Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MAKALAH

ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA


(ABKC 2605)

“SISTEM OTOT”

Disusun Oleh :
Kelompok III
Dody Alfayed (1810119210003)
Jayyid Azhrofi (1810119210021)
Laily Najmah (1810119220011)
Muhammad Farhan Azhari (1810119220032)
Nadya Hilmia (1810119220009)
Selviana Eka Putri (1810119220005)
Tania Dwi Yolanda Putri (1810119220007)

Dosen Pengasuh :
Drs. H. Kaspul, M.Si.
Dra. Hj. Aulia Ajizah, M.Kes.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
FEBRUARI
2021

0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya jualah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mata
kuliah Anatomi Fisiologi Manusia dengan judul “Sistem Otot”. Sholawat dan
salam tak lupa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW beserta keluarga, kerabat, dan pengikut beliau hingga akhir zaman.
Dasar penyusunan makalah ini, kami telah banyak memperoleh bantuan
yang sangat berharga dari berbagai pihak, Oleh karena itu pada kesempatan ini
kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. H. Kaspul, M.Si. dan ibu Dra. Hj. Aulia Ajizah, M.Kes. selaku
dosen pembimbing mata kuliah Anatomi Fisiologi Manusia.
2. Kepada orang tua kami, keluarga, serta teman-teman yang selalu mendoakan
kami serta memberikan dukungan kepada kami
3. Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
sempurna, baik dari segi tata bahasa, teknik penulisan, maupun dari segi
keilmuannya. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya data–data yang di
peroleh sebagai penunjang makalah ini. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang.
Akhir kata kami mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya
apabila ada kesalahan dan kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.

Banjarmasin, Februari 2021

Kelompok III

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................1

1.2 Rumusan masalah.............................................................................................2

1.3 Tujuan penulisan...............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Pengertian Otot.................................................................................................3

2.2 Sifat Otot...........................................................................................................3

2.3 Fungsi Otot........................................................................................................4

2.4 Klasifikasi Otot.................................................................................................4

2.5 Stuktur Otot Rangka...........................................................................................7

2.6 Tipe Serabut Otot.............................................................................................12

2.7 Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi pada Otot...............................................14

2.8 Hubungan Otot dan Tulang..............................................................................15

2.9 Sumber Energi Otot..........................................................................................16

2.10 Gangguan pada Otot.......................................................................................18

BAB III PENUTUP................................................................................................21

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................21

3.2 Saran................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tulang dan sendi membentuk rangka tubuh (skeleton), tetapi tidak dapat
menghasilkan pergerakan sendiri. Untuk memungkinkan terjadinya
pergerakan, maka dibutuhkan sebuah struktur yang disebut otot. Pergerakan
dihasilkan oleh pergantian kontraksi dan relaksasi otot, dimana terjadi
perubahan energi kimia (ATP) menjadi energi mekanik (Wangko, 2014).
Jaringan otot menyusun 40-50% dari berat badan total. Secara umum
fungsi jaringan otot ialah untuk pergerakan, stabilisasi posisi tubuh, mengatur
volum organ dan termogenesis; diperkirakan 85% panas tubuh dihasilkan oleh
kontraksi otot. Sifat jaringan otot ialah eksitabilitas/ iritabilitas, dapat
berkontraksi, dapat diregang tanpa merusak jaringannya pada batas tertentu,
dan elastisitas. Berdasarkan ciri-ciri histologik, lokasi serta kontrol sistem
saraf dan endokrin, jaringan otot dikelompokkan atas jaringan otot rangka,
otot jantung, dan otot polos (Wangko, 2014).
Jaringan otot rangka terutama melekat pada tulang dan berfungsi
menggerakkan bagian-bagian skeleton. Jaringan otot ini tergolong otot
bercorak/striated karena pada pengamatan mikroskopik jaringan ini
memperlihatkan adanya garis/pita gelap-terang bergantian. Jaringan otot
rangka bersifat volunter karena berkontraksi dan berelaksasi di bawah kontrol
kesadaran. Jaringan otot jantung juga tergolong otot bercorak tetapi
kontraksinya tidak di bawah kontrol kesadaran (Wangko, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan otot ?
2. Apa saja sifat yang dimiliki oleh otot?
3. Apa fungsi dari otot?
4. Bagaimana klasifikasi otot?
5. Bagaimana struktur dari otot rangka?

1
6. Bagaimana tipe dari serabut otot?
7. Bagaimana mekanisme kontraksi dan relaksasi pada otot?
8. Bagaimana hubungan antara otot dan tulang?
9. Bagaimana sumber dari energi otot?
10. Apa saja gangguan yang terjadi pada otot?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mendeskripsikan apa definisi otot.
2. Mendeskripsikan apa saja sifat yang dimiliki otot.
3. Mendeskripsikan bagaimana fungsi dari otot.
4. Mendeskripsikan klasifikasi otot.
5. Mendeskripsikan struktur dari otot rangka.
6. Mendeskripsikan tipe dari serabut otot.
7. Mendeskripsikan mekanisme kontraksi dan relaksasi pada otot.
8. Mendeskripsikan bagaimana hubungan antara otot dan tulang.
9. Mendeskripsikan bagaimana sumber dari energi otot.
10. Mendeskripsikan apa saja gangguan yang terjadi pada otot.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otot


Jaringan otot adalah jaringan yang secara khusus digunakan untuk
berkontraksi dan bertanggung jawab atas pergerakan tubuh dan perubahan
ukuran dan bentuk organ dalam. Sel-sel otot biasanya memanjang dan diatur
dalam susunan paralel (Akers dan Denbow, 2013).
Otot diklasifikasikan berdasarkan penampilan selnya. Dua jenis otot utama
adalah otot lurik dan otot polos. Otot lurik tampak memiliki lurik silang bila
dilihat di bawah cahaya mikroskop, sedangkan otot polos tidak memiliki lurik
silang jika dilihat di bawah cahaya mikroskop. Otot lurik dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu otot rangka yang melekat pada tulang dan
bertanggung jawab atas pergerakan kerangka aksial dan kerangka
apendikular, dan otot jantung yang membentuk organ jantung (Akers dan
Denbow, 2013).
Awalan myo dan sarco mengacu pada otot. Karena itu, istilah seperti
myofibril atau myofilament akan mengacu kepada struktur dalam otot.
Misalnya, plasma membran sel otot disebut sarcolemma. Sel otot rangka
tunggal juga disebut sebagai serat otot (Akers dan Denbow, 2013).

2.2 Sifat Otot


Otot mempunyai empat sifat yang memungkinkan mereka untuk
melakukan fungsinya. Empat sifat ini yaitu (Akers dan Denbow, 2013).
a) Excitability. Kadang-kadang disebut juga irritability. Sel otot
mempertahankan potensi membran dan mampu untuk menanggapi
stimulus seperti neurotransmitter dengan mengembangkan impuls
listrik. Stimulus biasanya neurokimia, tetapi juga bisa mekanik atau
kimia. Impuls listrik dapat bermigrasi melintasi sarcolemma.
b) Contractility. Saat distimulasi, impuls listrik menyebar melintasi sel
otot sehingga menyebabkan sel otot berkontraksi.

3
c) Extensibility. Selain dapat berkontraksi, sel-sel otot juga dapat
diperpanjang sebagai respons terhadap peregangan. Sifat ini lebih
sering terjadi pada otot polos dibandingkan dengan otot rangka.
d) Elasticity. Setelah diregangkan, serat otot bisa kembali ke bentuk
semula karena adanya sifat elastis dari otot.

2.3 Fungsi Otot


Otot hanya memiliki satu fungsi, yaitu kontraksi. Relaksasi merupakan
proses pasif, yang terjadi setelah otot berkontraksi. Jadi, fungsi beragam dari
sistem otot semua didasarkan pada kontraksi (atau pemendekan) serat otot.
Otot polos di dinding lambung dan usus berkontraksi untuk mencampur dan
mendorong makanan di sepanjang saluran pencernaan. Otot polos di dinding
pembuluh darah berfungsi untuk mengontrol distribusi darah, yang didorong
oleh kontraksi otot jantung.
Di mata, serat otot polos menyesuaikan diameter pupil dan ketebalan
lensa untuk penglihatan optimal, sementara di kulit, kontraksi otot polos
menyebabkan rambut berdiri naik. Otot rangka memberikan daya penggerak
saat berkontraksi untuk mengubah posisi relatif tulang selama proses bergerak
dan dengan mempertahankan sudut sendi melawan tarikan gravitasi. Otot-otot
rangka respirasi berfungsi untuk memindahkan udara masuk dan keluar dari
paru-paru dengan cara berkontraksi untuk mengubah volume rongga dada.
Selain itu, produksi panas melalui menggigil adalah hasil dari kontraksi
berulang yang singkat dari otot rangka di seluruh tubuh (Frandson et al.,
2009).

2.4 Klasifikasi Otot


1. Otot Polos
Dinamakan otot polos karena tidak memiliki lurik silang jika
dilihat dibawah cahaya mikroskop. Sel-sel individu otot polos berbentuk
gelondong dan memiliki nukleus yang berada di tengah. Otot-otot polos
diatur oleh sistem saraf otonom dan terletak di struktur visceral yang

4
membutuhkan gerakan yang bersifat otomatis. Kumpulan dari miofilamen
pada otot polos terdiri dari protein kontraktil yaitu aktin dan miosin.
Filamen pada otot polos tidak diatur dalam urutan (seperti pada otot
rangka), sehingga kurangnya lurik terlihat pada otot polos (Reece dan
Rowe, 2017).

Penampang otot polos di bawah mikroskop


(New Castle, 2018).
Terdapat pada dinding alat-alat tubuh bagian dalam seperti paru-paru,
pembuluh darah, lambung, usus, dan indung telur.

Gambar 2.1 Otot polos dengan potongan cross section dan longitudinal
section (Reece dan Rowe, 2017).
2. Otot Jantung
Otot jantung hanya ditemukan pada organ jantung. Otot jantung diatur
oleh sistem saraf otonom seperti otot polos. Tidak seperti otot polos,
secara mikroskopis otot jantung menunjukkan adanya lurik yang ditandai
dengan pita bolak-balik terang dan gelap. Otot jantung terdiri dari sel yang
memanjang dan bercabang dengan bentuk yang tidak teratur di pertautan
antara otot jantung dengan sel-sel lainnya. Batas wilayah dimana akhir sel

5
anastomoses dengan sel selanjutnya dikenal sebagai intercalated disc.
Struktur membran sel yang sangat terspesialisasi ini memfasilitasi
transmisi impuls saraf dari satu sel ke sel berikutnya karena resistensi
listrik yang rendah. Setiap sel memiliki satu nukleus (kadang-kadang dua)
yang terletak di tengah (Reece dan Rowe, 2017).

Gambar 2.2 Otot jantung dengan potongan cross section dan longitudinal
section (Reece dan Rowe, 2017).
3. Otot Rangka
Sel otot rangka pada manusia bisa terdiri atas satu dari tiga jenis, yaitu
merah atau gelap, putih atau pucat, atau menengah, dengan karakteristik
antara serat merah dan putih. Serat merah ditandai dengan memiliki lebih
banyak mioglobin dan lebih banyak mitokondria dari serat putih. Semua
otot mungkin campuran dari ketiga jenis ini, Serat otot merah biasanya
lebih lambat berkontraksi dan lebih tahan daripada serat otot putih yang
mudah lelah (Reece dan Rowe, 2017).
Otot rangka membentuk porsi utama massa otot dari tubuh manusia.
Sebagaimana karakteristik dari otot jantung, otot rangka akan tampak
memiliki lurik silang bila dilihat di bawah cahaya mikroskop. Otot rangka
tidak bercabang dan tidak anastomose (dengan demikian, tidak ada
intercalated disc). Otot rangka dipersarafi oleh saraf kranial dan saraf
spinal, dan impuls saraf untuk setiap serat otot diperlukan untuk stimulasi.
Otot rangka memiliki banyak nukleus yang tersusun secara perifer di
setiap sel (Reece dan Rowe, 2017).

6
Gambar 2.3 Photomicrograph dari otot rangka menunjukkan serat merah dan serat
putih (Reece dan Rowe, 2017).

Gambar 2.4 Photomicrograph dari otot rangka dengan potongan


longitudinal section (Reece dan Rowe, 2017).

2.5 Stukrur Otot Rangka


Satu sel otot rangka, yang dikenal sebagai serat otot, berukuran relatif
besar, memanjang, dan berbentuk silindris, dengan ukuran garis tengah
berkisar dari 10 hingga 100 mikrometer (pm) dan panjang hingga 750.000
pm, atau 2,5 kaki (1 pm = sepersejuta meter). Otot rangka terdiri dari
sejumlah serat otot yang terletak sejajar satu sama lain dan disatukan oleh
jaringan ikat. Serat-serat biasanya terbentang di keseluruhan panjang otot.
Selama perkembangan masa mudigah, terbentuk serat-serat otot rangka besar
melalui fusi sel-sel yang lebih kecil yang dinamai mioblas (mio artinya

7
"otot"; blas merujuk kepada sel primitif yang membentuk sel yang lebih
khusus); karena itu, satu gambaran mencolok adalah adanya banyak nukleus
di sebuah sel otot. Fitur lain adalah banyaknya mitokondria, organel
penghasil energi, seperti diharapkan pada jaringan seaktif otot rangka dengan
kebutuhan energi yang tinggi (Sherwood, 2013).
Serat otot rangka mengandung banyak mioflbril, yang merupakan
struktur intrasel silindris berdiameter 1 pm yang memanjang ke keseluruhan
panjang serat otot. Miofibril adalah elemen kontraktil khusus yang
membentuk 80% volume serat otot. Setiap miofibril terdiri dari susunan
teratur mikrofilamen sitoskeleton tipis dan tebal. Filamen tebal, yang bergaris
tengah 12 hingga 18 nm dan panjang 1,6 μm, terdiri dari protein miosin,
sementara filamen tipis, yang bergaris tengah 5 hingga 8 nm dan panjang 1,0
pm, terutama dibentuk oleh protein aktin (Sherwood, 2013).

Gambar 2.5 Tingkat organisasi pada otot rangka (Sherwood, 2013)


Pita A dibentuk oleh tumpukan filamen tebal bersama dengan sebagian
filamen tipis yang tumpang tindih di kedua ujung filamen tebal. Filamen tebal
hanya terletak di dalam pita A dan terbentang di seluruh lebarnya; yaitu,

8
kedua ujung filamen tebal di dalam suatu tumpukan mendefinisikan batas luar
suatu pita A. Daerah yang lebih terang di tengah pita A, tempat yang tidak
dicapai oleh filamen tipis, adalah zona H. Hanya bagian tengah filamen tebal
yang ditemukan di bagian ini. Suatu sistem protein penunjang menahan
filamen-filamen tebal vertikal di dalam setiap tumpukan. Protein-protein ini
dapat dilihat sebagai garis M, yang berjalan vertikal di bagian tengah pita A
di dalam bagian tengah zona H (Sherwood, 2013).
Pita I terdiri dari bagian filamen tipis sisanya yang tidak menjulur ke
dalam pita A. Di bagian tengah setiap pita I terlihat garis Z yang padat dan
vertikal. Daerah antara dua garis Z disebut sarkomer, yaitu unit fungsional
otot rangka. Unit fungsional suatu organ adalah komponen terkecil yang
dapat melakukan semua fungsi organ tesebut. Karena itu, sarkomer adalah
komponen serat otot yang dapat berkontraksi. Garis Z adalah lempeng
sitoskeleton gepeng yang menghubungkan filamen tipis dua sarkomer yang
berdekatan. Setiap sarkomer dalam keadaan relaksasi memiliki lebar sekitar 2
μm dan terdiri dari satu pita A utuh dan separuh dari masing-masing dua pita
I yang terletak di kedua sisi. Pita I mengandung hanya filamen tipis dari dua
sarkomer yang berdekatan tetapi bukan panjang keseluruhan filamen-filamen
ini. Selama pertumbuhan, otot bertambah panjang dengan menambahkan
sarkomer baru di ujung miofibril, bukan dengan meningkatkan ukuran
masing-masing sarkomer (Sherwood, 2013).
Untai-untai tunggal protein raksasa yang sangat elastik yang dikenal
sebagai titin berjalan di kedua arah dari garis M di sepanjang filamen tebal ke
garis Z di ujung sarkomer yang berlawanan. Titin adalah protein terbesar di
tubuh, terbentuk dari hampir 30.000 asam amino. Protein ini memiliki tiga
peran penting (Sherwood, 2013):
a. Berfungsi sebagai perancah. Bersama dengan protein-protein garis M, titin
membantu menstabilkan posisi filamen tebal dalam kaitannya dengan
filamen tipis karena itu, ikut menstabilkan sarkomer.
b. Bekerja sebagai pegas elastik. Dengan berfungsi sebagai pegas, karena ini
sangat meningkatkan kelenturan otot. Titin membantu otot yang teregang

9
oleh gaya eksternal kembali secara pasif ke panjang istirahatnya ketika
gaya tersebut dihilangkan, seperti pegas yang diregangkan. Karena bersifat
seperti pegas elastik dan terletak paralel dengan filamen tebal dan tipis,
titin (bersama dengan jaringan ikat elastik yang mengelilingi serat otot)
membentuk komponen elastik paralel otot.
c. Ikut serta dalam transduksi sinyal. Selain fungsi-fungsi di atas, bukti
terbaru mengisyaratkan bahwa titin juga terlibat dalam berbagai jalur
sinyal, seperti jalur kompleks yang terlibat dalam pembesaran otot sebagai
respons terhadap angkat beban.
Dengan sebuah mikroskop elektron, dapat dilihat adanya jembatan silang
halus terbentang dari masing-masing filamen tebal menuju filamen tipis
sekitar di tempat filamen tebal dan tipis bertumpang tindih. Secara tiga
dimensi, filamen tipis tersusun secara heksagonal di sekitar filamen tebal.
Jembatan silang menonjol dari masing-masing filamen tebal di keenam arah
menuju keenam filamen tipis di sekitarnya. Setiap filamen tipis, nantinya,
dikelilingi oleh tiga filamen tebal. Sebuah serat otot dapat mengandung
sekitar 16 miliar filamen tebal dan 32 miliar filamen tipis, semua tersusun
dalam suatu pala yang sangat rapi di dalam miofibril (Sherwood, 2013).
Setiap filamen tebal memiliki beberapa ratus molekul miosin yang
dikemas dalam susunan spesifik. Molekul miosin adalah suatu protein yang
terdiri dari dua subunit identik, masing-masing berbentuk seperti stik golf.
Bagian ekor protein saling menjalin seperti batang-batang stik golf yang
dipilin satu sama lain, dengan dua bagian globular menonjol di satu ujung.
tiap-tiap subunit protein ini memiliki dua titik persendian, satu di ekor dan
yang lain di leher atau pertautan ekor dengan kepala globular. Kedua paruh
tiap-tiap filamen tebal adalah bayangan cermin yang dibentuk oleh molekul-
molekul miosin yang terletak memanjang dalam susunan bertumpuk teratur
dengan ekor mengarah ke bagian tengah filamen dan kepala globular
menonjol keluar pada interval teratur. Kepala-kepala ini membentuk jembatan
silang antara filamen tebal dan tipis. Setiap jembatan silang memiliki dua
tempat penting yang krusial bagi proses kontraksi, yaitu suatu tempat untuk

10
mengikat aktin dan suatu tempat miosin ATPase (pengurai ATP) (Sherwood,
2013).
Filamen tipis terdiri dari tiga protein: aktin, tropomiosin, dan troponin.
Molekul aktin, protein struktural utama filamen tipis, berbentuk bulat. Tulang
punggung filamen tipis dibentuk oleh molekul-molekul aktin yang disatukan
menjadi dua untai dan saling berpuntir, seperti dua untai kalung mutiara yang
dipilin satu sama lain. Setiap molekul aktin memiliki suatu tempat pengikatan
khusus untuk melekatnya jembatan silang miosin. Melalui mekanisme yang
segera akan dijelaskan, pengikatan molekul miosin dan aktin di jembatan
silang menyebabkan kontraksi serat otot. Miosin dan aktin tidak khas untuk
sel otot tetapi kedua protein ini lebih banyak dan sangat teratur di sel otot
(Sherwood, 2013).
Pada serat otot yang berelaksasi, kontraksi tidak terjadi; aktin tidak dapat
berikatan dengan jembatan silang karena posisi dua tipe protein lain—
tropomiosin dan troponin—di dalam filamen tipis. Molekul tropomiosin
adalah protein mirip benang yang terbentang dari ujung ke ujung di samping
alur spiral aktin. Pada posisi ini, tropomiosin menutupi bagian aktin yang
berikatan dengan jembatan silang, menghambat interaksi yang menghasilkan
kontraksi otot. Komponen filamen tipis lainnya, troponin, adalah suatu
kompleks protein yang terbuat dari tiga unit polipeptida: satu berikatan
dengan tropomiosin, satu berikatan dengan aktin, dan yang ketiga dapat
berikatan dengan Ca2+ (Sherwood, 2013).

Gambar 2.6 Struktur molekul miosin dan susunannya dalam filamen tebal
(Sherwood, 2013).

11
Gambar 2.7 Komposisi filamen tipis (Sherwood, 2013).

2.6 Tipe Serabut Otot


Serabut otot skeletal memperlihatkan beberapa struktur, histokimia, dan
sifat karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini memiliki implikasi
langsung terhadap fungsi otot, sehingga serabut otot menjadi hal yang
menarik bagi para ilmuwan. Serabut dari beberapa motor unit akan
berkontraksi hingga mencapai ketegangan (tension) maksimum yang lebih
cepat daripada serabut lainnya setelah distimulasi. Berdasarkan pada
perbedaan karakteristik ini, serabut otot dibagi kedalam 2 kategori utama
yaitu serabut Fast Twitch (FT) dan Slow Twitch (ST) (Hardianto, 2013).
Untuk mencapai puncak ketegangan, serabut FT hanya membutuhkan
waktu sekitar 1/7 dari waktu yang diperlukan oleh serabut ST. Namun
demikian, kisaran waktu twitch yang besar untuk mencapai ketegangan
maksimum nampak terlihat pada kedua kategori tersebut. Perbedaan waktu
puncak ketegangan tersebut disebabkan oleh adanya konsentrasi myosin
ATPase yang tinggi pada serabut FT. Serabut FT juga lebih besar
diameternya daripada serabut ST. Karena karakteristiknya, maka serabut FT
biasanya lebih cepat lelah daripada serabut ST. Meskipun keutuhan serabut
FT dan ST dalam otot dapat membangkitkan jumlah gaya puncak isometrik

