Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN GADAR

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners


Departemen Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh :
Wardah Agustin Iriani
200070300011018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Fraktur adalah suatu kondisi yang terjadi ketika keutuhan dan kekuatan dari
tulang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyakit invasif atau suatu proses
biologis yang merusak (Kenneth et al., 2015). Fraktur atau patah tulang disebabkan
karena trauma atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang dan jaringan lunak disekitar tulang merupakan penentu apakah fraktur terjadi
lengkap atau tidak lengkap (Astanti, 2017 dalam Pratiwi, 2020).
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas jaringan pada paha, kondisi fraktur
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka disertai adanya kerusakan
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup
yang dapat disebabkan oleh trauma pada paha (Noor, 2016)

B. Klasifikasi
Menurut (Sulistyaningsih, 2016 dalam Pratiwi, 2020) berdasarkan ada tidaknya
hubungan antar tulang dibagi menjadi :
1. Fraktur terbuka
Adalah patah tulang yang menembus kulit dan memungkinkan adanya hubungan
dengan dunia luar serta menjadikan adanya kemungkinan untuk masuknya kuman
atau bakteri ke dalam luka. Berdasarkan tingkat keparahannya fraktur terbuka
dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar menurut klasifikasi (Gustillo dan
Anderson, 2015) yaitu:
a. Derajat I
Kulit terbuka <1cm, biasanya dari dalam ke luar, memar otot yang ringan
disebabkan oleh energi rendah atau fraktur dengan luka terbuka menyerong
pendek
b. Derajat II
Kulit terbuka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas, komponen
penghancuran minimal sampai sedang, fraktur dengan luka terbuka melintang
sederhana dengan pemecahan minimal.
c. Derajat III
Kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, termasuk otot, kulit, dan struktur
neurovaskuler, cidera yang disebabkan oleh energi tinggi dengan kehancuran
komponen tulang yang parah.
1) Derajat IIIA
Laserasi jaringan lunak yang luas, cakupan tulang yang memadai, fraktur
segmental, pengupasan periosteal minimal.
2) Derajat IIIB
Cidera jaringan lunak yang luas dengan pengelupasan periosteal dan
paparan tulang yang membutuhkan penutupan jaringan lunak; biasanya
berhubungan dengan kontaminasi masif.
3) Derajat IIIC
Cidera vaskular yang membutuhkan perbaikan (Kenneth et al., 2015).
2. Fraktur tertutup
Adalah patah tulang yang tidak mengakibatkan robeknya kulit sehingga tidak ada
kontak dengan dunia luar. Fraktur tertutup diklasifikasikan berdasarkan tingkat
kerusakan jaringan lunak dan mekanisme cidera tidak langsung dan cidera
langsung antara lain:
a. Derajat 0
Cidera akibat kekuatan yang tidak langsung dengan kerusakan jaringan lunak
yang tidak begitu berarti.
b. Derajat I
Fraktur tertutup yang disebabkan oleh mekanisme energi rendah sampai sedang
dengan abrasi superfisial atau memar pada jaringan lunak di permukaan situs
fraktur.
c. Derajat II
Fraktur tertutup dengan memar yang signifikan pada otot, yang mungkin dalam,
kulit lecet terkontaminasi yang berkaitan dengan mekanisme energi sedang
hingga berat dan cidera tulang, sangat beresiko terkena sindrom kompartemen
d. Derajat III
Kerusakan jaringan lunak yang luas atau avulsi subkutan dan gangguan arteri
atau terbentuk sindrom kompartemen(Kenneth et al., 2015).
Menurut (Purwanto, 2016) berdasarkan garis frakturnya dibagi menjadi :
a. Fraktur komplet
Yaitu fraktur dimana terjadi patahan diseluruh penampang tulang biasanya
disertai dengan perpindahan posisi tulang.
b. Fraktur inkomplet
Yaitu fraktur yang terjadi hanya pada sebagian dari garis tengah tulang.
c. Fraktur transversal
Yaitu fraktur yang terjadi sepanjang garis lurus tengah tulang.
d. Fraktur oblig
Yaitu fraktur yang membentuk garis sudut dengan garis tengah tulang.
e. Fraktur spiral
f. Yaitu garis fraktur yang memuntir seputar batang tulang sehingga menciptakan
pola spiral.
g. Fraktur kompresi
Terjadi adanya tekanan tulang pada satu sisi bisa disebabkan tekanan, gaya
aksial langsung diterapkan diatas sisi fraktur.
h. Fraktur kominutif
Yaitu apabila terdapat beberapa patahan tulang sampai menghancurkan tulang
menjadi tiga atau lebih bagian.
i. Fraktur impaksi
Yaitu fraktur dengan salah satu irisan ke ujung atau ke fragmen retak.
Menurut Noor (2016) fraktur femur dibagi dalam beberapa jeis antara lain:
a. Fraktur interokhanter femur
Fraktur Intetrokhanter adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular dari
femur. Sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini
memiliki prognosis yang baik dibandingkan fraktur intrakapsular, di mana risiko
nekrosis avaskular lebih rendah.
b. Fraktur subtrokhanter femur
Fraktur subtrokhanter femur ialah fraktur di mana garis patahnya berada 5 cm
distal trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa klasifikasi, tetapi
yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding &
Magliato, yaitu sebagai berikut:
1) Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trokhanter minor
2) Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhanter
minor.
3) Tipe 3 : garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas atas trokhanter minor.
c. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari ketinggian. Patah pada
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan
mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
d. Fraktur suprakondiler femur
Fraktur suprakondiler fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior.
Hal ini biasanya disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi
sehingga terjadi gaya aksial dan stres valgus dan varus dan disertai gaya rotasi.
e. Fraktur kondiler femur
Mekanisme traumany merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi
disertai dengan tekanan pada sumbu femur ke atas.
C. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah cidera, stress, dan
melemahnya tulang akibat abnormalitas seperti fraktur patologis(Apleys & Solomon,
2018).
Menurut Purwanto (2016) Etiologi/ penyebab terjadinya fraktur adalah :
1. Trauma langsung
Terjadi benturan pada tulang yang menyebabkan fraktur
2. Trauma tidak langsung
Tidak terjadi pada tempat benturan tetapi ditempat lain,oleh karena itu kekuatan
trauma diteruskan oleh sumbu tulang ke tempat lain.
3. Kondisi patologis
Terjadi karena penyakit pada tulang (degeneratif dan kanker tulang)
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Untuk
mematahkan batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya yang besar.
Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pra muda yang mengalami kecelakaan bermotor
atau jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien ini mengalami trauma multipel. Pada fraktur
femur ini klien mengalami syok hipovolemik karena kehilangan banyak darah maupun
syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat (Muttaqin, 2008)
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah langsung ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekeuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya dan penarikan
D. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di
kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah ke dalam
jaringan lunak disekitar tulang tersebut, jaringan lunak yang biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat di sekitar fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel-sel anast berkamulasi mengakibatkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut aktifitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baruamatir yang disebut
callus. Bekuan fibrin di reabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk
membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf
yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusa darah total
dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment (Brunner & Suddart, 2015).
E. Pathway
Trauma Langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Kurang pajanan Fraktur Femur


Defisiensi
informasi
pengetahuan

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen


femur tulang

Perubahan Kerusakan Nyeri akut Deformitas


jaringan sekitar fragmen tulang

Laserasi pembuluh Tekanan sumsum Gangguan fungsi


drah tulang > kapiler muskuloskeletal

Kerusakan Putusnya Spasme otot


integritas kulit pembuluh darah Reaksi stress klien Defisit
vena arteri perawatan diri
Pelepasan
histamin Melepaskan
Perdarahan katekolamin Hambatan
mobilitas fisik
Protein plasma
Penurunan Kehilangan hilang Memobilisasi
cardiac output volume cairan asam lemak Resiko jatuh

Hematom
Penurunan Resiko syok
Bergabung dengan Luka terbuka
oksihemoglobin trombosit
Penekanan
pembuluh darah Kontaminasi
Gangguan
lingkungan luar
pertukaran gas Emboli
Penurunan
perfusi Resiko infeksi
jaringan Menyumbat
pembuluh darah
Perfusi perifer
tidak efektif
F. Manifestasi klinis
Menurut Black J.M. & Hawks J.H. (2014) mendiagnosis fraktur harus
berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis.
Pengkajian fisik dapat menemukan beberapa hal berikut :
1. Deformitas. Pembengkakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi.
2. Pembengkakan. Ederma muncul sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar (ekimosis). Memar terjadi karena pendarahan subkutan pada lokasi fraktur.
4. Nyeri. Nyeri terus-menerus meningkat jika fraktur tidak dimobilisasi. Hal ini terjadi
karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan, atau cedera pada struktur
sekitarnya.
5. Ketegangan. Ketegangan disebabkan oleh cedera yang terjadi.
6. Kehilangan fungsi. Terjadi karena nyeri yang disebabkan hilangnya fungsi
pengungkit-lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari
cedera saraf.
7. Perubahan neurovaskular. Terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas, kesemutan atau tidak
teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
8. Spasme otot. Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk
mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
9. Gerakan abnormal dan krepitasi. Terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang
atau gesekan antar fragmen fraktur yang menciptakan sensasi dan suara deritan.
10. Syok. Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
G. Penatalaksanaan
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta
usia. Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada fraktur menurut (Muttaqin, 2015) :
1. Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi karena
benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien
mengalami fraktur.
2. Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptic dan bersihkan
perdarahan dengan cara di perban.
3. Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini hanya boleh
dilakukan oleh para ahli dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan
tulang ke posisi semula.
4. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan dari kedua
posisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tulang tetap stabil.
5. Berikan analgesic untuk mengurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan.
6. Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post operasi.
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke
posisi semula(reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan
patah tulang atau imobilisasi (Sjamsuhidayat & Jong, 2015).

H. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk meneggakkan diagnosa fraktur
adalah sebagai berikut menurut (Doenges dalam Jitowiyono, 2016)
1. Pemeriksaan rontgen
Menentukkan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2. Scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3. Arteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Hitung darah lengkap
HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel
5. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil kagulasi
Penurunan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple, atau cidera hati
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register,
tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS) dan diagnostik medis
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada fraktur femur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut ataupun kronik tergantung lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan :
a. Provoking incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri
b. Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk
c. Region radiation relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
d. Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
e. Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari (Wahid, 2013)
3. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma, yang menyebabkan patah tulang, paha,
pertolongan apa yang telah didapatkanm dan apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Dengan mengetau mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat
mengetahui luka yang lain (Muttaqin, 2008)
4. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit kelainan formasi
tulang atau biasanya disebut paget dan ini mengganggu proses daur tulang yang
normal di dalam tubuh sehingga menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang
sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko
mengalami osteomielitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang (Muttaqin, 2008)
5. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang terjadi
pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik (Muttaqin, 2008)
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat merupakan tanda-tanda
seperti :
1) Kesadaran : apatis, sopor, koma, gelisah, composmentis tergantung pada
keadaan klien
2) Keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut
3) Tanda-tanda vital tidak normal
b. Secara sitemik
1) Sistem integumen
Terdapat eritema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan
2) Kepala
Biasanya diikuti atau tergantung pada gangguan kepala
3) Leher
Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau getah bening
4) Wajah
Biasanya wajah tampak pucat dan meringis
5) Mata
Biasanya konjungtiva anemis atau sklera tidak ikterik
6) Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada masalah
7) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada pernafasan cuping hidung
8) Mulut
Biasanya mukosa bibir kering, pucat, sianosis
9) Thoraks
- Inspeksi
Biasanya pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit pasien yang berhubungan dengan paru
- Palpasi
Biasanya pergerakan sama atau simetris, fermitus teraba sama
- Perkusi
Biasanya suara sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya
- Auskultasi
Biasanya suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi
10) Jantung
- Inspeksi
Biasanya tidak tampak iktus cordis
- Palpasi
Biasanya iktus cordis tidak teraba
- Auskultasi
Biasanya S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur
11) Abdomen
- Inspeksi
Biasanya bentuk datar, simetris tidak ada hernia
- Palpasi
Biasanya turgor baik, hepar tidak teraba
- Perkusi
Biasanya suara thympani
- Auskultasi
Biasanya bising usus normal ±20x/menit
12) Ekstremitas atas
Biasanya akral teraba dingin, CRT <2 detik, turgor kulit baik, pergerakan baik
13) Ekstremitas bawah
Biasanya akral teraba dingin, CRT <2 detik, turgor kulit jelek, pergerakan
tidak simetris, terdapat lesi dan edema
c. Gambaran lokal
Harus diperhatikan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler -> 5 P yaitu pain, palor,
paresthesia, pulse, pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah :
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain :
a) Jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi
b) Penampakan kurang lebih besar uang logam. Diameternya bisa sampai
5 cm yang di dalamnya berisi bintik hitam. Tanda ini biasanya ditemukan
di badan, pantat dan kaki
c) Fistulae warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hiperpigmentasi
d) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
e) Posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas)
f) Posisi jalan
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien
Yang perlu dicatat adalah :
a) Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) kelembapan kulit. Capillary
refill time -> Normal ≤2 detik
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah atau distal)
Otot : Tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat
dipermukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa statu
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu di
dekskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap
dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak dan ukurannya
d) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakkan ekstremitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkung gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi di catat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik O (posisi
netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif (Wahid, 2013)
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya
super posisi. Hasil yang harus dibaca pada x-ray :
1) Bayangan jaringan lunak
2) Tips tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu teknik khususnya seperti :
1) Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit difisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya
2) Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah diruang tulang vetebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
3) Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa
4) Computed Tomografi-schanning : menggambarkan potongan secara
transfersal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
(Wahid, 2013)
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
2) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
osteoblastik dalam membentuk tulang
3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang (Wahid, 2013)
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih di indikasikan bila terjadi infeksi
3) Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan faktor
4) Arthoscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
5) Indium imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
6) MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur (Wahid, 2013)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Gangguan mobilitas fifisk
3. Defisit perawatan diri
4. Gangguan integritas kulit
5. Resiko infeksi
6. Ansietas
7. Defisit pengetahuan

C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238)
keperawatan selama ...x24 Observasi
jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi lokasi karakteristik,
nyeri menurun dengan durasi frekuensi, kualitas,
kriteria hasil: intensitas nyeri
- Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
- Meringis menurun 3. Identifikasi respons nyeri non
- Gelisah menurun verbal

- Kesulitan tidur menurun 4. Identifikasi faktor yang

- Diaforesis menurun memperberat dan


memperingan nyeri
- Anoreksia menurun
5. Identifikasi pengetahuan dan
- Ketegangan otot
keyakinan tentang nyeri
menurun
6. Identifikasi pengaruh budaya
- Frekuensi nadi membaik
terhadap respon nyeri
- Tekanan darah
7. Identifikasi pengaruh nyeri
membaik
terhadap kualitas hidup
- Nafsu makan membaik
8. Monitor keberhasilan terapi
- Pola tidur membaik
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan Dukungan Mobilisasi (I.05173)
keperawatan selama ...x24 Observasi
jam diharapkan mobilitas 1. Identifikasi adanya nyeri atau
fisik meningkat dengan keluhan fisik lainnya
kriteria hasil : 2. Identifikasi toleransi fisik
- Kekuatan otot melakukan pergerakan
meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan
- Rentang gerak (ROM) tekanan darah sebelum
meningkat memulai mobilisasi
- Pergerakan ekstremitas 4. Monitor keadaam umum
meningkat selama melakukan asuhan
keperawatan
Teraupetik
1. Fasilitasi aktivitas mobilitas
dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan
Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan Dukungan Perawatan Diri
keperawatan selama ...x24 (I.11348)
jam diharapkan perawatan Observasi
diri meningkat dengan 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
kriteria hasil : perawatan diri sesuai usia
- Kemampuan mandi 2. Monitor tingkat kemandirian
meningkat 3. Identifikasi kebutuhan alat
- Kemampuan bantu kebersihan diri,
mengenakan pakaian berpakaian, berhias dan
meningkat makan
- Kemampuan makan Teraupetik
meningkat 1. Sediakan lingkungan yang
- Kemampuan ke toilet teraupetik (mis. Suasana

(BAB/BAK) meningkat hangat, rileks, privasi)

- Verbalisasi keinginan 4. Siapkan keperluan pribadi


melakukan perawatan (mis. Parfum, sikat gigi, dan

diri meningkat sabun mandi)

- Minat melakukan 5. Dampingi dalam melakukan


perawatan diri perawatan diri sampai mandiri

meningkat 6. Fasilitasi untuk menerima


keadaan ketergantungan
7. Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
8. Fasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
9. Jadwalkan rutinitas perawatan
diri
Edukasi
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan Perawatan Integritas Kulit
keperawatan selama ...x24 (I.11353)
jam diharapkan integritas Observasi
kulit dan jaringan 1. Identifikasi penyebab
meningkat dengan kriteria gangguan integritas kulit
hasil : Teraupetik
- Kerusakan lapisan kulit 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika
menurun tirah baring
- Kerusakan jaringan 2. Hindari produk berbahan dasar
menurun alkohol pada kulit kering
- Hidrasi meningkat Edukasi

- Kemerahan menurun 1. Anjurkan penggunaan


pelembab (mis. Lotion)
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

Perawatan Luka (I.14564)


Observasi
1. Monitor karakteristik luka
2. Monitor tanda-tanda infeksi
Teraupetik
1. Lepaskan balutan dan plester
secara perlahan
2. Bersihkan dengan cairan NaCl
3. Berikan salep yang sesuai lesi
4. Pasang balutan sesuai jenis
luka
5. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
6. Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
7. Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur
debridement
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik
Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi (I.14539)
keperawatan selama ...x24 Observasi
jam diharapkan tingkat 1. Monitor tanda dan gejala
infeksi menurun dengan infeksi lokal dan sistemik
kriteria hasil : Terapeutik
 Kebersihan tangan 1. Batasi jumlah pengunjung
meningkat 2. Berikan perawatan kulit pada
 Kebersihan badan area edema
meningkat 3. Cuci tangan sebelum dan
 Nafsu makan meningkat sesudah kontak dengan

 Demam menurun pasien dan lingkungan pasien

 Kemerahan menurun 4. Pertahankan teknik aseptik


pada pasien berisiko tinggi
 Nyeri menurun
Edukasi
 Bengkak menurun
1. Jelaskan tanda dan gejala
 Letargi menurun
infeksi
 Kadar sel darah putih
2. Ajarkan cara mencuci tangan
membaik
dengan benar
 Kultur darah membaik
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi
Ansietas Setelah dilakukan asuhan Terapi Relaksasi (I.09326)
keperawatan selama ...x24 Observasi
jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi penurunan tingkat
ansietas menurun dengan energi, ketidakmampuan
kriteria hasil : berkonsentrasi atau gejala lain
 Verbalisasi kebingungan yang mengganggu
menurun kemampuan kognitif
 Verbalisasi khawatir 2. Identifikasi teknik relaksasi
akibat kondisi yang yang pernah efektif digunakan
dihadapi menurun 3. Identifikasi kesediaan,
 Perilaku gelisah kemampuan dan penggunaan
menurun teknik sebelumnya

 Perilaku tegang 4. Periksa ketegangan otot,

menurun frekuensi nadi, tekanan darah

 Keluhan pusing dan suhu sebelum dan

menurun sesudah latihan

 Anoreksia menurun 5. Monitor respons terhadap


terapi relaksasi
 Tekanan darah menurun
Teraupetik
 Frekuensi nadi menurun
1. Ciptakan lingkungan tenang
 Frekuensi napas
dan tanpa gangguan dengan
menurun
pencahayaan dan suhu ruang
 Diaforesis menurun
nyaman
 Tremor menurun
2. Berikan informasi tertulis
 Pucat menurun
tentang persiapan dan
 Konsentrasi membaik prosedur teknik relaksasi
 Pola tidur membaik 3. Gunakan pakaian longgar
 Pola berkemih membaik 4. Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia
2. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi
nyaman
4. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
5. Demontrasikan dan latih
teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Apleys, G. A & Solomon Louis, 2018. System of Orthopaedic and Trauma. 10th edition, New
York: Taylor & Francis Group, CRC Press.
Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Kenneth A. Egol, Kenneth J. Koval, Joseph D. Zuckerman. 2015. Handbook of Fractures 5th
Edition. New York. Wolters Kluwer
Muttaqin.A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta:
EGC
Noorisa, R., Apriliwati, D., Aziz, A., & Bayusentono S. 2017. The Characteristic Of Patients
With Femoral Fracture In Department Of Orthopaedic And Traumatology Rsud Dr.
Soetomo Surabaya 2013-2016. Journal of Orthopedi & Traumatology Surabaya. 6(1):
ISSN 2460-8742
Pratiwi, Agustina Eka. 2020. Karya Tulis Ilmiah : Asuhan Keperawatan pada Klien Fraktur
Femur dengan Nyeri di Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan. Jombang. Insan
Cendekia Medika
Sjamsuhidayat & Jong. 2015 .Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 3.Jakarta:EGC
Tim Pokja DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1. DPP
PPNI. Jakarta
Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar intervensi Keperawatan indonesia Jakarta selatan.
Dewan Pengurus pusat.
Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Jakarta selatan:
Dewan pengurus pusat.
Wahid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta : Trans Info Medika

Anda mungkin juga menyukai