Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Lombok (36): Lingsar, Pura, Puri,

Kolam Ikan Ratusan Tahun; Kepercayaan


(Islam) Waktoe Teloe di Lombok Utara
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Lingsar, nama yang unik, yang mungkin hanya ada di pulau Lombok. Yang mirip dengannya
adalah nama Langsar di Atjeh [kini, Langsa]. Tempo doeloe, di (kampong) Lingsar juga ada
yang unik. Penduduknya terdiri dari tiga kelompok yang memiliki kepercayaan yang berbeda:
penduduk Bali beragama Hindu dan penduduk Sasak yang  beragama Islam waktoe lima dan
yang memiliki kepercayaan (Islam) waktoe teloe. Hal yang unik lainnya pura di Lingsar
sama-sama digunakan oleh penduduk Bali beragama Hindu dan penduduk Sasak
berkepercayaan (Islam) waktoe teloe. Mengapa?

Kolam besar Lingsar (1894)

Tempo doeloe juga di Lingsar terdapat puri. Puri ini adalah tempat peristirahatan dari
(pangeran) kerajaan Bali Selaparang. Kampong Lingsar tidak jauh dari Narmada (puri
yang lain dari kerajaan Bali Selaparang). Selain pura dan puri, di Lingsar juga
terdapat kolam besar yang panjangnya 150 meter dan lebarnya 25 meter. Satu yang
unik lagi, di Lingsar terdapat ikan yang berumur ratusan tahun. Di kolam ikan ini
banyak ditemukan koin yang dikorbankan oleh para pengunjung untuk menarik
perhatian tiga ikan (semacam belut) tersebut keluar dari liangnya. Para penjaga
memberi makan ikan tersebut dengan telur rebus.

Sejarah Lingsar tentu sangat menarik, tetapi bagaimana terbentuk sejarah Lingsar kurang
terinformasikan. Lingsar hanya dilihat dari sudut masa kini yakni pura dan taman Lingsar dan
kolam ikan berumur ratusan tahun serta adanya agama dan kepercayaan yang berbeda. Nah,
untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Peta 1894

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung
(pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis)
dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber
baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kampong Lingsar dan Puri

Pertanyaan pertama tentang Lingsar adalah sudah seberapa lama keberadaan (kampong)
Lingsar? Pertanyaan ini menjadi penting karena semua hal yang ada di Lingsar—seperti
adanya pura, puri, agama dan kepercayaan, kelompok penduduk Bali dan Sasak serta ikan
yang disebut berusia ratusan tahun—terkait dengan waktu. Satu keterangan yang penting
yang sudah diketahui adalah puri Lingsar dibangun pada tahun 1889 (lihat Java-bode :
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-08-1894).

Pasukan-militer Hindia Belanda di kolam Lingsar (1894)

Disebutkan puri lingsar yang memiliki kolam besar 150x25 meter dibangun lima
tahun lalu pada tahun 1889. Puri ini adalah tempat peristirahatan pangeran Anak
Agoeng Made (kerajaan Bali Selaparang) yang mana pembangunan tempat
kesenangan ini adalah salah satu sebab begitu banyaknya penderitaan dan keluhan
terhadap pemerintah kerajaan Lombok (Bali Selaparang), karena Anak Agoeng Made
telah mempekerjakan orang-orang Sasak untuk melayani raja. akibatnya banyak yang
tewas pada kerja keras itu. Keterangan ini dikirimkan oleh seorang petugas yang ikut
dalam ekspedisi militer Hindia Belanda ke Lombok yang dimulai pada tanggal 11 Juli
1894 yang dimuat surat kabar Java Bode pada edisi 15 Agustus 1894. Dalam hal ini
pasukan Hindia Belanda yang berada di Lingsar (awalnya dari arah Laboehan Hadji)
dan telah menguasai puri dalam rangka menjepit pasukan Bali Selaparang yang
konsentrasi di Tjakranegara setelah Mataram dibombardir.

Puri dan kolam besar Lingsar masih belum lama usianya ketika militer Pemerintah Hindia
Belanda kali pertama memasuki pedalaman Lombok bulan Juli 1894. Keberadaan puri
Lingsar sudah diketahui sebelum ekspedisi militer dimulai (lihat Makassaarsch handelsblad,
21-06-1894). Disebutkan bawah Mataram adalah markas pemerintah (kerajaan Bali
Selaparang) Lombok namun para pangeran lebih suka berdiam berlama-lama di salah satu
dari tujuh tempat peristirahatan di dekatnya yakni Narmada, Lingsar, Goenoeng Sari,
Bogarati, Andana, Pringgarata dan Tjakranegara. Tempat-tempat peristirahatan ini masing-
masing memiliki puri.

