Anda di halaman 1dari 17

BAB III

BAHAN AGREGAT KASAR DAN HALUS

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu memahami dan menerapkan agregat
kasar dan agregat halus di bidang pekerjaan konstruksi.

Kriteria Penilaian

Keberhasilan mahasiswa dalam menguasai bab ini, dapat diukur dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Mampu menjelaskan agregat kasar.
2. Mampu menjelaskan agregat halus.

Pokok Bahasan

3.1 Pendahuluan
Agregat adalah material yang pada dasarnya digunakan sebagai bahan pengisi dengan
bahan pengikat pada produksi mortar, beton dan campuran beraspal. Agregat dapat berasal
dari batuan alam (batuan beku, sedimen dan metamorf) atau dapat juga berupa dibuat dari
terak tanur tinggi, dll.
Agregat menempati 70-80 persen dari volume dan memiliki pengaruh yang cukup besar
pada sifat-sifat mortar, beton atau campuran beraspal. Karena itu sangat penting untuk
mendapatkan jenis dan kualitas agregat yang tepat. Agregat harus bersih, keras, kuat, tahan
lama dan tingkatan ukuran untuk mencapai penghematan maksimal dalam campuran.

3.2 Klasifikasi Agregat


3.2.1 Berdasarkan Asal Geologis
1. Agregat Alam
Agregat yang menggunakan bahan baku dari batu alam atau penghancurannya.
Agregat alam terdiri dari:
(1) Kerikil dan pasir alam, agregat yang berasal dari penghancuran oleh alam dari
batuan induknya. Biasanya ditemukan di sekitar sungai atau di daratan.
Agregat alam dapat pula berasal dari pelapukan atau disintegrasi dari batuan
besar, baik dari batuan beku, sedimen maupun metamorf. Bentuknya bulat
tetapi biasanya banyak tercampur dengan kotoran dan tanah liat. Oleh karena
iitu jika digunakan harus dilakukan pencucian terlebih dahulu.
(2) Agregat batu pecah, yaitu agregat yang terbuat dari batu alam yang dipecah
dengan ukuran tertentu.
2. Agregat Buatan
Agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus (tertentu) karena
kekurangan agregat alam. Biasanya agregat buatan adalah agregat ringan.
Contoh dari agregat buatan adalah pecahan batu bata, cocok untuk pekerjaan dasar
pondasi, namun tidak untuk pekerjaan beton bertulang, dan limbah peleburan besi
(blast furnace slag yang diperoleh dari proses pendinginan lambat terak dan diikuti
dengan penghancuran.

3.2.2 Berdasarkan Ukuran


1. Coarse Aggregate (Agregat Kasar)
Agregat tertahan saringan No. 4 (4,75 mm) diidentifikasi sebagai agregat kasar.
Dapat diperoleh dari alam maupun dari penghancuran batu secara buatan. Ukuran
maksimum agregat dapat mencapai 80 mm.
2. Fine Aggregate (Agregat Halus)
Agregat yang melewati saringan No. 4 (4,75 mm) dengan besar butir maksimum
4,75 mm didefinisikan sebagai agregat halus. Dapat berupa pasir alami, pasir dari
pecahan batu maupun pasir kerikil yang dihaluskan.

Gambar 3.1 Agregat Kasar dan Agregat Halus

3.2.2 Berdasarkan Bentuk


1. Agregat Bulat
Umumnya diperoleh dari sungai atau laut, menghasilkan rongga minimum (sekitar
32 persen) pada beton. Membutuhkan pasta semen yang minimum dalam
pembuatan beton. Sambungan ikatan yang tidak baik membuat agregat ini tidak
cocok digunakan dalam pembuatan beton maupun perkerasan aspal.

Gambar 3.2 Agregat Bulat

2. Agregat Tidak Teratur


Menghasilkan rongga sekitar 36 persen dan membutuhkan lebih banyak pasta
semen dibandingkan agregat bulat. Karena ketidakteraturan bentuk, agregat ini
mengembangkan ikatan yang cukup baik dalam pembuatan beton biasa.

Gambar 3.3 Agregat Tidak teratur

3. Agregat Bersudut
Agregat ini memiliki partikel yang tajam, bersudut dan kasar yang menghasilkan
rongga maksimum (sekitar 40%). Agregat bersudut memberikan ikatan yang baik
daripada dua jenis agregat sebelumnya. Cocok digunakan untuk pembuatan beton
dan perkerasan aspal yang berkekuatan tinggi.
Gambar 3.4 Agregat Bersudut
4. Agregat Pipih dan Lonjong
Kadang-kadang disebut dengan agregat memanjang. Ketebalan agregat pipih
harus kurang dari 0,6 kali dimensi rata-rata. Misal ukuran saringan untuk setiap
agregat yang melewati saringan 50 mm dan tertahan saringan 40 mm adalah
(50+40)/2 = 45 mm. Jika ketebalan terkecil adalah kurang dari 0,6 x 45 = 27 mm,
agregat dapat diklasifikasikan sebagai agregat pipih.

Gambar 3.4 Agregat Pipih

3.2.2 Berdasarkan Berat


Agregat diklasifikasikan sebagai normal, berat dan ringan tergantung pada berat
agregat itu sendiri dan berat jenisnya.
Agregat Berat Jenis Berat Unit Kepadatan Contoh
(kN/m3) (kg/m3)
Normal 2,5 – 2,7 23 – 26 1520 – 1680 Pasir, kerikil, batu pasir granit,
batu kapur
Berat 2,8 - 2,9 25 – 29 >2080 Magnetit (Fe3SO4), barite
(Ba3SO4)
Ringan - 12 <1120 Dolomit, batu apung, abu, tanah
liat

3.3 Agregat Halus


Persyaratan teknis agregat:
1. Spesifikasi Kualitatif
(1) Dapat terdiri dari butir-butir batu pecah atau pasir alam atau campuran dari
keduanya;
(2) Harus keras, bersih dari kotoran sampah, bersudut, dan berbidang kasar.
2. Spesifikasi Kuantitatif
(1) Penyerapan agregat halus terhadap air, maksimum 3% (pengujian dilakukan
sesuai dengan SNI 1970:2008);
(2) Berat jenis semu, minimum 2,5 (pengujiannya dilakukan sesuai dengan SNI
1970:2008);
(3) Harus nonplastis menurut batas atterberg (pengujiannya dilakukan sesuai
dengan SNI 03-1970-1990);
(4) Harus mempunyai nilai setara pasir minimum 50% (pengujiannya dilakukan
sesuai dengan SNI 03-4428-1997);
(5) Ketahanan terhadap pelapukan maksimum 15% berat dengan sodium sulfat
dan maksimum 20% berat dengan magnesium sulfat (pengujiannya
dilakukan sesuai dengan SNI 03-3407-1994);
(6) Bebas dari gumpalan lempung, maksimum 0,25%;
(7) Gradasi agregat halus.
Ukuran Saringan % Berat Agregat Halus yang Lewat Saringan
mm (Nomor) Gradasi 1 Gradasi 2 Gradasi 3
9,5 Inchi 3/8 100 - 100
4,75 No. 4 95 – 100 100 80 – 100
2,36 No. 8 70 – 100 95 – 100 65 – 100
1,18 No. 16 40 – 80 85 – 100 40 – 80
0,600 No. 30 20 – 65 65 – 90 20 – 65
0,300 No. 50 7 – 40 30 – 60 7 – 40
0,150 No. 100 2 – 20 5 – 25 2 – 20
0,075 No. 200 0 – 10 0–5 1 – 10

3.3 Agregat Kasar


Persyaratan teknis agregat kasar:
1. Harus terdiri dari partikel atau pecahan batu yang keras dan awet;
2. Bahan yang pecah, bila berulang-ulang dibasahi dan dikeringkan tidak boleh
digunakan;
3. Abrasi maksimum 40% (SNI 2417:2008);

3.4 Pengujian Sifat-Sifat Agregat


1. Pengujian bahan organik dalam agregat halus (SNI 2816:2014).
Peralatan yang digunakan adalah botol ukur kaca tidak berwarna, kapasitas
nominal 240 ml sampai 470 ml, lengkap dengan tutup yang kedap air dan tidak
larut dalam pereaksi tertentu. Larutan peraksi Natrium Hidroksida (3%) dengan
berat sampel uji kira-kira 450 gram.

Prosedur:
(1) Isi botol kaca dengan sampel agregat halus kira-kira 130 ml;
(2) Tambahkan larutan natrium hidroksida sampai volume agregat halus dan
larutan ditunjukkan setelah dikocok, kira-kira 200 ml;
(3) Tutup botol dengan reat, kocok kuat-kuat, dan kemudian diamkan selama 24
jam.

Interpretasi:
Jika sampel uji menghasilkan warna lebih gelap dari warna standar, atau Pelat
Organik Nomor 3 (standar warna Gardner No. 11), agregat halus yang diuji harus
dianggap mengandung kotoran organik yang merugikan.

Gambar 3.5 Pengujian kadar organik

2. Pengujian berat jenis agregat dan penyerapan air (SNI 1970:2008)


Peralatan yang digunakan timbangan, piknometer, cetakan, batang penumbuk,
oven, alat pengukur temperature dan alat bantu lain (pompa vakum/alat
pemanas, saringan dengan ukuran bukaan 4,75 mm (No. 4), talam dan bejana).
Prosedur kerja:
(1) Isi piknometer dengan air sebagian saja. Setelah itu masukan agregat halus
dalam kondisi jenuh kering permukaan. Tambahkan kembali air sampai kira-
kira 90% kapasitas piknometer. Putar dan guncangkan piknometer dengan
tangan untuk menghilangkan gelembung udara yang terdapat dalam air.
Pada umumnya dibutuhkan waktu 15 sampai 20 menit untuk menghilangkan
gelembung udara dari dalam air bila menggunakan cara manual.
(2) Berat total piknometer, benda uji dan air:
C = 0,9975.Va + S + W
Dengan:
C adalah berat piknometer, benda uji dan air pada batas pembacaan (gram)
Va adalah volume air yang dimasukkan ke dalam piknometer (mL)
S adalah benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram)
W adalah berat piknometer kosong (gram)
(3) Keluarkan agregat halus dari dalam piknometer, keringkan sampai berat tetap
pada temperatur (1105)oC, dinginkan pada temperatur ruang selama (10,5)
jam dan timbang beratnya.
(4) Timbanglah berat piknometer pada saat terisi air saja sampai batas
pembacaan ditentukan pada (232)oC.
Hitung berat total pycnometer dan air dengan rumus berikut ini:
B = 0,9975.V + W
Dengan:
B adalah berat piknometer dengan air pada batas pembacaan (gram);
W adalah berat piknometer kosong (gram).

Berat Jenis Curah Kering (Sd)

dengan:
A adalah berat benda uji kering oven (gram);
B adalah berat piknometer yang berisi air (gram);
C adalah berat piknometer dengan benda uji air sampai batas pembacaan
(gram);
S adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram).

Berat Jenis Curah (JKP) (Ss)


dengan:
B adalah berat piknometer yang berisi air (gram);
C adalah berat piknometer dengan benda uji air sampai batas pembacaan
(gram);
S adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram).

Berat Jenis Semu (Sa)

dengan:
A adalah berat benda uji kering oven (gram);
B adalah berat piknometer yang berisi air (gram);
C adalah berat piknometer dengan benda uji air sampai batas pembacaan
(gram);

Penyerapan Air (Sw) [ ]

dengan:
A adalah berat benda uji kering oven (gram);
S adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram).

Gambar 3.6 Pengujian Berat Jenis Agregat dan Penyerapan Air

3. Pengujian Keausan Agregat (SNI 2417:2008)


Peralatan yang digunakan mesin abrasi Loas Angeles, saringan No. 12 (1,70
mm) dan saringan-saringan lainnya, timbangan, bola-bola baja dengan diameter rata-
rata 4,68 cm dan berat masing-masing antara 390 gram sampai dengan 445 gram,
oven, alat bantu pan dan kuas.
Benda uji dipersiapkan dengan gradasi dan berat benda uji sesuai tabel 3.1,
kemudian bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven pada temperatur 110 oC 
5oC.

Tabel 3.1. Daftar gradasi dan berat benda uji

Prosedur kerja:
(1) Benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Loas Angeles;
(2) Putaran mesin dengan kecepatan 30 rpm sampai dengan 33 rpm; jumlah
putaran gradasi A, gradasi B, gradasi C dan gradasi D adalah 500 putaran
dan untuk gradasi E, gradasi F dan gradasi G adala1000 putaran;
(3) Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian
saring dengan saringan No. 12 (1,70 mm), butiran yang tertahan di
atasnya dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada
temperature 110oC  5oC sampai berat tetap;
(4) Jika material contoh uji homogeny, pengujian cukup dilakukan dengan
100 putaran dan setelah selesai pengujian disaring dengan saringan No.
12 (1,70 mm) tanpa pencucian. Perbandingan hasil pengujian antara 100
putaran dan 500 putaran agregat tertahan di atas saringan No. 12 (1,70
mm) tanpa pencucian tidak boleh lebih besar dari 0,20;
(5) Metode pada butir (4) tidak berlaku untuk pengujian material dengan
metode ASTM C535-96.
Perhitungan:
Keausan

dengan:
a adalah berat benda uji semula, gram;
b adalah berat benda uji tertahan saringan No. 12 (1,70 mm), gram.

Gambar 3.7 Alat Uji Abrasi Los Angeles

4. Pengujian Penentuan Batas Pastis dan Indeks Plastisitas Tanah (SNI


1966:2008)
Peralatan yang digunakan mangkok porselen atau sejenis mangkok untuk
mengaduk dengan diameter sekitar 115 mm, batang pengaduk atau pisau
batangan yang memiliki mata pisau dengan panjang sekita 75 mm dan lebar
sekitar 20 mm, batang logam pembanding dengan diameter 3 mm dan panjang
100 mm, landasan/permukaan untuk menggeleng, alat penggeleng batas plastis
(terbuat dari akrilik), kertas penggeleng, cawan, timbangan dan oven.
Gambar 3.8 Alat penggeleng batas plastis

Dimensi:
IW kira-kira 100 mm
L kira-kira 200 mm
T 5 mm sampai 10 mm, lihat catatan 2)
H 3,2 + 0,25 mm ditambah tebal total kertas tak bertekstur (unglazed paper)
yang diletakkan pada bagian bawah plat, lihat catatan 3)
W lihat catatan 1)
Catatan:
1) Toleransi antara lebar bagian atas plat (W) dab lebar sisi dalam bagian
bawah plat (IW) harus seperti bagian atas plat yang dapat meluncur dengan
bebas di atas rel dan tidak goyang;
2) Bagian atas plat harus cukup kaku (rigid) sehingga tebal tanah gilingan tidak
terpengaruh oleh kelenturan (flexure) plat bagian atas;
3) Lebar rel sisi-sisi rel harus antara 2 mm dan 6 mm

Benda Uji:
1) Apabila hanya menguji batas plastis, ambil banyaknya tanah sebagai benda
uji sekitar 20 gram dari material yang telah lolos saringan No. 40 (0,425 mm).
Letakan tanah kering ke dalam cawan dan campur dengan air suling atau air
mineral sampai massa menjadi cukup plastis untuk dibentuk menjadi bola.
Ambil sebagian dari tanah tersebut, sekitar 8 gram, untuk diuji.
2) Apabila menguji batas cair dan batas plastis, ambil tanah sebagai benda uji
sekitar 8 gram kondisi basah dan kondisi yang telah diaduk untuk diuji. Ambil
benda uji untuk masing-masing fase hasil pencampuran ketika tanah telah
cukup plastis dan mudah dibentuk bola serta tidak lengket di jari ketika
diremas. Apabila benda uji diambil sebelum pengujian batas cair dilakukan,
letakan benda uji disampaing dan biarkan sementara di udara terbuka
sampai pengujian batas cair selesai dilakukan. Apabila benda uji yang
diletakan disamping tersebut menjadi terlalu kering untuk digeleng hingga
berdiameter 3 mm, tambahkan air dan campur kembali.

Metode pengerjaan:
1) Ambil 1,5 gram sampai dengan 2,0 gram massa tanah, bentuk bagian
menjadi bentuk bulat panjang;
2) Metode menggeleng dengan tangan:
Geleng benda uji dnegan telapak tangan atau jari pada plat kaca (atau di atas
selembar kertas yang diletakan di atas permukaan yang rata) dengan
tekanan yang cukup untuk menggeleng benda uji menjadi beberapa gelengan
kecil dengan diameter dan panjang yang sama. Hasil gelengan-gelengan
kecil tersebut selanjutnya dibentuk hingga diameternya menjadi 3 mm, hal ini
memakan waktu tidak lebih dari 2 menit.
3) Metode dengan alat geleng batas plastis:
Letakan massa tanah di atas plat bawah, kemudian letakan plat atas hingga
bersentuhan dengan massa tanah. Tekan sedikit plat atas sedikit ke bawah
dan gerakan ke belakang dan ke depan selama 2 menit, dimana plat dijaga
agar tetap bersentuhan dengan sisi rel. Selama proses penggelengan ini,
jangan biarkan tanah gelengan menyentuh sisi rel.
4) Apabila tanah hasil gelengan telah berdiameter 3 mm tetapi belum terjadi
retakan, maka tanah gelengan dibagi menjadi 6 (enam) atau 8 (delapan)
potongan. Satukan dan remas semua potongan dengan kedua tangan dan
geleng kembali dengan jari tangan hingga membentuk bulat panjang;
5) Sedangkan apabila tanah gelengan telah berdiameter 3 mm dan terjadi
retakan, maka prosedur dilanjutkan ke tahap 7);
6) Tanah gelengan sebagaimana tahap 4), digeleng sampai terjadi retakan atau
sampai tanaj tidak dapat lebih panjang lagi untuk digeleng. Retakan dapat
terjadi ketika diameter tanah gelengan lebih besar dari 3 mm.
7) Untuk tanah lempung yang padat diperlukan tekanan gelengan yang lebih
besar, terutama pada kondisi mendekati ambang plastisnya, tanah tersebut
digeleng hingga retak pada serangkaian bagian panjang dengan diameter 3
mm, dan masing-masing panjang sekitar 6 mm sampai dengan 9 mm.
8) Kumpulkan/gabungkan bagian-bagian tanah yang retak dan masukan ke
dalam cawan dan segera tutup cawan tersebut, kemudian timbang;
9) Ulangi prosedur yang telah diuraikan di atas, sampai benda uji 8 gram
seluruhnya diuji. Tentukan kadar air tanah yang ada dalam wadah sesuai
dengan SNI 03-1965-1990 dan catat hasilnya.
Batas Plastis

Batas cair mengacu pada SNI 03-1967-1990.


Indeks Plastisitas (PI) = batas cair (LL) – batas plastis (PL)

5. Pengujian Agregat Halus atau Pasir Yang Mengandung Bahan Plastik dengan
Cara Setara Pasir (SNI 03-4428-1997)
Peralatan yang digunakan:
1) tabung plastik atau gelas tembus pandang dan tidak berwarna, diameter
bagian dalam 31,8 mm dan diameter bagian luar 38,1 mm dengan tinggi 432
mm, permukaan luar tabung dilengkapi dengan skala dari 0 sampai 15 dalam
satuan inchi untuk pembacaan indikator pasir. Bagian dasar tabung dari
bahan yang sama berukuran 100 mm x 100 mm x 12,5 mm, tutup silinder dari
karet atau gabus ataubahan lain yang tidak larut dalam Dalsium Chloride,
USP Glycerine atau Formalin;
2) pipa pengalir dari logam anti karat diameter dalam 6,35 mm, panjang 508
mm; pipa siphon yang akan disambung dengan pipa pengalir diameter bagian
dalam 6,35 mm, panjang 406 mm; pipa karet siphon diameter bagian dalam
6,35 mm, panjang 1220 mm; karet tiup yang disambung dengan tabung tiup
dari tembaga diameter bagian dalam 6,35 mm, panjang 50,8 mm; tutup karet
atau gabung dengan dua buah lubang yang akan dipasang pipa pengalir dan
pipa tiup dari logam anti karat;
3) beban pemberat dari tembaga seberat (1000  5) gram; tangkai logam dari
kuningan diameter 6,35 mm, panjang 444,5 mm; indicator pembacaan skala
pasir berbentuk keeping pelat bundar dari nilon dengan diameter 12,7 mm,
tebal 15,00 mm terletak sejauh 254 mm atau pada skala pembacaan 10;
telapak pembebanan terbuat dari kuningan berbentuk segi delapan dnegan
diameter 30,00 mm;
4) dua buah botol kapasitas 3,79 liter atau 1 galon, masing-masing untuk
menyimpan larutan baku dan larutan kerja yang dapat ditempatkan di atas
rak dengan tinggi (915  25) mm dari permukaan kerja;
5) saringan No. 4 (4,75 mm);
6) tabung penakar terbuat dari logam berdiameter bagian dalam 57 mm yang
mempunyai voume (85  5) ml, dilengkapi dengan mistar pendatar;
7) corong dengan mulut lebar berdiameter 100,00 mm untuk memindahkan
benda uji ke dalam tabung plastic;
8) Arloji pengukur waktu dengan satuan menit dan detik;
9) Alat pengaduk dan oven dengan pengatur suhu (100  5)oC;
10) Alat pegocok:
a. Alat pengocok mekanis setara pasir yang dapat bergerak sejauh (203,2 
1,02) mm dan dapat beroperasi sebanyak (175 + 2) gerakan;
b. Alat pengocok manual yang mampu bergerak sebanyak 100 gerakan
selama (45  5) detik dengan jarak gerakan sejauh (127  5,08) mm;
c. Dengan menggunakan tangan yang mampu menggerakkan tabung
secara mendatar sebanyak 90 gerakan selama 30 detik sejauh 200
sampai 250 mm.
Larutan Baku:
1) 454 gram technical anhydrous CaCl2;
2) 2050 gram (1640 ml) USP glycerurine;
3) 47 gram (45 ml) formaldehyde dengan kepekatan 40% isi dalam larutan;
4) Air suling 1890 ml;
5) Saringan Wattnan nomor 12.
Larutan Kerja:
1) Larutan baku sebanyak (85  5) ml;
2) Air suling 3780 ml;
Prosedur kerja:
1) Penyiapan larutan baku:
a. Timbang bahan-bahan, 454 gram technical Anhydrous CaCl2, 2050 gram
(1640 ml) USP glycerurine, dan 47 gram (45 ml) formaldehyde dengan
kepekatan 40% isi dalam larutan;
b. Larutan CaCl2 ke dalam 1890 ml air suling;
c. Saring dengan saringan Wattman No. 12;
d. Tambahkan Glycerine dan Formaldehyde ke dalam larutan tadi kemudian
aduk sampai merata.
2) Penyiapan larutan kerja:
a. Encerkan (85  5) ml larutan baku dengan air suling sampai dengan 
3780 ml dan aduk sampai merata;
b. Masukan dalam botol, tutup dengan tutup karet atau kayu gabus yang
telah dilengkapi dengan pipa-pipa.
3) Persiapan peralatan:
a. Isi sebuah botol dengan larutan kerja sebanyak 3,8 liter, tempatkan botol
lebh tinggi (914  25) mm dari dasar tabung plastik penguji;
b. Pasang pipa-pipa karet yang diperlukan, satu pipa karet ujungnya
dihubungkan dengan pipa siphon yang menyentuh dasar botol larutan
kerja, dan ujung lainnya dihubungkan dengan pipa pengalir, hubungkan
pipa karet yang lain dengan pipa tiup yang terpasang pada tutup botol
larutan kerja.
4) Persiapan benda uji
a. Metode Kering Udara
Isikan bahan yang sudah disaring dan diperempat sebanyak 85 ml ke
dalam tabung penakar sampai berlebih, kemudian padatkan dengan cara
mengetuk-ngetuk bagian bawah tabung penakar pada meja atau
permukaan yang keras sampai mantap, ratakan dengan menggunakan
mistar pendatar.
b. Metode Pra-basah
Campurkan air pada bahan yang sudah disaring dan diperempat sampai
berupa pasta, remas-remas dengan tangan dan kepal-kepal hingga bulat
sehingga kalua dibiarkan tidak buyar.
Tambahkan air bila kadar air dalam pasta terlalu kering yang
mengakibatkan pasta akan buyar, keringkan pula bila ternyata kelebihan
air dan diaduk kembali agar merata.
Simpan pasta yang sudah disiapkan di dalam panic, tutup dengan
penutup kain atau lap, biarkan selama tidak kurang dari 15 maret.
Pindahkan contoh uji di atas kain lap tadi, bungkus dan aduk-aduk
dengan meremas-remas bagian luar kain pembungkus tersebut,
kumpulkan benda uji di tengah-tengah kain tersebut setealh diperkirakan
seragam.
Isikan benda uji sebanyak 85 ml ke dalam tabung penakar dan tekan-
tekan kembali dengan telapak tangan, padatkan dan ratakan.
5) Pelaksanaan Pengujian
a. Ambil benda uji sebanyak 85 ml, keringkan dalam oven pada suku (110 
5)oC sampai berat tetap kemudian dinginkan pada suhu ruang;
b. Isi tabung plastik dengan larutan kerja sampai skala 5;
c. Masukan benda uji yang sudah dikeringkan dan lolos saringan No. 4 (4,75
mm) ke dalam tabung plastic, ketuk-ketukan untuk beberapa saat
kemudian diamkan selama 10 menit;
d. Tutup tabung dengan penutup karet atau kayu gabus, kemudian
miringkan sampai hamper mendat dan kocok dengan salah satu alat
pengocok;
e. Tambahkan larutan kerja dengan cara mengalirkan larutan melalui pipa
pengalir, mulai dari bagian bawah pasir bergerak ke atas, sehingga
lumpur yang terdapat di bawah permukaan pasir nasik ke atas lapisan
pasir, tambahkan larutan kerja sampai skala 15, kemudian biarkan selama
(20 menit  15 detik);
f. Baca dan catat skal pembacaan koloid (A) sampai satu angka di belakang
koma;
g. Masukan beban perlahan-lahan sampai permukaan lapisan pasir, baca
skala pembacaan pasir (B) yang ditunjukan oleh keeping skala
pembacaan pasir dikurangi dengan tinggi tangkai penunjuk (pada
umumnya 10 skala) sampai satu angka di belakang koma.

Gambar 3.9 Peralatan Pengujian Cara Setara Pasir

Nilai Setara Pasir (SP) =

Dengan:
A Skala pembacaan permukaan lumpur
B Skala pembacaan pasir
3.4 Soal
1. Jelaskan perbedaan agregat kasar dan agregat halus?
2. Apakah persyaratan teknis agregat halus dapat digunakan sebagai bahan
bangunan?
3. Apakah persyaratan teknis agregat kasar dapat digunakan sebagai bahan
bangunan?
4. Dari hasil pengujian di laboratorium diperoleh data pengujian agregat halus sebagai
berikut:
Berat pasir kondisi jenuh kering permukaan 500 gram
Berat pasir kering oven 497,9 gram
Berat piknometer yang berisi air 835 gram
Berat piknometer dengan pasir dan air 1133,8 gram

3.5 Daftar Pustaka


1. Badan Standarisasi Nasional. (2002). SNI-03-6819-2002 Spesifikasi Agregat
Halus Untuk Campuran Perkerasan Beraspal. Badan Standarisasi Nasional.
2. Direktorat Jenderal Bina Marga. (2018). Spesifikasi Umum 2018. Jakarta.
3. Duggal, S.K. (2008), Building Materials, New Delhi: New Age International (P)
Limited, Publiser.
4. Riyadi, Muhtarom & Amalia (2005). Teknologi Bahan I. Jurusan Teknik Sipil,
Politeknik Negeri Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai