Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

(TONSILITIS DAN ADENODITIS,ABSES PERITONSILAR,LARYNGITIS)

OLEH:

KELOMPOK 2

NURLINA AUNILLAH (R011201004)

RISKYANTI (R011201028)

GRIMONIA KEZIA DHIVANY (R011201048)

DELLA FANI (R011201068)

KHALIZA DINDA MAIMUNA (R011201090)

ANASTASYA MEYLANI SITANGGANG (R011201120)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun dengan baik guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I dengan Judul: Asuhan Keperawatan
Tonsilitis,Adenoiditis,Abses peritonsilar,dan Laryngitis.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.Penulis sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 30 Agustus 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2

A. Tonsilitis ......................................................................................................................... 2

B. Adenoiditis ........................................................................................................................

C. Abses Peritonsilar .............................................................................................................

D. Laringitis ...........................................................................................................................

BAB III PENUTUP ....................................................................................................................

A. Kesimpulan .......................................................................................................................

B. Saran .................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tonsil dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah faring
atau tenggorok. Keduanya sudah ada sejak anak dilahirkan dan mulai berfungsi sebagi
bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas dari ibu mulai menghilang dari tubuh
anak. Tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama pada anak, karena jaringan
limfoid lain yang ada diseluruh tubuh belum bekerja secara optimal.Tonsilitis merupakan
peradangan yang terjadi pada tonsil yang disebabkan oleh virus, bakteri sehingga tonsil
menjadi bengkak,merah,melunak dan memiliki bitnik-bintik putih di permukaannya
(G.Z.Prasetya,Kusumastuti,&Kurniawati,2018).Jika tonsillitis tidak teratasi, nyeri akan
bertambah dan menyebabkan keluhan yang tidak nyaman pada penderita (Maulana Fakh
et al.2016).
Abses peritonsil merupakan salah satu abses leher dalam yang dapat
menyebabkan komplikasi sehingga diperlukan penatalaksanaan yang optimal.
Laringitis adalah peradangan pada laring yang sering menyebabkan suara serak
atau kehilangan suara. Secara umum, laringitis dapat bersifat akut atau kronis. Laringitis
kronis sering terjadi pada perokok dan penderita gastroesophageal reflux (GERD). Selain
itu, penggunaan suara secara berlebih atau bernyanyi berlebihan juga dapat menyebabkan
laringitis kronis serta seiring bertambahnya usia, pita suara juga dapat kehilangan
kemampuan untuk bergetar, dan membuat lebih rentan terhadap laringitis kronik (Bailly
dkk, 2012).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi terjadinya tonsilitis, adenoiditis, abses peritonsilar dan
laringitis?
2. Bagaimana Asuhan keperawatan dari penyakit tonsilitis, adenoiditis, abses peritonsilar
dan laringitis?

C. Tujuan
1.Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya tonsilitis, adenoiditis, abses peritonsilar dan
laringitis
2. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan dari penyakit tonsilitis, adenoiditis, abses
peritonsilar dan laryngitis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. TONSILITIS

1) Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cicin
waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat
terjadi pada semua umur, terutama pada anak (Ringgo, 2019). Tonsilitis baik akut maupun
kronik dapat terjadi pada semua umur, namun lebih sering terjadi pada anak. Faktor yang
menjadi penyebab utama hal tersebut adalah ISPA dan tonsillitis akut yang tidak mendapat
terapi yang adekuat. Tanda dan gejala tonsillitis ini adalah nyeri tenggorokan, nyeri telan
dan kesulitan menelan, demam, pembesaran tonsil mulut berbau dan kadang telinga terasa
sakit (North AmericanNursing Diagnosis Associatioan, 2012).

2) Etiologi
Penyebab tonsillitis adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes,dapat juga disebabkan oleh infeksi
virus (Soepardi, 2007). Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (
droplet infections).

3) Manifestasi klinik
Tanda dan gejala tonsillitis seperti demam mendadak, nyeri tenggorokan, ngorok, dan
kesulitan menelan (Smeltzer, 2001). Sedangkan menurut Masjoer (2000) adalah suhu tubuh
naik sampai 400C, rasa gatal atau kering di tenggorokan, lesu, nyeri sendi, odinofagia
(nyeri menelan), anoreksia, dan otalgia (nyeri telinga). Bila laring terkena suara akan
menjadi serak. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemisis, tonsil membengkak,
hiperemisis.

4) WOC Tonsilitis
5) Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut, amandel berperan
sebagai filter atau penyaring yang menyelimuti organisme berbahaya, sel-sel darah putih ini
akan menyebabkan infeksi ringan pada amandel. Hal ini akan memicu tubuh untuk
membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang, akan tetapi kadang-kadang
amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus. Infeksi bakteri dari virus inilah yang
menyebabkan tonsilitis. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka
jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil
yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsilitis
falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsilitis lakunaris.
Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien
hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga nafsu makan berkurang. Radang
pada tonsil dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah
bening melemah di dalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan,
seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih
membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental.
Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. Bila bercak
melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan
pada tonsilitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan
jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti
jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar
(kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan
akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

6) Pemeriksaan Penunjang
Menurut Andra Saferi dan Yessie Mariza (2013:121) pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium
meliputi :

a. Pemeriksaan laboratorium
 Leukositosis : terjadi peningkatan
 Hemoglobin : terjadi penurunan
 Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat
b. Pemeriksaan penunjang Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
7) Penatalaksanaan
Penanganan pada klien dengan tonsilitis akut adalah :

a. penatalaksanaan medis
1) Antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin, amoksisilin,
eritromisin dll.
2) Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
3) Analgesik
b. penatalaksanaan keperawatan
1) kompres dengan air hangat
2) istirahat yang cukup
3) pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
4) kumur dengan air hangat
5) pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien
8) Asuhan keperawatan pada tonsilitis
1. Kasus
Seorang pasien post tonsilektomi dengan inisial An. N, berusia 11 tahun dan berjenis
kelamin perempuan datang ke RS dengan didampingi oleh Tn. E sebagai
penanggung jawab. Pasien mengeluh panas selama 3 hari tenggorokan sakit
terutama saat menelan, pasien juga mengatakan bahwa ia menderita tonsilitis sejak
kelas 4 SD dan biasanya mengeluh pilek, hidung terasa tersumbat dan disertai panas,
tidur ngorok. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah dirawat di
rumah sakit, selama kelas 4 SD terserang tonsilitis pasien hanya berobat ke dokter/
rumah sakit. Keluarga pasien juga mengatakan dalam keluarga pasien tidak ada yang
menderita penyakit yang diderita oleh pasien.

2. Pengkajian (Data fokus)


a. Identitas Klien
Nama:An. N
Jenis kelamin:Perempuan
Umur:11 Tahun
Agama:Islam
Pendidikan:SD
b. Identitas penanggung jawab
Nama:Tn. E
Umur:40 Tahun
Pekerjaan:Wiraswasta
Hubungan dengan klien:Ayah
c. Riwayat Kesehatan
i. Keluhan utama
Panas selama 3 hari tenggorokan sakit terutama saat menelan
ii. Riwayat penyakit sekarang
Penderita mengatakan bahwa dirinya menderita tonsilitis sejak kelas 4 SD yang lalu.
Bisanya klien mengeluh pilek, hidung terasa tersumbat dan disertai panas, tidur
ngorok periksa ke dokter disarankan untuk operasi.
iii. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit, selama kelas 4 SD
terserang tonsilitis klien hanya berobat ke dokter / rumah sakit.
iv. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga mengatakan dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang
diderita oleh klien
3. Pemeriksaan Fisik
ii. Keadaan Umum :baik
iii. Kesadaran :composmentis
iv. Tanda-tanda vital :
a) TD:110/90 mmHg
b) N: 88 x/menit
c) S:38,9 0C
d) RR:20 x/menit
v. Pengukuran antropometri:
i. TB : 125 cm
ii. BB : 35 kg

B. Data fokus
i. Data Objektif :
 Suhu badan pasien 38,9°C.
 Pasien memegangi tenggorokannya, pasien jarang berbicara.
 Pasien terlihat gelisah,cemas, dan wajah terlihat tegang.
ii. Data Subjektif
 Pasien mengatakan badannya panas
 Pasien mengatakan nyeri muncul pada saat menelan
 Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
 Pasien mengatakan nyeri tenggorokan
 Pasien mengatakan nyeri hilang timbul selama lima menit.
 Pasien mengatakan takut akan dilakukan tindakan operasi
Analisa Data
N Data (Ds dan Do) Problem Etiologi
o
1 Ds: Peningkat Proses
an penyaki
Klien mengatakan badanya
suhu t
panas.
tubuh
Do:
(Hiper
badan klien diraba panas Suhu badan
termi)
38,9°C Klien terlihat tiduran
ditempat tidur.
Kulit terlihat memerah.
2 Ds: Gangguan Proses
P:Klien mengatakan nyeri muncul rasa penyaki
pada saat menelan nyaman t
Q:Klien mengatakan nyeri seperti nyeri
ditusuk-tusuk

R:Klien mengatakan nyeri


ditenggorokan.

S:Klien mengatakan nyeri skala 5

T:Klien mengatakan nyeri hilang


timbul selama lima menit.

Do:

Klien terlihat memegangi


Tenggorokannya Klien terlihat
jarang berbicara

Klien terlihat istirahat ditempat tidur


.
3 Ds: Cemas Kurang
pengeta
Klien mengatakan takut akan dilakukan
huan
tindakan operasi
tentang
Do: tindaka
n
Klien telihat gelisah Klien terlihat
pembed
cemas
ahan
Wajah terlihat tegang

Prioritas Masalah
1. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses penyakit
ditandai dengan badan panas.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
klien Nampak kesakitan.
3. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang tindakan operasi ditandai
dengan ekspresi wajah tegang dan gelisah.
NIC & NOC
1. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses inflamasi ditandai
dengan badan panas.
 Tujuan : setelah dilakukan keperawatan 1x24 jam diharapkan peningkatan suhu
tubuh dapat teratasi.
 kriteria hasil : suhu tubuh normal 36,5 C-37 C.
Intervensi Rasional

1. Pantau suhu pasien 1.Suhu 38,9 C- 41 C


menunjukan proses infeksius

2. Pantau suhu lingkungan, 2. Suhu ruangan harus di ubah

batasi/tambahan linen tempat untuk mempertahankan suhu


tidur sesuai indikasi. mendekati normal.

3. Berikan kompres air hangat 3. Membantu mengurangi suhu


tubuh

4. Berikan antipiretik 4. Untuk mengurangi suhu


tubuh.
EBP : Dalam penelitian yang dilakukan oleh sri purwanti dan winarsih nur ambarwati yang
dipublikasikan dalam akun publikasiilmiah Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan
judul penelitian “PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP PERUBAHAN SUHU
TUBUH PADA PASIEN ANAK HIPERTERMIA DI RUANG RAWAT INAP RSUD Dr.
MOEWARDI SURAKARTA” dapat disimpulkan bahwa pemberian kompres hangat selama
10 menit bisa menurunkan suhu tubuh anak.
-Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi

 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri
berkurang/terkontrol nyaman.

 Kriteria hasil : nyeri berkurang.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat/skala 1. Untuk mengetahui skala nyeri
nyeri klien.
2. Monitoring tanda- 2. Mengetahui keadaan umum
tanda vital drah dan pasien
nadi
3. Berikan tindakan 3. Meningkatkan relasi dan
nyaman dan aktifitas membantu pasien memfokuskan
hiburan pada sesuatu disamping diri
sendiri/ketidaknyaman. Dapat
menurunkan kebutuhan dosis
Analgetik.
4. Dapat menunjukan terjdinya
4. Selidiki perubahan
komplikasi yang memerlukan
karakteristik
evaluasi lanjutan.
nyeri,periksa mulut
,tenggorokan.
5. Catatan indicator 5. Dapat meningkatkan
non- verbal respon kerjasama dan partisipasi dalam
automatik terhadap program pengobatan.
nyeri evaluasi efek
samping.
2. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang tindakan.
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan
kecemasan berkurang/hilang.
 Kriteria hasil : kecemasan berkurang, monitor intensitas kecemasan.
Intervensi Rasional
1. Kaji sejauh mana 1.Untuk mengetahui tingkat
kecemasan klien. kecemasan klien.
2. Informasikan 2.Mengembangkan rasa
pasien/orang terdekat percaya diri
tentang peran advokat
perawat intraoperasi.
3. Identifikasi tingkat 3.Untuk mengetahui tingkat
rasa cemas kecemasan klien
4. Validasi sumber rasa 4.Mengidentifikasikan rasa
takut takut yang spesifik
5. Beritahu pasien 5.Mengurangi rasa takut
kemungkinan
dilakukan operasi.

B. ADENOIDITIS

1) Pengertian
Adenoid atau tonsil faringealis adalah salah satu dari organ limfoepitelial dalam lingkaran
cincin waldayer, terletak di dinding belakang nasofaring. Terdiri dari jaringan limfoid yang
lobulated yang tersusun teratur seperti buah jeruk dan tiap segmennya dipisahkan oleh sekat-
sekat yang mengelilingi suatu kantong yang disebut bursa faringelis. Permukaan adenoid
dilapisi oleh epitel silindris berlapis semu bersilia dan dibawahnya tidak terdapat jaringan
submukosa. Terdapat cekungan yang membentuk saluran pendek yang disebut lakuna.

Adenoiditis adalah peradangan yang terjadi pada adenoid, yakni sekelompok jaringan
yang terletak pada mulut bagian atas dan di belakang hidung. Dalam keadaan normal,
bersamaan dengan tonsil (amandel) berfungsi untuk menangkap kuman yang melewati hidung
atau mulut dengan menghasilkan antibodi untuk membantu tubuh melawan infeksi.

Jaringan adenoid dapat terinfeksi saat terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi pada
adenoid menyebabkan panas, hidung tersumbat, rhinorea, posterior nasal drip, dan batuk.
Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi sehingga terjadi ngorok,
percakapan hiponasal dan membuat anak akan terus bernapas melalui mulut. Sleep apnea
pada anak berupa adanya episode apnea saat tidur dan hipersomnolen pada siang hari.
Episode apnea dapat terjadi akibat adanya obsruksi sentral ataupun campuran. Secara umum
telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid mempunyai tampak wajah yang
karakteristik. Meliputi mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang
pendek. Hidung yang kecil, maksila tidak berkembang, sudut alveolar atas lebih sempit fan
arkus palatum yang lebih tinggi.Hubungan pembesaran adenoid yang rekuren dengan
terjadinya dengan otitis media efusi dimana merupakan keadaan dimana terdapat efusi cairan
ditelinga tengah dengan membran timpani yang utuh tanpa tanda-tanda radang.

2) Etiologi
Adenoiditis biasanya benwal dan suatu infeksi pada saluran pemapasan atas. Jenis kuman
yang sering adalah Streptococcus Beta Hemolitikus Grup A (SBHGA). Selain itu terdapat
Streptococcus pyogenes, Streptokokus grup B, C. Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus
Herpes.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga Institutional Review Board,
Amerika, pada Januari 2008 sampai dengan Januari 2010, organisme lain adalah seperti s
Pneumoniae sensitif terundup penisilin di 40 kultur (20,2%), S. Pneumoniae menengah atau
resisten terhadap penisilin di 26 kultur (13.1"). M. Catarrhalis sensitif terhadap penisilin di 27
kultur (13.6%), H. Influenzae sensitif terhadap penisilin di 57 kultur (28.8%), dan S. Aureus
menengah atau resisten terındap penisilin di 26 kultur (13.1%). Beberapa organisme lain
meliputi, tetapi tidak terbatas pada spesies Streptococcus lainnya, Pseudomonas, Proteus,
Serratia, dan jamur di 10 kultur (0.5%).

Selain bakteri, virus juga dapat menyebabkan infeksi yang dapat menyebabkan demam
dan eritema pada daerah orofaring yang biasanya tanpa adanya eksudat tonsilar, seperti
Adenovirus, Rhinovirus, Respiratory Syncytial Virus (RSV). Influenza, dan Parainfluenza.

3) Manifestasi klinis
 Nyeri pada tenggorokan akibat pembengkakakan dan sering bernapas menggunakan
mulut.
 Demam
 Pilek
 Pembesaran kelenjar getah bening pada leher
 Nyeri telinga/gangguan pendengaran

4) WOC
Infeksi virus dengan infeksi sekunder bakteri merupakan salah satu mekanisme
terjadinya adenoiditis kronik. Adenoid dapat mengalami pembesaran yang disebabkan
oleh karena proses hipertrofi sel akibat respon terhindap infeksi tersebut yang berlangsung
kronik. Faktor lain yang berpengaruh adalah lingkungan, faktor inang (riwayat alergi),
penggunaan antibiotika yang tidak tepat, pertimbangan ekologis, dan diet. Infeksi dan
hilangnya keutuhan epitel kripti menyebabkan kriptitis kronik dan obstruksi kripti, lalu
menimbulkan stasis debris kripti dan persistensi antigen. Bakteri pada kripti tonsil dapat
berlipat-ganda jumlahnya, menetap dan secara bertahap menjadiinfeksi kronik.
"Bila fragmen bakteri masuk ke badan maka fragmen bakteri ekstraseluler akan
dipresentasikan bersama Major Historcompability Complex II (MCH II) oleh Antigen
Precenting Cell (APC). Jika ada antigen baru akan diproses teh makrofag, makrofag
mengeluarkan IL-1 yang menstimulasi limfosit T untuk berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi Thl dan Th2. Sitokin dari Thi antara lain IL-2 dan IFN (Interferons-y, sedangkan
sitokin Th2 antara lain IL-4, IL-6 dan IL-13. Interferon-y merupakan sitokin proinflamasi.
Sitokin Th2 akan mengaktifkan se! B menjadi sel plasma yang memproduksi lg M, G,
A.E. IL-4, IL-6, dan IFN- y meningkatkan set B untuk mengeluarkan IgG pada infeksi
kronik. Pada tonsillitis kronik selain IgG, juga didapati sitokin-sitokin inflamasi seperti
IL-I dan IL-6 yang meningkat. Sitokin-sitokin ini merupakan medintor-mediator inflamasi
yang berperan pada adenoiditis kronik."

5) Asuhan Keperawatan
Seorang pasien berusia 10 tahun datang ke IGD. Ibunya mengatakan bahwa anaknya
tidak mau makan karena keluhan sakit tenggorokan, hidung berair, nyeri di kuping, dan
masalah saluran pernafasan seperti bernafas melalui mulut. Pemeriksaan fisik : TD
120/90, RR 24kali/menit, HR 80kali/menit, VAS 4
1. Pengkajian :
Riwayat kesehatan pasien yang lengkap yang menunjukkan kemungkinan tanda
dan gejala sakit tenggorokan, hidung berair, pembengkakan kelenjar di leher, apnea
tidur, nyeri di kuping dan bernafas lewat mulut.
2. Diagnosis :
Ketidakefektifan pola napas
Batasan karakteristik :
 Hidung berair
 Apnea tidur
 Bernafas lewat mulut
3. Hasil NOC Status pernafasan :
 Frekuensi pernafasan
 Kepatenan jalan nafas
 Mendengkur
 Perasaan kurang istirahat
4. Intervensi NIC Monitor pernafasan:
 Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
 Monitor pola nafas
 Monitor suara nafas tambahan

C. ABSES PERITONSILAR

a) Definisi
Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut yang diikuti dengan
terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara muskulus konstriktor faring
dengan tonsil pada fosa tonsil. Infeksi ini menembus kapsul tonsil yang biasanya
terjadi pada kutub atas. Abses peritonsil merupakan infeksi pada tenggorok yang
kebanyakan merupakan komplikasi dari tonsilitis akut.
Abses peritonsil merupakan infeksi pada kasus kepala leher yang sering terjadi
pada orang dewasa. Timbulnya abses peritonsil dimulai dari infeksi superfisial dan
berkembang secara progresif menjadi tonsilar selulitis. Komplikasi abses peritonsil
yang mungkin terjadi antara lain perluasan infeksi ke parafaring, mediastinitis,
dehidrasi, pneumonia, hingga infeksi ke intrakranial berupa thrombosis sinus
kavernosus, meningitis, abses otak dan obstruksi jalan nafas.

b) Tanda dan Gejala


Gejala yang muncul akibat abses peritonsil meliputi:
1. Demam dan menggigil
2. Sakit tenggorokan yang parah pada salah satu sisi
3. Nyeri telinga di sisi yang sama dengan abses
4. Sulit menelan dan terasa nyeri saat membuka mulut
5. Bengkak di wajah dan leher, biasanya pada sisi yang terinfeksi
6. Sakit kepala
7. Suara parau
8. Kejang pada otot rahang (trismus) dan leher (tortikolis)

c) Etiologi
Abses peritonsil disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang
anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsillar adalah
Streptococcuspyogene (Group A beta-hemolitic streptococcus) sedangkan organisme
anaerob yang berperan adalah fusobacterium. Untuk kebanyakan abses peritonsil
diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerob dan anaerob. Kuman
aerob: GrupA beta-hemolitikstreptococci (GABHS) Group B, C, Gstreptococcus,
Hemophilus influenza (type b andnontypeable) Staphylococcus aureus, Haemophilus
parainfluenzae, Neisseria species. Mycobacteria spKumanAnaerob:Fusobacterium
Peptostreptococcuse, Streptococcus sp. Bacteroides.Virus: Eipsten-Barr Adenovirus
Influenza A dan B,Herpessimplex, Parainfluenza.

d) Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ini belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa teori
yang mendukung, diantaranya teori mengenai progresivitas episode eksudatif tonsilitis
menjadi peritonsilitis lalu terjadi pembentukan abses. Daerah superior dan lateral fosa
tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang
potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum mole
membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang.
Pada stadiumpermulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga
permukaan yang hiperemis. bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan
berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula
bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral. Bila proses terus berlanjut, peradangan
jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga
timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.
Perluasan proses inflamasi dapat terjadi baik pada pasien tonsilitis yang diobati
maupun yang tidak diobati. Abses peritonsil juga terjadi secara de novu tanpa adanya
riwayat tonsilitis kronis atau tonsilitis berulang. Abses peritonsil juga dapat terjadi
akibat infeksi mononukleosis, virus Epstein-barr. !eori lain menyatakan hubungan
abses peritonsil dengan glandula weber. Kelenjar-kelenjar ludah minor ini ditemukan
pada daerah peritonsil dan diperkirakan membantu membersihkan debris dari tonsil.
jika terjadi obstruksi akibat adanya infeksi tonsil, jaringan nekrosis, dan terjadi
pembentukan abses maka terjadilah abses peritonsil

e) Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik.
Informasi dari pasien sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Aspirasi dengan
jarum pada daerah yang paling fluktuatif, atau punksi merupakan tindakan diagnosis
yang akurat untuk memastikan abses peritonsil. Yang merupakan “gold standar” untuk
mendiagnosis abses peritonsil adalah dengan mengumpulkan pus dari abses dengan
menggunakan jarum aspirasi. Untuk mengetahui jenis kuman pada abses peritonsil
tidak dapat dilakukan dengan cara usap tenggorok. Pemeriksaan penunjang akan
sangat membantu selain untuk diagnosis, juga untuk perencanaan penatalaksanaan. 6
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti darah
lengkap, pemeriksaan radiologi polos posisi antero-posterior hanya menunjukkan
“distorsi” dari jaringan tetapi tidak berguna untuk menentuan pasti lokasi abses,
pemeriksaan CT scan pada tonsil dapat terlihat daerah yang hipodens, yang
menandakan adanya cairan pada tonsil yang terkena, di samping itu juga dapat dilihat
pembesaran yang asimetris pada tonsil. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk
rencana operasi. Ultrasonografi merupakan teknik yang sederhana dan noninvasif
dapat membantu dalam membedakan antara selulitis dan awal abses.

f) Diagnosis banding
Penonjolan satu atau kedua tonsil, atau setiap pembengkakan pada daerah
peritonsilar harus dipertimbangkan penyakit lain selain abses peritonsil sebagai
diagnosis banding. Diagnosis banding dari abses peritonsil yaitu infeksi
mononukleosis, benda asing, tumor/keganasan/limfoma, penyakit Hodgkin leukemia,
adenitis servikal, aneurisma arteri karotis interna dan infeksi gigi. Kelainan-kelainan
ini dapat dibedakan dari abses peritonsil melalui pemeriksaan darah, biopsi dan
pemeriksaan diagnostik lain.

g) Penatalaksanaan
Meskipun abses peritonsil merupakan komplikasi tersering dari tonsilitis akut,
penatalaksanaan dari abses peritonsil masih kontroversial. Penatalaksanaan yang
umum dikenal untuk abses peritonsil adalah insisi, drainase dan terapi antibiotika,
diikuti oleh tonsilektomi beberapa minggu kemudian.19 Rawat inap mungkin
diperlukan, terutama pada pasien anak-anak. Namun, orang dewasa dan anak-anak
yang lebih tua dengan abses peritonsil ringan dapat dirawat sebagai pasien rawat jalan
setelah dilakukan drainase dan bila dapat mengkonsumsi obat oral dan hidrasi.

1. Terapi Antibiotik
Salah satu faktor yang masih merupakan kontroversi dalam penanganan abses
peritonsil adalah pemilihan antibiotik sebelum dan sesudah pembedahan.
Antibiotik pada gejala awal diberikan dalam dosis tinggi disertai obat simptomatis,
kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres hangat pada leher.20 Dengan
mengutamakan pemeriksaan kultur dan sensitifitas, pemberian antibiotik
ditujukkan pada jenis bakteri mana yang lebih banyak muncul. Penisilin dan
sefalosporin generasi pertama, kedua atau ketiga umumnya merupakan antibiotik
pilihan

2. Insisi dan Drainase


Insisi dan drainase pada abses peritonsil dapat disebut juga intraoral drainase.
Tujuan utama tindakan ini adalah mendapatkan drainase abses yang adekuat dan
terlokalisir secara cepat. Lokasi insisi biasanya dapat diidentifikasi pada
pembengkakan didaerah pilar-pilar tonsil atau dipalpasi pada daerah paling
berfluktuasi

h) Komplikasi
Komplikasi segera yang dapat terjadi berupa dehidrasi karena masukan
makanan yang kurang. Pecahnya abses secara spontan dengan aspirasi darah atau pus
dapat menyebabkan pneumonitis atau abses paru. Infeksi abses peritonsil dapat meluas
kearah parafaring menyusuri selubung karotis kemudian membentuk ruang infeksi
yang luas. Perluasan infeksi ke daerah parafaring, dapat mengakibatkan terjadinya
abses parafaring, penjalaran selanjutnya dapat masuk ke mediastinum sehingga dapat
terjadi mediastinitis. Pembengkakan yang timbul di daerah supraglotis dapat timbul
obstruksi jalan nafas yang memerlukan tindakan trakeostomi.
b. WOC

C. Asuhan Keperawatan

Kasus:

Seseorang perempuan berusia 52 tahun datang ke IGD umum dengan nyeri menelan sejak 3
hari yang lalu, nyeri dirasakan di seluruh tenggorokan, sulit untuk membuka mulut yang
cukup lebar, muntah, dan pasien mengaku nyeri telan seperti bengkak. Terasa ada yang
mengganjal di tenggorokan dan seperti ada cairan yang mengalir pada tenggorokan. Nyeri
menelan sampai mengganggu makan dan minum. Pasien mengeluhkan suaranya berubah
menjadi sengau dan lebih berat sejak 3 hari yang lalu. Sebelumnya suaranya dirasa baik-baik
saja, suara tidak membaik dengan mengeluarkan dahak. Mulut pasien terasa mengeluarkan
bau tidak sedap. Pasien masih dapat membuka mulutnya, tidak ada kekakuan pada mulut atau
leher. Pasien mengeluhkan batuk pilek sudah satu minggu yang lalu, pasien juga mengaku
terdapat gigi berlubang, keluhan disertai demam, tidak ada nyeri telinga dan penurunan berat
badan secara tiba-tiba disangkal.

Pemeriksaan fisik:

 Tekanan darah: 130/80


 Nadi: 100 kali/menit
 Pernapasan: 22 kali/menit
 Suhu: 38,3 derajat celcius
 Vas (visual analog scale): 4.

1. Diagnosa Gangguan Menelan


 Definisi
fungsi abnormal mekanisme menelan yang dikaitkan dengan defisit struktur atau
fungsi oral, faring, atau esofagus.
 Batasan karakteristik
Objektif: kesulitan menelan, muntah, batuk, mulut berbau, ketidakmampuan
membersihkan rongga mulut, dan suara seperti kumur.

2. Hasil NOC
 Status menelan: batuk, muntah, tidak nyaman dengan menelan
 Kesehatan mulut: kebersihan mulut, nyeri, mulut berbau

3. Intervensi NIC Pemberian makan:


 Sediakan pereda nyeri yang adekuat sebelum waktu makan dengan tepat
 Lakukan kebersihan mulut sebelum makan
 Tanyakan pasien apa makanan yang disukai untuk dipesan
 Atur makanan sesuai dengan kesenangan pasien
 Sediakan camilan yang sesuai
 Hindari mengalihkan perhatian pasien pada saat menelan
 Catat asupan dengan tepat.

D. LARINGITIS

1) Pengertian
Laringitis merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut
pada faring, termasuk tonsillitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari dan
merupakan peradangan pada membran mukosa laring dan struktur yang ada disekitarnya.
Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya pada
tonsillitis namun juga mencakup nasofaringitis, dan tonsilofaringitis dan ditandai dengan
keluhan nyeri tenggorok (Rahajoe, 2012).
Laringitis merupakan inflamasi pada laring yang sering terjadi sebagai akibat terlalu
banyak menggunakan suara, pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan polutan
lainnya, atau sebagai bagian dari infeksi saluran nafas atas (Smeltzer dan Bare, 2013)
2) Etiologi
Laringitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur. Virus merupakan etiologi
laryngitis yang paling sering yaitu rhinovirus, virus influenza, virus parainfluenza,
edenovirus, dan respiratory synistial. Sedangkan beberapa bakteri yang menyebabkan
laryngitis yaitu:
1. Blastomyces : Biasanya menyebabkan laryngitis sebagai komplikasi dari
inflamasi sistemik
2. Candida : Biasanya menyebabkan laryngitis
Laringitis juga merupakan akibat dari penggunaan suara yang berlebih, atau infeksi
pada pita suara. Bronchitis dan pneumonia juga dapat menyebabkan laringitis. Onset dari
laringitis berhubungan dengan perubahan suhu yang tiba-tiba, malnutrisi, atau keadaan
menurunnya sistem imun.
3) Manifestasi klinis
 Gejala lokal seperti suara parau
 Sesak nafas dan stridor
 Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
 Gejala radang umum seperti demam, malaise
 Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
 Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan
temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
 Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan
hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti
yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan
nyeri diseluruh tubuh.
 Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis, membengkak
terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut
dihidung atau sinus paranasal atau paru
 Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi
dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi
gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan
retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik
yang dapat mengancam jiwa anak.
E. Jenis-jenis Laringitis
a. Laringitis akut
Peradangan pada laring yang akan menyebabkan edema laring. Gejala laringitis
akut selain dari suara parau dan sesak napas ialah demam dan kadang-kadang batuk.
Diagnosis didapatkan dengan melakukan laringoskopi tak langsung pada orang dewasa,
atau laringoskopi langsung pada anak-anak (Iskandar, 2006).
b. Laringitis Kronik
Laringitis kronik mungkin disebabkan oleh kuman yang spesifik, seperti
Tuberculosis atau Sifilis, atau oleh kuman yang tidak spesifik, disebabkan oleh
pengobatan pada laringitis akut yang tidak sempurna. Gejala yang ditemukan ialah suara
parau, tidak demam. Pada pemeriksaan mungkin tampak penebalan mukosa laring
(Iskandar, 2006).
c. Laringitis Difteri
Penyakit ini merupakan lanjutan dari tonsillitis difteri, disebabkan oleh kuman
difteri. Terdapat selaput pada laring yang dapat menyumbat laring. Gejala demam pada
laringitis difteri tidak setinggi pada laringitis akut. Gejala sumbatan laring tergantung
pada luasnya selaput yang terbentuk di laring serta edema laring. Pengobatan yang
diberikan ialah dengan memberikan serum anti difteri, dan bila terdapat sumbatan
laring, dilakukan trakeostomi (Iskandar, 2006).

d. Laringitis Tuberculosis
Laringitis merupakan inflamasi laring yang disebabkan oleh tuberculosis paru
yang setelah diobati tuberculosis paru sembuh namun laringitis tuberkulosisnya akan
menetap.
F. WOC

6.) Asuhan Keperawatan

-PENGKAJIAN

 Identitas Pasien :
Pengkajian dilakukan pada tanggal 21 Juni 2016 sampai dengan tanggal 23 Juni 2016
pukul 12.00 WITA. Klien bernama Ny. D berumur 46 tahun, status perkawinan kawin,
jenis kelamin perempuan, beragama Kristen, suku bangsa Manado, pendidikan terakhir
SMA, pekerjaan wiraswasta, alamat Selumit Dalam RT. 03 No. 93 Kecamatan Tarakan
Barat Kota Tarakan. Klien masuk rumah sakit pada tanggal 20 Juni 2016 dengan
Diagnosa Medis Laringitis Akut.
 Keluhan utama
Saat masuk rumah sakit, klien mengeluh nyeri leher pada saat menelan. Keluhan
dirasakan sekitar 2 hari lalu dan klien pergi ke poli THT kemudian dianjurkan untuk
rawat inap di Rumah Sakit. Dan pada saat pengkajian, klien mengatakan nyeri pada saat
menelan pada bagian leher.
 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan nyeri pada saat menelan makanan, nyerinya akan bertambah pada
saat makan terutama pada makanan yang panas. Klien mengatakan nyeri akan
berkurang pada saat klien beristirahat. Klien mengatakan nyeri yang dirasakan
bersifat hilang timbul, dengan skala nyeri klien 5 (sedang) dengan durasi ±5 menit.
b. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan pada saat kanak-kanak hanya menderita penyakit biasa yaitu
demam, batuk, dan pilek. Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan dan obat-
obatan tertentu. Sebelumnya klien pernah dirawat di rumah sakit untuk dilakukan
persiapan tindakan operasi. Klien mengatakan tidak pernah berobat alternatif
dimanapun. Klien mengatakan sudah pernah dioperasi sebanyak 2 kali, pada tahun
1996 klien pernah dioperasi tonsillitis dan pada tahun 2011 klien melakukan operasi
batu empedu.
c. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan ayahnya menderita penyakit hipertensi. Klien juga mengatakan
bahwa adiknya meninggal karena penyakit anemia. Di keluarga klien tidak ada yang
alergi terhadap obat-obatan dan makanan tertentu.
 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Tingkat kesadaran klien compos mentis dengan GCS 15 yakni Eye 4, Verbal 5, dan
Motorik 6. Tinggi badan klien 165 cm dan berat badan 62 kg.
b. Tanda vital
Tekanan darah klien 130/90 mmHg. MAP (Mean Arteriol Pressure) klien 103
mmHg. Kesimpulan yang di dapatkan meningkat pada MAP klien. Frekuensi nadi 85
x/menit teraba kuat dan teratur pada arteri radialis, frekuensi pernafasan 18x/menit
dan suhu tubuh klien 36,2º C diukur pada aksila.
c. Kepala
Bentuk kepala klien mesochepal, distribusi rambut klien merata, berwarna hitam.
Tidak terdapat adanya pembengkakan ataupun nyeri tekan di daerah kepala. Tidak
terdapat lesi dan ketombe pada kulit kepala klien. Tidak ada benjolan dan tidak ada
nodul. Pada saat dilakukan finger print dapat kembali seperti semula dalam ˂3 detik
d. Wajah
Wajah klien simetris. Tidak terdapat lesi pada daerah wajah, tidak terdapat tumor dan
edema. Pada saat pemeriksaan palpasi tidak ada nyeri tekan. Saat pemeriksaan
Nervus V Trigeminus klien mampu merasakan dan menunjukkan rasa sentuhan
kapas pada kening, pipi, dan dagu. Klien berkedip pada saat dilakukan refleks kornea
dengan menggunakan kapas. Pemeriksaan Nervus VII Fascialis klien mampu
mengangkat alis, dan mengerutkan dahi
e. Mata
Konjungtiva klien berwarna kemerahan, sklera tidak ikterik dan tidak terdapat ptosis.
Tidak terdapat adanya benjolan dan pembengkakan pada mata klien. Pada saat
pemeriksaan palpasi tidak ada nyeri tekan pada daerah mata klien.
Penyebaran bulu mata dan alis merata, pemeriksaan Nervus II Optikus klien mampu
membaca koran dari jarak 30 cm. Pada pemeriksaan Nervus III Okulomotorius saat
diberi rangsangan cahaya pupil klien mengecil, ukuran pupil 3 mm isokor. Saat
cahaya dijauhkan pupil klien melebar (midriasis), klien mampu memutar bola mata
searah jarum jam dan berlawanan dengan arah jarum jam. Pemeriksaan Nervus IV
Trokhlearis saat klien disuruh melihat kearah tangan telunjuk yang digerakkan
kearah kanan dan kiri kemudian tangan ditahan tidak ada deviasi pupil, tidak ada
diplopia (penglihatan ganda/ berbayang), dan tidak terdapat nistagmus. Pada
pemeriksaan Nervus VI Abdusen klien mampu mengikuti gerakan jari pemeriksa
kearah lateral (samping). Mata berkedip saat diberi reflex glabella.
f. Hidung
Bentuk hidung simetris antara kanan dan kiri. Tidak terdapat adanya perdarahan/
epitaksis maupun polip, tidak terjadi deviasi septum, tidak terdapat secret.
Pemeriksaan Nervus I Olfaktorius klien mampu membedakan bau parfum dan bau
minyak kayu putih. Tidak ada nyeri tekan pada bagian hidung klien.
g. Mulut dan tenggorokan
Tidak terdapat stomatitis, terdapat karies pada gigi dan jumlah gigi klien yang
tanggal 8 buah. Pada pemeriksaan sensorik Nervus V Trigeminus klien mampu
merasakan rasa pahit pada lidah bagian belakang baik kiri maupun kanan, pada
pemeriksaan Nervus VII Fascialis klien mampu merasakan manisnya gula pada lidah
bagian depan, asinnya garam pada lidah bagian tengah, dan kecut/ asamnya jeruk
nipis pada lidah bagian samping kiri dan kanan. Klien dapat menjulurkan lidah
kedepan, uvula berada ditengah. Pemeriksaan Nervus IX Glosofaringeus dan Nervus
X Vagus, tidak terdapat deviasi uvula dan klien mengalami kesulitan dalam menelan.
Pemeriksaan Nervus XII Hipoglasus klien mampu menjulurkan lidahnya lurus
kedepan, kemampuan lidah simetris mendorong pipi kiri dan kanan.Tidak terdapat
lesi dan benjolan.
h. Telinga
Bentuk telinga simetris tidak ada cairan yang keluar dari telinga, telinga bersih.
Untuk pemeriksaan Nervus VIII Vestibulo Askutikus klien mampu mendengar detik
jam tangan.
i. Leher
Terdapat adanya nyeri tekan pada area kelenjar limfe. Terdapat pembengkakan dan
tidak ada lesi maupun jaringan parut. Pada saat pemeriksaan Nervus XI Aksesorius
klien mampu melawan tahanan yang diberikan pemeriksa saat dilakukan
pemeriksaan otot Muskulus trapezius dan tidak ada atrofi maupun kekakuan pada
otot sternokleidomastoideus. Pada pundak/ punggung klien mampu memberikan
tahanan terhadap kekuatan yang diberikan. Pada saat pemeriksaan palpasi tidak
terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan terdapat nyeri tekan.
j. Dada
- Paru dan toraks
Bentuk dada klien normochest, perbandingan anterior posterior dan transversal
2:1. Gerakan dada klien simetris antara kiri dan kanan. Perkusi paru terdengar
sonor dan suara nafas vesikuler pada seluruh lapang paru.
- Jantung
Pada saat dilakukan pemeriksaan inspeksi Ictus cordis 1 cm di bawah mamae
yakni di intercosta 5 midklavikula sinistra. Pada saat pemeriksaan palpasi tidak
terdapat krepitasi pada tulang iga jantung dalam batas normal, tidak terjadi adanya
pembesaran jantung (kardiomegali). Batas atas jantung intercosta 2, batas kanan
jantung linea sternalis sinistra dan batas kiri jantung linea midklavikula sinistra.
Batas bawah jantung intercosta 5 sinistra.Tidak terdengar bunyi jantung
tambahan. Bunyi jantung S1 (Lup), dan S2 (dup). Capillary Refilling Time 2 detik
k. Abdomen
Tidak terdapat lesi, umbilicus tidak menonjol, auskultasi bising usus 5 kali/ menit.
Tidak terdapat massa atau benjolan pada daerah abdomen dan tidak terdapat nyeri
tekan. Tidak terdapat distensi abdomen dan tidak terdapat pembesaran hepar dan saat
dilakukan perkusi abdomen terdengar timpani.
l. Genetalia
Tidak dilakukan pemeriksaan.
m. Kulit.
Kebersihan kulit bersih, tidak ada lesi, terdapat sianosis, dan tidak ikterik. Pada saat
pemeriksaan palpasi tekstur kulit lembab, turgor kulit baik dan CRT kembali dalam
˂2 detik

-PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang untuk penyakit Ny. D, yaitu pemeriksaan penunjang kimia klinik.

