Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam ilmu sosiologi mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan yang
namanya teori dramaturgi, Dramaturgi adalah teori yang mengemukakan bahwa
teater dan drama mempunyai makna yang sama dengan interaksi soial dalam
kehidupan manusia. Dimana dalam teori tersebut seseorang mempunyai sifat yang
berbeda antara di depan panggung dan di belakang panggung, maksudnya apa
yang dilakukan seseorang itu di depan masyarakat, sahabat atau keuarga (audien)
sebenarnya berbeda dengan apa yang dia rasakan, dalam hati mereka masih ingin
meanjutkan pendidikan dan merasa sedih karena akan menjadi seorang ibu rumah
tangga dalam usia yang masih sangat muda

1
BAB II
PEMBAHASAN
ANALISIS DRAMATURGI

A. Sejarah Dramaturgi
Tahun 1945 Kenneth Duva Burke (1897-1993) seorang teoritis literatur
Amerika dan filosof memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode untuk
memahami fungsi sosial dari bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dan
kehidupan sosial. Tujuan Dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk
memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang
mereka lakukan. Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai model tindakan
simbolik ketimbang model pengetahuan. Pandangan Burke adalah bahwa hidup
bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama.1
Erving Goffman, seorang sosiolog interaksionis dan penulis,
memperdalam kajian dramatisme tersebut dan menyempurnakannya dalam
bukunya yang kemudian terkenal sebagai salah satu sumbangan terbesar bagi teori
ilmu sosial “The Presentation of Self in Everyday Life”. Dalam buku ini Goffman
yang mendalami fenomena interaksi simbolik mengemukakan kajian mendalam
mengenai konsep Dramaturgi 2
Bila Aristoteles mengungkapkan Dramaturgi dalam artian seni. Maka,
Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi.
Teori dramaturgis menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak
stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan
psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari
interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita
menguasai interaksi tersebut (Littlejohn,1996:165).
Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial
psikologis dan sosiologi melalui bukunya, The Presentation of Self In Everyday
Life. Buku tersebut menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan
1
Macionis, J. John,Society the Basic, eight edision(Jakarta: New Jersey, Upper Saddle
River,2006),95-96
2
Ibid., 97

2
dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri
dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain
dalam sebuah pertunjukan drama. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk
memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan.  Tujuan dari presentasi dari Diri
– Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi.
B. Teori Dramaturgi
Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau
pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter
manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran
kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang
disajikan.3 Dalam Dramaturgi terdiri dari Front stage (panggung depan) dan Back
Stage (panggung belakang)3
Front Stage (panggung depan) yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi
mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi menjadi dua
bagian. Pertama, Setting yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika sang actor
memainkan perannya, Dan kedua Front Personal yaitu berbagai macam
perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang actor. Back stage (panggung
belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan scenario pertunjukan oleh “tim”
(masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masing-masing actor).4
Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Ia menggali segala
macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita
sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara
seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama.
Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada
pertunjukan yang ditampilkan
Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi
di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan
dari presentasi dari Diri Goffman ini adalah penerimaan penonton akan

3
Ibid.,43
4
Ibid.,44

3
manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai
sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut5
Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai
tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari
komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan.
Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana
memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir
komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis,
yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran
sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau
Dramaturgi mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai
tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut.
Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada“kesepakatan”
perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud
interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat
mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut6
Dalam teori Dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah
tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan
psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari
interaksi dengan orang lain.8 Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita
menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama
dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk
menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui
“pertunjukan dramanya sendiri”7
Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis,
manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya
tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga
harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan Sebelum berinteraksi dengan

5
Pandu Satria Wibowo Mahasiswa Sosiologi 2005, Universitas Jenderal Soedirman:
Http://jefasta.multiply.com/journal/item/3/3
6
J. John. Society the Basic, eight edision,102
7
Paul, B Horton, Cheter L Hunt,Sosiologi (Jakarta:Ciralas,1984),89

4
orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan perannya dulu, atau kesan yang
ingin ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama dengan apa yang dunia teater
katakan sebagai “breaking character”. Dengan konsep dramaturgis dan permainan
peranyang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi
interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan
ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri.
Terbentuklah kemudian masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai
suasana dan corak kehidupan8
C. Dramaturgis (Kita Hidup Di atas Panggung)
Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak
stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan
psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari
interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita
menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama
dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk
menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui
“pertunjukan dramanya sendiri”
Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis,
manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya
tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga
harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain
memperhitungkan setting, kostum, menggunakan kata (dialog), dan tindakan non
verbal lain. Hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada
lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan
diatas disebut dalam istilah “impression management”.9
Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor
berada di atas panggung (front stage) dan di belakang panggung (back stage)
drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang
melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita
8
Ibid.,91
9
Duncan Mitchell,Sosiologi Suatu Analisa Sistem Sosial (Jakarta:Bina Aksara
Indah:1984),89

5
berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami
tujuan dari perilaku kita10
Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk
membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita
berada di belakang panggung perilaku atau watak kita yang essngguhnya), dengan
kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa
mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan
Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh
manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian
memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada
latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah kemudian masyarakat
yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana dan corak kehidupan.
Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan, menciptakan
panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai komunitas
yang bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya
Begitu juga dengan masyarakat homogen pedesaan, menciptakan
panggung-panggung sendiri melalui interaksinya, yang terkadang justru
membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya. Apa yang dilakukan
masyarakat melalui konsep permainan peran adalah realitas yang terjadi secara
alamiah dan berkembang sesuai perubahan yang berlangsung dalam diri mereka.
Permainan peran ini akan berubah-rubah sesuai kondisi dan waktu
berlangsungnya. Banyak pula faktor yang berpengaruh dalam permainan peran
ini, terutama aspek sosial psikologis yang melingkupinya11
D. Dramaturgi sebagai Bentuk Lain dari Komunikasi
Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai
sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin
mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan
tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari komunikasi. Kenapa
komunikasi? Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan.
10
Ibid.,91
11
Sarlito Wirawan,Bagaimana Kalau Kita Galakkan Perkawinan Remaja, (Jakarta: PT
Ghalia Indonesia,2003), 68

6
Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana
memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir
komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita.Maka dalam dramaturgis,
yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran
sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau.
Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga
harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain
memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non
verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada
lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan
diatas disebut dalam istilah “impression management”.
Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor
berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”)
drama kehidupan.  Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang
melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita
berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami
tujuan dari perilaku kita dan mendapat impresi sesuai dengan yang ingin kita
tampilkan kepada publik. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita
berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton.
Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku
bagaimana yang harus kita bawakan.
E. Dramarturgi Hanya dapat Berlaku di Institusi Total
Institusi total maksudnya adalah institusi yang memiliki karakter
dihambakan oleh sebagian kehidupan atau keseluruhan kehidupan dari individual
yang terkait dengan institusi tersebut, dimana individu ini berlaku sebagai sub-
ordinat yang mana sangat tergantung kepada organisasi dan orang yang
berwenang atasnya. Ciri-ciri institusi total antara lain dikendalikan oleh kekuasan
(hegemoni) dan memiliki hierarki yang jelas.  Contohnya, sekolah asrama yang
masih menganut paham pengajaran kuno (disiplin tinggi), kamp konsentrasi
(barak militer), institusi pendidikan, penjara, pusat rehabilitasi (termasuk
didalamnya rumah sakit jiwa, biara, institusi pemerintah, dan lainnya.  Dramaturgi

7
dianggap dapat berperan baik pada instansi-instansi yang menuntut pengabdian
tinggi dan tidak menghendaki adanya “pemberontakan”. Karena di dalam
institusi-institusi ini peran-peran sosial akan lebih mudah untuk diidentifikasi.
Orang akan lebih memahami skenario semacam apa yang ingin
dimainkan.   Bahkan beberapa ahli percaya bahwa teori ini harus dibuktikan
dahulu sebelum diaplikasikan.

Analisa Contoh:
Seorang front officer atau resepsionis yang harus selalu bersikap ramah
dan murah senyum serta sabar kepada para pelanggan. Ia harus memerankan
konsep dramaturginya dengan front stage dan back stage yang berbeda. Di depan
ia harus tetap tampil tersenyum dan profesional walaupun di back stagenya dia
sedang sedih atau memiliki masalah misal dimarahi manajer atau atasan di hotel
akibat kelalaiannya. Inilah yang disebut dramaturgi, bagaimana seseorang seperti
sedang bermain drama dalam kehidupannya, antara front stage dan back
stage yang sangat bertolak belakang.

8
BAB III
KESIMPULAN

Pada dasarnya, Teori Dramaturgis merupakan teori yang mempelajari 


proses dari perilaku dan bukan hasil dari perilaku. Dimana teori ini
menggambarkan sebuah sandiwara saat seseorang ataupun sekelompok orang
tersebut berperan bukan berdasarkan kepribadiannya melainkan berdasarkan
kondisi yang ada dan memanfaatkan peranan yang ia miliki. Yang didukung oleh
front dan back region yang ada. Front nya mencakup setting,
personal front (penampilan diri), expressive equipment (peralatan untuk
mengekspresikan diri). Sedangkan back nya mencakup semua kegiatan yang
tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan acting atau penampilan diri yang ada
pada front.
Dramaturgi itu sendiri merupakan sumbangan Goffman bagi perluasan
teori interaksionisme simbolik. Dimana Mead menyatakan konsep bahwa individu
mengambil pandangan orang lain mengenai dirinya seolah-olah pandangan
tersebut adalah “dirinya” yang berasal dari “aku”. Jadi dalam Darmaturgi,
seseorang akan berperan menjadi orang lain untuk mengetahui bagaimana
penilaiannya terhadap tokoh yang ia perankan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Littlejohn, Stephen W. 1996. Theories Of Human Communication. California:


Wadsworth

Rakhmat, Jalaluddin. 1988. Sosiologi Komunikasi Massa, Remaja Karya Bandung

Atina, Rizki. 2008. Dramaturgi.  Online. Available


at: http://meiliemma.wordpress.com/2008/01/27/dramaturgi/ (diakses pada
18 Maret 2013, 20:35 WIB)

10

Anda mungkin juga menyukai