Tempat peristirahatan yang paling tua dibangun adalah Goenoeng Sari. Dalam
laporan  Heinrich Zollinger pada tahun 1847 tempat ini sudah disebutkan sebagai
tempat peristirahatan radja dengan nama Goenoeng Rata, suatu taman yang cukup
besar dimana terdapat puri  kecil, kamp rusa, kebun indah dengan pohon buah-buahan
yang ditanam di perbukitan. Tempat peristirahatan yang kedua dibangun berada di
Tjakranegara, di suatu tempat eks kerajaan Karangasem yang ditaklukkan dan
dihancurkan pangeran Mataram pada tahun 1838. Setelah adanya tempat
peristirahatan Tjakranegara ini, nama Karangasem menghilang dan muncul nama
Tjakranegara. Pembangunan tempat peristirahatan Tjakranegara dilakukan setelah
kunjungan Zollonger tahun 1847. Dalam hal ini tempat peristirahatan Lingsar adalah
termuda (1889) dan Goenoeng Sari adalah tertua, Lima tempat peristirahatan yang
lain (Tjakranegara, Narmada, Bogarati, Andana dan Pringgarata) dibangun antara
tahun 1847 dan 1889. Dalam Perang Lombok 1894 tempat peristirahatan
Tjakranegara telah hancur dan puri Tjakranegara terbakar, sementara pasca perang ini
tempat peristirahatan Goenoeng Sari telah diakuisi oleh penduduk Sasak, sedangkan
puri Narmada diakuisi oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dalam berita lain disebutkan,
sebagaimana puri Lingsar, puri Narmada juga dibangun oleh keringat penduduk
Sasak. Boleh jadi karena alasan ini puri Narmada diakuisisi (pampasan perang)
Pemerintah Hindia Belanda (karena memang puri dan taman yang paling indah).

Dalam Perang Lombok yang dimulai pada Juli 1894, militer telah menduduki tempat
peristirahatan Lingsar dan Narmada yang lalu kemudian puri Lingsar dan puri Narmada
dijadikan sebagai markas militer. Sementara itu dua puri yang terdapat di kota Mataram
(tempat kediaman radja dan pangeran mahkota) sudah hancur dan terbakar pada saat
permulaan perang yang dibombardir dari kapal yang berlabuh di Ampenan dengan
menggunakan jenis peluru lontar 17 cm (mortir). Setelah hancurnya Mataram, radja, para
pangeran dan pasukan Bali Selaparang mengumpul di puri Tjakranegara dan lalu mengangkat
bendera putih. Antara pimpinan militer Hindia Belanda dan para pemimpin kerajaan Bali
Selaparang mulai berunding  (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 15-08-1894). Namun situasi segera berubah pasukan Bali Selaparang
menyerang tiba-tiba pasukan militer Hindia Belanda dalam situasi persiapan perdamaian.

Dalam perundingan yang dijadwalkan yang dikawal militer akan mempertemukan


tiga pihak: perwakilan Pemerintah Hindia Belanda, kerajaan Bali Selaparang dan para
pemimpin Sasak. Oleh karena situasi dan kondusi mulai kondusif, sebagai pasukan
dalam ekspedisi militer telah dipulangkan ke Jawa. Awalnya para pemimpin Sasak
enggan datang untuk duduk bersama dengan para pangeran Bali Selaparang, namun
setelah dibujuk dan dijelaskan tujuan dan agenda perundingan, para pemimpin Sasak
datang sebanyak empat orang. Beberapa poin yang penting dalam perundingan ini
antara lain Pemerintah Hindia Belanda akan membentuk cabang pemerintah di
Lombok, poin berikutnya adalah hak dan kewajiban penduduk Bali dan penduduk
Sasak sama (sederajat) dan poin lain ruang lingkup pemimpin Bali dan pemimpin
Sasak dipisahkan termasuk soal peradilan (rechten). Poin-poin ini relevan bagi
pemimpin dan penduduk Sasak, tetapi tidak masuk akan bagi radja dan para pangeran
Bali Selaparang. Boleh jadi dalam hal ini para pangeran berpikir bahwa sesuatu yang
telah dimiliki sejak lampau termasuk kemakmuran (pajak), kesenangan (puri dan para
pekerja Sasak yang gratis) akan segera hilang untuk selamanya. Para pemimpin Bali
dan penduduk Bali dalam posisi tidak diuntungkan. Lalu amarah yang muncul dan
kemudian pasukan Bali Selaparang menyerang pasukan-militer Hindia Belanda. Oleh
karena tidak diduga banyak yang tewas termasuk Generaal Majoor.