-ANALISA DATA
1) Pengelompokan Data Pertama
DS : (1) Klien mengatakan nyeri saat menelan pada bagian leher.
(2) Nyeri bertambah pada saat klien makan terutama pada makanan panas.
(3) Klien mengatakan nyeri berkurang pada saat klien beristirahat.
(4) Klien mengatakan nyeri yang dirasakan bersifat hilang timbul dengan
skala nyeri 5 (sedang) dengan durasi ±5 menit.
DO : (1) Klien berbaring dengan kepala ditinggikan (head up).
(2) Klien tampak lemah.
(3) Klien merintih kesakita
Masalah : Gangguan rasa nyaman (Nyeri)
Etiologi : Agen penyebab cedera
2) Pengelompokan Data Kedua
DS: : (1) Klien mengatakan terdapat luka di leher terlihat saat pemeriksaan
Endoscopy
(2) Klien mengatakan perih pada bagian leher ketika makanan masuk.
DO: : (1) Tonsil klien berwarna kemerahan
(2) Terdapat bengkak pada bagian samping kanan dan kiri.
(3) Leher teraba hangat.
Masalah : Resiko tinggi infeksi
Etiologi : Infeksi Laring Sekunder
3) Pengelompokan Data Ketiga
DO : (1) Klien mengatakan nafsu makannya berkurang
(2) Klien mengatakan perih saat menelan.
DS : (1) Makanan klien tidak pernah dihabiskan hanya ½ porsi.
(2) Klien mengunyah dengan perlahan dan lama.
Masalah : Gangguan menelan
Etiologi : Abnormalitas laring

-DIAGNOSA KEPERAWATAN

Setelah dilakukan pengkajian dan analisa data, didapatkan diagnosa keperawatan berdasarkan
skala prioritas. Diagnosa keperawatan tersebut adalah :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan infeksi laring sekunder.
3) Gangguan menelan berhubungan dengan abnormalitas laring.

-IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No. DIAGNOSA NOC (Edisi Kelima) NIC (Edisi Keenam)
1. Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri (Hal.198)
berhubungan dengan (Hal.247) - Lakukan pengkajian nyeri
agen penyebab - Menggambarkan komprehensif yang meliputi
factor penyebab lokasi, karakteristik, durasi,
- Menggunakan frekuensi, kualitas, intensitas dan
tindakan faktor pencetus.
pengurangan nyeri - Gunakan komunikasi terapeutik
tanpa analgesik untuk mengetahui pengalaman
- Mengenali apa yang nyeri dan sampaikan penerimaan
terkait dengan gejala pasien terhadadap nyeri
nyeri - Gali bersama pasien faktor-faktor
yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
- Bantu keluarga dalam mencari
atau menyediakan dukungan
- Dukung istirahat yang adekuat
untuk membantu penurunan nyeri.
2. Resiko infeksi Keparahan Infeksi Kontrol Infeksi (Hal. 134)
berhubungan dengan (Hal. 145) - Anjurkan pasien mengenai teknik
infeksi laring - Kemerahan mencuci tangan dengan tepat
sekunder - Nyeri - Gunakan sabun antimikroba
- Hilang nafsu untuk cuci tangan yang sesuai
- Dorong untuk beristirahat
- Berikan terapi antibiotik yang
sesuai
3. Gangguan menelan Status Menelan (Hal. Terapi Menelan (Hal. 441)
berhubungan dengan 541) - Bantu pasien untuk duduk tegak
abnormalitas laring - Mempertahankan untuk makan.
makanan di mulut - Bantu pasien untuk
- Tidak nyaman memposisikan kepala fleksi
dengan menelan menghadap ke depan sebagai
persiapan menelan.
- Monitor pergerakan lidah pasien
selama makan

-EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai
akhir dari seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama tiga hari yaitu mulai
tanggal 21 Juni sampai dengan 23 Juni 2016. Masalah yang dapat teratasi :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera karena pada evaluasi akhir
didapatkan hasil nyeri pada klien berkurang, skala nyeri sudah berkurang, ekspresi wajah
klien tidak meringis, durasi nyeri yang dirasakan dapat berkurang.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan infeksi laring sekunder karena pada evaluasi akhir
didapatkan hasil bahwa suhu tubuh klien dalam batas normal yaitu 360C, tonsil klien tidak
kemerahan, dan tidak terdapat edema pada leher klien.
Gangguan menelan berhubungan dengan abnormalitas laring karena pada evaluasi akhir
didapatkan hasil klien dapat makan tanpa ada gangguan, klien tidak mengeluh kesakitan, dan
tidak ada hambatan dalam mengunyah atau menelan makanan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cicin
waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman.
Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak (Ringgo, 2019).

Adenoid atau tonsil faringealis adalah salah satu dari organ limfoepitelial dalam
lingkaran cincin waldayer, terletak di dinding belakang nasofaring.

Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut yang diikuti dengan
terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara muskulus konstriktor faring dengan
tonsil pada fosa tonsil.

Laringitis merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan semua infeksi


akut pada faring, termasuk tonsillitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari
dan merupakan peradangan pada membran mukosa laring dan struktur yang ada
disekitarnya.

B. Saran

Laringitis merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan semua infeksi


akut pada faring, termasuk tonsillitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari
dan merupakan peradangan pada membran mukosa laring dan struktur yang ada
disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, hadian. (2010). Bab iii tinjauan kasus asuhan keperawatan an. N dengan pre
dan post tonsilektomi di ruang lukman rumah sakit roemani semarang
Purwanti, sri., winarsih, n. (2018). Pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu
tubuh pada pasien anak hipertermia di ruang rawat inap rsud dr. Moewardi
surakarta. Berita ilmu keperawatan, 1(2), 81-86.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. (2015). Ilmiah FL. Journal of the College of
Physician and Surgeons.2009; 19(2):73-76. 14. Bluestone CD
https://id.scribd.com/document/279993641/ADENOIDITIS.
https://www.halodoc.com/kesehatan/adenoiditis.
Marbun, Erna M. (2016). Diagnosis, Tata Laksana dan Komplikasi Abses Peritonsil. Jurnal
kedokteran MEDITEK, Vol. 22(60), 42-47.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC) 5th Indonesian Edition. Elsevier. Singapore
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Indonesian Edition. Elseiver. Singapore.
Supriyati, Desi. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Ny. D Dengan Diagnosa Medis
Laringitis
Akut di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Dari Tanggal 21 Sampai
Dengan 23 Juni 2016 (Diakses online)
http://repository.borneo.ac.id/index.php?p=show_detail&id=2467&keywords=#

Anda mungkin juga menyukai