Anda di halaman 1dari 12

BAB III

ANALISIS JURNAL

A. Identitas Jurnal
Judul : Trendelenburg chest optimization prolongs spontaneous breathing trials in
ventilator-dependent patients with low cervical spinal cord injury
Jurnal : Journal of Rehabilitation Research and Development
Penulis: Charles J. Gutierrez, PhD, RRT, FAARC
Cathy Stevens, RRT
John Merritt, MD, FACP
Cecille Pope, MD
Mihaela Tanasescu, MD, ScD
Glenn Curtiss, PhD
Tahun : 2010
B. Cara mendapatkan Jurnal
P : spinal cord injury
I : body positioning
C :-
O : optimization breathing
Pertanyaan klinis
Bagaimana memposisikan pasien dengan Cervical Spinal Cord Injury agar membantu
dalam mengoptimalkan napasnya?
Langkah mencari jurnal:
1. Membuka web PubMed.
2. Memasukkan kata kunci ‘spinal cord injury’’body positioning’’ optimization
breathing’
3. Ditemukan 250 jurnal.
4. Membatasi dengan publikasi free full text. Ditemukan 60 jurnal.
5. Melakukan pemilihan jurnal yang mendekati dengan rumusan PICO, diantaranya
adalah
a. Trendelenburg chest optimization prolongs spontaneous breathing trials in
ventilator-dependent patients with low cervical spinal cord injury
b. Airway management in a patient of ankylosing spondylitis with traumatic
cervical spine injury
6. Mengkonsultasikan jurnal yang dipilih kepada pembimbing dan terpilih jurnal
yang berjudul Trendelenburg chest optimization prolongs spontaneous breathing
trials in ventilator-dependent patients with low cervical spinal cord injury
C. Isi Jurnal

PENDAHULUAN

Komplikasi dari cedera tulang belakang, yakni khususnya pada bagian C3-C7 pada umumnya
memiliki ketergantungan tinggi pada mesin ventilator. Pasien tersebut memiliki resiko untuk
komplikasi pada paru-paru seperti atelektasis, menumpuknya mukosa dan pneumonia.
Pneumonia merupakan komplikasi utama pada pasien dengan cedera tulang belakang
sedangkan atelektasis merupakan komplikasi paling banyak terjadi pada pasien dengan
cedera serfikal. Otot utama saat inspirasi yakni diafragma, yang membantu sekitar 65-75 %
dari volumr tidal pernapasan selama ventilasi normal. Selama interkosta luar dan otot
aksesori yang merupakan keduanya bekerja membantu inspirasi. Sedangkan otot utama saat
ekspirasi adalah interkosta dalam, rektus abdominis, transversus abdominis, transversus
abdominis, oblik dalam dan luar, serta pectoralis mayor. Adekuatnya fungsi dari otot
abdominal mendorong adekuatnya ventilasi dan merupakan faktor yang menentukan
terpotongnya sekret saat dilakukan batuk. Ketika batuk tidak efektif, maka harus dilakukan
terapi dengan diencumber paru-paru untuk membersihkan sekret dari bagian yang terkecil
untuk meningkatkan kembali fungsi paru-paru.

Pasien yang dirawat di Rumah Sakit dengan cedera tulang belakang servikal memiliki 80%
kemungkinan mengalami komplikasi pneumonia. Pneumonia merupakan 50% penyebab dari
kematian. Pencegahan dari komplikasi pulmonari harus dilakukan secepatnya setelah
menyadari adanya cedera tulang belakang dan dilakukan secara berkelanjutan.

Optimasi dada merupakan protokol efidence base fisioterapi dada untuk pasien dengan
ketergantungan ventilator. Hal ini dapat meningkatkan tujuan fungsional dalam
mempersiapkan rehabilitasi pernapasan pada pasien terpasang ventilator. Optimasi dada juga
dapat berupa teknik terapis dan persiapan sebelum kemudian dilakukannya Spontaneous
Breathing Trial (SBT) . Fisioterapi dada juga dapat menjadi pencegahan untuk komplikasi
pulmonary. Berdasarkan pada review dari beberapa literatur, maka posisi badan juga
seharusnya menjadi intervensi perta,a pada pasien dengan disfungsi kardiopulmonari. Oleh
karena itu studi ini merupakan peran dari posisi tubuh saat optimasi dada selama spontaneous

breathing trials (SBT).

METODE

Studi ini merupakan intervensi klinis randomisasi dengan desain eksperimen silang. Pasien
(N=12) dalam posisi supinasi optimasi dada atau trendelenburg optimasi dada (kepala lebih
rendah). Secara umum, kenaikan fungsi dari paruparu pada 3 hingga 4 jam terakhir megikuti
dari fisioterapi dada. Karenanya 12 jam periode antara intervensi dilakukan untuk
mengurangi akumulasi dari efek. Responden merupakan aktif militer atau pensiunan dengan
rentang usia 24 hingga 74 tahun yang ketergantungan pada mesin ventilator dengan cedera
tulang belakang. Semua responden merupakan pasien dengan pengobatan stabil, dan bebas
dari atelektasis signifikan, terkumpulnya mukosa atau pneumonia. Komplikasi pulmonari
mungkin terjadi pada penggunaan rutin SCI-dengan volume tidal spesifik atau insufflasi /
eksuflasi mekanik. Responden mencerna makanan selama satu bulan atau melalui selang
setiap harinya mendapatkan monitoring ketat dari ahli untuk kemungkinan terjadi aspirasi.
Perawatan diambil untuk mencegah efek yang berhubungan dengan posisi lemah, pasien
dengan efek neurologis saat posisi supinasi atau trendelenburg selama 30 menit. Pasien
dengan selang makan telah dilepaskan 1 jam sebelum dilakukan posisi supinasi atau
trendelenburg. Tim peneliti memonitor satu pasien dalam satu hari. Setelah optimasi dada,
pasien dilakukan posisi fowler dengan 45 derajat kepala lebih tinggi.

Desain Eksperimental

Penggunaan desain eksperimen silang untuk pendahuluan studi klinis tersedia pada reduksi
ukuran sampel. Data terkumpul saat pre- post- dilakukan optimasi dada dan pre- post-
dilakukan sesi SBT. Penghitungan dasar dilakukan dengan pasien yang tersetting pada posisi
fowler 45°. Mesin bentilator telah tersedia. TCO atau SCO secara random tersalurkan pada
setiap responden. Pasien tetap dengan mengikuti parameter klinis sebelum dan selama
implementasi protokol : saturasi oksigen (SpO2) > 94 % dalam FIO2 21%, HR <120 kali /
menit, spontan RR < 30 kali per menit, dan volume tidal exhal >400 mL pada ventilasi wajib
intermitten sinkron satu sampai 2 tarikan dan dukungan tekanan ventilasi 5 cm H2O, suhu
tubuh <101°, pre albumin 18 hingga 45 mg?dL, White Blood cell (WBC) 4.2 to 10.3 g/L dan
hemoglobin >8 mg/dL.

Penghitungan Volume Capnografi

Monitoring Noninvasif Cardiac Output (NICO) dilakukan untuk menghtung perubahan


kardiopulmo pada responden. Tinggi, Berat dan nilai Hb dilakukan untuk penghitungan
kalibrasi pada setiap pasien. Sebuah sirkuit CircuVent dilakukan untuk jalur CO2 dan sensor
capnostat CO2 selama aerolisasi dari bronkodilator untuk pencegahan pengurangan fungsi
sensor. Pada sesi akhir, dari erosolisasi, mesin CircuVent dialihkan keluaran gas Co2 dan
sensor Capnostat CO2 yang mana diijinkan untuk dimulainya kembali atau dilanjutkan
penghitungan analisis variabel kardiopulmo.

NICO monitor digunakan untuk metode menghirup kembali CO2 =untuk menghitung dan
mengkalkulasikan variabel multipel kardiopulmonal. Penggunaan monitor NICO untuk
menghasilkan kapnogram volumetrik untuk penelitian ini menghitung variabel
kardiopulmonari yang pemenuhan statis, penghitungan distensibilitas dari paru-paru dan
dinding dada. PB 760 mesin ventilator digugnakan selama 2 detik automatis menahan napas,
ketika monitor NICO menghitung perubahan volume gas per unit dalam satu tekanan.
Kenaikan statis ini berhubungan dengan penurunan kerja dari bernafas dan lamanya durasi
SBT.

Intervensi terapetik untuk posisi supinasi (kontrol) dan trendelenburg (eksperimen)


merupakan dua dikotomi dari poin penghitungan untuk optimasi dadadan dua untuk SBT.
Pada pre- optimasi dada, penghitungan kardiopulmonari dilakukan pada pasien dengan
terpasang ventilator mekanik pada posisi fowler. Pada post- optimasi dada, kardiopulmonari
dihitung saar performa 30 menit setelah TCO atau SCO dengan pasien masih dalam posisi
trendelenburg atau supinasi dan menerima ventilasi mekanik. Penghitungan pada pre-SBT
dilakukan pada posisi fowler dengan FIO2 pasien pada 21% gas injeksi nebulizer (GIN), 5
cm H2O katup Continous Positive Airway Pressure (CPAP) dan pemberhentian
tracheostomy tube saat inflasi untuk meminimalkan volume oklusi. Penghitungan saat Post-
SBT dilakukan jika

1. SpO2 menurun hingga 93% dalam FIO2 21 % selama sesi SBT


2. Pasien sukses menyelesaikan durasi SBT dalam 120 menit ketika pemeliharaan SpO2 >
94% dalam FIO2 21%. Penghitungan Pre dan Post SBT dilakukan untuk menghitung
perbedaan dalam variabel disiologis yang terpilih antara dimulai dan berakhirnya
pemberian SBT.

Optimasi Dada

Peneliti menghitung CO, Volume Alveolar dalam satu menit (Mvalv), eliminasi CO2 dan
(VCO2) dari tiga ratarata konsekutif dengan pasien posisi fowler sebelum dimulainya
optimasi dada. Selama optimasi dada, pasien secara random ditempatkan pada posisi
trendelenburg dengan 15 atau 20 derajat untuk menambah kapasitas vital (VC). Volume tidal
telah terhitung 15 mL.kg dari Index Body Weight (IBW) sebelum optimasi dada dan 20
mL/kg selama 30 menit dari optimasi dada. Peneliti klinis menaikkan volume tidal hingga 20
mL/kg dengan mengirimkan gas menggunakan small volume nebulizer (SVN) di inspirato
proksimal pada sirkuit ventilator. Pada akhir optimasi dada, pasien dimatikan SVNnya baik
itu dengan posisi trendelenburg atau supinasi dan dilakukan pengukuran untuk
membandingkan performa fisiologis sebelum dan sesudah optimasi dada. Selama optimasi
dada, peneliti klinis memobilisai sputum dengan performa simultan yakni:

1. Dua hingga tiga jalan dilakukan suction pada trakea dengan sistem suction kateter
Ballard tertutup
2. Empat hingga lima putaran dari insufflasi/eksufflasi ± 40 cm H2) dengan mesin
insufflasi/eksufflasi (MIE) pada mode manual dengan ± 5 detik inspirator/ekspirator
dengan 5 detik berhenti
3. Sebuah sesi selama 20 menit dari vibrasi thoraks pada kekuatan 25 Hz dengan
intensitas tinggi.
MIE memliki peran paling signifikan dalam pembersihan sekret. Setidaknya satu penelitian
mengungkapkan bahwa sputum pulih kurang lebih sama antara dengan atau tanpa MIE,
namun dengan menggunakan MIE waktu yang diperlukan menjadi lebih pendek.

Setelah dilakukan penghitungan optimasi dada, pengikat perut dipasang pada posisi supinasi
dan pasien kemudian diposisikan fowler untuk memulai SBT, terjadwal hingga dua jam
selanjutnya. Mvalv dan Rapid Shallow Breathing Index (RSBI) yang dihitung selama SBT.
CO tidak dihitung daar SBT karena penghitungan tidak diperoleh saat dipasang ventilator.
Peneliti klinis melakukan performa setelah SBT yakni menghitung

1. Penurunan SpO2 hingga 93% dalam FI)2 21% dalam waktu selama durasi sesi SBT
2. Kesuksesan pasien dalam menyelesaikan durasi SBT selama 120 menit ketika
mempertahankan SpO2 >94% dalam FI)2 sebesar 21%.

Analisis Data

Efek dari posisi badan saat SBT dihasilkan dari sampel t-test. Efek interaksi dan efek utama
dari posisioning dan waktu kardiopulmonari teguh pada analisis dari variansi. Analisis
statistik dengan menggunakan SPSS 17. Perbedaan signifikan dipertimbangkan jika p<0.05.

HASIL

Subjek penelitian adalah pasien laki-laki dengan CSCI (Cervical Spinal Cord Injury),
traumatis rendah (C3-C5) dan usia rata-rata 55 tahun, demografi subjek penelitian disajikan
dengan komorbiditas spesifik terkait penyakit yang mencakup bradikardi, fibrilasi atrium,
diabetes, nyeri neuropatik, dan kelenturan otot. Sebagian besar (84%) subjek penelitian
memiliki BMI normal, 16% obesitas. Cedera subakut dan kronis dialami oleh subjek
penelitian, 50% trauma yang terjadi pada subjek penelitian terjadi <5 tahun dan 50% terjadi
selama >5 tahun.

Pasien dengan keparahan injuri American Spinal Injury Association (ASIA) A atau ASIA B
ditunjukkan oleh Tabel 2. Semua subjek penelitian diberi ventilasi mekanis dengan volume
tidal minimum adalah 1.200 mL dan laju kontrol-bantu (assist-control rate) minimum adalah
6 x/menit. Volume tidal rata-rata 1.200 mL adalah volume tidal yang sesuai dengan SCI
(Spinal Cord Injury) (15 mL/kg IBW) yang sering digunakan dalam rehabilitasi syaraf
pernapasan dan lebih besar dari volume tidal (6-7 mL/kg) yang digunakan secara
konvensional di lingkungan perawatan intensif. Pasien dengan CSCI kadang-kadang
menunjukkan tekanan darah lebih rendah. Subjek penelitian memiliki nilai prealbumin
normal, yang menunjukkan replesi nutrisi otot skeletal dan kesiapan untuk melakukan SBT
(Spontaneous Breathing Trial). Protein C-reactive dan nilai WBC normal, sedangkan nilai
hematokrit sedikit di bawah normal tetapi tidak di bawah 8 mg/dL.
Uji Pernapasan Spontan Berkelanjutan (Prolonged Spontaneous Breathing Trial)

Durasi SBT (Spontaneous Breathing Trial) rata-rata (rata-rata ± standar deviasi = 87,67 ±
38,42 menit) dengan TCO (Trendelenburg Chest Optimization) secara signifikan (p=0,001)
lebih besar dari rata-rata durasi SBT (rata-rata ± standar deviasi = 33,50 ± 30,34 menit)
dengan SCO (Supine Chest Optimization).

Perbaikan selama TCO (Trendelenburg Chest Optimization)

Analisis multivariat menunjukkan TCO berhubungan dengan peningkatan CO 20%


(p<0,001), meningkat dengan rata-rata 1,86 L/menit (Figure 2). TCO juga dikaitkan dengan:

a) Peningkatan MValv 14% (p<0,004), meningkat rata-rata 1,13 L (Figure 3).


b) Peningkatan VCO2 15% (p<0,001), meningkat rata-rata 38,58 mL/menit (Figure 4).
c) Peningkatan Cst 13% (p <0,002), meningkat rata-rata 9,92 mL/cm H2O (Figure 5).
Perbaikan selama SBT (Spontaneous Breathing Trial)

Analisis multivariat menunjukkan bahwa SBT dengan TCO berhubungan dengan


peningkatan MValv 7,43% (p<0,03), sementara SBT dengan SCO berhubungan dengan
penurunan MValv 13,96%. Tingkat rata-rata penurunan MValv adalah 0,68 L/jam pada SBT
dengan TCO dan 1,6 L/jam pada SBT dengan SCO (Figure 6).

Analisis multivariat juga menunjukkan bahwa SBT dengan TCO berhubungan dengan
peningkatan RSBI (Rapid Shallow Breathing Index) 13% (p<0,002), sementara SBT dengan
SCO berhubungan dengan peningkatan RSBI 33%. Tingkat rata-rata peningkatan RSBI
adalah 6 unit/jam pada SBT dengan TCO dan 57 unit/jam pada SBT dengan SCO (Figure 7).
DISKUSI

Penelitian ini menunjukkan bahwa subjek penelitian yang bergantung pada ventilator dengan
TCO menunjukkan SBT yang berlangsung rata-rata 53 menit lebih lama dibandingkan
dengan subjek penelitian menggunakan SCO.

Recumbent Body Positioning

Pada tahun 2005, Consortium for Spinal Cord Medicine (CSCM) menetapkan best practices
dengan menerbitkan evidence-based guidelines untuk pasien dengan low SCI. Salah satu
rekomendasi CSCM adalah untuk memposisikan pasien dengan ventilasi mekanis dengan
SCI pada posisi Supinasi atau Trendelenburg untuk meningkatkan ventilasi. Rekomendasi ini
didasarkan pada studi oleh Forner et al. (1977) yang mencatat bahwa pasien dengan low
CSCI menunjukkan rata-rata VC (Vital Capacity) 300 mL lebih besar pada posisi Supinasi
atau Trendelenburg dibandingkan dengan posisi duduk.

Penelitian yang dilakukan oleh Cameron et al. (1955) mengukur VC subjek penelitian dengan
low CSCI dengan tiga posisi tubuh yaitu 1) posisi 15° head-down (Trendelenburg), posisi 15°
head-up (Fowler), dan Supinasi. Dibandingkan dengan pengukuran awal VC pada posisi
Supinasi, terjadi penurunan 7% dengan posisi Fowler, peningkatan 6% dengan posisi
Trendelenburg. Memposisikan subjek penelitian dengan 20° head-down menghasilkan 10%
peningkatan VC. Oleh karena itu, peningkatan VC pada pasien dengan low tetraplegia
mungkin berhubungan langsung dengan derajat posisi tubuh di bawah horizontal dan
berbanding terbalik dengan derajat posisi tubuh di atas horisontal.

Ketika seseorang dalam posisi duduk, isi perut mendorong diafragma cephalad. Pengurangan
VC dan dispnea terkait yang dialami ketika pasien dengan low tetraplegia duduk tegak dapat
ditingkatkan dengan korset LSO (Lumbo Sacral Ortosis). Korset LSO mengkonfigurasi ulang
bentuk diafragma sehingga menyerupai parasut atau kubah (dome). Rekonfigurasi
meningkatkan volume tidal dan meningkatkan efisiensi mekanika ventilasi dengan cara
meningkatkan zona apposisi diafragma relatif terhadap lingkar ekor tulang rusuk. Diafragma
kubah (dome) mengangkat tepi bawah tulang rusuk dengan menggunakan usus sebagai titik
tumpu. Ikatan perut mempengaruhi gerakan tulang rusuk di seluruh rentang kapasitas
inspirasi pasien dengan CSCI.
Trendelenburg Chest Optimization (TCO)

Subjek penelitian dengan TCO menyelesaikan 73% dari 120 menit yang dialokasikan untuk
sesi SBT, sedangkan subjek yang menerima SCO menyelesaikan 28%. TCO berhubungan
dengan peningkatan CO (Cardiac Output) yang signifikan. Peningkatan CO diharapkan dapat
meningkatkan aliran darah ke diafragma dan meningkatkan kemampuan subjek dengan CSCI
untuk melakukan sesi SBT yang relatif lama. Alasan utama memposisikan subjek yang
bergantung pada ventilator dengan CSCI pada posisi Trendelenburg adalah memobilisasi
dahak dan secara memadai memperluas alveoli di daerah paru yang rentan terhadap
atelektasis. Posisi Trendelenburg dapat dikaitkan dengan peningkatan CO yang dapat
berlangsung hingga 120 menit pada beberapa subjek.

Selama TCO, MValv (Minute Volume alveolar) meningkat 14%, VCO2 (CO2 elimination)
meningkat 15%, dan Cst (static chest compliance) meningkat 13%. Perbaikan dalam MValv
dan VCO2 berhubungan dengan peningkatan Cst, mendukung hipotesis bahwa posisi
Trendelenburg selama optimasi dada menambah produktivitas alveolar. Selama TCO,
perubahan volume darah paru dari basilar ke apikal paru-paru diharapkan dapat mengurangi
tekanan hidrostatik di sekitar basilar alveoli, sehingga memungkinkan untuk mengakomodasi
volume gas yang lebih besar. Posisi Trendelenburg diharapkan dapat menonjolkan tekanan
transpulmoner di daerah paru-paru basilar dengan hiperinflasi alveolar yang memicu
produktivitas alveolar, membalikkan atelektasis, dan meningkatkan produksi surfaktan.

Spontaneous Breathing Trial (SBT)

Pada pasien tanpa CSCI, kemampuan untuk melakukan SBT yang memadai adalah indikator
penting dari fungsi ventilasi yang memadai dan dapat memprediksi kesiapan klinis untuk
memulai sesi pernapasan bebas ventilator progresif yang sering mendahului penghentian dari
ventilasi mekanis. Pemindahan dari sirkuit mekanis ventilator ke sirkuit mekanis perangkat
GIN/CPAP dilakukan dalam <3 detik sehingga sesi SBT dapat dimulai. Penggunaan
perangkat GIN/CPAP lebih disukai daripada perangkat yang biasa digunakan karena
kemampuan GIN/CPAP untuk meningkatkan functional residual capacity (FRC).

Perbedaan signifikan dalam RSBI (Rapid Shallow Breathing Index) terjadi antara SBT
setelah TCO versus SBT setelah SCO. Peningkatan RSBI selama SBT setelah SCO adalah 57
unit/jam, sedangkan peningkatan selama SBT setelah TCO adalah 6 unit/jam. Selain itu,
tingkat kenaikan indeks selama SBT setelah SCO secara signifikan lebih besar daripada
tingkat kenaikan selama SBT setelah TCO.

Peningkatan RSBI (maksimum 105) mencerminkan penurunan progresif dalam kapasitas


ventilasi seiring SBT berlangsung. Peningkatan signifikan (33%) dalam RSBI selama SBT
pada SCO menunjukkan bahwa pasien yang menjalani SCO mungkin tidak menerima
peningkatan fisiologis yang signifikan dan tidak dapat melakukan SBT. Peningkatan yang
lebih kecil (13%) dalam RSBI selama SBT pada TCO menunjukkan pasien yang menjalani
TCO menerima peningkatan fisiologis yang signifikan dan mampu melakukan SBT yang
diperpanjang. Tingkat peningkatan RSBI yang lebih besar untuk pasien yang menjalani SBT
pada SCO secara khusus mengungkapkan karena hal itu menunjukkan bahwa tanpa
peningkatan fisiologis dalam CO, MValv, VCO2, dan Cst yang disediakan oleh TCO,
penurunan durasi SBT yang relatif cepat terjadi.

Posisi Trendelenburg mungkin telah meningkatkan mekanika dada selama fase persiapan
optimisasi dada, sementara pemakaian korset LSO telah bekerja secara sinergis untuk
meningkatkan dan menjaga efisiensi mekanis diafragma. Manuver komplementer ini
menjelaskan perubahan CO, MValv, VCO2, dan Cst pada TCO dan dalam MValv dan RSBI
selama SBT.

KESIMPULAN

Kemajuan klinis dalam menyapih pasien dari ventilasi mekanik dapat dikaitkan dengan
kemampuan untuk secara progresif meningkatkan lamanya waktu pasien yang tergantung
ventilator dengan CSCI dapat melakukan SBT. Studi saat ini menunjukkan TCO dikaitkan
dengan peningkatan signifikan dalam durasi SBT.

KETERBATASAN

Keterbatasan studi pendahuluan ini termasuk penggunaan hasil jangka pendek setelah sesi
pengobatan tunggal dan heterogenitas neurologis. Heterogenitas sampel adalah dilema umum
dalam studi percontohan yang melibatkan pasien dengan CSCI dan merupakan salah satu
alasan mengapa studi multicenter yang terdiri dari pasien yang cedera sama dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai