Nim : 196-5050-143
Sabtu , 17 November 2020
Tipus Minggu ke 2
DIFTERIA
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala difteri tergantung pada focus infeksi, status kekebalan
dan apakah toksin yang dikeluarkanitu telah memasuki peredaran darah atau
belum. Masa inkubasi difteri biasanya 2-5 hari , walaupun dapat sngkat hanya
satu hari dan lama 8 hari bahkan sampai 4 minggu. Biasanya serangan penyakit
agak terselubung, misalnya hanya sakit tenggorokanyang ringan, panas yang tidak
tinggi, berkisar antara 37,8 ºC – 38,9ºC. Pada mulanya tenggorok hanya hiperemis
saja tetapi kebanyakan sudah terjadi membrane putih/keabu-abuan.
Dalam 24 jam membrane dapat menjalar dan menutupi tonsil, palatum
molle, uvula. Mula-mula membrane tipis, putih dan berselaput yang segera
menjadi tebal, abu-abu/hitam tergantung jumlah kapiler yang berdilatasi dan
masuknya darah ke dalam eksudat. Membran mempunyai batas-batas jelas dan
melekat dengan jaringan dibawahnya, shingga sukar diangkat sehingga jika
diangkat secara paksa menimbulkan perdarahan. Jaringan yang tidak ada
membrane biasanya tidak membengkak. Pada difteri sedang biasanya proses yang
terjadi akan menurun pada hari-hari 5-6, walaupun antitoksin tidak diberikan.
Gejala local dan sistemik secara bertahap menghilang dan membrane akan
menghilang dan membrane akan menghilang. Bentuk difteri antara lain bentuk
Bullneck atau malignant difteri. Bentuk ini timbul dengan gejala – gejala yang
lebih berat dan membrane secara cepat menutupi faring dan dapat menjalar ke
hidung. Udema tonsil dan uvula dapat timbul, dapat disertai nekrosis.
Pembengkakan kelenjar leher, infiltrate ke dalam sel-sel jaringan leher, dari satu
telinga ke telinga yang lain dan mengisi bagian bawah mandibula sehingga
member gambaran bullneck.
PATOFISIOLOGI
KLASIFIKASI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Schick test
Menentukan kerentanan ( suseptibilitas) terhadap diftery. Tes dilakukan
dengan menyuntikkan toksin diftery (dilemahkan) secara intra kutan bila tidak
terdapat kekebalan anti toksik akan terjadi nekrosis jaringan sehingga tes menjadi
positif.
Tes kulit ini digunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Tes
ini tidak berguna untuk diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa hari
kemudian. Untuk pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MED. Yang diberikan
intrakutan dalam bentuk larutan yang telah diencerkan sebanyak 0,1 ml bila orang
tersebut tidak mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan
akan hilang setelah beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer
antitoksin yang rendah uji schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul
warna merah kecoklatan dalam 24 jam. Uji schick dikatakan negatif bila tidak
didapatkan reaksi apapun pada tempat suntikan dan ini terdapat pada orang
dengan imunitas atau mengandung antitoksin yang tinggi. Positif palsu dapat
terjadi akibat reaksi alergi terhadap protwin antitoksin yang akan menghilang
dalam 72 jam.
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan
leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin.
Pada urin terdapat albumin ringan.
Pemeriksaan Mikrobiologi
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding
Nasal diphtheria, diagnosa banding adalah
Common cold
Sinusistis
Adenoiditis
Congenital syphilis.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan
PENCEGAHAN
Isolasi penderita
Penderita harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah
pemeriksaan kuman difteri dua kali berturut-turut negatif.
Kegiatan penyuluhan:
Beri penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada para orang
tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya imunisasi aktif diberikan
kepada bayi dan anak-anak.
Pencegahan terhadap kontak
Terhadap anak yang kontak dengan difteri harus diisolasi selama 7
hari. Bila dalam pengamatan terdapat gejala-gejala maka penderita
tersebut harus diobati..
PROGNOSIS
Keadaan umum penderita. Prognosa baik pada penderita dengan gizi baik.
Difteri yang disebabkan oleh strain gravis biasanya memberikan prognosis
buruk. Semakin luas daerah yang diliputi membran difteri, semakin berat
penyakit yang diderita. Difteri laring lebih mudah menimbulkan akibat fatal
pada bayi atau pada penderita tanpa pemantauan pernafasan ketat. Terjadinya
trombositopenia amegakariositik atau miokarditis yang disertai disosiasi
atrioventrikuler menggambarkan prognosis yang lebih buruk
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams, GL. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. BOIES : Buku
Ajar Penyakit THT. Edisi Enam. EGC: Jakarta.1997.
2. Snell. Buku Ajar Anatomi Klinik Jilid I. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta. 2001.
6. Anonim. http://www.salz-medicine.blogspot.com/2008/09/community-
medicine_06.html diakses Minggu 24-02-2013
7. Anonim. http://www.manipulative-people.com/on/diphtheria-
symptoms.html diakses Minggu 24-02-2013