Anda di halaman 1dari 25

ASPEK SOSIAL KEPERAWATAN KRITIS

Oleh:

KELOMPOK 4

Nama :

IKA NOVIKA

RIFKA ANNISA

JANNIATI

NURFADILLA

DIAN ALPIONITA

MAGFIRA NASBI

SUMARNI S

JUSNIATI

SYAMSIDAR.R

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

PANRITA HUSADA BULUKUMBA


T.A 2019/2020

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-

Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “Aspek Sosial Dalam Keperawatan Kritis”.

Shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita, Muhammad SAW

yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk

keselamatan umat di dunia.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan

maternitas. Penulis menyadari masih banyak kekurangan karena pengalaman yang

penulis miliki masih kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada para

pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun demi

kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................

DAFTRA ISI..................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................

A. Latar belakang....................................................................................
B. Rumusan masalah..............................................................................

BAB II PEMBAHASAAN............................................................................

A. Pengertian Keperawatan Kritis..........................................................

B. Pengertian Masalah Sosial.................................................................

C. Masalah Sosial Di Dalam Keperawatan............................................

D. Tingkat Kecemasan Pasien Kritis......................................................

E. Masalah Yang Dapat Memicu Stressor..............................................

F. Aspek Social Budaya Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan.....

G. Aspek Sosial Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan...................

H. Upaya Untuk Mengatasi Masalah Psikososial Pasien Kritis.............

BAB III PENUTUP.......................................................................................


A. KESIMPULAN .................................................................................
B. SARAN..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB 1

PEDNDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ruang Intensif Care Unit (ICU) merupakan ruangan khusus untuk merawat

pasien yang dalam keadaan kritis. Ruangan ini digambarkan sebagai ruangan yang

penuh stress tidak hanya bagi pasien dan keluarganya, tetapi juga bagi tenaga

kesehatan yang bekerja di ruangan tersebut (Jastremski, 2000). Karena itu bagi

perawat dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di ruangan ICU perlu memahami

tentang stressor (penyebab stress) di ruangan ini dan juga tentang bagaimana

mengatasi stress tersebut.

Ketika merawat pasien kritis perawat dituntut untuk secara seimbang

memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun pasien dan keluarganya.

Untuk mencapai keseimbangan ini perawat harus mempunyai pengetahuan tentang

bagaimana keperawatan kritis yang dialami mempengaruhi kesehatan psikososial

pasien, keluarga dan petugas kesehatan Dalam keperawatan, keadaan sehat dan sakit

jiwa merupakan suatu rentang yang dinamis dari kehidupan seseorang.

Keadaaan penyakit kritis sangat besar pengaruhnya terhadap kedinamisan dari

rentang sehar sakit jiwa karena dalam keadaan mengalami penyakit kritis, seseorang
mengalami stress yang berat dimana pasien mengalami kehilangan kesehatan,

kehilangan kemandirian, kehilangan rasa nyaman dan rasa sakit akibat penyakit yang

dideritanya. Semua keadaan tersebut bisa memperburuk status kesehatan mereka.

Sebagai seorang perawat kritis, perawat harus mampu mengatasi berbagai masalah

kesehatan pasien termasuk masalah psikososialnya.

Perawat tidak boleh hanya berfokus pada masalah fisik yang dialami pasien.

Kegagalan dalam mengatasi masalah psikososial pasien bisa berdampak pada

semakin memburuknya keadaan pasien karena pasien mungkin akan mengalami

kecemasan yang semakin berat dan menolak pengobatan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian keperawatan kritis ?

2. Apa pengertian masalah sosial?

3. Apa saja masalah social di dalam keperawatan ?

4. Apa saja tingkat kecemasan pasien kritis ?

5. Apa saja masalah yang dapat memicu pasien kritis ?

6. Apa saja aspek sosial budaya yang mempengaruhi perilaku kesehatan ?

7. Apa saja aspek social yang mempengaruhi perilaku kesehatan ?

8. Apa saja upaya mengatasi masalah psikologis pasien kritis ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa pengertian keperawatan kritis.


