Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya, seperti yang berkaitan
dengan konteks amal ibadah pokok seperti shalat, selain itu islam juga mengatur hubungan
sosial kemasyarakatan maupun dalam hal pendistribusian kesejahteraan (kekayaan) dengan
cara menafkahkan harta yang dimiliki demi kesejahteraan umum seperti adanya perintah
zakat, infaq, shadaqah, qurban, hibah dan wakaf.
Di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah umat Islam yang beberapa
diantaranya telah mengenal wakaf dengan baik . Potensi wakaf sebagai salah satu sumber
dana publik mendapat perhatian cukup dari masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan
banyaknya bermunculan lembaga-lembaga amal yang salah satu peranannya adalah
mengelola dana umat, dalam hal ini termasuk wakaf. Dengan adanya pengelolaan wakaf
dari lembaga lembaga amal diharapkan wakaf dapat memajukan kesejahteraan umum.Pada
umumnya wakaf diartikan dengan memberikan harta secara sukarela  untuk digunakan bagi
kepentingan umum dan memberikan manfaat bagi orang banyak seperti untuk masjid,
mushola, sekolah, dan lain-lain. Dengan seiring berjalannya waktu wakaf nantinya tidak
hanya menyediakan sarana ibadah dan sosial tetapi juga memiliki kekuatan ekonomiyang
berpotensi antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu
dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.
Saat ini definisi wakaf lebih mudah dipahami, yaitu wakaf diartikan sebagai perbuatan
hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Lalu
pengertian harta benda wakaf sendiri juga mengalami perubahanmaksud yang lebih mudah,
yaitubahwa  harta benda wakaf ialah harta benda yang diwakafkan oleh wakif, yang
memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi
menurut syariah. Harta benda wakaf tersebut dapat berupa  harta benda tidak bergerak
maupun yang  bergerak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Wakaf
Esensi wakaf pada dasarnya telah dilakukan oleh umat- umat terdahulu, termasuk
dikalangan non muslim. Hanya saja apa yang dilakukan oleh umat terdahulu tersebut bukan
untuk mendapat keridaan Allah melainkan persembahan untuk kepercayaan mereka.
Kondisi ini menjadi penyebab ulama besar seperti Imam Syafi’I menyatakan bahwa tidak
ada wakaf sebelum umat islam. Sejarah wakaf dibagi dalam dua kelompok yaitu : masa
Rasulullah dan para sahabat, dan masa dinasti-dinasti Islam.
1)      Masa Rasulullah dan para Sahabat.
Para ahli fikih berbeda pendapat tentang siapa yang melakukan wakaf pertama kali,
sebagian mengatakan bahwa wakaf dilakukan oleh Rasulullah atas pembangunan masjid,
dan sebagian lagi mengatakan dilakukan oleh sahabat Umar atas tanahnya di Khaibar.
Rasulullah pernah mewakafkan tujuh kebun kurma di Madinah, selanjutnya disusul oleh
para sahabat lainnya, seperti : Abu Thalhah yang mewakafkan kebunnya, Abu Bakar yang
mewakafkan sebidang tanahnya di Mekah, Utsman bin Affan menyedekahkan hartanya di
Khaibar, Ali Bin Abi Thalib mewakafkan tanahnya yang subur, Muadz bin Jabal
mewakafkan rumahnya. Kemudian pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas bin Malik,
Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwan dan ‘Aisyah istri Rasulullah SAW.
2)      Masa dinasti-dinasti Islam.
Pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah, pelaksanaan wakaf menjadi lebih luas
lagi, yaitu untuk turut membangun solidaritas umat dan ekonomi masyarakat.Pada dinasti
Abbasiyah, pengelolaan wakaf baik secara administrasi dan independen dilakukan oleh
lembaga disebut dengan”shadr al-wuquf”.Pada masa Ayyubiyah, terjadi lompatan besar
dalam berwakaf. Dinasti utsmani, yang menguasai sebagian besar wilayah Negara Arab,
menerapkan syariah islam dengan lebih mudah termasuk mengatur tentang wakaf yang
mulai diberlakukan pada tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H (1859 M). Selanjutnya
tahun 1287 H (1866 M) dikeluarkan Undang-undang yang menjelaskan tentang kedudukan
dan tanah-tanah kekuasaan Turki Utsman dan tanah produktif yang berstatus wakaf.Dari
implementasi undang-undang tersebut di Negara-negara Arab masih banyak tanah yang
berstatus wakaf dan dipraktikan sampai sekarang.
B.     Pengertian Wakaf
Kata wakaf berasal dari bahasa arab “waqafa” berarti menahan atau berhenti atau
diam di tempat atau tetap berdiri. Secara syariah, wakaf berarti menahan harta dan
memberikan manfaatnya di jalan Allah. Perbedaan pandangan tentang terminology wakaf
adalah sebagai berikut :
1)      Mazhab Hanafi
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif/pewakaf dan
mempergunakan manfaatnya untuk kebijakan.
2)      Mazhab Maliki
Wakaf adalah menahan benda milik pewakaf(dari penggunaan secara kepemilikan termasuk
upah), tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan yaitu pemberian
manfaat benda secara wajar.
3)      Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal
Wakaf adalah menahan harta pewakaf untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang
kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub (mendekatkan
diri) kepada Allah SWT.
C.   Jenis-Jenis Wakaf
1.    Berdasarkan Peruntukan
1)      Wakaf ahli (Wakaf Dzurri) atau disebut juga wakaf ‘alal aulad, yaitu wakaf yang
dipeuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga, dan
lingkungan kerabat sendiri.
Wakaf ahli (dzurri) ini adalah suatu hal yang baik karena pewakaf akan mendapat dua
kebaikan, yaitu kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga dari silaturrahmi terhadap
keluarga. Akan tetapi, wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, akibat terbatasnya
pihak-pihak yang dapat mengambil manfaat darinya.
2)      Wakaf Khairi (kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama
(keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti wakaf yang diserahkan untuk
keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim
dan lain sebagainya.
Wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli,
karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang dapat mengambil manfaat darinya.Dan jenis
wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara
umum.
2 .  Berdasarkan Jenis Harta
Dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dilihat dari jenis harta yang
diwakafkan, wakaf terdiri atas:
1)      Benda tidak bergerak, yang kemudian dapat dibagi lagi menjadi:
Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
 Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
Tanaman dan benda bagian lain yang berkaitan dengan tanah
Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
 Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah danperaturan perundang-
undangan
2)      Benda bergerak selain uang, terdiri atas :
Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah atau
dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang.
Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang tidak dapat
dihabiskan karena pemakaian.
Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat diwakafkan, kecuali
air dan bahan bakar minyak yang persediaannya berkelanjutan.
Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan (kapal, pesawat terbang, kendaraan
bermotor, mesin, logam dan batu mulia).
Benda bergerak selain uang karena peraturan perundang-undangan yang dapat diwakafkan
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah (surat berharga, hak atas kekayaan
intelektual, hak atas benda bergerak lainnya).
3)      Benda bergerak berupa uang (wakaf tunai, cash waqf) yang merupakan inovasi dalam
keuangan publik Islam (Islamic society finance), karena jarang ditemukan pada fikih klasik.
Berdasarkan beberapa dalil dan pendapat para ulama maka MUI melalui komisi fatwa
mengeluarkan tentang wakaf uang yang intinya berisi sebagai berikut:
Wakaf uang (cash wakaf/waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai;
Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga;
Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh);
Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara
syar’i;
Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan
atau diwariskan.
3.    Berdasarkan Waktu
1)      Muabbad, yaitu wakaf yang diberikan untuk selamanya.
2)      Mu’aqqot, yaitu wakaf yang diberikan dalam jangka waktu tertentu.
4.    Berdasarkan Penggunaan Harta yang Diwakafkan
1)      Mubayir/dzati yaitu harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat dan bisa
digunakan secara langsung seperti madrasah dan rumah sakit.
2)      Istitsmary, yaitu harta wakaf yang ditunjukan untuk penanaman modal dalam
produksi barang-barang dan pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam bentuk apapun
kemudian hasilnya diwakafkan sesuai keinginan pewakaf.
D. Sasaran dan Tujuan Wakaf
Secara umum, Tujuan Wakaf adalah untuk kemaslahatan manusia, dengan
mendekatkan diri kepada Allah, serta memperoleh pahala dari pemanfaatan harta yang
diwakafkan yang akan terus mengalir walaupun pewakaf sudah meninggal dunia. Selain itu
wakaf memiliki fungsi sosial, karena sasaran wakaf bukan sekedar untuk fakir miskin tetapi
juga untuk kepentingan publik dan masyarakat luas.
Wakaf memiliki sasaran khusus, yaitu :
1)      Semangat keagamaan
Sasaran wakaf ini berperan sebagai saran untuk mewujudkan sesuatu yang diniatkan
oleh seorang pewakaf. Dengan wakaf, pewakaf berniat untuk mendapatkan rida Allah dan
kesinambungan pahala yaitu selama harta yang diwakafkan memberi manfaat sekalipun ia
telah meninggal dunia.
2)      Semangat sosial
Sasaran ini diarahkan pada aktivitas kebajikan, didasarkan pada kesadaran manusia
untuk berpartisipasi dalam kegiatan bermasyarakat.Sehingga, wakaf yang dikluarkan
merupakan bukti partisipasi dalam pembangunan masyarakat.
3)      Motivasi keluarga
Motivasi ini ingin menjadikan wakaf sebagai saran untuk mewujudkan rasa tanggung
jawab kepada keluarga, terutama sebagai jaminan hidup di masa depan. Namun wakaf tidak
dapat diperuntukkan untuk diri pewakaf sendiri ataupun pada janin yang masih dalam
kandungan.

