Anda di halaman 1dari 4

A.

HASIL
Sebanyak 50 pasien, sebagian besar datang ke IGD dengan keluhan pernapasan,
secara keseluruhan, didapatkan median SpO2 saat berada di triase sebesar 80% (IQR 69-
85). Setelah pemberian oksigen tambahan diberikan kepada pasien dalam suhu kamar
sebesar 84% (IQR 75 sampai 90). Setelah 5 menit pemberian posisi proning, SpO2
meningkat menjadi 94% (IQR 90 menjadi 95). Perbandingan median sebelum dan
sesudah menggunakan Uji Wilcoxon Rank-sum menghasilkan P = 0,001. Sebanyak 13
pasien (24%) gagal meningkatkan atau mempertahankan SpO2 dan membutuhkan
intubasi endotrakeal dalam waktu 24 jam setelah datang ke UGD.
B. PEMBAHASAN

Salah satu gejala dari Covid-19 adalah adanya gangguan pernapasan dan ditandai
dengan adanya penurunan saturasi oksigen. Salah satu pengobatan suportif adalah dengan
melakukan posisi prone. Penelitian yang dilakukan oleh Fan et al (rasio P/F ≤200 mmHg)
merekomendasikan perawatan pasien ARDS berat dengan posisi pronasi minimal 12 jam
sehari dimana posisi pronasi bermanfaat untuk meningkatkan ventilasi paru melalui
mekanisme peningkatan perfusi paru dan volume akhir ekspirasi paru, serta pemerataan
distribusi tidal volume pada semua bagian paru. Posisi pronasi juga telah dilaporkan
memiliki dampak baik pada penelitian dengan skala besar. Penelitian APRONET,
melibatkan 6723 pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif di 20 negara,
melaporkan bahwa posisi pronasi dapat meningkatkan rasio PaO2/FiO2 dari 101 menjadi
171 (p=0.0001), serta menurunkan driving pressure dari 14 menuju 13 (p=0.0001).
1) Fisiologi posisi pronasi
Fisiologi posisi pronasi dapat meningkatkan luaran klinis pada pasien ARDS tidak
lepas dari terdistribusinya tekanan pada paru yang lebih merata. Selain itu, posisi
pronasi juga menyebabkan tekanan intrapleura, tekanan transpulmonal, dan inflasi
paru lebih homogen, terutama di bagian dorsal toraks. Posisi pronasi dapat
menurunkan desakan paru oleh organ intraabdomen sehingga akan memperbaiki
oksigenasi dan bersihan karbon dioksida.
2) Posisi Pronasi pada Pasien COVID-19
Posisi pronasi pada pasien COVID-19 ternyata memiliki dampak positif pada
perbaikan klinis pasien, termasuk pasien yang tidak terintubasi. Penelitian di Perancis,
dilakukan pada 88 pasien COVID-19 dengan klinis ringan-sedang, melaporkan bahwa
posisi pronasi meningkatkan oksigenasi pada 40% pasien yang dapat mentoleransi
posisi pronasi ≥3 jam. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan PaO2 dari rerata
73,6 mmHg menjadi 94,9 mmHg. Penelitian lain dari Milan Italia, melibatkan 15
pasien COVID-19 simtomatik, melaporkan bahwa posisi pronasi meningkatkan luaran
klinis dengan perbaikan saturasi. Sebanyak 80,0% sampel mengalami perbaikan
klinis, 13,3% tidak ada perbaikan klinis, dan 6,7% mengalami perburukan klinis.
Posisi pronasi ternyata juga meningkatkan kenyamanan pasien saat sedang pronasi
pada 73,3% sampel, dan 26,7% tidak mengalami peningkatan kenyamanan. Setelah
dilakukan posisi pronasi, peningkatan kenyamanan pasien meningkat pada 86,7%
kasus.
Bagaimana posisi pronasi meningkatkan luaran klinis pada pasien COVID-19 masih
memerlukan studi lebih lanjut, mengingat kedua penelitian tersebut menggunakan jumlah
sampel yang sedikit. Diperlukan lebih banyak sampel pada pasien COVID-19 dengan
gejala ringan-sedang maupun pasien suspek COVID-19 untuk menarik kesimpulan
tersebut. Dugaan saat ini, perbaikan klinis dapat terjadi akibat peningkatan paru dorsal
dalam pertukaran udara, drainase sekresi paru, dan pertukaran gas, serta penurunan
kompresi paru oleh organ abdomen.
3) Cara Melakukan Posisi Pronasi pada Pasien COVID-19
Hingga saat ini, telah dilaporkan berbagai cara melakukan posisi pronasi pada pasien
COVID-19. Paul et al. dan Elharrar et al telah menjabarkan indikasi dan prosedur
posisi pronasi yang tepat untuk pasien COVID-19.
4) Indikasi Posisi Pronasi
Elharrar et al. melaporkan bahwa indikasi dilakukan posisi pronasi pada pasien
COVID-19 adalah pada pasien yang memerlukan suplementasi oksigen, dan memiliki
hasil CT-scan yang mendukung diagnosis COVID-19 dengan lesi posterior. Dalam
laporan kasus oleh Paul et al. Menyebutkan indikasi posisi pronasi adalah pada pasien
COVID-19 yang memerlukan suplementasi oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >90%.
Caputo et al. melaporkan bahwa posisi pronasi dapat diberikan pada pasien dengan
suplementasi oksigen menggunakan nasal kanul, high flow nasal cannula (HFNC),
maupun non-invasive ventilation (NIV), selama pasien tersebut komunikatif dan
nyaman dengan posisi tersebut.
Indikasi posisi pronasi:
a. Pasien dengan hipoksia akut
b. Suplementasi oksigen > 2 liter/menit untuk mempertahankan saturasi ≥ 92 %
c. Tidak ada distress napas berat
d. Kesadaran pasien membaik
e. Pasien dapat melakukan posisi pronasi secara mandiri.
5) Prosedur Posisi Pronasi
Posisi pronasi menurut Elharrar et al. dilakukan sekali setiap hari, sesuai dengan
ketahanan pasien. Posisi diharapkan dapat dipertahankan minimal selama 3 jam.
Sedangkan Paul et al. melakukan posisi pronasi selama 3 jam sebanyak 3 kali sehari,
dan dijelaskan bahwa posisi pronasi dapat dilakukan sesuai dengan kenyamanan
pasien. Pemberian alprazolam dan hidroksizin dapat menjadi pilihan pada pasien yang
kurang nyaman.
6) Evaluasi Posisi Pronasi
Suatu tindakan selalu ada efek samping, hal ini juga berlaku pada posisi pronasi.
Walaupun minimal, berbagai efek samping yang harus dievaluasi adalah jejas terkait
tekanan, obstruksi suplementasi oksigen atau alat bantu napas, dan tantangan untuk
menentukan teknik merubah posisi yang baik yang masih belum seragam pada tiap
fasilitas kesehatan. Pada pasien, risiko yang dapat terjadi adalah kecemasan pada
pasien. Sedangkan evaluasi parameter klinis untuk menilai efektifitas posisi pronasi
pada pasien COVID-19 dilakukan sebelum posisi pronasi dilakukan, saat posisi
pronasi dilakukan, dan setelah minimal 6 jam posisi kembali supinasi.
Sehingga dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa posisi pronasi pada pasien
dengan ARDS memiliki manfaat yang baik terhadap perbaikan luaran klinis. Pada pasien
COVID-19 bergejala ringan-sedang, diduga posisi pronasi juga dapat menjadi alternatif
penatalaksanaannya. Hal ini ditujukan agar pasien tidak jatuh ke gejala klinis berat yang
memerlukan ventilator. Posisi pronasi telah diteliti dapat meningkatkan luaran klinis
melalui berbagai mekanisme, yaitu peningkatan paru dorsal dalam pertukaran udara,
drainase sekresi paru, pertukaran gas, juga penurunan paru oleh organ abdomen. Dalam
melakukan posisi pronasi, pasien seyogyanya dapat komunikatif dan memiliki kesadaran
yang baik sehingga dapat melakukan posisi pronasi secara mandiri. Berbagai metode
posisi pronasi telah dilaporkan, direkomendasikan untuk dilakukan selama 3 jam, 3 kali
dalam sehari. Efek samping posisi pronasi yang dapat terjadi adalah kecemasan pasien,
obstruksi alat bantu napas, dan cedera oleh karena tekanan, tetapi risiko tersebut minimal.

Anda mungkin juga menyukai