2. Untuk mengetahui pengertian masalah social.

3. Untuk mengetahui masalah social di dalam keperawatan.

4. Untuk mengetahui apa saja tingkat kecemasan pasien kritis.

5. Untuk mengetahui apa saja masalah yang dapat memicu pasien kritis.

6. Untuk mengetahui apa saja aspek sosial budaya yang mempengaruhi perilaku

kesehatan.

7. Untuk mengetahui apa saja aspek social yang mempengaruhi perilaku

kesehatan.

8. Untuk mengetahui apa saja upaya mengatasi masalah psikologis pasien kritis.
BAB II

PEMBAHASAAN

A. Pengertian Keperawatan Kritis

Keperawatan kritis merupakan area spesialistik dari keperawatan yang

dikembangkan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan klien dengan masalah

kesehatan akut dan mengancam jiwa yang memerlukan perawatan secara intensif

(Urden, Stacy, & Lough, 2006).

Perkembangan teknologi dan intervensi medis untuk pemulihan pasien-pasien

kritis telah berdampak pada meningkatnya pengakuan akan pentingnya peran

keperawatan dalam mengobservasi dan monitoring pasien-pasien kritis. Bahkan,

dokter akan sangat tergantung pada perawat dalam mengawasi perubahan-perubahan

yang terjadi pada pasien kritis termasuk melakukan penanganan awal ketika dokter

tersebut tidak ada di tempat.

B. Pengertian Masalah Sosial

Masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur

kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan hidup  kelompok sosial. Atau,

menghambat terpenuhinya keinginan keinginan pokok warga kelompok sosial


tersebut sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial. Dalam keaadaan normal

terdapat interaksi serta keadaan yang sesuai pada hubungan-hubungan antara unsur-

unsur kebudayaan atau masyarakat.

Kepincangan-kepincangan yang dianggap sebagai masalah sosial oleh

masyarakat tergantung dari sistem nilai sosial dalam masyarakat . Oleh karena itu,

ada beberapa persoalan yang dihadapi oleh masyarakat yang pada umumnya sama

salah satunya yaitu pencemaran lingkungan.

Secara singkat masalah sosial adalah kesenjangan antara harapan dan

kenyataan. Adapun indikator masalah sosial, yaitu :

a.       Ketidaksesuain dengan norma dan nilai yang ada

b.      Masyarakat tidak menyukai tindakan yang menyimpang

c.       Masyarakat tidak berdaya mengatasinya

Yang menentukan masalah adalah masyarakat itu sendiri.

C. Masalah Sosial Di Dalam Keperawatan

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan

asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari

terbit (Sunrise Model). Geisser (1991). menyatakan bahwa proses keperawatan ini

digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap

masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan

dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi.


1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi

masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien.

Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise

Model" yaitu :

a. Faktorteknologi (tecnological factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau

mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan.

Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau

mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan

klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang

penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan

kesehatan saat ini.

b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)

Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang

amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang

sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di

atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat

adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien

terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang

berdampak positif terhadap kesehatan.

c. Faktor social dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)


Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap,

nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe

keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien

dengan kepala keluarga.

d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan

oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma

budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas

pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah:

posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang

digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi

sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan

membersihkan diri.

e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)

Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala

sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan

lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini

adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung,

jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk

klien yang dirawat

f. Faktor ekonomi (economical factors)


Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber

material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.

Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan

klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,

biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor

atau patungan antar anggota keluarga

g. Faktor pendidikan (educational factors)

Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam

menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi

pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti

ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi

terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu

dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan

serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang

pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang

budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi

keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose

keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transcultural

yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,


gangguan interaksi social berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidak

patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.