4)      Dorongan kondisional
Terjadi jika ada seseorang yang ditinggalkan keluarganya, sehingga tidak ada yang akan
menanggungnya. Atau, seorang perantau yang jauh meninggalkan kluarganya.Dengan
wakaf, pewakaf bisa menyalurkan hartanya untuk menyantuni orang-orang tersebut.
5)      Dorongan naluri
Naluri manusia memang tidak ingin lepas dari kepemilikannya.Setiap orang
cenderung ingin menjaga peninggalan harta orang tua atau kakeknya dari kehancuran atau
kemusnahan. Dengan wakaf, maka dia akan terdorong untuk membatasi pembelanjaan.
Dengan berniat wakaf kepada seseorang atau lembaga tertentu, dia bisa menyalurkan
hartanya dengan baik, tidak kuatir terjadi, pemborosan atau kepunahan kekayaan.

E.   Dasar-Dasar Syariah
Perintah untuk melakukan wakaf serta sumber hukum mengenai wakaf terdapat pada:
Al Qur’an      
Artinya:  kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka
Sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Ali-Imran : 92)
As Sunnah
‫او علم ينتفع‬  ‫ ادا مات ابن ادم انقطع عمله اال من ثلث صدقة جارية‬: ‫ ان رسول هللا صلى عليه و سلم قال‬  ‫عن ابى هريرة‬
) ‫(رواه مسلم‬  ‫به او ولد صالح يدعوله‬
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “Apabila anak
Adam (manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: Shadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”. (HR.
Muslim)
Dari ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi, disimpulkan bahwa Allah dan Nabi
Muhammad SAW menganjurkan manusia utnuk memberikan wakaf untuk kemaslahatan
umat manusia dan pahalanya akan tetap mengalir pada pewakaf, sekalipun ia telah
meninggal dunia, selama harta yang diwakafkan masih memberikan manfaat.

F. Rukun Wakaf
Ada empat rukun wakaf atau unsur-unsur wakaf, yaitu :
1.         Ada orang yang berwakaf (wakif), syaratnya orang yang bebas untuk berbuat
kebaikan, meskipun bukan muslim dan dilakukan dengan kehendak sendiri bukan karena
dipaksa.
2.         Ada benda yang diwakafkan (maukuf), syaratnya pertama, benda itu kekal zatnya
dan dapat diambil manfaatnya (tidak musnah karena diambil manfaatnya). Kedua,
kepunyaan orang yang mewakafkan, meskipun bercampur (musya’) yang tidak dapat
dipisahkan dari orang lain, maka boleh mewakafkan uang yang berupa modal, berupa
saham pada perusahaan. Ketiga, harta wakaf harus segera dapat diterima setelah wakaf
diikrarkan. Bila wakaf itu diperuntukkan untuk membangun tempat-tempat ibadah umum
hendaknya  ada badan yang menerimanya yang disebut nadzir. Dan diperbolehkan bagi
orang yang mengurus zakat (nadzir) untuk mengambil sebagian dari hasil wakaf. Hal ini
berdasarkan hadits Nabi yang artinya: “ Tidak ada halangan bagi orang yang mengurusinya
untuk memakan sebagian dirinya dengan cara yang makruf “.
3.   Tujuan wakaf (maukuf alaihi) disyariatkan tidak bertentangan dengan nilai ibadah.
Menurut Sayid Sabiq, tidak sah wakaf untuk maksiat seperti untuk gereja dan biara, dan
tempat bar.
4.    Pernyataan wakaf (shighat wakaf) baik dalam bentuk lisan, tulisan, maupun isyarat,
bahkan dengan perbuatan. Wakaf dinyatakan sah jika telah ada pernyataan ijab dari wakif
dan kabul dari maukuf alaihi. Shigat dengan isyarat hanya diperuntukan bagi orang yang
tidak dapat lisan dan tulisan.
Sayyid Sabiq, menambahkan bahwa pernyataan wakaf dinyatakan sah melalui dua cara:
1.        Perbuatan yang menunjukkan wakaf seperti seorang membangun masjid dan
dikumandangkan adzan di dalamnya. Hal ini telah menunjukkan wakaf tanpa harus ada
penetapan dari hakim.
2.        Ucapan, baik shahih (jelas), maupun kinayah (tersembunyi). Contoh yang shahih
seorang wakif (orang yang mewakafkan) berkata, “aku wakafkan”, “aku hentikan
pemanfaatannya”, “aku jadikan untuk sabilillah”. Adapun ucapan kinayah seperti, “aku
sedekahkan” akan tetapi niatnya adalah wakafkannya.
G.  Syarat – Syarat Wakaf
Adapun syarat-syarat wakaf adalah sebagai berikut:
1.      Untuk selama-lamanya
Wakaf untuk selama-lamanya merupakan syarat sahnya amalan wakaf, tidak sah bila
dibatasi dengan waktu tertentu. Hal ini disepakati oleh para ulama, kecuali madzhab Maliki.
Hal ini berlaku pula bagi wakaf ahli. Pada wakaf ahli jika pada suatu waktu orang yang
ditetapkan mengambil hasil atau manfaat harta wakaf telah tiada, maka harta wakaf itu
digunakan untuk kepentingan umum.
2.      Tidak boleh dicabut
Bila terjadi suatu wakaf dan wakaf itu telah sah, maka pernyataan wakaf itu tidak boleh
dicabut. Wakaf yang dinyatakan dengan perantara wasiat, maka pelaksanaannya dilakukan
setelah waqif meninggal dunia dan wasiat wakaf itu tidak seorangpun yang boleh
mencabutnya.
3.      Pemilik wakaf tidak boleh dipindah tangankan
Dengan terjadinya wakaf, maka sejak itu harta wakaf itu telah menjadi milik Allah SWT.
pemilikan itu tidak boleh dipindah tangankan kepada siapapun, baik orang, badan hukum
atau negara. Negara ikut mengawasi apakah harta wakaf dapat dimanfaatkan dengan baik
atau tidak dan negara juga berkewajiban melindungi harta wakaf itu.
4.      Setiap wakaf harus sesuai dengan tujuan wakaf pada umumnya
Tidak sah wakaf bila tujuannya tidak sesuai apalagi bertentangan dengan ajaran agama
Islam. Bila waqiif telah selesai mengucapkan ikrar wakafnya, maka pada saat itu wakaf
telah terlaksana. Agar adanya kepastian hukum adalah baik bila wakaf itu dilengkapi
dengan alat-alat bukti, seperti surat-surat dan sebagainya. Pada saat itu pula harta yang
diwakafkan itu telah diserahkan kepada pengelolanya (nazir), dan sejak itu pula pemilik
harta tidak berhak lagi atas harta yang telah diwakafkannya itu.

Hal-hal yang boleh dilakukan pengelola wakaf ( Alkabisi, 2004), yaitu :


1)      Menyewakan harta wakaf
Pengelola wakaf berwenang untuk menyewakan wakaf jika menurutnya akan mendatangkan
keuntungan  dan tidak ada pihak yang melarangnya, sehingga dari penerimaan itu,
pengelola wakaf dapat membiayai hal-halyang ditentuka oleh pewakaf atau untuk
kepentingan wakaf dan penerima wakaf, seperti membangun, mengembangkan, maupun
memperbaiki kerusakannya.
2)      Menanami tanah wakaf
Pengelola boleh memanfaatkan tanah wakaf dengan cara menanaminya dengan aneka jenis
tanaman perkebunan, dengan memperhatikan dampaknya pada tanah wakaf dan
kepentingan para mustahik.
3)      Membangun pemukiman di atas tanah wakaf untuk disewakan
Pengelola wakaf berwenang mendirikan bangunan berupa gedung untuk disewakan, seperti
membangun rumah kediaman, dalam hal ini jika keuntungan yang didapat dari hasil sewa
bangunan lebih besar ketimbang jika digunakan untuk lahan pertanian.
4)      Mengubah kondisi harta wakaf menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi para fakir
miskin dan mustahik
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa dalam pengubahan tersebut dia harus menjaga
dan memperhatikan kondisi harta wakaf dan kebutuhan penerima wakaf, sehingga dapat
dipadukan antara pelaksanaan syarat dari pewakaf dan tujuan dari wakaf.
Mengantisipasi hal ini, Kompilasi Hukum Islam telah memberanikan diri untuk membuka
kemungkinan dialihfungsikannya harta wakaf yang ternyata manfaatnya tidak dapat
dirasakan lagi oleh masyarakat.
Ketentuan tentang kemungkinan pengalihfungsian harta wakaf ini dapat dilihat dalam
pasal 225 Kompilasi Hukum Islam. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa pada dasarnya terhadap
harta yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari
pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. Sedangkan dalam ayat (2) ditegaskan,
penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap hal-
hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat
setempat dengan alasan: a) Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan
oleh wakif, b) Karena kepentingan umum.
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pengelola wakaf ( Alkabisi, 2004) :
1)      Tidak melakukan dominasi atas harta wakaf, karena dua pihak yang bertransaksi tidak
bolehterkumpul pada satu orang ( misalnya, pengelola wakaf merangkap sebagai penyewa
harta wakaf ). Pengelola wakaf juga tidak boleh menyewakan harta wakaf kepada orang
yang tidak diterima atau diragukan kesaksiannya, baik orang tua, anak atau istrinya, untuk
mencegah timbulnya fitnah dan untuk berhati-hati dalam melakukan tindakan.
2)      Tidak boleh berutang atas nama wakaf, baik melalui pinjaman ataupun dengan
membeli keperluan yang dibutuhkan untuk perawatan harta wakaf secara kredit. Di mana ia
berjanji untuk membayar harganya setelah adanya keuntungan yang dihasilkan dari harta
wakaf. Hal ini untuk menghindari sita atas harta wakaf atau hasil yang didapatkan  untuk
dapat melunasi hutangnya, sehingga harta wakaf menjadi hilang dan para mustahik tidak
dapat mendapatkan keuntungan darinya.
3)      Tidak boleh menggadaikan harta wakaf dengan membebankan biaya tebusan kepada
kekayaan wakaf, atau dirinya, atau kepada salah seorang mustahik. Hal tersebut dapat
mengakibatkan hilangnya harta wakaf, dan dapat menghilangkan manfaat dari harta wakaf
itu sendiri.
4)      Tidak boleh mengizinkan seseorang menggunakan harta wakaf tanpa bayaran, kecuali
dengan alasan hukum. Apabila pengelola wakaf menempatkan seseorang di rumah wakaf
tanpa bayaran,  maka orang yang emnempati rumah tersebut haus membayar ongkos sewa
dengan harga yang pantas, baik rumah dalam kondisi siap pakai maupun tidak.
5)      Tidak boleh meminjamkan harta wakaf kepada pihak yang tidak termasuk dalam
golongan peruntukkan wakaf. Sebab, tindakannya itu termasuk dalam pemakaian harta
secara gratis yang menyebabkan tidak adanya keuntungan bagi wakaf dan mengabaikan
hak-hak para mustahik. Orang yang telah meminjam harat wakaf dan mengambil manfaat
darinya harus membayar ongkos sewa dengan harga yang pantas.
Pengelola wakaf tidak wajib memberikan ganti rugi apabila harta atau sumber wakaf
rusak jika penyebabnya adalah kekuatan besar yang sulit dihindari atau bencana yang tidak
bisa dicegah, sementara dia tidak lalai dalam menjaga harta wakaf tersebut. Pengelola
wakaf diperbolehkan memakan sebagian dari hasil wakaf itu, sesuai dengan hadis yang
diriwayatkan oleh Ibnu Umar : “Dan tidak ada halangan bagi orang yang mengurusinya
untuk memakan sebagian darinya dengan cara yang ma’ruf (besaran yang wajar).”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wakaf adalah menahan benda yang tidak mudah rusak (musnah) untuk diambil
manfaatnya bagi kepentingan yang dibenarkan oleh syara dengan tujuan memperoleh pahala
dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Menurut jumhur ulama boleh menghibahkan apa
saja kecuali yang tidak halal seperti anjing tidak boleh dimiliki.
Rukun dan syarat wakaf meliputi:
1.      Ada orang yang berwakaf (wakif)
2.      Ada benda yang diwakafkan (maukuf)
3.      Tujuan wakaf (Maukuf alaihi)
4.      Pernyataan wakaf (Shigat wakaf)

Wakaf terbagi menjadi dua:


1.      Wakaf Dzurri (keluarga) disebut juga wakaf khusus dan wakaf  ahli ialah wakaf yang
ditujukan untuk orangorang tertentu baik keluarga wakif atau orang lain.
2.       Wakaf khairi yaitu wakaf yang ditujukan untuk kepentingan umum dan tidak
dikhususkan kepada orang-orang tetentu. Wakaf khairi inilah wakaf yang hakiki yang
dinyatakan pahalanya akan terus mengalir hingga wakif itu meninggal dengan catatan benda
itu masih dapat diambil manfaatnya.

B.   Saran
Pemberitahuan mengenai hukum wakaf sangat diperlukan karena pada umumnya
masyarakat belum memahami hukum wakaf dengan baik dan benar, baik dari segi rukun
dan syarat wakaf, maupun maksud disyariatkan wakaf.Seperti pengetahuan mengenai benda
yang diwakafkan adalah benda tidak bergerak (tanah), padahal benda yang diwakafkan
dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Lalu mempertimbangkan
kemampuan nadzir atau dapat dikatakan telah memenuhi standar kualifikasi untuk
mengelola harta wakaf sehingga tujuan wakaf untuk meningkatkan perekonomian dan
kesejahteraan umat akan optimal.
LAMPIRAN

Masjid : Baitul kamal

Nama pengurus : nasril dan sumar

Nama pewakaf : bapak zaimil fahrunsyah

Nama penerima wakaf : riyadus ars illah

No sertifikat : 03.14.07.19.1.000019

Luas : 569 M2

Alamat : talang balarik tapan

Istri bapak wali nagari


Pengurus masjid baitul kamal (..........................................................................)

(...........................................................................)
Kepala kampung nagari talang balarik tapan (...............................................................)

(.............................................................)

Mesjid baitul kamal


Keterangan tanah wakaf
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang tanah waqaf ini. Shalawat serta salam senantiasa
kita sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta
semua umatnya hingga kini. Dan Semoga kita termasuk dari golongan yang kelak
mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya makalah tantang
Ancaman Integrasi Nasional di Bidang Politik ini. Harapan kami semoga makalah yang telah
tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para
pembaca, menambah wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki
bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik dari
aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan. Semua ini murni
didasari oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik dan
saran kepada segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas
di kemudian hari.

Penulis
DAFTAR ISI

 KATA PENGANTAR
 DAFTAR ISI
 BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang
 B. Rumusan Masalah
 BAB II PEMBAHASAN
 A. Sejarah Waqaf
 1. Masa Rasulullah dan Para Sahabat
 2. Pada Dinasti Islam
 B. Pengertian Waqaf
 1. Mazhab Hanafi
 2. Mazhab Maliki
 3. Mazhab Syafi’i dan Ahmad Bin Hambal
 4. Penyerangan Batas Wilayah Negara
 C. Jenis –jenis Waqaf
 1. Pendekatan ke Dalam
 a. Waqaf Ahli
 b. Waqaf Khairi
 2. Berdasarkan Jenis Harta
 3. Berdasarkan Bergerak Berupa Uang
 4. Berdasarkan Waktu
 D. Sarana dan Tujuan Waqaf
 E. Dasar- Dasar Syaria’ah
 F. Rukun Waqaf
 BAB III PENUTUP
 A. Kesimpulan
 B. Saran
 Lampiran

Anda mungkin juga menyukai