Anda di halaman 1dari 6

Kebijakan Berwawasan Kesehatan di Indonesia Mengenai Penggunaan Helm

Berstandar SNI untuk Meningkatkan Keamanan dan Keselamatan Berlalu Lintas

A. Latar Belakang
Kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan, pertambahan jumlah penduduk,
pengembangan lingkungan dan industri saat ini telah mempengaruhi mobilitas masyarakat. Hal
ini menyebabkan kebutuhan masyarakat akan alat transportasi juga semakin meningkat.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan alat transportasi tersebut menyebabkan
semakin meningkatnya juga jumlah alat/sarana transportasi yang disediakan atau diadakan
terutama oleh perorangan (kendaraan pribadi) maupun oleh dunia usaha (angkutan umum,
kendaraan penumpang atau barang) seperti kendaraan bermotor. Penambahan jumlah sarana
transportasi ini pasti memberikan dampak terhadap kondisi lalu lintas. Kondisi yang menjadi
persoalan pada saat ini di antaranya sering terjadinya kecelakaan lalu lintas, pelanggaran lalu
lintas dan kemacetan lalu lintas.1
Tingginya angka kecelakaan lalu lintas terutama disumbangkan oleh kecelakaan sepeda
motor. Bila dibandingkan dengan mobil, sepeda motor tidak memiliki instrumen peredam,
sabuk keselamatan (safety belt) dan kantong udara (air bag) guna menahan benturan. Sehingga
pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan seringkali mengalami benturan secara
langsung, terkena cedera pada kepala bahkan sampai meninggal. Dalam upaya melindungi
masyarakat dari potensi kepala berat akibat kecelakaan sepeda motor sekaligus untuk
meningkatkan keamanan dan keselamatan berkendara maka pemerintah mengeluarkan
kebijakan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Pasal 57 bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi
dengan perlengkapan kendaraan bermotor. Perlengkapan yang dimaksud tersebut bagi sepeda
motor berupa helm standar nasional Indonesia.2,3
Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengeluarkan ketentuan SNI 1811-2007 tentang
helm pengendara roda dua yang disesuaikan juga dengan standar internasional. Standar ini
menetapkan spesifikasi teknis helm pelindung bagi pengguna motor. Meliputi klasifikasi helm
standar terbuka (open face) dan helm standar tertutup (full face). Syarat mutu meliputi
persyaratan umum (bahan dan konstruksi) dan kinerja, uji mutu material dan teknis helm SNI
antara lain:
 terbuat dari bahan bukan logam yang kuat, tidak berubah jika ditempatkan di ruang
terbuka pada suhu 0-55°C selama paling sedikit 4 jam dan tidak terpengaruh oleh
radiasi ultra violet.
 tahan dari akibat pengaruh bensin, minyak, sabun, air, deterjen dan pembersih lainnya.
Bahan pelengkap helm harus tahan lapuk, tahan air dan tidak boleh terbuat dari bahan
yang dapat menyebabkan iritasi atau penyakit pada kulit, tidak mengurangi kekuatan
benturan maupun perubahan fisik sebagai akibat dari bersentuhan langsung dengan
keringat, minyak dan lemak pemakai.
 Konstruksi helm terdiri dari tempurung keras dengan permukaan halus, lapisan
peredam benturan dan tali pengikat ke dagu. Tinggi helm sekurang-kurangnya 114
helm diukur dari puncak helm ke bidang utama, yaitu bidang horizontal yang melalui
lubang telinga dan bagian bawah dari dudukan bola mata. Sedangkan keliling lingkaran
bagian dalam helm berkisar antara 500-620 mm (sesuai ukuran S, M, L, XL). Syarat
kinerja terdiri dari batok, sistem penahan, ketahanan benturan miring dari pelindung
dagu. Cara uji meliputi uji penyerapan kejut, uji penetrasi, uji efektifitas sistem
penahan, uji kekuatan sistem penahan dengan tali pemegang, uji untuk pergeseran tali
pemegang, uji ketahanan terhadap keausan dari tali pemegang.
Selain itu, syarat teknis yang harus memenuhi syarat adalah dari segi perlindungan terhadap
benturan, kekuatan tempurung dan kemampuan tali penahan helm.4
Kebijakan diberlakukannya penggunaan helm berstandar nasional Indonesia ini secara
positif berimplikasi menurunkan jumlah cedera kepala berat di antaranya akibat cedera
intrakranial, fraktur tengkorak dan tulang wajah.2

