Anda di halaman 1dari 17

PANDUAN

PELAYANAN PASIEN DENGAN


ALAT BANTU HIDUP DAN KOMA

BANJARBARU
2023
PANDUAN
PELAYANAN PASIEN DENGAN
ALAT BANTU HIDUP DAN KOMA

BAB I
DEFINISI

A. PENGERTIAN
1. Ventilasi mekanik (Ventilator ) adalah suatu alat yang digunakan untuk
mebantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan
oksigenasi
2. Pemasangan ventilator adalah suatu tindakan pemasangan alat bantu
nafas untuk membantu pernafasan pasien secara mekanik
3. Koma adalah keadaantidak sadar lebih dari 6 (enam ) jam dimana
seseorang tidak dapat dibangunkan , gagal merespon rangsang nyeri
secara normal, cahaya atau suara, hilangnya siklus bangun tidur yang
normal dan tidak dapat memulai gerakan spontan. Seseorang dalam
keadaan coma disebut comatous. Coma bukanlah penyakit tetapi
merupakan gejala dari proses patologi yang didasari penyakit berat.
Penyebabnya :
a. Diffuse (toxic, metabolic atau infeksi), alcohol dan keracunan dapat
merupakan factor utama
b. Lesi subtentorial (fossa posterior atau brainstem), infark dan
perdarahan RAS (Reticular Activating System) termasuk diantaranya.
c. Lesi Supratentorial dengan efek nassa.
B. TUJUAN
1. Memberikan kekuatan mekanisme pada paru untuk mempertahankan
pertukaran O2 dan CO2 yang fisiologis.
2. Mengambil alih (manipulasi) tekanan jalan napas dan pola
pernafasan untuk memperbaiki pertukaran O2 dan CO2 secara
efisien dan oksigenisasi yang adekuat.
3. Mengurangi kerja otot jantung dengan mengurangi kerja para
4. Menangani pasien secepat mungkin untuk penilaian awal coma.
5. Menilai tingkat kesadaran seperti gerakan spontan, respon terhadap
rangsang suara dan rangsang nyeri.
6. Pasien dan keluarga pasien memahami dan menerima kondisi pasie
BAB II
RUANG LINGKUP

A. INDIKASI PEMASANGAN VENTILATOR


1. Mekanik
a. Respiratory rate 35 kali/menit
b. Tidal volume kurang dari 5 cc/kg berat badan
c. Maksimum inspiratory force kurang dari 20 mmHg
2. Oksigenisasi
a. Pa O2 kurang dari 60 mmHg dengan Fi O2 Room air 21%.
b. Pa O2 kurang dari 70 mmHg dengan Fi O2 40%.
c. Pa O2 kurang dari 100 mmHg dengan Fi O2 100%.
3. Ventilasi
Pa CO2 lebih dari 50mmHg
4. Pasien dengan respiratory failure
5. Pasien dengan operasi teknik hemodilusi
6. Post trepanasi dengan black out
7. Respiratory arrest.

B. PENYEBAB GAGAL NAFAS


1. Penyebab sentral
a. Trauma kepala : contusion cerebri
b. Radang otak : encephalitis
c. Gangguan vaskuler : perdarahan otak, infark otak
d. Obat-obatan : narkotika, obat anestesi
2. Penyebab Perifer
a. Kelainan neuromuskuler : Gullian Bare Syndrom Tetanus, trauma
servikal
b. Kelainan jalan napas : obstruksi jalan napas, asma bronchiale,
c. Kelainan di paru : edema paru, atelektasis,ARDS
d. Kelaianan tulang iga / thorax : fraktur costae, pneumothorax
e. Kelainan jantung kiri
C. MACAM-MACAM VENTILATOR
Menurut sifatnya dibagi ventilator dibagi menjadi 3 (tiga) tipe yaitu :
1. Volume Cycled Ventilator
Prinsip dasar dalah siklusnya berdasarkan volume, mesin berhenti
bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan.
Keuntungannya perubahan pada complain paru pasien tetap memberikan
volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
Prinsip dasarnya siklusnya menggunakan tekanan.Mesin berhenti
bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah
ditentukan, ekspirasi terjadi dengan pasif, kerugiannya bila terjadi
complain paru maka volume udara yang diberikan juga berubah
sehingga pada pasien yang status parunya tidak stabil penggunaan
tipe ini tidak dianjurkan.
3. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerjanya siklusnya berdasarkan waktu ekspirasi atau inspirasi
yang telah ditentukan.

D. MODE-MODE VENTILATOR
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi tidak selalu dibantu
sepenuhnya oleh mesin ventilator tetapi tergantung dari mode yang dapat
diatur sebagai berikut :
1. Mode Control
Mesin secara terus menerus membantu pernapasan pasien.
2. Mode IMV / SIMV (Intermitten Mandatory Ventilatation) Bantuan napas
selang-seling dengan napas pasien sendiri.
3. Mode ASB / PS (Assisted Spontaneous Breathing/Pressure Support)
Diberikan pada pasien yang masih bis bernapas tetapi dangkal
4. CPAP (Contimous Positive Air Pressure)
Diberikan pada pasien yang sudah bias bernapas adekuat , hanya
memberikan tekanan positif tujuannya mencegah atelektasis dan
melatih otot-otot pernapasan sebelum pasien dilepas dari ventilator
BAB III
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PASIEN DENGAN ALAT BANTU HIDUP


Sebelum memasang ventilator lakukan tes paru pada ventilator untuk
memastikan pengaturan sesuai pedoman standar:
1. Fraksi oksigen inspirasi 100 %
2. Volume tidal 4-5 ml/kg BB
3. Frekwensi pernapasan 10-15 kali / menit
4. Aliran inspirasi 40-60 l/detik
5. PEEP (Positive End Expiratory Pressure) atau tekanan postif akhir
ekspirasi 0-5 cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami edema
paru dan untuk mencegah atelektasis.
6. Pengaturan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan
perubahan pengesetan ditentukan oleh responpasien yang
ditunjukkan oleh hasil analisa gas darah.
1. Prosedur Pemberian Ventilator
a. Persiapan
1) Pasien
a) Pasien/ keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang
akan dilakukan.
b) Posisi diatur sesuai kondisi pasien.
c) Ventilator lengkap dan siap pakai.
d) Spirometer
e) Air viva (ambubag)
f) Set penghisap sekresi
2) Lingkungan
Meletakan ventilator disamping tempat tidur sisi kiri kepala pasien
b. Pelaksanaan
Penetapan pemasangan dengan pernafasan kendali
1) Pada pasien dengan pernafasan kendali
a) Menghisap sekresi
b) Bekerjasama dengan dokter
c) Menentukan Tidal Volume (TV) 8-12 cc/kg berat badan d)
Menentukan Minute Volume (MV) = RR x TV
d) Menentukan Frekuensi Pernafasan 12 kali/menit
e) Menentukan konsentrasi oksigen (Fi O2) sesuai kebutuhan
f) Mengatur sensitifitas kearah kendali sesuai jenis ventilator
yang digunakan.
g) Menentukan sensitifitas kearah negative 20 cm H2O.
h) Menghubungkan ventilator ke pasien dengan memakai
konektor.
2) Pada pasien dengan pernafasan kendali
a) Terangkan prosedur pada pasien.
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
c) Menghisap sekresi.
d) Bekerjasama dengan dokter dalam menentukan pola
pernafasan assisted dengan cara :
i. Menentukan sesstifitas sesuai dengan jenis
ventilator yang digunakan
ii. Mengatur ventilator dengan menggunakan
frekuensi pernafasan 10 kali/menit, agar bila pasien
apneu ventilator dapat membantu pernafasan.
iii. Menentukan tidal volume sesuai dengan frekuensi
pernafasan yang disiapkan.
iv. Menentukan konsenstrasi oksigen.
v. Menghubungkan ventilator ke pasien dengan
memakai konektor.
vi. Melakukan observasi setiap 30 menit antara lain :
 Kerja ventilator
 Tensi, nadi, pernafasan dan tanda-tanda
syanotik
 Tanda-tanda fighting (penolakan bantuan
ventilator).
3) Pasien dengan pernafasan “Sincronize Intermitten Mandatory
Ventilitation (SIMV)
a) Terangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan.
b)
b) Menilai volume udara yang masuk dengan cara
membaca jarum ventilator, atau melihat pada layar
monitor.
c) Menentukan system alarm volume udara yang masuk
/ tekanan udara sesuai jenis ventilator yang
digunakan.
d) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan.
e) Menghisap sekresi
f) Bekerjasama dengan dokter dalam menentukan pola
pernafasan SIMV dengan cara :
i. Mengatur ventilator sesuai pola nafas (SIMV)
ii. Menyesuaikan frekuensi pernafasan ventilator
dengan frekuensi pernafasan pasien sesuai dengan
ventilator yang digunakan.
iii. Menghubungkan ventilator ke pasien dengan
memakai konektor.
iv. Melakukan observasi setiap 30 menit antara lain:
(a) ventilator
(b) Tensi, nadi, pernafasan dan tanda-tanda syanotik.
(c) Tanda- tanda fighting (penolakan bantuan
ventilator).
4) Pada pasien pernafasan “Positive End Expiratory Pressure”
(PEEP)
a) Menentukan tekanan positif sesuai kondisi pasien,
