MANAJEMEN KONFLIK
Oleh :
Kelompok 1
A. PENGERTIAN
Sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional (SP2KP) merupakan
kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di setiap unit ruang rawat di rumah
sakit yang memungkinkan perawat untuk melaksanakan asuhan keperawatan
yang profesional bagi pasien. SP2KP mempunyai sistem pengorganisasian
yang baik dimana seluruh komponen yang terlibat dalam asuhan keperawatan
diatur secara profesional (Sitorus, dalam Rantung 2013).
SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP (Model Praktek Keperawatan
Profesional) dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara
perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya
(Perry, Potter. 2009).
Model Pelayanan Keperawatan Profesional (MPKP) diartikan sebagai
suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan
perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan yang diperlukan untuk menopang pemberian asuhan keperawatan
tersebut.
Model pelayanan keperawatan profesional merupakan suatu model yang
memberi kesempatan kepada perawat profesional untuk menerapkan
otonominya dalam mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi
pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Model PKP terdiri
lima subsistem yaitu: nilai-nilai profesional yang merupakan inti dari model
MKP, hubungan antar profesional, metode pemberian asuhan keperawatan,
pendekatan manajemen terutama dalam perubahan pengambilan keputusan,
system kompensasi dan penghargaan (Hoffart & Woods, 1996, dalam
Sudarsono, 2000).
Komponen-komponen yang terlibat yaitu perawat, pasien, sistem
pemberian asuhan keperawatan, kepemimpinan, nilai-nilai profesional,
fasilitas, sarana prasarana serta dokumentasi asuhan keperawatan (Direktorat
Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES RI, 2009).
Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan
primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer). Penetapan
metode ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut :
1. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan
dilakukan secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya
tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu
layanan profesional.
2. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang
diberikan. Pada MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana
keperawatan/Ners.
3. Pada metode keperawataan primer , hubungan professional dapat
ditingkatkan terutama dengan profesi lain.
4. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena
membutuhkan jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap
PP hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi keperawatan
primer , setiap PP merawat 9-10 klien.
5. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan
yang berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi
penting sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu
mengarahkan dan membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya.
6. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini
tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua
anggota tim, sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung jawab
dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang diberikan.
Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart &
Woods (1996), secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :
a. Nilai-nilai profesional sebagai inti model
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga
sejak klien/keluarga masuk ke suatu ruang rawat yang merupakan awal
dari penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut
akan terus dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga
klien/keluarga menjadi partner dalam memberikan asuhan keperawatan.
Pelaksanaan dan evaluasi renpra, PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas
untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk
tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggung jawab untuk membina
performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai professional.
b. Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi
yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi
tanggung jawab PP. PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang
harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan kepemimpinan
sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang
efektif.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi
keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP.
PP akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat
modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien.
d. Hubungan professional
Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui
tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat
sehingga mampu member informasi tentang kondisi klien kepada profesi
lain khususnya dokter. Pemberian informasi yang akurat tentanG
perkembangan klien akan membantu dalam penetapan rencana tindakan
medic.
e. Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang
diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau
kompensasi dan penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa
jasa dapat diberikan kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat
ditentukan berdasarkan derajat ketergantungan klien. PP dapat
mempelajari secara detail asuhan keperawatan klien tertentu sesuai dengan
gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah pada pendidikan ners
spesialis.
Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung
jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
pada sekelompok pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan
beberapa orang PA. PP dan PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama
sebagai suatu tim yang relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang
dikelol, maupun orang-orang yang berada dalam satu tim tersebut . Tim dapat
berperan efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama yang
professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim tersebut juga harus
mampu membangun kerjasama professional dengan tim kesehatan lainnya.
1. Pengertian Komflik
Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan
pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. (Marquis & Huston 1998).
Konflik dapat di kategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian,
konflik terjadi dari suatu ketidak setujuan antara dua orang atau organisasi dimana seseorang
tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam kepentingannya. Sebagai proses, konflik di
manifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau
kelompok berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan diri seseorang.
Konflik adalah suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak organisasi untuk
terjadinya suatu konflik yang berarti juga sebagai pertumbuhan produksi. Teori ini
menekankan bahwa konflik dapat berakibat pertumbuhan produksi dan kehancuran
organisasi, tergantung bagaimana manajer mengolahnya. Karena konflik adalah suatu yang
tidak dapat dihindarkan dalam suatu organisasi, maka manajer harus mengolahnya dengan
baik.
4. Penyebab Konflik
a. Perilaku menetang
Perilaku menetang dapat menimbulkan konflik. Yang menghasilkan perasaan
bersalah pada seseorang dimana perilaku ini di tunjukan. Manajer perawat harus
menentukan perilaku bahwa seseorang yang memperlihatkan perilaku menentang dapat
menimbulkan konflik. Menentang adalah ancaman pada suatu dialog yang rasional.
Seorang penentang menentang kewenangan manajer perawat melalui perilaku
kenakalan dan perilaku yang keras, perilaku ini mungkin berlaku verbal dan non verbal.
Murfhy menggambarkan tiga versi penentang. Pertama adalah Competitive Bomber
yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam
yang dapat diterjemahkan sebagai “urus aja sendiri”. Mereka dengan wajah cemberut
pergi meninggalkan manajer perawat atau tidak masuk kerja. Penentang kompetitif ini
dapat merusak secara agresif berupa serangan yang sengaja. Mereka berkomentar tentang
kondisi kerja yang tidak adil dan kacau, manipulasi dan jadwal kerja yang jelek. Perilaku-
perilaku ini dilakukan untuk memancing respons manajerial. Apabila mereka
mendapatkan suatu respon , mereka merajuk dan memaksa untuk mendapatkan dukungan
teman-teman sejawat bahkan manajemen lebih tinggi.
Penentang kedua adalah Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan
palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi juga sambil melakukan ejekan dan
hinaan, mereka mengeluh dan mengkritik untuk mendapat dukungan yang lain.
Yang ketiga adalah Avolder. penentang ini menghindarkan kesepakatan dan
partisipasi. Mereka tidak merespon terhadap manajer perawat. Apabila kondisi berubah
maka mereka menghindar untuk berpartisipasi.
b. Stres
Konflik menimbulkann stres, ketakutan, kecemasan dan perubahan dalam hubungan
profesional. Kondisi-kondisi ini dapat berpotensial menimbulkan konflik. Stresor
termasuk “mendapatkan tanggung jawab sedikit, kurangnya partisipasi dalam membuat
keputusan, kurangnya dukungan manajerial, keharusan untuk meningkatkan standar
penampilan dan penyesuaian dengan perubahan tekhnologi yang cepat”. Biaya stres pada
tahun 1973 diperkirakan 1 sampai 3 % dari GNP (gross national product). Dan bisa saja
angka tersebut meningkat setelah tahun 1973.
Kepenatan adalah hasil dari stres. Manajer perawat merasa penat karena mencoba
mempertahankan sistem pendukung untuk memberi perawatan. Perawat klinis merasa
penat karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan kualitas tinggi.
Konfrontasi, ketidak setujuan. Dan kemarahan adalah bukti dari stres dan konflik.
Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilakukan manusia,
termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi.
Stres pada pasien dapat menimbulkan penyakit ringan introgenik, komplikasi dan
pelambatan pemuliahan. Hal ini dapat ditimbulkan oleh depresi atau kecemasan. Dan staf
yang stres tidak dapat menghadapi pasien yang stres, dan ini dapat menimbulkan tidak
efisien, ketidak puasan kerja dan tidak mengacuhkan perawatan. Pada akhirnya staf
terpancing dalam konflik. Mereka juga dapat mengelami penyakit ringan iatrogenik
seperti pasien-pasien mereka. Keluarga pasien dapat menambah stres bila tidak ditangani
dengan baik, meningkatnya stres pada pasien dan staf menurunkan keefektifan
penggunaan waktu masalah-masalah ini meningkatnya biaya perawatan pasien,
meningkatnya rasa sakit dan menurunnya efisiensi dan efektivitas perawatan. Dimasa
yang akan datang pasien dapat pergi kemana saja untuk mendapatkan perawatan, apakah
inisiatif sendiri maupun atas rekomendasi dokter, keluarga, teman atau kenalan.
c. Ruang
Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit, mereka harus
berinteraksi secara konstan dengan anggota staf yang lain, pengunjung dan dokter-dokter.
Terutama pada ruang/unit perawatan intensif yang penuh sesak. Menimbulkan kepenatan
dan pergantian.
d. Kewenangan Dokter
Dokter-dokter dilatih untuk berwenang terhadap perawat. perawat masakini ingin
menjadi lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab profesional, dan tanggung gugat
untuk perawatan pasien. Mereka banyak menggunakan waktu berada didekat pasien dari
pada dokter, dan sering kali mempunyai usulan yang valid dalam mengubah tindakan
terapi. Para dokter terkadang melalaikan usulan-usulan mereka, yang menunjukan mereka
tidak menginginkan umpan balik. Perawat menjadi marah bila harga diri mereka
menurun. Komunikasi gagal, terutama komunikasi dua arah.
e. Nilai dan Sasaran
Aktifitas atau presepsi-presepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik. Hal ini
terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang berbeda dengan
manajer perawat, doter, pasien pengunjung, keluarga, bagian administrasi, dan yang
lainnya. Nilai-nilai perawat dapat masuk kedalam konflik-konflik yang berhubungan
dengan persoalan secara etika yang termasuk perintah-perintah untuk tidak melakukan
resusitasi, pernyataan-pernyataan yang tidak manusiawi, aborsi, adiksi, AIDS, dan
masalah-masalah lainnya. Sasaran pribadi sering kali konflik dengan sasaran organisasi,
terutama yang berhubungan dengan pengaturan staf, pengaturan jadwal, dan suasana
kerja.
Perawat yang harus melanggar standar pribadinya akan melawan sistem. Hal ini
dapat merendahkan mereka dan menyebabkan hilangnya harga diri dan stres emosional.
Mereka harus mengetahui bahwa keyakinan mereka, nilai-nilai dan sasaran pribadinya di
hargai. Seperti orang lain, perawat bertindak untuk melindungi citra diri atau umum
dirinya bila ditekan atau di serang. Respon mereka sesuai dengan harapan orang lain
terhadap mereka, sebagai mana mereka ingin disetujui. Mereka akan mempertahankan
hak-hak dan pertimbangan profesionalnya. Egonya mudah terluka dan menjadi masalah
besar dalam konflik. Pertahanan menjadi lebih panas bila salah satu atau kedua bagian
konflik tidak di informasikan atau dimanipulasi. Bila perawat tidak dikenal atau dihargai
mereka merasa tidak berdaya bila mereka tidak mampu mengontrol situasi.
5. Proses Konfllik
Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain :
a. Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi.
Misalnya, kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut
memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik
yang ada kadang tidak tampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
b. Konflik yang dirasakan ( felt konflik)
Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman,
ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik
“affectives”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan
konflik tersebut sebagai suatu maslah/ancaman terhadap keberadaannya.
c. Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang
dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian konflik.
Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam
menyelesaikan konflik dalam perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam
suatu organisasi, memerlukan suatu upaya dan strategi untuk mencapai tujuan organisasi.
d. Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua
orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win solution” .
e. Konflik “Aftermatch”
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama.
Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau dikurangi
penyebab dari konflik yang sama.
6. Penyelesaian Konflik
a. Langkah-langkah
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi :
1) Pengkajian
a) Analisa situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan. Setelah fakta
dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian
siapa yang terlihat dan peran masing-masing. Tentukan jika situasinya bisa
berubah.
b) Analissa dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama
yang memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut. Hindari
penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
c) Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2) Identifikasi
a) Mengelola perasaan
Hindari suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai respon
yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.
3) Intervensi
a) Masuk pada konflik
Diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
b) Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik
Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang
paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
b. Strategi Penyelesaian Konflik
Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6 :
1) Kompromi atau Negosiasi
Suatu srtategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling menyadari dan
sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian seperti ini sering diartikan sebagai
“lose-lose situation” kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang
telah dibuat. Didalam manajemen keperawatan strategi ini sering digunakan oleh
midle – dan top manajer keperawatan.
2) Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik. Penyelesaian ini
menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa
mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan,
putus asa dan keinginan untuk perbaikan da masa mendatang.
3) Akomodasi
Istilah yang lain sering digunakan adalah ”cooprative”. Konflik ini berlawanan
dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi
permasalahan-permasalahan dan memberi kesempatan orang lain untuk menang.
Masalah utama pada strategi sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya
sering digunakan dalam suatu politik untuk suatu kekuasaan dengan berbagai
konsekwensinya.
4) Smoothing
Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada
strategi ini individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan dari
pada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa
ditetapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang besar misalnya
persaingan pelayanan/hasil produksi dan tidak dapat dipergunakan.
5) Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang
dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalahnya.
Strategi ini dipilih bila ketidaksepakatan adalah membahayakan kedua pihak,biaya
penyelesaian lebih besar dari pada menghindar, atau maslah perlu orang ketiga dalam
menyelesaikannya atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6) Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution” pada koloaborasi kedua unsur
terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan.
Karena keduanya meyakini akan mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan,
masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan berjalan jika kompetisi
insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak memiliki
kemampuandalam menyelesaikan masalah dan tidak adanya kepercayaan dari kedua
kelompok / seorangan (Bowditch & Buono, 1994).
7. Hasil Manajemen Konflik
Apabila perhatian diberikan terhadap peranan manajer perawat dalam meningkatkan
suasana kerja perawat yang produktif, banyak kasus-kasus konflik yang dapat di selesaikan.
Pengetahuan dan keterampilan manajer konflik yang terjadi adalah peran yang aktif dari
manajer perawat.
Zamke menunjukan bahwa stres dan tekanan didalam merupakan perangsang. Yang
membuat nanajer lebih positif, lebih hati-hati dan pedulli terhadap karyawannya. Dalam
surveinya, ia menemukan bahwa dalam penurunan memotivasi kinerja yang baik,
memperbaiki keluaran, dan menghilangkan pekerjaann yang tidak produktif yang dapat
menimbulkan masalah moral dan konflik. Dengan perubahan sistem pembayaran kembali
dirumah sakit, manajer perawat akan dihadapkan pada stres, tekanan kerja, penurunan hasil
kerja.
Konflik dapat menjadi sumber energi dan kreatifitas yang positif dan membangun bila
dikelola dengan baik. Jika tidak, konflik akan mengganggu fungsi, dan menghancurkan,
menghabiskan energi serta mengurangi keefektifan organisasi dan pribadi.
Konflik dapat menghancurkan inisiatif atau kreatifitas, menyebabkan perilaku
bermusuhan dan kekacauan, hilangnya semangat tim dan hilangnya keinginan untuk bekerja
kearah pencapaian tujuan bersama, mengakibatkan jalan buntu dan kemacetan. Kelola konflik
jangan sampai meluas.
ROLE PLAY MANAJEMAN KOMFLIK
KATIM : Marlian
PJ Sift : Fenni
PP 1 : Laili
PP 2 : Indita
Pasien : Fifi
Anak B : Dewi
Skenario :
Suatu malam di ruang Mawar kelas utama RSU “A”, dirawatlah pasien stroke
bernama nyonya Muafiah yang berusia 47 tahun, kondisi nyonya Fiah masih
termasuk baik, karena meskipun stroke nyonya Fiah masih dapat berbicara dan
hanya pada ekstremitas atas dan bawah saja yang mengalami gangguan, nyonya F
dirawat sudah 3 hari di rumah sakit tersebut, kebetulan malam itu yang berjaga
adalah perawat L dan perawat I yang baru bekerja 1 bulan di rumah sakit tersebut
karena baru lulus dari jenjang pendidikanya. Berhubung malam itu sudah sangat
larut dan perawat L dan I merasa kelelahan maka terjadilah kejadian yang tidak di
inginkan.
Setelah melakukan tindakan pemberian obat pada seluruh pasien di ruang
Mawar, perawat L dan I di panggil untuk datang ke ruang utama kamar yaitu ruang
nyonya F untuk mengganti infus yang macet, dan disana hanya di tunggu oleh
beberapa anak pasien dan salah satunya adalah seorang dokter (Anak A) di rumah
sakit lain.
Perawat L : “(Mengetuk pintu) permisi, selamat malam?”
Anak A : “Iya, selamat malam”
Perawat L : “Dengan nyonya Fiah ya mbak?”
Anak A : “Iya pak, ini lo pak infus ibu saya itu macet, terus tanganya
juga bengkak mbak, di ganti di tangan satunya saja ya mbak
supaya tidak semakin bengkak?”
Perawat L : “baik mbak, saya lepas dulu ya infusnya? Dan saya pindah
di tangan yang satu agar tidak bengkak semakin besar”.
Anak A : “iya Pak, oh ya pak saya ada kepentingan sebentar, saya
tinggal dulu ya (salah 1 anak klien keluar dari ruangan)”.
Kemudian anak A dan pasien bercengkrama dan saling bercerita tentang kegiatan
sehari ini yang sang anak lakukan, sampai beberapa jam kemudian kondisi nyonya
Fiah semakin memburuk, nyonya Fiah mengalami sesak nafas, sakit pada dada,
pusing, detak jantung semakin cepat, berkeringat berlebihan dan kejang-kejang serta
tidak dapat berbicara.
Perawat F : “(datang kekamar nyonya Fiah) Mohon maaf ada apa mbak?”
Anak A : “ini Mbak tolong, mami saya kejang, tanda-tanda vitalnya
juga turun, tolong mbak ambilkan spatel lidah dan nasal
kanul”.
Perawat : “(Menyusuh perawat L mengambil spatel) Ners F cepat
ambilkan spatel”.
Perawat I : “(Kembali ke ners station dan sesampainya di ners station
perawat I membangunkan perawat L yang tertidur) heh
bangun cepet kamu ke ruang nyoya Fiah, sekalian bawa
spatel lidah dan nasal kanul, nyonya Fiah mengalami
kejang, saya mau telfon dokter dulu”.
Perawat F dan L berlari kekamar nyonya Fiah dan membawa alat yg sudah di
perintahkan tadi oleh perawat I
Kemudian para perawat kembali ke ners sation dan beruntung sekali emboli yang
terjadi pada nyonya Fiah sudah dapat di tangani, hanya saja untuk beberapa waktu
nyonya Fiah tidak dapat berbicara.
Keesokan harinya, anak pasien (Anak A) datang ke ners station untuk
melaporkan tindakan perawat yang bertugas pada sift malam kepada kepala ruangan
Dini.
Dan akhirnya konflikpun dapat terselesaikan dengan jalan negosiasi antara pihak
rumah sakit dan keluarga pasien, meskipun tidak sampai pada jalur hukum namun
perawat Fandi dan Dirja telah mendapat tindakan disiplin dari rumah sakit yaitu di
skorsing 3 bulan dan tidak di gaji selama masa skorsing berlansung.
DAFTAR PUSTAKA
Aru Pratiwi & Abi Muhlisin. 2008. Kajian Penerapan Model Praktik Keperawatan
Profesional (Mpkp) Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit.
Surakarta : Jurnal Kesehatan UMS di postkan pada
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3421/9%20K AJIAN
%20PENERAPAN%20MODEL%20PRAKTIK%20KEPERAWA TAN.pdf?
sequence=1 diakses pada tanggal 6 Desember 2014 pukul 23.38 WITA
http://askep-ebenzalukhu.blogspot.com/2011/01/sp2kp-sistem-pemberian-pelayanan.html
diakses pada tanggal 6 Desember 2014 pukul 19.13 WITA