Waktu
Pencapaian kompetensi
Sesi di dalam kelas : 1x50 menit (classroom session)
Sesi dengan fasilitasi pembimbing : 3x50 menit (coaching session)
Sesi praktik dan pencapaian kompetensi : 6 minggu (facilitation and assessment)
Satuan waktu ini merupakan perkiraan untuk mencapai kompetensi dengan catatan bahwa
pelaksanaan modul dapat dilakukan bersamaan dengan modul lain secara komprehensif.
Tujuan Umum
Setelah mengikuti modul ini peserta didik dipersiapkan untuk memiliki keterampilan di dalam
mengelola pembersihan jalan napasmelalui pembelajaranpengalaman klinisdengan didahului
serangkaian kegiatan berupa pre assessment, diskusi, role play dan berbagai penelusuran sumber
pengetahuan
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti modul ini peserta didik akan memiliki kemampuan:
Memahami definisi dan mekanisme pembersihan saluran napas
Memahami jenis dan pemilihan teknik pembersihan saluran napas
Memahami cara teknik pembersihan saluran napas
Strategi pembelajaran
Tujuan 1. Memahami definisi dan mekanisme pembersihan saluran napas
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran
Interactive lecture
Peer assisted learning (PAL)
Computer assisted learning
Bedside teaching
Praktek mandiri dengan pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Key point
Definisi, mekanisme, jenis teknik pembersihan saluran napas
Alur pemilihan teknik pembersihan saluran napas
Key point
Pemeriksaan dan konsultasi mengenai persiapan dan pemilihan teknik pembersihan saluran
Untuk tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran
Tujuan 3. Memahami tatalaksana perbersihan saluran napas pada anak dan efek samping
terhadap tindakan
Untuk mencapai tujuan tujuan pembersihan Sali=uran napas atas
Interactive lecture
Video dan computer assisted learning
Studi kasus
Role play
Bed side teaching
Praktek mandiri dengan pasien rawat jalan dan rawat inap
Key point
Prinsip pemilihan teknik pembersihan saluran napas
Efek samping dari tindakan
Tujuan 4. Memahamimonitoring dan evaluasi tatalaksana pembersihan jalan napas pada anak:
Untuk mencapai tujuan tujuan pembersihan Sali=uran napas atas
Interactive lecture
Video dan computer assisted learning
Studi kasus
Role play
Bed side teaching
Praktek mandiri dengan pasien rawat jalan dan rawat inap
Key point:
Monitoring dan evaluasi setelah pemberian terapi pembersihan jalan napas
Persiapan Sesi
Materi presentasi dalam program power point
Pembersihan Saluran Napas
Slide
1 Judul
2 Pendahuluan
3 Definisi
4 Fisiologi lapisan rongga hidung
5-6 Lapisan mukosa saluran pernapasan
7-8 Pembersihan mukosilier
9 Tujuan teknik pembersihan saluran napas
10-11 Algoritma pemilihan teknik pembersihan saluran napas
12 Jenis-jenis teknik pembersihan saluran napas
13-14 Indikasi
15 Pembersihan saluran napas pada pasien cerebral palsy
16-21 Postural drainage
22 Perbandingan efek jangka panjang terapi
23 Kesimpula
II. Definisi
Obstructive sleep apneu syndrome (OSAS) didefiniskan sebagai gangguan pernapasan
saat tidur yang ditandai dengan obstruksi jalan napas parsial dan/atau obstruksi total intermiten
(apnea obstruktif) yang menyebabkan desaturasi oksigen dan tidur terfragmentasi.4,6
III. Etiologi
OSA dibagi ke dalam kategori terpisah berdasarkan dua penyebab yaitu sentral atau
obstruktif. Apnea tidur sentral disebabkan oleh patologi sistem saraf pusat. Ini adalah gangguan
dorongan pernapasan yang dimediasi secara neurologis tanpa upaya pernapasan yang terkait.
Apnea tidur obstruktif, 95% dari apnea tidur yang didiagnosis, disebabkan oleh kolaps total
saluran napas atas atau kolaps sebagian, yang mengakibatkan terbangunnya tidur atau desaturasi
oksigen 3% atau lebih. Apa pun yang dapat menurunkan diameter atau integritas saluran napas
dapat berkontribusi pada OSA, termasuk masalah anatomi, genetik, atau neuromuskular. Saluran
napas bagian atas dapat memiliki peningkatan risiko kolaps abnormal karena faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsik didasarkan pada tekanan kritis di jalan napas yang diperlukan untuk
mempertahankan patensi. Faktor ekstrinsik adalah timbunan lemak, hipertrofi jaringan, dan fitur
kraniofasial yang menyimpang dari anatomi normal yang berkontribusi terhadap peningkatan
insiden kolaps.1-2
IV. Patofisiologi
Ada tiga faring yang berbeda (Gambar 1a). Nasofaring adalah ruang udarayang posterior ke
semua langit-langit lunak (ke ujung uvula). Orofaring adalah ruang udara yang terletak di
belakang ujung uvula, meluas ke ujung epiglotis. Laringofaring, juga dikenal sebagai hipofaring,
adalah ruang udara yang posterior ke ujung epiglotis, memanjang ke pita suara. Otot saluran
napas bagian atas menjaga saluran napas bagian atas tetap terbuka (Gambar 1b). Tensor palatine
menarik langit-langit lunak dari dinding posterior faring, sehingga mempertahankan patensi
nasofaring retropalatal. Otot genioglossus bergerak lidah ke anterior untuk membuka nasofaring
retroglossal. Otot geniohyoid, sternohyoid, dan thyrohyoid menggerakkan epiglotis ke depan
dengan meregangkan ligamen hyoepiglottic, sehingga memperbesar laringofaring retroepiglottic.
Selama tidur nyenyak dan restoratif, otot-otot faring ikut serta dalam kehilangan tonus otot yang
terjadi di seluruh tubuh. Jika hilangnya otot faring keruntuhan tonus dan faring bersifat parsial,
tetapi masih cukup besar untuk menyebabkan inspirasi udara mengalir di sekitar uvula dan/atau
lidah dan/atau epiglotis (Gambar 1c), maka akan terjadi dengkuran dan hipopnea. Jika hilangnya
tonus otot faring dan kolaps faring cukup besar untuk menyebabkan obstruksi total, maka akan
terjadi diam dan apnea. Apnea dan hipopnea saat tidur disebut gangguan tidur pernafasan
(Gambar 2).7
Gambar 1a. Saluran nafas atas
Gambar 4. Kontribusi perpindahan cairan ke kolapsibilitas saluran nafas atas pada OSAS
Kondisi lain yang terkait dengan OSA termasuk leher tebal/gemuk, micrognathia dan
retrognathia, lidah besar, amandel besar, dan sumbatan hidung. Edema mukosa hidung yang
disebabkan oleh rinitis alergi, yang meningkat resistensi hidung, juga dapat memperburuk atau
menginduksi pernapasan saat tidur gangguan pada anak dan remaja. Anomali kraniofasial seperti
seperti hipoplasia midfacial, nasofaring kecil, dan/atau micrognathia di Pierre Robin, sindrom
Apert, dan sindrom Marfan adalah juga faktor risiko penting untuk mengembangkan OSAS.
Kejadian OSAS pada 30% hingga 60% individu dengan sindrom Down, terkait dengan
penurunan luas permukaan nasofaring, volume ventilasi, dan hipotonia. Hipotiroidisme,
komplikasi yang sering terjadi pada Down syndrome, adalah faktor risiko lain, yang
menyebabkan hipotonia. Penyakit neuromuskular seperti distrofi otot progresif adalah
berhubungan dengan penurunan tonus otot saluran napas bagian atas, mengakibatkan kolaps
jalan napas.6
VI. Diagnostik
Tujuan diagnostik OSAS pada anak adalah:10
1. Mengidentifikasi pasien yang mempunyai faktor risiko untuk hasil yang merugikan
2. Menghindari intervensi yang tidak perlu pada pasien yang tidak berisiko untuk hasil
yang merugikan
Gambar 5. Algoritma evaluasi OSAS
VII. Tatalaksana
Beberapa pilihan yang tersedia untuk medis manajemen OSA pada anak-anak. Kontinu tekanan
jalan napas positif (CPAP) efektif untuk anak dengan OSA. CPAP adalah pengobatan pilihan
ketika adenotonsilektomi dikontraindikasikan atau telah gagal. Jika frekuensi mendengkur dan
OSA terjadi secara intermitten dan berhubungan dengan tonsillitis berulang atau adenoiditis,
terapi antibiotik dapat membantu.5
Gambar 6. Algoritma tatalaksana OSA pada anak5
DAFTAR PUSTAKA
1. Karl F, Nina R, Susana A. The Obstructive Sleep Apnoe Syndrome. Obstructive Sleep
Apnoe Syndrome: A Systematic Literature Review. 2007:31.
2. Li Z, Celestin J, Lockey RF. Pediatric Sleep Apnea Syndrome: An Update. J Allergy Clin
Immunol Pract. 2016 Sep-Oct;4(5):852-61
3. Elonora D, Hui LT. Update on pediatric obstructive sleep apnoea. Journal of Thoracic
Disease. 2016;8(2):224-35
4. Rachel J, Fernanda R, Penelope B, Mary M, Jim S, John F. Oral appliances for
obstrucvitve sleep apnoea (protocol).Cochrane library.2018:1-13
5. James C, Jennifer C, Peter J. Obstructive Sleep Apnea in Children. American Academy of
Family Physicians.2004;69(5):1148-54
6. Sun JC, Kyu YC. Obstructive sleep apnea syndrome in children: epidemiology,
pathophysiology, diagnosis and sequele. Korean J Pediatr. 2010;53(10):864-81
7. Said ET. Obstructive sleep apnea and dead in bed. Clinical anesthesiology.2013:85-91
8. Levy P, Kohler M, Nicholas W, Barbe F, Mc Evoy R, Somers VK, et al. Obstructive sleep
apnoea syndrome. Nature reviews disease primers. 2015;(1):1-21
9. Carole L, Marcus M, Lee JB, Kari A, Draper , David G, et al. Diagnosis and management
of childhood obstructive sleep apnea syndrome. American academy of pediatrics.
2012:576-84
10 Hiren M, Raanan A. Diagnostic issues in pediatric obstructive sleep apnea. Proc am thorac
soc.2008;(5):263-73