Laporan tentang penyerangan pasukan Bali Selaparang dan tewasnya seorang jenderal di
suatu area antara Mataram dan Tjakranegara menjadi viral di surat-surat kabar yang terbit di
Hindia Belanda dan di Eropa (Belanda). Radja yang sudah menua tidak banyak tahu apa yang
terjadi, para pangeran (yang selama ini memiliki kesenangan seperti puri, taman dan kolom)
ngamuk dan kalap, tidak lagi memperhitungkan kekuatan (lawan) Pemerintah Hindia
Belanda. Sehubungan  dengan tragedi di Lombok ini, pasukan militer dikirim lagi ke Lombok
untuk manaklukkan pasukan yang dipimpin para pangeran Bali Selaparang. Jalan damai
tampaknya tertutup. Para militer Hindia Belanda sudah mulai dendam, sementara para
pangeran Bali Selaparang tidak ada hari esok (semuanya akan hilang). Dalam posisi
psikologis inilah kedua belah pihak berperang, dan tentu saja kekuatan pasukan Bali
Selaparang ada batasnya, sementara kekuaran militer Hindia Belanda tidak ada batasnya,
yang mana pasukan Bali Selaparang terjepit di puri Tjakranegara dimana pasukan militer
Belanda sudah mengepung dari Mataram, Lingsar, Narmada, Pagoetan dan Pegasangan serta
dari Praja dan Kediri. Singkat kata: puri Tjakranegara hancur total. Kolam yang luas dimana
terdapat bangunan besar di tengah kolam (pulau) Majoera di Tjakranegara dijadikan markas
militer. Pangeran Made tewas dalam perang. Radja Bali Selaparang yang sudah uzur
dilarikan, namun berhasil diamankan. Kerajaan Bali Selaparang tamat, tetapi eks tempat
peristirahatan radja dan pangeran masih tetap eksis.

Dalam perang ini, dari tujuh tempat peristirahatan radja dan pangeran kerajaan Bali
Selaparang, secara teknis hanya satu buah yang rusak total yakni Tjakranegara.
Seperti disebutkan di atas Goenoeng Sari telah diamankan oleh penduduk Sasak
sebagai wujud kemenangan, sementara Narmada dan Lingsar serta situs-situs tertentu
seperti Mataram diakuisisi Pemerintah Hindia Belanda sebagai pampasan perang
(semacam biaya pengganti atas anggaran pemerintah yang dikeluarkan dalam
mengerahkan ekspedisi militer ke Lombok). Dalam perkembangannya puri Narmada
dijadikan Pemerintah Hindia Belanda sebagai pesanggrahan.

Eks tempat peristirahatan pangeran Bali Selaparang, Anak Agoeng Made dibiarkan apa
adanya karena beberapa situs yang terdapat di Lingsar digunakan oleh penduduk, seperti pura
dan kolam ikan ratusan tahun.

Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-08-1894:


Surat dari Lombok. Mataram 8 Agustus 1894. Kemarin pada 7 Agustus di pagi hari
jam 5 pagi, batalyon ke-9 Ampenan dan bagian artileri lapangan Mataram melakukan
pawai militer di timur Tjakranegara menuju Lingsar dan Narmada (Ajer Mada) dua
tempat peristirahatan sang pangeran. Setelah berbaris 600 meter ke arah utara dari
Tjakranegara melalui jalan selebar 15 hingga 20 meter yang mendaki sebuah jalan
samping diambil yang mengarah ke timur. Jalan ini kurang bagus, saluran dalam telah
terbentuk di berbagai tempat di sepanjang jalan sebagai akibat dari air hujan yang
mengalir ke bawah. Untuk melewatinya beberapa sungai tidak dijembatani sama
sekali. Jalan mengarah melalui kampung-kampung berpenduduk padat dan melalui
sawah yang tak ada habisnya. Lingkungan dan pemandangan pegunungan sangat
bersih; semuanya menjadi saksi pertumbuhan tanaman yang bagus sebagai hasil dari
tanah yang subur. Semakin dekat ke Lingsar, jalan menjadi lebih baik dan dirawat
dengan baik dan ditanami pohon buah-buahan di kedua sisi. Setengah jam sebelum
Lingsar, ditemukan jalan indah ke kebun apel Cina lalu jalan ke kebun koesambi, lalu
jalan ke kebun mangga dan nangkas..,Di Lingsar melalui gerbang batu bata, kami
melewati jalan setapak sepanjang 50 meter di halaman depan seluas 50 meter persegi
dan melalui gerbang kedua di halaman, dimana berbagai bangunan kenikmatan birahi
berada. Di sisi timur adalah roemah dewa, dibangun kuil Hindu, di sisi barat
kediaman [Anak Agoeng] Made yang disebut lodjie yang terdiri dari serangkaian
bangunan persegi beratap dan tempat tinggal para wanita, sebuah labirin sejati.
Melanjutkan melalui halaman, seseorang menuruni tangga bata ke kolam yang indah
dengan panjang 150 meter an lebar 25 meter. Kolam besar ini dibentengi oleh
beberapa tembok tanah. Di seberang danau orang melihat sebuah taman besar dengan
pohon-pohon buah terbaik. Lingsar adalah lingkungan yang indah dan bersih dan
orang dapat melihat segala sesuatu yang dibuat untuk Made dengan mendatangkan
orang untuk melakukan pekerjaan’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Islam Waktoe Teloe dan Waktoe Lima di Lombok