3. Perencanaan dan Pelaksanaan

Perencanaandanpelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah

suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah

suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah

melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger

and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam

keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu: mempertahankan

budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan

kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang

menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang

dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.

a. Cultural care  preservation/maintenance

1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat

2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien

3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b. Cultural careaccomodation/negotiation

1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien

2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan


3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana

kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien  dan

standar etik.

c. Cultual care repartening/reconstruction

1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang

diberikan dan melaksanakannya

2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya

kelompok

3) Gunakan pihak ketiga bila perlu

4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan

yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua

5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing

melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan

budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.

Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidakpercaya

sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akanterganggu.

Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilanmenciptakan

hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

4. Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan dilakukan terhadap keberhasilan klien

tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi


budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan

budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki

klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai

dengan latar belakang budaya klien.

D. Tingkat Kecemasan Pasien Kritis

Ansietas  adalah  suatu  perasaan  tidak  santai  yang  samar-samar  karena

ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons (sumber seringkali tidak

spesifik atau tidak di ketahui oleh individu); suatu perasaan takut akan terjadi sesuatu

yang disebabkan oleh ansipasi bahaya. Hal ini merupakan sinyal yang menyadarkan

bahwa peringatan tentang bahya yang akan datang dan memperkuat individu dengan

mengambil tindakan menghadapi ancaman (NANDA, 2009,dan Fitria dkk, 2013).

1. Tingkatan Ansietas

Tingkat  ansietas  menurut  Stuart  dan  Sundeen  (2007) dala

Fitria,dkk (2013) adalah  sebagai  berikut :

a) Ansietas Ringan.

Tingkat ringan berhungan dengan ketengan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang

waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan

kreativitas.

b) Ansietas Sedang
Tingkat sedang memungkinkan seeorang untuk

memusatkan pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif namun dapat

melakukan sesuatu yang lebih terarah.

c) . Ansietas Berat

Tingkat berat sangat mengurangi lahan persepsi

seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan

pada suatu yang terinci, spesifik, dan tidak dapat

berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk

mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan

banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada area

lain.

2. Tingkat Panik

Tingkat ini berhubungan degan terperangah, ketakutan dan

teror. Rincian terpecah dari proporsinya, tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik

melibatkan disorganisasi kepribadian. Terjadi peningkatkan

aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan

dengan orang lain, persepsi menyimpang, dan kehilangan

pemikiran rasional.
Secara praktis kita dapat membedakan tingkatan ansietas ini dalam kehidupan

sehari-hari seperti berikut ini (Fitriaw dkk, 2013):

1. Tingkat Ringan:

seseorang yang menghadapi suatu masalah mencoba menjadikan stressor

yang ada sebagai media untuk meningkatkan koping dirinya dengan

cara menghadapi dan menyelesaikan masalah walaupun perlu beberapa

waktu secara mandiri untuk menghadapinya. Dalam kondisi ini individu tida

memerlukan oranglain yang membantu dirinya menghadapi masalah.

2. Tingkat Sedang:

seseorang mencoba menghadappi dan menyelesaikan masalah dengan

bantuan oranglain yang menjadi orang kepercayaan bagi dirinya,

misalnya sahabat, orangtua, dosen, dan lain-lain.

3. Tingkat Berat :

seseorang tidak sanggup mengahadapi dan menyelesaikan masalah

walaupun dengan bantuan orang lain yang sudah dipercaya. Dirinya merasa

tidak mampu dan hilang pengharapan untuk menyelesaikan masalah.

4. Tingkat Panik:

merupakan kelanjutan dari tingkat berat yang sudah mengalami gangguan

perilaku motorik misalnya mengamuk dan melakukan perilaku kekerasan

pada orang lain. Kondisi tersebut sudah semestinya memerlukan bantuan

dari pihak medis untuk menurunkan tingkat kecemasan karena secara

umum aktivitas sehari-hari sudah terganggu.


E. Masalah Yang Dapat Memicu Stressor

Masalah ini umumnya muncul akibat stressor tinggi dan kemampuan koping

pasien terbatas untuk mengatasi permasalahan tersebut. Walaupun pengalaman pasien

bervariasi dari individu ke individu, pasien dengan penyakit kritis minimal harus

berhadapan dengan salah satu situasi sebagai berikut (Urden, Stacy, & Lough,2006) :

1. Ancaman kematian

2. Ancaman bisa bertahan hidup namun dengan masalah sisa atau

keterbatasan akibat penyakit

3. Nyeri atau ketidaknyamanan

4. Kurang tidur

5. Kehilangan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal

karena terintubasi

Keterpisahan dengan keluarga/orang yang dicintai

6. Kehilangan autonomy/kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari

7. Kehilangan control terhadap lingkungan

8. Kehilangan peran yang biasa dijalankan

9. Kehilangan harga dir

10. Kecemasan

11. Bosan, frustasi, dan pikiran-pikiran yang negative

12. Distress spiritual


F. Aspek Social Budaya Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan

1. Persepsi masyarakat terhadap sehat dan sakit. Masyarakat mempunyai

batasan sehat atau sakit yang berbeda dengan konsep sehat dan sakit versi

sistem medis modern (penyakit disebabkan oleh makhluk halus, guna-

guna, dan dosa)

2. Kepercayaan. Kepercayaan dalam masyarakat sangat dipengaruhi tingkah

laku kesehatan, beberapa pandangan yang berasal dari agama tertentu

kadang-kadang memberi pengaruh negatif terhadap program kesehatan.

Sifat fatalistik atau fatalism adalah ajaran atau paham bahwa manusia

dikuasai oleh nasib. Seperti contoh, orang-orang Islam di pedesaan

menganggap bahwa penyakit adalah cobaan dari Tuhan, dan kematian

adalah kehendak Allah. Jadi, sulit menyadarkan masyarakat untuk

melakukan pengobatan saat sakit.

3. Pendidikan. Masih banyaknya penduduk yang berpendidikan rendah,

petunjuk-petunjuk kesehatan sering sulit ditangkap apabila cara

menyampaikannya tidak disesuaikan dengan tingkat pendidikan

khayalaknya.

4. Nilai Kebudayaan. Masyarakat Indonesia terdiri dari macam-macam

suku bangsa yang mempunyai perbedaan dalam memberikan nilai pada

satu obyek tertentu. Nilai kebudayaan ini memberikan arti dan arah pada
cara hidup, persepsi masyarakat terhadap kebutuhan dan pilihan mereka

untuk bertindak.

5. Norma, merupakan aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok

dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali

tingkah laku yg sesuai dan diterima oleh masyarakat. Terjadi perbedaan

norma (sebagai standar untuk menilai perilaku) antara satu kebudayaan

dengan kebudayaan yang lain. Masyarakat menetapkan perilaku yang

normal (normatif) serta perilaku yang tidak normatif. Contohnya, Bila

wanita sedang sakit, harus diperiksa oleh dokter wanita dan masyarakat

memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras merah, padahal

mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada

diberas putih.

6. Inovasi Kesehatan. Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa

perubahan, dan sesuatu perubahan selalu dinamis. artinya setiap

perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan seterusnya. Seorang

petugas kesehatan jika akan melakukan perubahan perilaku kesehatan

harus mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada

anggapan bahwa petugas kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku

hidup bersih sehat, bahkan diyakini bahwa perilaku kesehatan yang baik

adalah kepunyaan/ hanya petugas kesehatan yang benar.


G. Aspek Sosial Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan

1. Penghasilan (income). Masyarakat yang berpenghasilan rendah menunjukkan

angka kesakitan yang lebih tinggi, angka kematian bayi dan kekurangan gizi.

2. Jenis kelamin (sex). Wanita cenderung lebih sering memeriksakan kesehatan

ke dokter dari pada laki-laki.

3. Jenis pekerjaan yang berpengaruh besar terhadap jenis penyakit yang diderita

pekerja.

4. Self Concept, menurut Merriam-Webster adalah : “the mental image one has

of oneself” yaitu gambaran mental yang dipunyai seseorang tentang dirinya.

Self concept ditentukan oleh tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang kita

rasakan terhadap diri kita sendiri. Self concept adalah faktor yang penting

dalam kesehatan, karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan perilaku

petugas kesehatan.

5. Image Kelompok. Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image

kelompok. Perilaku anak cenderung merefleksikan dari kondisi keluarganya.

6. Identitas Individu pada Kelompok. Identifikasi individu kepada kelompok

kecilnya sangat penting untuk memberikan keamanan psikologis dan

kepuasan dalam pekerjaan mereka. Inovasi akan berhasil bila kebutuhan sosial

masyarakat diperhatikan.
H. Upaya Untuk Mengatasi Masalah Psikososial Pasien Kritis

Setelah perawat mampu mengatasi stressnya sendiri, baru dia bisa berupaya

mengatasi stresspasien dan keluarga. Berikut adalah beberapa tindakan yang bisa

dilakukan oleh perawat untuk menurunkan stress pada pasien di ruang ICU

1. Modifikasi lingkungan

Pertama adalah merubah lingkungan ICU. Lingkungan ICU sebaiknya

senantiasa dimodifikasi supaya lebih fleksibel walaupun menggunakan

banyak sekali peralatan dengan teknologi canggih, serta meningkatkan

lingkungan yang lebih mendukung kepada proses recovery (penyembuhan

pasien) (Jastremski, 2000).

2. Terapi music

Disamping modifikasi lingkungan seperti diuraikan diatas, cara lain untuk

menurunkan stress pada pasien yang dirawat di ICU adalah terapi musik.

Tujuan therapy musik adalah menurunkan stress, nyeri, kecemasan dan

isolasi.

3. Melibatkan kelurga dan memfasilitasi keluarga dalam perawatan pasien

kritis

Lingkunga ICU harus mampu mengakomodasi kebutuhan pasien dan

keluarganya (Jastremski, 2000). Pasien tentunya sangat mengharapkan

dukungan emosional dari keluarganya (Olsen, Dysvik & Hansen, 2009)

karenanya jam besuk harus lebih fleksibel. Selama ini jam bezuk hanya 2 kali

sehari.
4. Komunikasi terapeutik

Perawat dan tenaga kesehatan lainnya sering lupa atau kurang perhatian

terhadap masalah komunikasinya dengan pasien dan keluarganya.

Berdasarkan sistematic review yang dilakukan oleh Lenore & Ogle (1999)

terhadap penelitian tentang komunikasi perawat pasien di ruang ICU di

Australia menemukan bahwa komunikasi perawat di ruang ICU

masih sangat kurang meskipun mereka mempunyai pengetahuan yang sangat

tinggi tentang komunikasi terapeutik.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perkembangan dibidang keperawatan kritis yang begitu pesat, terutama

dengan ditemukannya berbagai alat canggih dan tindakan medis yang kompleks, telah

membawa dampak semakin cepat dan akuratnya terapi atau intervensi yang diberikan

untuk pemulihan pasien kritis (Hudak & Gallo, 1994). Namun disisi lain, hal ini

berdampak pula pada terkonsentrasinya sebagian besar perhatian perawat pada aspek

teknis prosedural penggunaan alat-alat canggih tersebut dan fokus asuhan

keperawatan lebih ke aspek fisik/biologis ketimbang memperhatikan pasien secara

utuh sebagai manusia yang multidimensi meliputi fisik, psikologis, sosial, kultural,

dan spiritual (Relf & Kaplow, NA)

B. SARAN

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok

bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,

karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada

hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang

budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi

sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan

berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Urden, L.D., Stacy, K.M., & Lough, M.E. (2006). Thelan’s Critical care Nursing,

Diagnosis and Management, St. Louis: Mosby

Suryani. (2012). ASPEK PSIKOSOSIAL DALAM KEPERAWATAN KRITIS.

BANDUNG.

RESTA, H. (2018). MAKALAH SOSIAL DALAM KEPETRAWATAN. Retrieved 3

17, 2021, from ACADEMIA.EDU.

Fitria, N. dkk. 2013. Laporan Pendahuluam tentang Masalah Psikososial. Jakarta:

Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai