LIKUIFIKASI TAPIOKA
mengalami kendala, karena amilosa dan amilopektin dalam granula tersusun rapi
dan kompak. Disamping itu tapioka memiliki viskositas tinggi dengan proses
pengadukan (Jane dan Chen, l992). Masalah tersebut dapat diatasi dengan
(Lloyd dan Nelson, l984). Proses likuifikasi tapioka menyebabkan struktur granula
pati menjadi terbuka dan viskositas pasta menurun karena terjadinya hidrolisis
Tujuan penelitian ini adalah : (1) menentukan lama reaksi likuifikasi untuk
menghasilkan hidrolisat pada tingkat DH 5, 10, 15, 20 dan 25, dan (2) melihat
1. Metode
Ditambahkan α-amilase (Termamyl 120 L), sebanyak 0,05 - 0,2 % (0,1 % b/b) dari
35
bobot kering tapioka (Taji, l988).Inkubasidilakukan dengan dua cara yakni: (1)
Inkubasi pada suhu 70 oC dengan pengadukan 200 rpm, dan (2) Inkubasi pada
pengadukan pada kecepatan 200 rpm. Percobaan dilakukan dengan ulangan dua
kali. Pengambilan sampel dilakukan setiap kenaikan suhu 10 oC. Setelah mencapai
suhu yang diinginkan (70 oC), pengambilan sampel dilakukan setiap selang waktu
10 menit.
Parameter yang diukur selama proses likuifikasi adalah (1) gula pereduksi
metode DNS, (2) perhitungan derajat hidrolisis (DH), (3) kadar pati sisa (metode
Iod), (4) perhitungan persentase pati dari berat kering awal dan (5) viskositas
hidrolisis oleh α-amilase belum efektif, karena granula pati mempunyai kerapatan
yang tinggi menyerupai suatu kemasan yang rapat dalam granular. Hal tersebut
proses hidrolisis pati belum berjalan secara efektif (Sarikaya et al., 2000).
hidrolisis pada suhu tersebut disebabkan karena granula pati telah mengalami
36
adalah akibat dari proses hidrasi pada molekul amilosa maupun amilopektin.
al., 2000).
tapioka. Hal tersebut seperti yang terlihat pada Tabel 9 dan Gambar 9.
(73,5 oC) dari pati tapioka, sehingga granula pati pecah. Pecahnya granula pati
pati. Pada proses ini molekul pati baik komponen amilosa, maupun amilopektin
Gambar 9. Pola Perubahan Gula Pereduksi (GP) dan DH pada Proses Likuifikasi
Tapioka dengan Pemanasan Awal Sampai Suhu 70 oC (Simbol
Terbuka) dan 75 oC (Simbol Tertutup) dan Inkubasi Dilakukan pada
Suhu 70 oC
G5 sampai G9 dalam jumlah yang lebih besar dari pada G2 dan G3, sedangkan G1
dan G4 pada tahap ini jumlahnya kecil. Pada reaksi lebih lanjut G1 dan G5
bahwa komposisi oligosakarida pada setiap tingkat derajat hidrolisis akan berbeda-
beda.