Soal agama di pulau Lombok secara panjang lembar telah dideskripsikan oleh Heinrich
Zollinger pada tahun 1847 (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1847). Namun
deskripsinya lebih lengkap agama Hindoe Bali daripada agama Islam Sasak. Menurut
Heinrich Zollinger, orang-orang Sasak bukanlah orang-orang Mohamedan yang taat dan
dalam hal apa pun kurang fanatik daripada tetangga mereka di pulau Soembawa. Ini mungkin
karena Mohamedanisme tidak berakar, lebih-lebih hanya dalam, jumlah kecil imam terutama
yang bergelar haji yang ada di pulau itu.

Dalam kenyataan Mohamedanisme kurang berkembang di Lombok, sebaliknya


agama Bali membuat kekecualian karena dua alasan. Seorang Sasak yang menjadi
Hindu menikmati hak istimewa yang sama seperti orang-orang Bali. Barang-barang
miliknya menjadi bebas pajak, dll. Selanjutnya, semua gadis Sassak, yang dirampok
dan dibayar oleh orang-orang Bali, menjadi orang Bali, termasuk anak-anak mereka.
Seringkali ini memiliki konsekuensi bahwa seluruh keluarga memiliki pengakuan
agama orang Bali dan karena itu lambat laun orang-orang itu percaya sepanjang
waktu. Sebaliknya, dari tuan King saya mendapat keterangan bahwa tidak pernah
terjadi sepengetahuannya seorang Bali telah menjadi Mohamedan. Orang-orang Sasak
sendiri tidak lagi tahu kapan dan bagaimana nenek moyang mereka menjadi
Mahomedan. Sepertinya bagi saya bahwa Mahomedan pertama datang ke Lombok
dari Soembawa dan secara bertahap mengubah orang-orang dari pulau-pulau atau
orang-orang Bugis yang datang dari Celebes sebagai pedagang yang melakukan itu.
Bagaimanapun mereka yang masuk agama Mohamedan ini tampaknya telah
dilakukan dengan cara damai dan bukan oleh senjata.
Para penguasa Lombok (kerajaan Bali Selaparang) tampaknya oke-oke saja apa yang ada
tentang agama yang dianut penduduk Sasak dan tidak mengganggunya. Namun menjadi lain,
ketika seorang haji asal Dompoe yang beberapa waktu sebelumnya yang pulang dari Mekah
memilih menetap di Lombok namanya Hadji Abdoel Gani untuk berdakwah di antara
penduduk kepercayaan Bodha (Islam Waktoe Teloe), Para pangeran terganggu. Lalu
kemudian pendakwah tersebut diusir oleh para pangeran dari Lombok (lihat Nederlandsch
Indie, 26-08-1859). Disebutkan Hadji Abdoel Gani yang telah memiliki sejumlah pengikut
mengungsi ke Soembawa, dimana guru haji terus meneruskan dakwahnya. Haji Abdoel Gani
di Soembawa sangat dihormati.

Meski Hadji Abdoel Gani telah relokasi ke Soembawa, para pangeran Selaparang
tetap keberatann dan keluhan mereka itu telah disampaikan kepada Pemerintah Hindia
Belanda. Para pangeran beralasan karena sultan kekaisaran Soembawa membiarkan
Hadji Abdoel Gani menghasut untuk berperang melawan Bali Selaparang. Kebenaran
klaim ini tidak dikonfirmasi meskipun atas perintah Gubernur Jenderal. Namun
demikian, atas inisiatif sendiri pejabat yang bertanggungjawab di Bonthain en
Boelekomba pergi menyelidikinya atas persetujuan dari Gubernur Celebes. Pejabat
tersebut juga mengetahui bahwa Hadji Abdoel Gani juga berdakwah di Bima. Seperti
di Soembawa sang pandakwah juga sangat dihormati di Bima.

Berdasarkan keterangan tersebut, Hadji Abdoel Gani besar dugaan adalah ulama besar.
Seorang ulama yang berpengalaman di Mekkah dan Malaka yang sangat dihortmati di pulau
Lombok dan pulau Soembawa. Namun perkembangan agama Islam di Lombok terhalangi.
Tampaknya para pangeran Bali Selaparang sangat khawatir jika ada ulama yang masuk ke
Lombok akan menjadi ancaman bagi mereka. Para pangeran hanya ingin status quo seperti
yang digambarkan oleh Heinrich Zollinger.

Anda mungkin juga menyukai