya di perusahaan hendak melipatgandakan return.
Pengembalian ini bisa diperoleh dengan tingkatkan profit perusahaan. McGuire
dkk. angkatan laut (AL).,( 2011) membenarkan jika utilitas dari penghindaran
pajak ialah untuk tingkatkan penghematan pajak, yang bisa kurangi pajak serta
tingkatkan arus kas.
Penguasa lewat Departemen Perpajakan (DJP) tetap berupaya
memutakhirkan peraturan perpajakan untuk tingkatkan pendapatan pajak. Namun
di bagian lain, industri senantiasa berupaya guna menghemat pajak lewat
bermacam strategi ataupun tahap guna meminimalkan pajak yang dipungut.
Strategi yang ditempuh antara lain: Tahap awal ialah tax avidance, ialah metode
untuk kurangi pinjaman pajak sah (legal) dengan menjajaki ketentuan yang
terdapat. Tahap kedua ialah penangkisan pajak, ialah metode untuk kurangi
pinjaman pajak bawah tangan (ilegal) dengan melanggar peraturan perpajakan.
(Suandy, 2016)
Penghindaran pajak ialah proyek“ perpajakan” yang sedang dalam kerangka
peraturan perpajakan (sah). Penghindaran pajak berlangsung dalam determinasi
hukum ataupun determinasi UU yang ialah jiwa hukum, ataupun bisa pula
berlangsung dalam determinasi UU, namun berlawanan dengan jiwa hukum. Bagi
Panitia Hal Finansial dari Organization for Economic Coorperation and
Development (OECD), penghindaran pajak mempunyai 3 karakter selanjutnya:
1. Mempunyai materi buatan
2. Menggunakan antara UU ataupun peraturan hukum yang legal untuk
bermacam tujuan
3. Kerahasiaan.
11
Rasio profitabilitas diucap pula rasio profitabilitas. Dari penafsiran itu bisa
disimpulkan jika tujuan profitabilitas ialah untuk mengukur keahlian industri
dalam menciptakan keuntungan dalam waktu durasi khusus, tetapi profitabilitas
mempunyai tujuan lain, ialah untuk mengenali tingkatan daya guna manajemen
industri dalam cara penerapannya operasi. (Hery, 2015).
Menurut (Hery, 2 0 1 5 ) ada sebagian tujuan serta utilitas rasio
profitabilitas dengan cara totalitas, ialah:
a) Guna mengukur keahlian sebuah industri menciptakan keuntungan
pada rentang waktu khusus,
b) Guna menyamakan posisi keuntungan tahun saat ini dengan posisi
keuntungan industri tahun lalu,
c) Guna memperhitungkan pertumbuhan keuntungan dari satu rentang
waktu ke rentang waktu selanjutnya,
d) Guna mengenali banyak total keuntungan bersih yang hendak
diperoleh dari tiap rupiah anggaran yang dipunyai pada keseluruhan
akativa,
e) Guna mengenali banyak total keuntungan bersih yang hendak
diperoleh dari tiap rupiah anggaran yang dipunyai dalam
keseluruhan ekuitas,
f) Guna mengenali persentase keuntungan kotor yang didapat dari
pemasaran bersih industri,
g) Guna mengenali persentase keuntungan operasional yang didapat
dari pemasaran bersih,
h) Guna mengenali persentase keuntungan bersih yang didapat dari
pemasaran bersih.
Pada penelitian ini, ROA (return on assets) dipakai untuk
mengukur profitabilitas industri. ROA membuktikan keahlian serta
daya guna industri dalam mengatur aset dari modal sendiri serta modal
pinjaman, serta penanam modal hendak memandang kemampuan serta
daya guna industri dalam mengatur asetnya( Ridho, 2016). Semakin
besar ROA industri, semakin besar profitabilitas industri.
13
5.1.4 Leverage
Leverage dipakai untuk mengukur keahlian industri dalam melunasi
seluruh hutang waktu pendek serta waktu panjangnya pada disaat industri
dibubarkan (pembubaran). Bagi (Fahmi,2014) yang diartikan dengan
leverage ialah rasio yang dipakai untuk mengukur hutang industri.
Sedangkan dengan cara garis besar (Kasmir, 2019), rasio leverage ataupun
rasio solvabilitas ialah rasio yang dipakai guna mempertimbangkan
banyaknya pinjaman yang dijamin industri dibanding asetnya.
Bagi (Harahap, 2015) bisa dimengerti jika leverage ialah rasio yang
membuktikan ikatan antara hutang sesuatu industri dengan modal. Rasio ini
bisa membuktikan sepanjang mana industri memakai hutang ataupun pihak
luar untuk mendanai, serta modal dipakai untuk mendeskripsikan keahlian
industri. Bersumber pada statment di atas, bisa disimpulkan jika pemakaian
leverage industri tidak cuma bisa mendanai aset, modal serta menanggung
bobot, namun pula tingkatkan pemasukan.
5.1.5 Kepemilikan Institusional
DER
ROA
Tax Avoidance
Kepemilikan
Institusional
Ukuran
perusahaan
Gambar 2.1
Model Kerangka Konseptual
mau menjauhi pajak hingga wajib lebih berdaya guna dalam pembebanan
alhasil tidak butuh melunasi pajak dalam jumlah yang besar.