12
yang sama per area cross-sectional (diameter) otot, beberapa orang yang
memiliki persentase serabut FT yang tinggi mampu membangkitkan jumlah
torque dan power yang tinggi selama gerakan dibandingkan dengan yang
memiliki lebih banyak serabut ST (Hardianto, 2013).
Serabut FT terbagi menjadi 2 kategori berdasarkan sifat histokimiawinya.
Tipe pertama tahan terhadap kelelahan seperti karakteristik serabut ST. Tipe
kedua memiliki diameter yang besar, mengandung mitokondria dalam jumlah
yang sedikit, dan lebih cepat lelah dibanding tipe pertama. Para peneliti telah
memperkenalkan beberapa skema klasifikasi berdasarkan unsur metabolik
dan kontraktil dari ketiga tipe serabut yang berbeda. Pada salah satu skema,
serabut ST dikenal sebagai tipe I, dan serabut FT disebut dengan tipe IIa dan
tipe IIb. Istilah sistem lainnya adalah serabut ST dikenal sebagai Slow-twitch
Oxidative (SO), serabut FT terbagi kedalam serabut Fast-twitch Oxidative
Glycolytic (FOG) dan Fast-twitch Glycolytic (FG). Klasifikasi tambahan
lainnya adalah serabut ST, serabut Fast-twicth Fatigue Resistant (FFR) serta
serabut Fast-twitch Fatigue (FF). Beberapa sistem klasifikasi ini didasarkan
pada perbedaan unsur serabut dan tidak dapat dipertukarkan (Hardianto,
2013).
Meskipun seluruh serabut pada sebuah motor unit adalah tipe yang sama,
sebagian besar otot skeletal mengandung serabut FT dan ST dengan jumlah
yang relatif bervariasi dari otot ke otot dan individu ke individu. Sebagai
contoh, otot Soleus secara umum hanya digunakan untuk penyesuaian
postural, sehingga mengandung terutama serabut ST. Sebaliknya, otot
Gastrocnemius dapat mengandung lebih banyak serabut FT daripada serabut
ST(Hardianto,2013).

Gambar 2.9 Tipe Serabut Otot

13
2.7 Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi Otot
Mekanisme kontraksi otot yang dianut sekarang ialah sliding filament
mechanism yang dikemukakan oleh Jean Hanson dan Hugh Huxley tahun
1950. Pada kontraksi otot terjadi pergeseran miofilamen tebal dan tipis serta
pemendekan sarkomer dan serat otot, tetapi tidak terjadi pemendekan
miofilamen (Wangko, 2014).
Pada saat akan dimulainya kontraksi otot rangka, ion Ca2+ dilepaskan ke
dalam sarkoplasma melalui saluran pelepas Ca2+ (reeptor rianodin) dan akan
secara efisien ditranspor kembali ke dalam RS oleh kerja SERCA pada
membran RS saat relaksasi otot. RS akan menyimpan Ca2+ yang terikat pada
protein calsequestrin. Oleh karena Ca2+ didaur ulang sedemikian efisien
maka pada kontraksi otot rangka (short term) tidak diperlukan Ca2+ ekstrasel
(Wangko, 2014).
RS otot rangka merupakan tempat penyimpanan ion Ca2+ dalam jumlah
besar. Transpor ion ini melalui membran RS diatur oleh dua molekul:
reseptor rianodin dan Ca2+-ATPase. Sinyal pelepasan ion Ca2+ diawali oleh
adanya depolarisasi membran sarkolema yang dihantarkan ke TT. Aksi
potensial akan meluas ke RS melalui struktur kaki pada daerah triad dan
memicu pelepasan ion Ca2+ dari RS melalui saluran pelepas Ca2+ ke
sarkoplasma di sekitar miofilamen tebal dan tipis (Wangko, 2014).
Bila ion Ca2+ terikat pada troponin C, terjadi perubahan konfigurasi
filamen tipis dan tempat aktif pada aktin terbuka sehingga aktin dapat
berikatan dengan miosin melalui jembatan silang (cross bridge) (Wangko,
2014).
Pada kepala miosin terdapat enzim ATP-ase yang menghidrolisis ATP
menjadi ADP dan P. Reaksi ini memindahkan energi dari ATP ke kepala
miosin sehingga kepala miosin secara spontan berikatan dengan tempat aktif
pada aktin, yang menghasilkan power stroke kontraksi. Filamen tipis
meluncur melewati filamen tebal menuju zone H sehingga terjadi
pemendekan sarkomer dan serat otot (Wangko, 2014).

14
Pada relaksasi otot terjadi penguraian asetilkolin sehingga aksi potensial
terhenti. Kerja pompa transpor aktif Ca2+ memasukkan ion Ca2+ ke dalam
RS. Saluran pelepas Ca2+ pada RS tertutup. Dengan turunnya konsentrasi
Ca2+ sarkoplasma maka ikatan ion ini dengan troponin C terlepas, kompleks
tropomiosin-troponin kembali ke posisi semula menutupi tempat aktif pada
aktin. Jembatan silang tidak terbentuk dan filamen tipis kembali ke tempat
semula (Wangko, 2014).

2.8 Hubungan Antara Otot dan Tulang


Tendon merupakan bagian dari sistem gerak, berupa jaringan ikat yang
berfungsi sebagai penghubung antara otot dan tulang yang memindahkan
kekuatan dari otot ke tulang sehingga menghasilkan gerakan. Hal ini
merupakan perpaduan yang dinamis dan terintegrasi dari sel yang membentuk
struktur dan fungsi jaringan secara khusus (Woo et al,2000).
Tendon terdiri dari 70% air dan dry mass 30% yang tersusun menjadi
kolagen tipe I sebanyak 60%-80% dan 2% elastin (Tresoldi et al,2013).
Tendon yang sehat berwarna putih mengkilat dan mempunyai tekstur
fibroelastik, bila dilihat secara makroskopis mempunyai bentuk yang
bervariasi, dapat berbentuk bulat seperti tali atau pipih seperti sabuk (O’Brien
et al,2005). Tendon terdiri dari kelompok fesikel berupa kumpulan (bundle)
berbahan utama kolagen, lapisan paling dalam adalah endotendon dan
dibungkus oleh epitenon sebagai lapisan terluarnya. Tendon terdiri dari
lapisan sel fibroblas (merupakan jenis sel terbanyak) dibungkus oleh fesikel
yang terdiri dari serat fibril (peritenon). Fibroblas sendiri terdiri dari serat
kolagen. Kolagen membentuk 75% berat kering tendon dan berfungsi untuk
menahan dan memindahkan gaya antara otot dan tulang (James et al, 2008).
Ada 2 jenis tendon, yang pertama adalah tendon yang terbungkus yaitu
paratenon, dan tendon yang tidak terbungkus. Paratenon adalah tendon yang
masih mendapatkan suplai vaskuler meskipun hanya sedikit, sedangkan
tendon yang tidak terbungkus disebut mesotenon / vinncula yang berada di
area avaskuler, hanya mendapatkan nutrisi dari cara difusi/ osmosis saja.

15
Dengan demikian tipe yang kaya akan vaskuler yaitu paratenon yang
terbungkus tadi bila terdapat cedera berupa robekan akan mengalami proses
perbaikan yang lebih baik daripada yang sedikit vaskularisasinya (Miller et al,
2012).
2.9 Sumber Energi Otot
Kemampuan kontraksi otot bergantung pada energi yang tersedia dalam
otot (ATP). Otot yang terlatih dengan baik hanya mampu mempertahankan
daya otot yang maksimal selama kira-kira 3 detik. Untuk itu, dibutuhkan
sistem metabolisme agar ATP tetap terbentuk. Ada 3 macam sistem energi
pada otot yaitu sistem energi anaerobik, sistem energi aerobik dan ATP-PC.
Respon energi yang dihasilkan oleh sistem-sistem ini menghasilkan kapasitas
kerja fisiologis tubuh dalam menunjang performa fisik (Hardianto, 2013).
1. Sistem Energi Anaerobik
Sistem ini dikenal juga sebagai sistem asam laktat. Glikolisis
adalah pemecahan karbohidrat, yaitu glikogen menjadi asam piruvat
dan asam laktat. Asam laktat akan ditimbun dalam darah dan otot serta
akan menyebabkan kelelahan pada otot (Hardianto, 2013).
Glikogen → 3 asam piruvat + 3 asam laktat + 3 energi
(glikolisis)
Jadi, dari sistem ini hanya menghasilkan 3 mol ATP untuk setiap
mol glukosa, sehingga pada akhirnya cadangan glikogen akan segera
berkurang. Energi yang dihasilkan dapat berlangsung 2-3 menit dan
selanjutnya akan terjadi kelelahan (Hardianto, 2013).
2. Sistem Energi Aerobik
Dengan adanya oksigen, pemecahan sempurna glikogen terjadi,
yaitu dari 180 gram glikogen menjadi karbondioksida (CO2) dan air
(H2O) yang menghasilkan 39 mol ATP. Reaksi ini berlangsung pada
bagian subseluler otot yaitu dalam mitokondria sehingga mitokondria
disebut juga sebagai rumah daya (power house) karena merupakan
tempat produksi energi ATP secara aerobik. Bila intensitas kegiatan
naik, maka karbohidrat akan digunakan. Bila durasi (lama waktu)

16
kegiatan bertambah, maka lemak yang digunakan. Dan bila karbohidrat
dan lemak habis, maka protein yang akan digunakan (Hardianto, 2013).
Ada tiga tahapan reaksi kimia yang selalu terjadi pada sistem
aerobik yaitu Glikolisis Aerobik, Siklus Krebs, dan Sistem Transpor
Elektron (Hardianto, 2013).
a. Glikolisis Aerobik
Glikogen → asam piruvat + energi
3 energi + 3 ADP + 3 Pi → 3 ATP
b. Siklus Krebs
Siklus Krebs terdiri atas dua siklus, yaitu siklus TCA
(tricarbocylic acid/ asam trikarboksilat) dan siklus asam sitrat. Pada
siklus Krebs menghasilkan karbondioksida dan oksidasi (pelepasan
elektron). Karbondioksida berdifusi ke dalam darah dan dibawa ke
paru. Sedangkan elektron yang dihasilkan berasal dari pelepasan
atom Hidrogen.
H → H+ (ion) + elektron (e-)
Asam piruvat mengandung C, H, dan O. Bila H dilepas maka
hanya ada C dan O yang merupakan komponen CO2, sehingga
dalam siklus Krebs, asam piruvat dioksidasi dan menghasilkan CO2.
c. Adenosine Triphosphate-Creatine Phosphate (ATP-PC)
Bila otot berkontraksi, energi yang segera dipakai adalah
cadangan ATP yang ada dalam sel otot. Energi untuk kerja segera
dilepaskan ketika adenosine triphosphate (ATP) dipecah menjadi
bentuk adenosine diphosphate (ADP) dan phosphate (Phosphate
Inorganik = Pi).
ATP  ADP + Pi + Energi
Setelah 5 detik terjadi aktivitas otot, maka ATP akan habis dan
Phosphocreatin yang juga merupakan cadangan phosphat energi
tinggi akan dipecah, sehingga terjadi:
PC4  Creatin + Pi + Energi
Energi ini dipakai untuk resintesis ATP, sehingga:

17
Energi + Pi + ADP → ATP
Cadangan ATP dan PC yang secara bersama disebut phosphagendi
dalam otot jumlahnya hanya sedikit. Sistem phosphagen juga dikenal
sebagai sistem energi phosphat atau sistem alactic yang dapat
berlangsung selama 5-10 detik. Bila aktivitas otot terus berlangsung
maka harus ada pemecahan cadangan yang lain yaitu glikogen atau
lemak.
2.10 Gangguan pada Otot
1. Kejang Otot (Muscle cramps)
Kejang otot ialah kontraksi pada satu atau beberapa otot yang
terjadi dengan tiba-tiba (spontan), kuat, berlangsung lama, dan terasa
sakit. Mekanisme yang pasti tentang kejadian kejang- otot belum
diketahui (Parwata, 2015).
Kram ialah suatu kontraksi otot yang berlangsung lama dan tidak
dipengaruhi kemauna. Otot yang mengalami kram akan memendek, keras
dan nyeri. Hal ini dapat diakibatkan kontusio atau strain dari otot. Otot-
otot yang sering terkena ialah betis, kuadriseps, hamstring, pinggang
bawah (Parwata, 2015).
Kejang otot terjadi pada otot yang telah lama atau berkontraksi
maksimal dalam jangka waktu lama dan berat dan dipicu hanya oleh
kontraksi yang ringan saja pada otot yang telah lelah maka kejang otot
terjadi. Kadang dapat disengaja melalui kontraksi yang kuat pada otot
yang masih segar, hal ini bisa terjadi pada otot-otot telapak kaki
(Parwata, 2015).
Penyebab pasti dari kejang otot bersumber dari saraf maupun unsur
saraf otot (neuro-muscular). Apabila kejang otot didahului oleh tanda
peringatan, mungkin sekali kejang otot itu disebabkan oleh menurunnya
ambang rangsangan saraf-saraf motorik, akibatnya secara tiba-tiba
frekuensi impuls saraf ke otot meningkat, yang menyebabkan terjadinya
kejang otot. Kram atau kejang otot dapat terjadi karena keletihan, dapat
pula karena dingin atau karena panas (Parwata, 2015).

18
2. Pegal Otot Sesudah Latihan atau DOMS (Delayed Onset Muscle
DOMS tergolong respon fisiologis tubuh terhadap aktivitas fisik.
Latihan fisik yang dilakukan secara berlebih, tidak sesuai takarannya dan
pada orang yang tidak terlatih dapat menyebabkan nyeri otot, sendi nyeri
digerakan, gejala ini disebut delayed onset muscle soreness (Parwata,
2015).
Gejala khas saat DOMS yaitu nyeri, bengkak, kaku dan kehilangan
kekuatan otot. Reaksi inflamasi merupakan mekanisme yang mendasari
timbulnya gejala-gejala tersebut. Saat berolahraga terjadi kerusakan pada
sarkomer (unit fungsional otot rangka) yang menyebabkan mikrotrauma
dan selanjutnya berkembang menjadi reaksi inflamasi. Berbagai mediator
seperti prostaglandin E2 (PGE2) dan leukotrien dilepaskan selama reaksi
inflamasi berlangsung PGE2 mensensitasi nosiseptor tipe III dan IV yang
menimbulkan sensasi nyeri. Leukotrin meningkatkan permeabilitas
vaskuler dan memberi sinyal kepada neutrofil untuk bermigrasi ke lokasi
radang. Kebocoran protein intraseluler dan perpindahan cairan dalam
pembuluh darah karena peningkatan permeabilitas vaskuler
mengakibatkan pembengkakan (Parwata, 2015).
Penyebab terjadinya delayed onset muscle soreness terjadi setelah
adanya latihan eksentrik dan konsentrik yang berat atau intens yang
menimbulkan adanya kondisi kerusakan yang nyata pada jaringan otot,
peradangan, dan diikuti oleh pengeluaran enzim. Kerusakan ini akan
menyebabkan adanya peningkatan terjadinya tegangan yang
mengakibatkan menurunya aktif motor unit selama kontraksi eksentrik.
Terjadinya kerusakan bagian struktur sel otot terutama pada tipe otot II
(Fast twitch) menjadi lebih kecil dan melemahnya pada Zline.
Rangsangan nyeri kemudian akan mengsktifasi timbulnya nyeri pada
jaringan otot dan arteri. Kapiler darah serta tendon CK (creatin kinase)
merupakan salah satu indikator terjadinya permeabilitas enzim pada
membrane yang terjadi pada otot skeletal dan otot jantung (Parwata,
2015).

19
3. Keseleo
Keseleo atau Sprain (dalam bahasa medisnya) adalah cedera pada
ligamen, sedangkan strain merupakan cedera pada otot atau tendon.
Ligamen adalah jaringan sekitar sendi penghubung tulang yang satu dan
lainnya, sedangkan tendon merupakan penghubung tulang dan otot.
Sprain sering terjadi pada lutut, tumit, pergelangan tangan, dan jari
jempol tangan. Sedangkan strain sering terjadi pada tungkai atas dan
punggung, seperti pada otot hamstring (paha) dan lumbar (punggung
bawah).
Umumnya, keseleo bisa terjadi akibat seseorang melakukan
aktivitas berat, antara lain : berjalan atau berolahraga pada permukaan
atau medan yang tidak rata, melakukan gerakan berputar saat olahraga,
seperti dalam olahraga atletik, melakukan pendaratan atau jatuh pada
posisi yang salah; dan teknik latihan yang salah saat berolahraga.
4. Atrofi Otot
Atrofi otot adalah hilangnya massa otot rangka yang dapat
disebabkan oleh imobilitas, penuaan, malnutrisi, obat-obatan, atau
berbagai cedera atau penyakit yang memengaruhi sistem muskuloskeletal
atau saraf.
Atrofi otot adalah kondisi ketika jaringan otot mengecil atau
menyusut. Kondisi ini umumnya terjadi jika otot tersebut lama tidak
digerakkan, misalnya akibat gangguan saraf yang menyebabkan
kelumpuhan. Untuk mengatasi atrofi otot, perlu diketahui dulu jenis
atrofi otot yang terjadi dan apa penyebabnya

Ketika terjadi atrofi otot, bentuk tubuh dapat mengalami


perubahan, misalnya salah satu area tubuh menjadi lebih cekung karena
ototnya mengecil; atau terlihat tidak simetris, misalnya salah satu lengan
atau tungkai terlihat lebih kecil daripada lengan atau tungkai yang
lainnya.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Jaringan otot adalah jaringan yang secara khusus digunakan untuk
berkontraksi dan bertanggung jawab atas pergerakan tubuh dan perubahan
ukuran dan bentuk organ dalam.
2. Otot diklasifikasikan berdasarkan penampilan selnya. Dua jenis otot utama
adalah otot lurik dan otot polos. Otot lurik tampak memiliki lurik silang
bila dilihat di bawah cahaya mikroskop, sedangkan otot polos tidak
memiliki lurik silang jika dilihat di bawah cahaya mikroskop. Otot lurik
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu otot rangka yang melekat pada tulang
dan bertanggung jawab atas pergerakan kerangka aksial dan kerangka
apendikular, dan otot jantung yang membentuk organ jantung.
3. Otot mempunyai empat sifat yang memungkinkan mereka untuk
melakukan fungsinya, yaitu Excitability, Contractility, Extensibility, dan
Elasticity.
4. Sebuah sel otot tunggal dinamakan serabut otot karena berbentuk seperti
benang/serabut. Membran yang membungkus serabut otot disebut
sarkolema dan secara khusus sitoplasma ini disebut dengan sarkoplasma.
Sarkoplasma pada setiap serabut otot mengandung sejumlah nukleus dan
mitokondria, serta sejumlah benang/serabut myofibril yang tersususn
secara paralel sejajar satu sama lain. Myofibril mengandung 2 tipe filamen
protein yang susunannya menghasilkan karakteristik berpola striated
sehingga dinamakan otot striated atau otot skeletal.

3.2 SARAN
Pada penyajian makalah ini mungkin tidak menampilkan penjelasan
secara mendalam. Oleh karena itu,penulis meminta kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sehingga penulis memperbaki pada penulisan
makalah selanjutnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Akers, R M dan D M Denbow. 2013. Anatomy and Physiology of Domestic


Animals. 2nd ed. USA: Wiley Blackwell.
Frandson, R D., W L Wilke dan A D Fails. 2009. Anatomy and Physiology of
Farm Animals. 7th ed. USA: Wiley Blackwell.
Hardianto, Y. 2013. Hubungan Antara Kekuatan Otot dengan Daya Tahan Otot
Tungkai Bawah pada Atlet Kontingen Pekan Olahraga Nasional XVIII
Komite Olahraga Nasional Indonesia Sulawesi Selatan Tahun 2013.
[Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Izzi, V., Masuelli, L., Tresoldi, I., Sacchetti, P., Modesti, A., Galvano, F., et al.
(2013). " The effects of dietary falvonoids n thre regulatoion of redox
inflamatory networks ". Frontiers in bioscience (Landmark edition).
Joyce, James., Baker, Colin & Swain, Helen. 2008. Prinsip-Prinsip Sains untuk
Keperawatan. Jakarta : Erlangga.
Miller, C.A. 2012. Nursing for Wellness in Older Adults. 6th ed. Philadelphia:
Lippincott Wiliams & Wilkins.
New Castle. 2018. Skeletal Muscle. Diakses melalui
https://teaching.ncl.ac.uk/bms/wiki/index.php/Skeletal_muscle Pada tanggal
19 Februari 2021
O’Brien T. The needle test for complete rupture of the Achilles tendon. J Bone
Joint Surg Am. 1984;66:109-101.
Parwata, I M Y. 2015. Kelelahan dan Recovery dalam Olahraga. Jurnal
Pendidikan Kesehatan Rekreasi. 1: 2-13.
Reece, W O dan E W Rowe. 2017. Functional Anatomy and Physiology of
Domestic Animals. 5th ed. USA: Wiley Blackwell.
Sherwood, L. 2013. Introduction to Human Physiology. 8th ed. UK: Cengage
Learning.
Wangko, S. 2014. Jaringan Otot Rangka. Jurnal Biomedik. 6(3): 27-32.
Woo S.L., Vogrin T.M., Abramowitch S.D., 2000. Healing and Repair of
Ligament Injuries in the Knee. J Am Acad Orthop Surg;8:364-372

22

Anda mungkin juga menyukai