Penyajian 8
Penutup 4
9. Materi (terlampir)
10. Evaluasi : Menanyakan tentang pengertian, tanda dan gejala penyakit hipertensi
(Mendemonstrasikkan kembali Injeksi Intra vena)
11. Referensi
Lampiran
A. Latar Belakang
Posisi pronasi pada pasien COVID-19 saat ini sedang banyak diteliti, mengingat perannya
dalam mencegah pasien jatuh ke kondisi gagal napas yang memerlukan ventilator. Upaya
ini menjadi alternatif agar pasien dengan gejala ringan-sedang tidak memburuk, sehingga
penambahan pasien COVID-19 tidak diikuti dengan penambahan kebutuhan sarana dan
prasarana kesehatan. Artikel ini akan membahas peran posisi pronasi dalam
penatalaksanaan pasien COVID-19, dan implikasi klinis yang dapat membantu dalam
penanganan COVID-19 di Indonesia
Bagaimana posisi pronasi meningkatkan luaran klinis pada pasien COVID-19 masih
memerlukan studi lebih lanjut, mengingat kedua penelitian tersebut menggunakan jumlah
sampel yang sedikit. Diperlukan lebih banyak sampel pada pasien COVID-19 dengan gejala
ringan-sedang maupun pasien suspek COVID-19 untuk menarik kesimpulan tersebut. Dugaan
saat ini, perbaikan klinis dapat terjadi akibat peningkatan paru dorsal dalam pertukaran udara,
drainase sekresi paru, dan pertukaran gas, serta penurunan kompresi paru oleh organ
abdomen.
Lebih lanjut, Caputo et al. melaporkan bahwa posisi pronasi dapat diberikan pada
pasien dengan suplementasi oksigen menggunakan nasal kanul, high flow nasal
cannula (HFNC), maupun non-invasive ventilation (NIV), selama pasien tersebut
komunikatif dan nyaman dengan posisi tersebut. Indikasi dan kontraindikasi posisi pronasi
lebih lengkap dijabarkan pada tabel 1.1
Tabel 1.1 Indikasi dan Kontraindikasi Posisi Pronasi.
Indikasi Kontraindikasi
Posisi pronasi menurut Elharrar et al. dilakukan sekali setiap hari, sesuai dengan ketahanan
pasien. Posisi diharapkan dapat dipertahankan minimal selama 3 jam. Sedangkan Paul et
al. melakukan posisi pronasi selama 3 jam sebanyak 3 kali sehari, dan dijelaskan bahwa
posisi pronasi dapat dilakukan sesuai dengan kenyamanan pasien. Pemberian alprazolam dan
hidroksizin dapat menjadi pilihan pada pasien yang kurang nyaman.[7]
Evaluasi Posisi Pronasi
Suatu tindakan selalu ada efek samping, hal ini juga berlaku pada posisi pronasi. Walaupun
minimal, berbagai efek samping yang harus dievaluasi adalah jejas terkait tekanan,
obstruksi suplementasi oksigen atau alat bantu napas, dan tantangan untuk menentukan teknik
merubah posisi yang baik yang masih belum seragam pada tiap fasilitas kesehatan. Pada
pasien, risiko yang dapat terjadi adalah kecemasan pada pasien.[7]
Sedangkan evaluasi parameter klinis untuk menilai efektifitas posisi pronasi pada pasien
COVID-19 dilakukan sebelum posisi pronasi dilakukan, saat posisi pronasi dilakukan, dan
setelah minimal 6 jam posisi kembali supinasi.[5]
Kesimpulan
Posisi pronasi pada pasien dengan ARDS memiliki manfaat yang baik terhadap perbaikan
luaran klinis. Pada pasien COVID-19 bergejala ringan-sedang, diduga posisi pronasi juga
dapat menjadi alternatif penatalaksanaannya. Hal ini ditujukan agar pasien tidak jatuh ke
gejala klinis berat yang memerlukan ventilator. Posisi pronasi telah diteliti dapat
meningkatkan luaran klinis melalui berbagai mekanisme, yaitu peningkatan paru dorsal
dalam pertukaran udara, drainase sekresi paru, pertukaran gas, juga penurunan paru oleh
organ abdomen. Dalam melakukan posisi pronasi, pasien seyogyanya dapat komunikatif dan
memiliki kesadaran yang baik sehingga dapat melakukan posisi pronasi secara mandiri.
Berbagai metode posisi pronasi telah dilaporkan, direkomendasikan untuk dilakukan selama
3 jam, 3 kali dalam sehari. Efek samping posisi pronasi yang dapat terjadi adalah kecemasan
pasien, obstruksi alat bantu napas, dan cedera oleh karena tekanan, tetapi risiko tersebut
minimal.