perolehan gula sederhana. Hal tersebut terlihat dari proses likuifikasi secara
(derajat polimerisasi 1-2) masing-masing sebesar 3,7, 6,2 dan 9,0 5 (b/b) (Lloyd
Hasil pengukuran kadar pati sisa pada proses likuifikasi dengan suhu awal
awal 75 oC disajikan pada Lampiran 2.2b. Hasil analisis kadar pati pada 10 menit
awal inkubasi mengalami penurunan yang besar. Perubahan kadar pati tersebut
Gambar 10. Pola Perubahan Kadar Pati Sisa pada Proses Likuifikasi Tapioka
dengan Pemanasan Awal Sampai Suhu 70 oC (Simbol Terbuka)
dan 75 oC (Simbol Tertutup), Inkubasi Dilakukan pada Suhu 70 oC
Hasil pengukuran kadar pati sisa dari kedua kondisi proses likuifikasi
tersebut, menunjukkan bahwa penurunan kadar pati yang lebih besar dan lebih
cepat, terjadi pada proses likuifikasi dengan suhu awal 75 oC. Perubahan tersebut
disebabkan karena kristal pati yang terbuka. Terbukanya daerah kristal pati
cukup besar (Biliaderis, l992). Sifat kristalin pati disebabkan oleh molekul amilosa
berantai lurus yang tersusun secara radial dengan rantai lurus (percabangan
(73,5 oC), sehingga hidrolisis oleh α-amilase tidak optimal. Sebaliknya pada proses
o
likuifikasi dengan pemanasan awal sampai suhu 75 C aktivitas α-amilase
berlangsung optimal. Hal tersebut terlihat dari perolehan kadar pati sisa yang lebih
pada daerah kristal. Pada proses likuifikasi dengan suhu awal 70 oC granula pati
pada umumnya belum pecah, karena granula pati pecah pada saat mencapai suhu
berlangsung optimal pada daerah amorf, sedangkan pada daerah kristal sulit
diaktivasi karena terjadi hambatan untuk proses hidrolisis (Sarikaya et al., 2000).
Vasanthan dan Bhatty (l996) granula berukuran kecil lebih mudah dihidrolisis oleh
asam atau α-amilase dibandingkan dengan granula yang berukuran besar. Ukuran
granula pati tapioka, merupakan jenis granula pati terkecil yakni 4 - 35 μm dengan
(Swinkels, l985).
likuifikasi pada penggunaan α-amilase menjadi polimer dengan rantai molekul yang
pemutusan ikatan α-1.4 secara acak pada bagian tengah, baik pada amilosa
maupun pada rantai lurus amilopektin, sehingga dihasilkan fragmen amilosa dan
mengikat iodium. Kemampuan pati mengikat iodium semakin besar apabila rantai
panjang serta fleksibel (Pomeranz, l985). Setiap putaran heliks yang terdiri dari 6
unit glukosa dapat mengikat satu molekul I2, dan berinteraksi pada pusatnya
41
dengan jumlah unit glukosa lebih kecil dari 12 (dua lingkaran heliks) tidak berwarna
- 6,60 cP. Viskositas tertinggi diperoleh pada saat inkubasi mencapai suhu 70 oC
(6,60 cP) kemudian pada suhu 75 oC (6,10 cP). Pada inkubasi lebih lanjut
inkubasi mencapai 70 oC. Hal tersebut erat kaitannya dengan proses gelatinisasi.
pembengkakan granula semakin besar dan disertai penyerapan air yang semakin
banyak. Akibatnya granula menjadi pecah (Waniska dan Gomez, l992). Pada saat
granula pecah, maka viskositas cenderung menurun. Kondisi tersebut terjadi pada
saat suhu mencapai 75 oC. Profil perubahan viskositas hidrolisat dapat dilihat pada
Gambar 11.
42
atau heliks ganda yang berkembang menjadi konformasi tiga dimensi. Viskositas
yang tinggi terjadi apabila rantai molekul relatif panjang, sehingga dapat menjerat
sejumlah air dan membentuk konformasi tiga dimensi (Waniska dan Gomez, l992).
43
dengan pasta pati yang mempunyai rantai polisakarida lebih panjang. Gambaran
sebagai salah satu kendala dapat dihindari pada taraf konsentrasi substrat sekitar
10 % (b/v).
5. Kesimpulan
diinginkan (DH 10, 15, 20 dan 25 %), daripada perlakuan pemanasan awal
9,85 ± 1,21 % (DH-10), 15,47 ± 0,78 % (DH-15) dan 20,42 ± 0,27 % (DH-20)
dan 25,28 ± 0,35 % (DH-25) masing-masing dicapai pada lama reaksi 10,
40, 70 dan 130 menit. Derajat hidrolisis pada tingkat DH-5 dicapai pada
diatasi.
44