B. Kebijakan mengenai penggunaan helm berstandar SNI sebagai standar keselamatan


berkendara
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur
ketentuan mengenai Keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan yang
memerlukan peraturan lebih lanjut dalam pelaksanaannya. Keamanan lalu lintas dan angkutan
jalan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau kendaraan dari gangguan
perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas. Sedangkan keselamatan
lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko
kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan dan/atau
lingkungan.3
Keselamatan kendaraan bermotor yang dimaksud dalam UU tersebut dikelompokkan
berdasarkan jenis :
a) Sepeda motor;
b) Mobil penumpang;
c) Mobil bus;
d) Mobil barang; dan
e) Kendaraan khusus3
Tata cara untuk menjaga ketertiban dan keamanan berlalu lintas yang diatur dalam UU
Nomor 22 tahun 2009 yaitu bahwa setiap orang yang menggunakan jalan wajib:
- Berperilaku tertib; dan/atau
- Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan
lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.3
Dalam Pasal 106 ayat (8) bagi pengemudi dan penumpang sepeda motor diatur bahwa
setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda motor wajib
mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia (SNI).3
Aturan hukum mengenai pelanggaran Pasal 106 ayat (8) tersebut di atas juga diatur dalam
UU Nomor 22 tahun 2009. Pasal 291 ayat (1) berbunyi: setiap orang yang mengemudikan
sepeda motor tidak mengenakan helm standar nasional Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau
denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Pasal 292 ayat (2)
berbunyi: setiap orang yang mengemudikan sepeda motor yang membiarkan penumpangnya
tidak mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus
lima puluh ribu rupiah).3
Peraturan lalu lintas di Kota Medan juga diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 9 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dimana dalam
peraturan tersebut untuk menghindari terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan, Pemerintah
Daerah menetapkan program dan/atau rencana kerja pencegahan kecelakaan lalu lintas, yang
dilaksanakan secara terkoordinasi yang meliputi:
a. Pembinaan keselamatan lalu lintas bagi para pemakai jalan;
b. Identifikasi daerah rawan kecelakaan lalu lintas;
c. Analisis terjadinya kecelakaan lalu lintas;
d. Penyusunan data dan informasi serta pembuatan laporan kecelakaan lalu lintas;
e. Pembangunan dan pengadaan prasarana dan sarana pencegahan kecelakaan lalu lintas;
dan
f. Pembinaan etika berlalu lintas bagi masyarakat umum.5

Kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan
guna meningkatkan keamanan dan keselamatan berlalu lintas telah dilaksanakan di tengah-
tengah masyarakat Indonesia terutama dalam hal penerapan penggunaan helm berstandar SNI.
Kebijakan penerapan helm berstandar SNI ini pada pelaksanaannya belum berjalan dengan
baik di antaranya disebabkan oleh:6,7,8,9,10
o Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya keselamatan berkendara. Masih
banyak masyarakat yang malas memakai helm saat mengemudikan sepeda motor
dengan alasan gerah, berat, dan tujuan berkendara yang dekat. Kurangnya kesadaran
masyarakat juga dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat akan tujuan
dari pemberlakuan kebijakan tersebut, masyarakat masih banyak yang berpendapat
bahwa kebijakan ini hanya menguntungkan sekelompok pihak saja, yakni para
pengusaha/produsen helm dan apparat kepolisian yang melakukan tilang.
o Harga helm berstandar SNI yang relatif lebih mahal dibandingkan helm yang tidak
berstandar SNI menjadi salah satu alasan masyarakat enggan untuk membelinya.
o Penindakan hukum yang masih belum tegas terhadap pelanggaran lalu lintas terutama
bagi pengemudi sepeda motor dan/atau penumpang yang tidak memakai helm. Ada
banyak kejadian dimana aparat kepolisian yang melihat pengemudi dan/atau
penumpang yang tidak memakai helm namun dibiarkan saja karena tidak sedang dalam
tugas melakukan razia.

Saran-saran yang dapat diberikan untuk mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan berlalu lintas
di antaranya :
 Perlu diperbanyak sosialisiasi kepada masyarakat agar masyarakat dapat memperoleh
pemahaman dan tujuan dari kebijakan ini untuk meningkatkan kepatuhan dalam
mematuhi aturan-aturan berlalu lintas. Sosialisasi yang baik dan benar diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran dari dalam diri masyarakat itu sendiri akan pentingnya
mematuhi kebijakan dan aturan yang berlaku sehingga kepatuhan masyarakat tidak lagi
hanya berdasarkan pada upaya untuk menghindar dari aparat kepolisian semata.
 Perlu adanya pengawasan dan penindakan oleh lembaga yang berwenang terhadap
helm-helm yang beredar di pasaran terutama helm-helm yang tidak memenuhi standar
SNI. Pemmerintah juga perlu mempertimbangkan mengenai penenatapan kesetaraan
harga helm bestandar SNI yang diproduksi oleh produsen helm di Indonesia sehingga
lebih terjangkau bagi masyarakat.
 Perlu adanya penambahan jumlah personil polisi lalu lintas sesuai dengan kebutuhan
yang secara tegas melaksanakan aturan hukum yang ada guna menindak para pelanggar
aturan lalu lintas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Widyawati A. Upaya Menekan Tingginya Angka Kecelakaan Lalu Lintas Melalui
Sosialisasi UU No.22 Tahun 2009 Bagi Warga Desa Tampingan Kecamatan Boja
Kabupaten Kendal. ABDIMAS. Jun 2013; 17(1): 1-6.
2. Purwanto E. Pemberlakuan Regulasi Helm SNI dan Persentase Perubahan Tingkat
Cedera Kepala dan Meninggal Dunia Akibat Kecelakaan Sepeda Motor di Wilayah Kota
Bandung. Jurnal Standardisasi. Jul 2013; 15(2): 103-11.
3. Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta. 2009.
4. Amanda F. Analisis Formulasi Kebijakan Pemberlakuan Helm SNI (Standar Nasional
Indonesia) Secara Wajib Bagi Pengendara Motor. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.
Jun 2012; 107p.
5. Pemerintah Kota Medan. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2016 Tentang
Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Medan. 2016.
6. Hadi S, Malagano T. Analisis Penerapan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Mewujudkan Kesadaran Hukum Berlalu
Lintas (Penelitian di Polres Pesawaran). Jurnal Kepastian Hukum dan Keadilan. Des
2020; 2(1): 17-33.
7. Septiani R. Suryaningsih M, Lituhayu D. Implementasi Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Penerapan Helm Berstandar SNI di Kota Semarang. Universitas
Diponegoro. 2013. 10p.
8. Rahawarin F. Implementasi Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Studi di Kota Ambon). Jurnal Institut Agama Islam Negara.
Des 2016. 12(2): 125-41.
9. Putra D, Suni B, Hardilina. Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Pontianak. Skripsi. Pontianak:
Universitas Tanjungpura. 2013. 20p.
10. Pontoh R, Bogar W, Dame J. Implementasi Kebijakan Penggunaan Helm SNI
Pengendara Sepeda Motor di Wilayah Kepolisian Lolak Kabupaten Bolaang
Mangondow. Jurnal Mirai Management. 2020; 5(1):48-63.

Anda mungkin juga menyukai