b) Pola nafas kendali dengan PEEP cara kerjanya sama
dengan pasien pernafasan kendali, ditambah dengan
pemasangan katup pada selang ekspirasi.
c) Pola assisted dengan PEEP cara kerjanya sama dengan
pernafasan assisted dengan ditambah dengan
pernafasan katup pada selang ekspirasi.
d) Pola nafas SIMV dengan PEEP cara kerjanya sama
dengan pasien dengan SIMV ditambah dengan
pemasangan katup pada selang ekspirasi.
5) Pada pasien dengan pernafasan “Continous Positive Airway
Pressure (CPAP)
a) Mengatur ventilator kearah CPAP pada pasien yang
sudah bernafas spontan.
b) Menghubungkan selang ekspirasi kedalam botol berisi air
untuk pasien yang sudah tidak memakai ventilator tetapi
masih memerlukan tekanan positif pada akhir ekspirasi.
Besarnya tekanan positif dalam alveoli sama dengan
panjang selang ekspirasi yang masuk ke dalam air.
c) Hal-hal yang perlu diperhatikan.
(1) Fungsi ventilator selama penggunaan.
Sesuaikan penggunaan ventilator dengan pola
pernafasan pasien.
(2) Bila ada bunyi alarm, segera lakukan tindakan sesuai
sinyal pada ventilator.
(3) Pantau pola pernafasan sesuai dengan yang diatur
oleh ventilator.
d) Kriteria Penyapihan
(1) Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB
(2) Volume tidal 4-5 ml/kg BB
(3) Kekuatan inspirasi 20 cm H2O atau lebih besar
(4) Frekwensi pernapasan kurang dari 20 x/menit
6) Komplikasi Ventilator
a) Pada paru :
(1) Barotrauma : tension pneumothorax, emfisema subcutis
(2) Atelektasis
(3) Infeksi paru
(4) Keracunan oksigen
(5) Aspirasi cairan lambung
(6) Kerusakan jalan napas bagian atas
b) Pada kardiovaskuler
c) Pada system saraf pusat :
(1) Vasokonstriksi cerebral
(2) Edema Cerebral
(3) Peningkatan Tekanan Intra cranial
(4) Gangguan kesadaran
(5) Gangguan tidur
d) Pada system gastrointestinal
(1) Distensi lambung, ileus
(2) Perdarahan lambung
e) Gangguan psikologi
7) Ventilator Associated Pneumonia
Salah satu resiko atau komplikasi penggunaan alat bantu hidup
adalah dapat mengalami Ventilator Assiciated Pneumonia (VAP).
Pengelolaan pasien dengan ventilator associated pneumonia
(vap)
1) Pengertian
VAP adalah infeksi salurah napas bawah yang mengenai
parenkim paru setelah pemakaian ventilasi mekanik lebih
dari 48 jam, dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi saluran napas.
2) Tujuan :
a) Sebagai acuan perawat dalam mengelola pasien
dengan ventilasi mekanik
b) Deteksi dini terjadinya VAP
c) Memperpendek lama hari rawat (LOS)
d) Penurunan biaya rumah sakit
e) Penurunan angka kematian yang
berhubungan dengan VAP
3) Sesuai dengan surat keputusan kepala rumah sakit Dustira
Nomor Kep /17/I/2013 tentang Pedoman Isolasi maka
a) Semua pasien yang menggunakan ventilasi
mekanik dilakukan pemantauan terhadap resiko
terjadinya VAP
b) Criteria VAP (Pasien sudah menggunakan ventilator
mekanik minimal 48 jam)
(1) Early onset : < 4 hari di ruang ICU
(2) Late onset : > 4 hari di ruang ICU
(3) Suhu > 38 C
(4) Timbul batuk berdahak dengan secret purulen
(5) Nyeri dada pleuritik
(6) Ronkhi di kedua lapang paru
(7) Perburukan pertukaran gas darah ratio PaO2 :
FiO2 < 250
(8) WBC < 3500 atau > 11000
(9) Biakan darah dan sputum positif terhadap
timbulnya kuman penyebab atau yang diduga
penyebab VAP
(10) Apabila ada indikasi terjadinya VAP maka
dilakukan:
i. Prosedur kebersihan tangan
ii. Menggunakan APD
iii. Posisi kepala ditinggikan 30-45 derajat
iv. Melaporkan kepada DPJP untuk
pemberian terapi misalnya antibiotic yang
sesuai dengan guide line VAP dan
pemberian enteral feeding
v. Perawat memastikan suhu humidifier selalu
hangat
vi. Perawat mengganti sirkuit ventilator dan
humidifier serta suction catheter setiap 7-
10 hari
vii. Perawat melakukan teknik close suction
system
viii. Apabila sudah terdiagnosis terjadi VAP
maka diusulkan untuk tracheostomi dini.
ix. Perawat melakukan oral hygiene dengan
menggunakan chlorhexidine obat kumur
x. Petugas kebersihan menjaga kebersihan
lingkungan dengan membersihkan lantai
menggunakan desinfectan yang
mengandung natrium hipochlorit
xi. Meminimalisir pengunjung
xii. Supervisor icu melaporkan kejadian
VAP kepada tim PPI RS dalam waktu
1x24 jam setelah terdiagnosa VAP
xiii. Tim PPI RS melakukan surveilan untuk
pemantauan kejadian VAP dan mengambil
tindak lanjut dengan menggunakan PDCA
system atau RCA

B. TATA LAKSANA PASIEN KOMA


1. Penilaian awal dan evaluasi
Pada penilaian awal coma, ukuran terbanyak untuk menilai tingkat
kesadaran adalah gerakan spontan, respon terhadap rangsang
suara (anda dapat mendengar saya?) dan rangsang nyeri. Hal ini dikenal
sebagai AVPU (Alert, Vocal Stimuli, Painful Stimuli, Unconscious) skala.
Skala yang lebih terperinci misalnya Glasgow Coma Scale,
menghitung reaksi individu antara lain membuka mata, respon gerakan
dan bicara. GCS diindikasikan pada luasnya kerusakan otak yang
bervariasi dari nilai 3 (indikasi kerusakan berat dan kematian) sampai
maksimum 15 yang mengindikasi kerusakan otak ringan atau normal.
2. Anamnesa
Semua sumber informasi yang ada harus digali termasuk
keluarga penderita dan temannya, saksi lainnya termasuk catatan
paramedic. Perlu ditanyakan riwayat adanya trauma, penggunaan obat-
obatan atau alcohol, kondisi medis (penyakit infeksi), nyeri kepala
sebelumnya dan kelainan psikiatri. Perlu ditanyakan mengenai waktu
timbulnya coma, apakah berlangsung cepat (overdosis
obat, trauma ,intercerebral atau perdarahan fossa posterior) atau gradual
(penyakit toxic metabolic, infeksi, tumor otak atau perdarahan
subdural chronic).
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting setelah stabilisasi , meliputi tanda
vital, observasi pola pernapasan, gerakan tubuh (jika ada) dan habitus
tubuh termasuk penilaian batang otak, fungsi kortikal meliputi tes refleka
khusus antara lain tes reflek oculocephalic (dolls eyes test), test reflek
oculovestibular (cold caloric test), nasal tickle, reflek kornea dan reflek
muntah.
Tanda vital lainnya seperti suhu tubuh (rectal lebih akurat), tekanan
darah, denyut nadi, frekwensi pernapasan dan saturasi oksigen
Pola pernapasan sangat penting dan perlu dicatat pada penderita
coma. Beberapa pola pernapasan seperti Cheyne Stokes dimana
penderita bernapas sebagai episode bergantian antara hyperventilasi dan
apnea. Hal ini sangat berbahaya dan sering terlihat pada saat herniasi
otak, lesi kortikal luas atau kerusakan batang otak.
Pola napas lainnya adalah apneustic breathing dimana ditandai
dengan inspirasi yang mendadak berhenti dan ini disebabkan oleh lesi
dari pons.
Ataxic breathing biasanya irregular dan biasanya disebabkan oleh
lesi medulla.
Penilaian posture dan habitus tubuh merupakan tahap
selanjutnya. Hal tersebut meliputi observasi menyeluruh tentang
posisi penderita. Ada dua posture khas penderita coma. Posture
decorticate adalah posisi dimana tangan penderita fleksi pada siku
dan mendekati tubuh dengan kedua kaki ekstensi. Posture Decerebrate
adalah posisi khas dimana kedua tangan dan kaki bersamaan ekstensi.
Posisi tersebut merupakan tanda kritis dimana terjadi kerusakan pada
system saraf pusat.
Posture decorticate mengindikasikan adanya lesi pada atau di atas
red nucleus (dekat cortex) sedangkan posture decerebrate
mengindikasikan adanya lesi di bawah nucleus (dekat batang otak).
Penilaian pupil memiliki porsi penting dalam pemeriksaan penderita
comatous , pupil dapat memberikan informasi tentang sebab dari
coma
4. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan khusus lainnya
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dievaluasi pada penderita
comatous tergantung padsa kemungkinan penyebab coma tersebut
berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.Pemeriksaan khusus
lainnya meliputi pemeriksaan Arterial Blood Gas (ABG), toxicology,
punksi lumbal dan lainnya.
Pemeriksaan EEG memiliki kegunaan untuk menentukan tingkat
aktivitas dari cortex atau adanya kejang.
5. Pemeriksaan CT scan
Pemeriksaan CT scan otak adalah prosedur radiologi pilihan
untuk mendeteksi adanya massa intra cranial, perdarahan otak atau
herniasi struktur otak. Resolusi tergantung generasi dari scanner dan
densitas lesi. Perdarahan intra cranial sebesar beberapa millimeter dapat
terdeteksi. CY memiliki sensitivitas 95 % dan spesifisitas 95 % dalam
mendeteksi massa hemisfer cerebral, diencephalon dan cerebellum, serta
sensitivitas 90-95 % dalam mendeteksi perdarahan sub arachnoid
6. Tata laksana dan Penyembuhan
Coma merupakan kegawatdaruratan medis dan perhatian
pertama kali harus ditujukan untuk mempertahankan respirasi dan
sirkulasi penderita dengan menggunakan intubasi dan ventilasi
pemberian cairan intra vena atau darah dan perawatan suportif
lainnya bila diperlukan. Bila kondisi penderita stabil dan tidak
membahayakan staf medis dapat berkonsentrasi mencegah terjadinya
infeksi antara lain pneumonia, ulcus decubitus dan menjaga
keseimbangan nutrisi.
Infeksi akan timbul pada pasien yang tidak bergerak dan hanya
terbatas di tempat tidur. Staf medis / perawat akan menggerakkan
penderita adalah untuk mencegah timbulnya ulcus decubitus, atelektasis
dan pneumonia. Pneumonia dapat terjadi pada penderita yang tidak
dapat menelan sehingga mengakibatkan aspirasi, tidak adanya reflek
muntah dan selang makanan.
Terapi fisik juga digunakan untuk mencegah kontraktur dan deformitas
yang dapat membatasi penyembuhan penderita coma

Stabilisasi Dasar Penderita Comatous GCS


Jalan Napas 3 -8 (Mendadak atau
Pernaasan Sirkulasi Gradual)

Diffuse (50-65 %) Struktural (35-50 %)

Toxsic metabolic Supratentorial


infeksi Subtentorial

1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Laboratorium
4. Radiologi
5. CT scan
6. Tes Reflek Khusus
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Pencatatan asuhan pelayanan pada rekam medis yaitu pada lembar


Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
2. Pencatatatn pada lembar observasi pasien.
3. Asesmen Pasien terminal
BAB V
PENUTUP

Demikian Panduan Pelayanan dengan alat bantu hidup dan koma


disusun untuk dapat digunakan sebagai pedoman dan pegangan dalam
pelaksanaan tugas.

Anda mungkin juga menyukai