Anda di halaman 1dari 30

NASKAH ROLE PLAY

MANAJEMEN KONFLIK

Oleh :
Kelompok 1

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2021
SISTEM PEMBERIAN PELAYANAN
KEPERAWATAN PROFESIONAL (SP2KP)

A. PENGERTIAN
Sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional (SP2KP) merupakan
kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di setiap unit ruang rawat di rumah
sakit yang memungkinkan perawat untuk melaksanakan asuhan keperawatan
yang profesional bagi pasien. SP2KP mempunyai sistem pengorganisasian
yang baik dimana seluruh komponen yang terlibat dalam asuhan keperawatan
diatur secara profesional (Sitorus, dalam Rantung 2013).
SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP (Model Praktek Keperawatan
Profesional) dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara
perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya
(Perry, Potter. 2009).
Model Pelayanan Keperawatan Profesional (MPKP) diartikan sebagai
suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan
perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan yang diperlukan untuk menopang pemberian asuhan keperawatan
tersebut.
Model pelayanan keperawatan profesional merupakan suatu model yang
memberi kesempatan kepada perawat profesional untuk menerapkan
otonominya dalam mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi
pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Model PKP terdiri
lima subsistem yaitu: nilai-nilai profesional yang merupakan inti dari model
MKP, hubungan antar profesional, metode pemberian asuhan keperawatan,
pendekatan manajemen terutama dalam perubahan pengambilan keputusan,
system kompensasi dan penghargaan (Hoffart & Woods, 1996, dalam
Sudarsono, 2000).
Komponen-komponen yang terlibat yaitu perawat, pasien, sistem
pemberian asuhan keperawatan, kepemimpinan, nilai-nilai profesional,
fasilitas, sarana prasarana serta dokumentasi asuhan keperawatan (Direktorat
Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES RI, 2009).
Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan
primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer). Penetapan
metode ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut :
1. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan
dilakukan secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya
tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu
layanan profesional.
2. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang
diberikan. Pada MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana
keperawatan/Ners.
3. Pada metode keperawataan primer , hubungan professional dapat
ditingkatkan terutama dengan profesi lain.
4. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena
membutuhkan jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap
PP hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi keperawatan
primer , setiap PP merawat 9-10 klien.
5. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan
yang berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi
penting sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu
mengarahkan dan membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya.
6. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini
tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua
anggota tim, sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung jawab
dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang diberikan.
Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart &
Woods (1996), secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :
a. Nilai-nilai profesional sebagai inti model
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga
sejak klien/keluarga masuk ke suatu ruang rawat yang merupakan awal
dari penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut
akan terus dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga
klien/keluarga menjadi partner dalam memberikan asuhan keperawatan.
Pelaksanaan dan evaluasi renpra, PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas
untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk
tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggung jawab untuk membina
performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai professional.
b. Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi
yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi
tanggung jawab PP. PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang
harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan kepemimpinan
sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang
efektif.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi
keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP.
PP akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat
modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien.
d. Hubungan professional
Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui
tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat
sehingga mampu member informasi tentang kondisi klien kepada profesi
lain khususnya dokter. Pemberian informasi yang akurat tentanG
perkembangan klien akan membantu dalam penetapan rencana tindakan
medic.
e. Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang
diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau
kompensasi dan penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa
jasa dapat diberikan kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat
ditentukan berdasarkan derajat ketergantungan klien. PP dapat
mempelajari secara detail asuhan keperawatan klien tertentu sesuai dengan
gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah pada pendidikan ners
spesialis.
Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung
jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
pada sekelompok pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan
beberapa orang PA. PP dan PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama
sebagai suatu tim yang relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang
dikelol, maupun orang-orang yang berada dalam satu tim tersebut . Tim dapat
berperan efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama yang
professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim tersebut juga harus
mampu membangun kerjasama professional dengan tim kesehatan lainnya.

B. Perbedaan MPKP dan SP2KP


Dalam model MPKP tidak terdapat PP (perawat primer), jika di
SP2KP mengenal mengenai PP dan PA (perawat associate).
Kelebihan dari SP2KP adalah pelayanan keperawatan kepada pasien lebih
terstruktur dan kinerja perawat lebih professional. Lebih terstruktur,
terorganisir SP2KP karena SP2KP merupakan bantuk pengembangan dari
MPKP yang lebih profesional dan lebih baik dalam memberikan tingkat
pelayanan asuhan keperawatan terhadap klien.
C. Hambatan dalam penerapan SP2KP dan MPKP
Adapun hambatan dalam penerapan MPKP dan SP2KP adalah
kurangnya sumber daya manusia yang kompeten,
1. MPKP (model keperawatan tim) diubah menjadi SP2KP
(model keperawatan profesional)
2. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan
dilakukan psecara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya
tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu
layanan professional
3. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang
diberikan. Pada MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana
keperawatan/Ners.
4. Pada metode keperawataan primer, hubungan professional
dapat ditingkatkan terutama dengan profesi lain.

D. Jenis Model Praktek Keperawatan Profesional


Menurut Sudarsono (2000), berdasarkan pengalaman mengembangkan
model PKP dan masukan dari berbagai pihak perlu dipikirkan untuk
mengembangkan suatu model PKP yang disebut Model Praktek Keperawatan
Profesional Pemula (PKPP). Ada beberapa jenis model PKP yaitu:
1. Model Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan
profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan
kemampuan doktor dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk
melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan riset sera
memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
2. Model Praktek Keperawatan Profesional II
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional
tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan
spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat
spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang asuhan
keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu
melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan
asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang
untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan
riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan
keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10
perawat primer (1:10).
3. Model Praktek Keperawatan Profesional I.
Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama
yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan
yang digunakan pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan
primer dan metode tim disebut tim primer.
4. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan
tahap awal untuk menuju model PKP. Model ini mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3
komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian
asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan.

E. Aplikasi Nilai-Nilai Profesional Dalam Praktik


Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam
segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula
terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan keperawatan atau kebidanan. Hal ini merupakan tantangan
bagi profesi keperawatan dan kebidanan dalam mengembangkan
profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas
pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis
pada etik dan moral yang tinggi.Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap
perawat atau bidan akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk
penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang
muncul. MPKP merupakan model praktek keperawatan profesional yang
mewujudkan nilai-nilai profesional. Nilai-nilai profesional yang diterapkan
pada MPKP adalah:
1) Pendekatan Manajemen ( Management Approach )
2) Penghargaan karir ( compensatory rewards )
3) Hubungan Profesional ( professional relationship)
4) Sistem pemberian asuhan pasien ( patient care delivery system ).

F. Anggota Dalam Pelaksanaan SP2KP


Peran Managerial dan Leadership
Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan keperawatan,
mengkoordinir kegiatan semua staf (PA) yang berada dalam tim,
mendelegasikan sebagian tindakan-tindakan keperawatan yang telah
direncanakan pada renpra dan bersama-sama dengan PA mengevaluasi asuhan
keperawatan yang diberikan.
Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat renpra
untuk klien yang menjadi tanggungjawabnya. Adanya renpra merupakan
tanggung jawab profesional seorang PP sebagai landasan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar. Renpra tersebut harus dibuat
sesegera mungkin pada saat klien masuk dan dievaluasi setiap hari.
PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan sebagian
tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada PA. pembagian tanggung
jawab terhadap klien yang menjadi tanggung jawab tim, didasarkan pada
tingkat ketergantungan pasien dan kemampuan PA dalam menerima
pendelegasian.
Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan kepemimpinan.
PP bertugas mengarahkan dan mengkoordinasikan PA dalam memberikan
asuhan keperawatan pada kelompok klien. PP berkewajiban untuk
membimbing PA agar mampu memberikan asuhan keperawatan seuai dengan
standar yang ada. Bimbingan tersebut dapat dilaksanakan secara langsung,
misalnya mendampingi PA saat melaksanakan tindakan tertentu pada klien
atau secara tidak langsung pada saat melakukan konferens. PP juga harus
senantiasa memotivasi PA agar terus meningkatkan keterampilannya,misalnya
memberikan referensi atau bahan bacaan yang diperlukan.
Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada PA, sebagai bagian
dari peran kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya juga memiliki
kemampuan untuk mengatasi konflik yang mungkin terjadi antar PA. PP harus
menjadi penengah yang bijaksana sehingga konflik bisa teratasi dan tidak
mengganggu produktifitas PA dalam membantu memberikan asuhan
keperawatan.

G. Komunikasi tim melalui renpra, konferensi, dan ronde keperawatan


1. Komunikasi Tim Melalui Renpra
Komunikasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan dalam
melakukan kerjasama profesional tim antara PP-PA. Komunikasi tersebut
dapat melalui; renpra, konferensi, dan ronde keperawatan yang terstruktur
dan terjadwal.
Rencana asuhan keperawatan ( renpra ) selain berfungsi sebagai,
a) Pedoman bagi PP-PA
b) Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan
berdasarkan ilmu pengetahuan
Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai
penunjuk perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi sebagai media
komunikasi PP pada PA. Berdasarkan renpra ini, PP mendelegasikan PA
untuk melakukan sebagian tindakan keperawatan yang telah direncanakan
oleh PP. Oleh sebab itu, sangat sulit untuk tim PP-PA dapat bekerjasama
secara efektif jika PP tidak membuat perencanaan asuhan keperawatan
(renpra ). Hal ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan
sekedar memenuhi ketentuan ( biasanya ketentuan dalam menentukan
akreditasi rumah sakit ). Renpra seharusnya dibuat sesegera mungkin,
paling lambat 1 kali 24 jam setelah pasien
masuk karena fungsinya sebagai pedoman dan media komunikasi.
Berdasarkan ketentuan tugas dan tanggung jawab PP tidak sedang bertugas
( misalnya pada malam hari atau hari libur ), PA yang sebelumnya telah
didelegasikan dapat melakukan pengkajian dasar dan menentukan satu
diagnosa keperawatan yang terkait dengan kebutuhan dasar pasien.
Selanjutnya segera setelah PP bertugas kembali maka pengkajian dan
renpra yang telah ada harus divalidasi dan dilengkapi.
Penting juga diperhatikan bahwa renpra yang dibuat PP harus
dimengerti oleh semua PA. Semua anggota tim harus memiliki
pemahaman yang sama tentang istilah-istilah keperawatan yang digunakan
dalam renpra tersebut. Misalnya dalam renpra, PP menuliskan rencana
tindakan keperawatan ; " monitor I/O ( Intake/Output = pemasukan /
pengeluaran ) tiap 24 jam".
Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud dengan
monitor I/O, contoh lain dalam perencanaan PP menuliskan "berikan
dukungan pada pasien dan keluarganya" , maka baik PP dan PA dalam
timnya harus memiliki persepsi yang sama tentang tindakan yang akan
dilakukan tersebut. Oleh sebab itu PP harus menjelaskan kembali pada PA
tentang apa yang disusunnya tersebut.
Pendelegasian tindakan keperawatan yang berdasarkan pada renpra, PP
terlebih dahulu harus memiliki kemampuan masing-masing PA. Hal yang
tidak dapat didelegasikan pada PA adalah tanggung jawab dan tanggung
gugat seorang PP (Dunville dan McCuock, 2004). Tindakan yang telah
didelegasikan pada PA, PP tetap berkewajiban untuk tetap memonitor dan
mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh PA.

2. Komunikasi tim oleh konferensi


Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan PA
untuk membahas kondisi pasien dan rencana asuhan yang dilakukan setiap
hari. Konferensi biasanya merupakan kelanjutan dari serah terima shift.
Hal-hal yang ingin dibicarakan lebih rinci dan sensitif dibicarakan didekat
pasien dapat dibahas lebih jauh didalam konferensi. Konferensi akan
efektif jika PP telah membuat renpra, dan membuat rencana apa yang akan
dibicarakan dalam konferensi. Konferensi ini lebih bersifat 2 arah dalam
diskusi antara PP–PA tentang rencana asuhan keperawatan dari dan
klarifikasi pada PA dan hal lain yang terkait.

3. Komunikasi tim melalui Ronde Keperawatan


Ronde keperawatan yang dilakukan dalam tim ini harus dibedakan dengan
ronde keperawatan yang dilakuan dengan clinical manager (ccm). Tujuan
ronde keperawatan dalam tim adalah agar PP dan PA bersama-sama
melihat proses yang diberikan.
a) Kerjasama dengan tim lain
Tim kesehatan lain adalah dokter, ahli gizi, ahli farmasi, fisioterapi,
staf laboratorium dll. Peran PP dalam melakukan kerjasama dengan
tim lain tersebut adalah :
1) Mengkolaborasikan.
2) Mengkomunikasikan.
3) Mengkoordinasikan semua aspek perawatan pasien yang menjadi
tanggung jawabnya.
4) PP dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai baik segi
tingkat pendidikan dalam pengalamannya.

PP bertanggung jawab untuk memberikan informasi kondisi pasien


yang terkait dengan perawatannya. PP dapat memberikan informasi yang
akurat bagi tenaga kesehatan lain, sehingga keputusan medis atau gizi
misalnya akan membantu perkembangan pasien selama dalam perawatan,
agar PP melakukan komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan lain
tersebut, maka haruslah disepakati waktu yang tepat untuk
mengkomunikasikan pada tim kesehatan yang lain, misalnya melalui ronde
antar profesional.
Kondisi dimana dokter tidak berada di ruang perawatan dapat
menyebabkan komunikasi langsung sangat sulit dilakukan oleh karena itu
komunikasi antar tim kesehatan dapat juga terbina melalui dokumentasi
keperawatan. Dokumentasi tersebut dibuat oleh PP tetapi sebelumnya
harus telah disepakati oleh semua tim kesehatan bahwa dokumentasi yang
ada juga dimanfaatkan secara efektif sebagai alat komunikasi.
Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari profesi
lain, seorang PP harus memenuhi kepribadian yang baik serta keterampilan
berkomunikasi, misalnya memiliki sikap mampu menghargai orang lain,
tidak terkesan memerintah atau menggurui atau bahkan menyalahkan
orang lain dalam hal ini tim kesehatan dari profesi lain, merupakan
kemampuan yang harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi antar profesi
ini PP dituntut untuk selalu berpegang pada etika keperawatan.
Seorang PP harus melakukan tugas mengkordinasikan semua kegiatan
yang terkait dengan pengobatan dan perawatan pasien, misalnya dokter
menjadwalkan pasien untuk di rontgen dada dan di USG abdoment
sekaligus pemeriksaan mata pada hari yang sama, maka seorang PP harus
mampu mengkoordinasikan semua kegiatan tersebut agar tidak melelahkan
dan membingungkan bagi pasien dan keluarganya. Misalnya dalam hal ini
perawat dapat menjadwal ulang semua kegiatan tadi.

H. Tantangan yang dihadapi dalam dinamika tim PP-PA dan tenaga


kesehatan lainnya.
Tim PP-PA dapat dipandang sebagai suatu kelompok. Masalah atau
tantangan yang dapat dialami dalam membina kerjasama profesional dalam
kelompok dan antar profesi. Tersebut diantaranya adalah :
1) PP tidak mampu ( tidak kompeten ) melakukan perannya, misalnya tidak
mampu membuat renpra, atau memberikan pendelegasian kepada PA yang
tidak sesuai dengan kemampuan PA tersebut.
2) PA tidak mampu menjalankan perannya, misalnya PA tidak mampu
melakukan tindakan yang sesuai dengan tugas yang telah didelegasikan
oleh PP.
3) Sikap tenaga kesehatan lain yang kurang menghargai keberadaan profesi
keperawatan.
4) Adanya friksi diantara sesama PA.
Tantangan seperti disebutkan diatas dapat di pandang sebagai dinamika
yang terjadi dalam kelompok. Menghadapi tantangan tersebut seluruh pihak
yang terkait dalam komunikasi perawat pasien baik secara tidak langsung
seperti CCM (Clinical Care Manajer) , kepala ruangan, dan secara langsung
PP dan PA sendiri harus melakukan evaluasi dan mencari alternatif
penyelesaiannya.

I. Peran dan Tanggung Jawab Perawat sesuai dengan Jabatannya


1. Peran Kepala Ruangan ( KARU)
1) Sebelum melakukan sharing dan operan pagi KARU dan melakukan
ronde keperawatan kepada pasien yang dirawat.
2) Memimpin sharing pagi.
3) Memimpin operan.
4) Memastikan pembagian tugas perawat yang telah di buat olek Katim
dalam pemberian asuhan keperawatan pada pagi hari.
5) Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik, meliputi:
pengisian Askep, Visite Dokter (Advise), pemeriksaan penunjang
(Hasil Lab), dll.
6) Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan kebutuhan.
7) Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di area
tanggung jawabnya.
8) Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.
2. Peran Ketua Tim ( KATIM )
Tugas Utama : Mengkoordinir pelaksanaan Askep sekelompok pasien oleh
a) Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien oleh Tim
keperawatan di bawah koordinasinya pada saat Pre Croference
b) Mengidentifikasi seluruh PP membuat rencana asuhan
keperawatan yang tepat untuk pasiennya.
c) Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan
sesuai dengan rencana yang telah dibuat PP
d) Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien di bawah
koordinasinya pada saat Post Conference.
3. Penanggung Jawab Shift (PJ Shift)
Tugas Utama : menggantikan fungsi pengatur pada saat shift sore/malam dan
hari libur.
a. Memimpin kegiatan operan shift sore-malam
b. Memastikan PP melaksanakna follow up pasien tanggung jawabnya
c. Memastikan seluruh PA Melaksanakan Asuhan Keperawatan
sesuai dengan rencana yang telah dibuat PP
d. Mengatasi permasalahan yang terjadi di ruang perawatan
e. Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.
4. Perawat Pelaksana (PP) dan Perawat Asosiet (PA)
Tugas Utama : Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien yang
menjadi tanggung jawabnya, merencakan asuhan keperawatan,
melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi (follow Up)
perkembangan pasien.
a. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan oleh PA
b. Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan rencana.

J. Kinerja Perawat Setelah Penerapan SP2KP


Lebih bertanggung jawab kepada klien, lebih profesional dari pad sebelumnya.
1) Peran PP dalam SP2KP
Dalam pengembangan konsep SP2KP, perawat PP berugas dalam
menjalankan komunikasi dengan tenaga kesehatan lain seperti dokterm,
ahli gizi, farkamasi, dll. Dalam hal ini, perawat PP bertugas untuk
memberikan hasil pemeriksaannya berdasarkan hasil pengkajiannya dan
yang berhubungan dengan perawatannya pasien, sehingga dapat membantu
dalam memutuskan tindakan medis nantinya.
MANAJEMEN KOMFLIK DALAM KEPERAWATAN

1. Pengertian Komflik
Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan
pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. (Marquis & Huston 1998).
Konflik dapat di kategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian,
konflik terjadi dari suatu ketidak setujuan antara dua orang atau organisasi dimana seseorang
tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam kepentingannya. Sebagai proses, konflik di
manifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau
kelompok berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan diri seseorang.
Konflik adalah suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak organisasi untuk
terjadinya suatu konflik yang berarti juga sebagai pertumbuhan produksi. Teori ini
menekankan bahwa konflik dapat berakibat pertumbuhan produksi dan kehancuran
organisasi, tergantung bagaimana manajer mengolahnya. Karena konflik adalah suatu yang
tidak dapat dihindarkan dalam suatu organisasi, maka manajer harus mengolahnya dengan
baik.

2. Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik


Sejarah terjadinya suatu konflik di suatu organisasi dimulai seratus tahun yang lalu,
dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yang pasti terjadi di
organisasi. Pada awal abad ke-20, konflik diindikasikan sebagai suatu kelemahan manajemen
disuatu organisasi dan harus dihindarkan.
Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi konflik selalu akan
merusaknya. Sewaktu konflik mulai terjadi pada suatu organisasi, meskipun dihindari dan
ditolak, maka harus diselesaikan secepatnya. Konflik sebenarnya dapat dihindari, kalo staf
diarahkan terhadap suatu tujuan yang jelas dalam melaksanakan tugasnya dan ketidakpuasan
staf harus diekspresikan secara langung supaya masalah tidak menumpuk dan bertambah
banyak.
Pada pertengahan abad ke-19, sewaktu ketidak puasan staf dan umpan balik dari atasan
tidak ada, maka konflik diterima secara pasif dan sebagai suatu kejadian yang normal dalam
organisasi. Oleh karena itu sebagai manajer harus belajar tentang bagaimana menyelesaikan
konflik tersebut dari pada berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam organisasi
sebagai suatu unsur penghambat staf dalam melaksanakan tugasnya, tetapi diakui bahwa
konflik dan kerjasama dapat terjadi secara bersamaan.
3. Kategori Konflik
Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
1) Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal
untuk mengklarifikasikan nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering di
manifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa
konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap
pekerjaan dan loyalitas kepada pasien.
2) Interpersonal
Konflik yang terjadi antar dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan keyakinan
berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan
orang lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konfik
dengan teman sesama manajer, atasan dan bawahannya.
3) Intergroup ( Antar Kelompok )
Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen atau
organisasi. Sumber jenis konflik ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan
otoritas ( kualitas jasa layanan ), keterbatasan prasarana.
Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik intrapersonal,
interpersonal dan antar kelompok. Tapi dalam organisasi konflik dipandang sebagai
konflik secara vertikal dan horizontal (Marquis & Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi
atasan dan bawahan. Konflik horizontal terjadi antara staf dengan kedudukan atau posisi
yang sama. Misalnya konflik horizontal ini meliputi wewenang, keahlian dan praktik.

4. Penyebab Konflik
a. Perilaku menetang
Perilaku menetang dapat menimbulkan konflik. Yang menghasilkan perasaan
bersalah pada seseorang dimana perilaku ini di tunjukan. Manajer perawat harus
menentukan perilaku bahwa seseorang yang memperlihatkan perilaku menentang dapat
menimbulkan konflik. Menentang adalah ancaman pada suatu dialog yang rasional.
Seorang penentang menentang kewenangan manajer perawat melalui perilaku
kenakalan dan perilaku yang keras, perilaku ini mungkin berlaku verbal dan non verbal.
Murfhy menggambarkan tiga versi penentang. Pertama adalah Competitive Bomber
yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam
yang dapat diterjemahkan sebagai “urus aja sendiri”. Mereka dengan wajah cemberut
pergi meninggalkan manajer perawat atau tidak masuk kerja. Penentang kompetitif ini
dapat merusak secara agresif berupa serangan yang sengaja. Mereka berkomentar tentang
kondisi kerja yang tidak adil dan kacau, manipulasi dan jadwal kerja yang jelek. Perilaku-
perilaku ini dilakukan untuk memancing respons manajerial. Apabila mereka
mendapatkan suatu respon , mereka merajuk dan memaksa untuk mendapatkan dukungan
teman-teman sejawat bahkan manajemen lebih tinggi.
Penentang kedua adalah Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan
palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi juga sambil melakukan ejekan dan
hinaan, mereka mengeluh dan mengkritik untuk mendapat dukungan yang lain.
Yang ketiga adalah Avolder. penentang ini menghindarkan kesepakatan dan
partisipasi. Mereka tidak merespon terhadap manajer perawat. Apabila kondisi berubah
maka mereka menghindar untuk berpartisipasi.
b. Stres
Konflik menimbulkann stres, ketakutan, kecemasan dan perubahan dalam hubungan
profesional. Kondisi-kondisi ini dapat berpotensial menimbulkan konflik. Stresor
termasuk “mendapatkan tanggung jawab sedikit, kurangnya partisipasi dalam membuat
keputusan, kurangnya dukungan manajerial, keharusan untuk meningkatkan standar
penampilan dan penyesuaian dengan perubahan tekhnologi yang cepat”. Biaya stres pada
tahun 1973 diperkirakan 1 sampai 3 % dari GNP (gross national product). Dan bisa saja
angka tersebut meningkat setelah tahun 1973.
Kepenatan adalah hasil dari stres. Manajer perawat merasa penat karena mencoba
mempertahankan sistem pendukung untuk memberi perawatan. Perawat klinis merasa
penat karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan kualitas tinggi.
Konfrontasi, ketidak setujuan. Dan kemarahan adalah bukti dari stres dan konflik.
Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilakukan manusia,
termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi.
Stres pada pasien dapat menimbulkan penyakit ringan introgenik, komplikasi dan
pelambatan pemuliahan. Hal ini dapat ditimbulkan oleh depresi atau kecemasan. Dan staf
yang stres tidak dapat menghadapi pasien yang stres, dan ini dapat menimbulkan tidak
efisien, ketidak puasan kerja dan tidak mengacuhkan perawatan. Pada akhirnya staf
terpancing dalam konflik. Mereka juga dapat mengelami penyakit ringan iatrogenik
seperti pasien-pasien mereka. Keluarga pasien dapat menambah stres bila tidak ditangani
dengan baik, meningkatnya stres pada pasien dan staf menurunkan keefektifan
penggunaan waktu masalah-masalah ini meningkatnya biaya perawatan pasien,
meningkatnya rasa sakit dan menurunnya efisiensi dan efektivitas perawatan. Dimasa
yang akan datang pasien dapat pergi kemana saja untuk mendapatkan perawatan, apakah
inisiatif sendiri maupun atas rekomendasi dokter, keluarga, teman atau kenalan.
c. Ruang
Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit, mereka harus
berinteraksi secara konstan dengan anggota staf yang lain, pengunjung dan dokter-dokter.
Terutama pada ruang/unit perawatan intensif yang penuh sesak. Menimbulkan kepenatan
dan pergantian.
d. Kewenangan Dokter
Dokter-dokter dilatih untuk berwenang terhadap perawat. perawat masakini ingin
menjadi lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab profesional, dan tanggung gugat
untuk perawatan pasien. Mereka banyak menggunakan waktu berada didekat pasien dari
pada dokter, dan sering kali mempunyai usulan yang valid dalam mengubah tindakan
terapi. Para dokter terkadang melalaikan usulan-usulan mereka, yang menunjukan mereka
tidak menginginkan umpan balik. Perawat menjadi marah bila harga diri mereka
menurun. Komunikasi gagal, terutama komunikasi dua arah.
e. Nilai dan Sasaran
Aktifitas atau presepsi-presepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik. Hal ini
terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang berbeda dengan
manajer perawat, doter, pasien pengunjung, keluarga, bagian administrasi, dan yang
lainnya. Nilai-nilai perawat dapat masuk kedalam konflik-konflik yang berhubungan
dengan persoalan secara etika yang termasuk perintah-perintah untuk tidak melakukan
resusitasi, pernyataan-pernyataan yang tidak manusiawi, aborsi, adiksi, AIDS, dan
masalah-masalah lainnya. Sasaran pribadi sering kali konflik dengan sasaran organisasi,
terutama yang berhubungan dengan pengaturan staf, pengaturan jadwal, dan suasana
kerja.
Perawat yang harus melanggar standar pribadinya akan melawan sistem. Hal ini
dapat merendahkan mereka dan menyebabkan hilangnya harga diri dan stres emosional.
Mereka harus mengetahui bahwa keyakinan mereka, nilai-nilai dan sasaran pribadinya di
hargai. Seperti orang lain, perawat bertindak untuk melindungi citra diri atau umum
dirinya bila ditekan atau di serang. Respon mereka sesuai dengan harapan orang lain
terhadap mereka, sebagai mana mereka ingin disetujui. Mereka akan mempertahankan
hak-hak dan pertimbangan profesionalnya. Egonya mudah terluka dan menjadi masalah
besar dalam konflik. Pertahanan menjadi lebih panas bila salah satu atau kedua bagian
konflik tidak di informasikan atau dimanipulasi. Bila perawat tidak dikenal atau dihargai
mereka merasa tidak berdaya bila mereka tidak mampu mengontrol situasi.

5. Proses Konfllik
Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain :
a. Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi.
Misalnya, kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut
memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik
yang ada kadang tidak tampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
b. Konflik yang dirasakan ( felt konflik)
Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman,
ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik
“affectives”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan
konflik tersebut sebagai suatu maslah/ancaman terhadap keberadaannya.
c. Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang
dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian konflik.
Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam
menyelesaikan konflik dalam perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam
suatu organisasi, memerlukan suatu upaya dan strategi untuk mencapai tujuan organisasi.
d. Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua
orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win solution” .
e. Konflik “Aftermatch”
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama.
Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau dikurangi
penyebab dari konflik yang sama.
6. Penyelesaian Konflik
a. Langkah-langkah
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi :
1) Pengkajian
a) Analisa situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan. Setelah fakta
dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian
siapa yang terlihat dan peran masing-masing. Tentukan jika situasinya bisa
berubah.
b) Analissa dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama
yang memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut. Hindari
penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
c) Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2) Identifikasi
a) Mengelola perasaan
Hindari suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai respon
yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.
3) Intervensi
a) Masuk pada konflik
Diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
b) Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik
Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang
paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
b. Strategi Penyelesaian Konflik
Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6 :
1) Kompromi atau Negosiasi
Suatu srtategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling menyadari dan
sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian seperti ini sering diartikan sebagai
“lose-lose situation” kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang
telah dibuat. Didalam manajemen keperawatan strategi ini sering digunakan oleh
midle – dan top manajer keperawatan.
2) Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik. Penyelesaian ini
menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa
mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan,
putus asa dan keinginan untuk perbaikan da masa mendatang.
3) Akomodasi
Istilah yang lain sering digunakan adalah ”cooprative”. Konflik ini berlawanan
dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi
permasalahan-permasalahan dan memberi kesempatan orang lain untuk menang.
Masalah utama pada strategi sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya
sering digunakan dalam suatu politik untuk suatu kekuasaan dengan berbagai
konsekwensinya.
4) Smoothing
Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada
strategi ini individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan dari
pada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa
ditetapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang besar misalnya
persaingan pelayanan/hasil produksi dan tidak dapat dipergunakan.
5) Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang
dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalahnya.
Strategi ini dipilih bila ketidaksepakatan adalah membahayakan kedua pihak,biaya
penyelesaian lebih besar dari pada menghindar, atau maslah perlu orang ketiga dalam
menyelesaikannya atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6) Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution” pada koloaborasi kedua unsur
terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan.
Karena keduanya meyakini akan mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan,
masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan berjalan jika kompetisi
insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak memiliki
kemampuandalam menyelesaikan masalah dan tidak adanya kepercayaan dari kedua
kelompok / seorangan (Bowditch & Buono, 1994).
7. Hasil Manajemen Konflik
Apabila perhatian diberikan terhadap peranan manajer perawat dalam meningkatkan
suasana kerja perawat yang produktif, banyak kasus-kasus konflik yang dapat di selesaikan.
Pengetahuan dan keterampilan manajer konflik yang terjadi adalah peran yang aktif dari
manajer perawat.
Zamke menunjukan bahwa stres dan tekanan didalam merupakan perangsang. Yang
membuat nanajer lebih positif, lebih hati-hati dan pedulli terhadap karyawannya. Dalam
surveinya, ia menemukan bahwa dalam penurunan memotivasi kinerja yang baik,
memperbaiki keluaran, dan menghilangkan pekerjaann yang tidak produktif yang dapat
menimbulkan masalah moral dan konflik. Dengan perubahan sistem pembayaran kembali
dirumah sakit, manajer perawat akan dihadapkan pada stres, tekanan kerja, penurunan hasil
kerja.
Konflik dapat menjadi sumber energi dan kreatifitas yang positif dan membangun bila
dikelola dengan baik. Jika tidak, konflik akan mengganggu fungsi, dan menghancurkan,
menghabiskan energi serta mengurangi keefektifan organisasi dan pribadi.
Konflik dapat menghancurkan inisiatif atau kreatifitas, menyebabkan perilaku
bermusuhan dan kekacauan, hilangnya semangat tim dan hilangnya keinginan untuk bekerja
kearah pencapaian tujuan bersama, mengakibatkan jalan buntu dan kemacetan. Kelola konflik
jangan sampai meluas.
ROLE PLAY MANAJEMAN KOMFLIK

Peran Masing-masing Anggota Kelompok:


Narator Role Play : Whynera
KARU : Ayu

KATIM : Marlian

PJ Sift : Fenni

PP 1 : Laili

PP 2 : Indita

Pasien : Fifi

Keluarga Anak A : Mutya

Anak B : Dewi

Skenario :
Suatu malam di ruang Mawar kelas utama RSU “A”, dirawatlah pasien stroke
bernama nyonya Muafiah yang berusia 47 tahun, kondisi nyonya Fiah masih
termasuk baik, karena meskipun stroke nyonya Fiah masih dapat berbicara dan
hanya pada ekstremitas atas dan bawah saja yang mengalami gangguan, nyonya F
dirawat sudah 3 hari di rumah sakit tersebut, kebetulan malam itu yang berjaga
adalah perawat L dan perawat I yang baru bekerja 1 bulan di rumah sakit tersebut
karena baru lulus dari jenjang pendidikanya. Berhubung malam itu sudah sangat
larut dan perawat L dan I merasa kelelahan maka terjadilah kejadian yang tidak di
inginkan.
Setelah melakukan tindakan pemberian obat pada seluruh pasien di ruang
Mawar, perawat L dan I di panggil untuk datang ke ruang utama kamar yaitu ruang
nyonya F untuk mengganti infus yang macet, dan disana hanya di tunggu oleh
beberapa anak pasien dan salah satunya adalah seorang dokter (Anak A) di rumah
sakit lain.
Perawat L : “(Mengetuk pintu) permisi, selamat malam?”
Anak A : “Iya, selamat malam”
Perawat L : “Dengan nyonya Fiah ya mbak?”
Anak A : “Iya pak, ini lo pak infus ibu saya itu macet, terus tanganya
juga bengkak mbak, di ganti di tangan satunya saja ya mbak
supaya tidak semakin bengkak?”
Perawat L : “baik mbak, saya lepas dulu ya infusnya? Dan saya pindah
di tangan yang satu agar tidak bengkak semakin besar”.
Anak A : “iya Pak, oh ya pak saya ada kepentingan sebentar, saya
tinggal dulu ya (salah 1 anak klien keluar dari ruangan)”.

Setelah mendapat persetujuan keluarga, akhirnya perawat L yang di bantu oleh


perawat I mengganti infus pasien ke tangan satunya salah 1 anak (anak B)
memperhatikan mereka memasang infus, karena kesulitan memasang abokat,
perawat L dan I tidak memperhatikan adanya udara dalam selang infus klien.

Perawat I : “(mulai mencari pembuluh darah pasien sambil bersiap


menusukan abokat) tahan ya ibu, saya masukan jarumnya”.
Pasien : “iya mbak”.
PerawatI : “Tahan ya ibu, sedikit lagi selesai (sudah memasukan abokat
dan menyambungkan infus set dengan abokat)”.
Anak B : “Loh mbak, itu ada udaranya pak di dalam selang?, katanya
itu bahaya loh mbak”
Perawat I : “Ah masa iya bu? (merasa bingung), tidak apa- apalah bu,
hanya 2 centi saja, tidak masalah, lagian ini tadi sudah
terlanjur masuk”.
Anak B : “Nanti jika ada apa-apa bagaimana mbak?”
Perawat I : “Tidak masalah bu, tenang saja (bersikap rada cuek karena
klien bertanya terus menerus)”
Anak B : “Ya sudah mbak kalo tidak apa-apa, nanti kalau terjadi
sesuatu saya aka memanggil bapak lagi”
Perawat I : “Baik ibu, kami permisi dahulu (keluar dari ruang tersebut)”.
Ketika sudah selesai tindakan yang dilakukan, datanglah anak pasien (anak A) ke
ruang perawatan nyonya Fiah, dan anak pasien yang 1 nya (anak B) menceritakan
apa yang terjadi selama proses keperawatan yang dilakukan perawat L dan I Dan
beberapa jam kemudian pasien mengalami EMBOLI.

Anak A : “Oh iya mi, tadi perawatnya sudah mengganti infusnya ya


mi? Gimana sekarang mi? Gak sakit lagi kan tanganya?
Pasien : “(berbicara dengan mulut tidak simetris) iya, udah gak sakit
kok nak tangan mami.
Anak B : “(memotong pembicaraan) tapi tadi itu perawatnya waktu
masang infus mami gak memperhatikan ada udara masuk lo
kak, padahal saya udah kasih tau kalo ada udara masuk
lewat selangnya”.
Anak A : “terus perawatnya gimana dek? Di keluarkan apa tidak dek
udaranya? (ekspresi kaget dan khawatir serta ingin tau)”.
Anak B : “Kata perawatnya gak apa-apa gitu loh kak, padahal saya
udah bilang kalau bahaya”.
Anak B : “Kira- kira tadi berapa panjang udaranya?”
Pasien : “Kata perawatnya tadi hanya 2 centi Kak, katanya aman”.
Anak A : “Aduh dek, semoga aja mami gak mengalami emboli ya?
(khawatir)”
Pasien : “Mami baik- baik aja kok nak (menenangkan sang anak)”

Kemudian anak A dan pasien bercengkrama dan saling bercerita tentang kegiatan
sehari ini yang sang anak lakukan, sampai beberapa jam kemudian kondisi nyonya
Fiah semakin memburuk, nyonya Fiah mengalami sesak nafas, sakit pada dada,
pusing, detak jantung semakin cepat, berkeringat berlebihan dan kejang-kejang serta
tidak dapat berbicara.

Anak A : “Mi, mami kenapa mi? (melakukan tindakan : memeriksa ttv


dan pupil pasien serta berteriak memanggil perawat) Ya
Allah mami, Pak pak perawat tolong kesini Pak!”.
Perawat Fitri dan Wana berlari kekamar nyonya Fiah

Perawat F : “(datang kekamar nyonya Fiah) Mohon maaf ada apa mbak?”
Anak A : “ini Mbak tolong, mami saya kejang, tanda-tanda vitalnya
juga turun, tolong mbak ambilkan spatel lidah dan nasal
kanul”.
Perawat : “(Menyusuh perawat L mengambil spatel) Ners F cepat
ambilkan spatel”.
Perawat I : “(Kembali ke ners station dan sesampainya di ners station
perawat I membangunkan perawat L yang tertidur) heh
bangun cepet kamu ke ruang nyoya Fiah, sekalian bawa
spatel lidah dan nasal kanul, nyonya Fiah mengalami
kejang, saya mau telfon dokter dulu”.

Perawat F dan L berlari kekamar nyonya Fiah dan membawa alat yg sudah di
perintahkan tadi oleh perawat I

Perawat L : “(bangun dan bergegas ke ruang nyonya Fiah) permisi mbak,


ini spatel lidahnya (memberikan pada anak pasien
kemudian memasang oksigen pada nyonya Fiah).
Anak A : “Mbak, cepet mbak panggilkan dokter spesialis mami saya,
bila tidak segera di tangani nanti mami saya semakin
parah”.
Perawat L : “(Menjawab perkataan anak A) Iya mbak, tadi sudah di
telfonkan oleh perawat F”.
Anak A : “Ini perlu tindakan cepat lo mbak, mami saya sudah kejang
seperti ini”
Perawat I : “Iya mbak, mohon maaf, tapi ini perawat F sedang
memanggil dokter”.
Perawat F : “(Kembali ke kamar nyonya Fiah untuk memberikan injeksi
anti koagulan) permisi mbak, saya beri ibu mbak injeksi
dulu ya mbak agar pembekuan darahnya dapat di cegah”.
Anak A : “Obatnya apa Mbak itu?”
Perawat F : “Dokter memberi anvis untuk memberi injeksi obat aspirin
ini mbak (melakukan injeksi iv perselang pada nyonya
Fiah)”.
Anak A : “Baik Mbak, terima kasih sepertinya tanda-tanda emboli
pada mami saya sudah membaik.”.

Kemudian para perawat kembali ke ners sation dan beruntung sekali emboli yang
terjadi pada nyonya Fiah sudah dapat di tangani, hanya saja untuk beberapa waktu
nyonya Fiah tidak dapat berbicara.
Keesokan harinya, anak pasien (Anak A) datang ke ners station untuk
melaporkan tindakan perawat yang bertugas pada sift malam kepada kepala ruangan
Dini.

Anak pasien : “(Duduk di kursi pengunjung) permisi Mbak, mohon maaf


saya ingin bertemu dengan kepala ruang ini, apakah kepala
ruangannya sudah datang bu?”
Kepala ruang : “Iya mbak ada yang bisa saya bantu? Kebetulan saya sendiri
kepala ruangan ini mbak”.
Anak A : “Begini Bu sebelumnya saya mau melaporkan tindakan yang
dilakukan angota Ibu, yang menurut saya itu adalah
tindakan mal praktek, beruntung mami saya dapat segera di
tangani”.
Kepala ruang : “Mengenai masalah yang terjadi tadi malam, kami sudah
melakukan teguran untuk prawat yang bertugas tadi malam,
dan saya pribadi meminta maaf yang sebesar-besarnya
kepada mbak dan keluarga mbak atas tindakan anggota
saya”.
Anak pasien : “Untuk kali ini, saya dan keluarga belum membawa masalah
ini pada jalur hukum, dan hanya melaporkan kepada pihak
direktur rumah sakit, namun apabila terjadi sesuatu pada
mami atau kondisi mami saya memburuk karena emboli,
saya tidak segan-segan membawa kasus ini ke jalur
hukum”.
Kepala ruang : “Baik mbak, saya akan tegur anggota saya, dan kasus ini pun
sudah di tangani oleh pihak rumah sakit, dan perawat yang
bersangkutan hari ini sudah mendapatkan tindakan disiplin
dari rumah sakit mbak, sekali lagi saya meminta maaf yang
sebesar-besarnya”.
Anak A : “Baiklah bu, mungkin lebih baik sementara ini saya
serahkan kepada pihak rumah sakit untuk tindakan disiplin
pada perawat yang bertugas tadi malam (berdiri dari kursi
dan berniat meninggalkan ners station) kalau begitu saya
permisi dulu bu”.
Kepala ruang : “iya mbak, silahkan, sebelumnya mohon maaf atas
kesalahan yang di lakukan oleh anggota saya”.

Dan akhirnya konflikpun dapat terselesaikan dengan jalan negosiasi antara pihak
rumah sakit dan keluarga pasien, meskipun tidak sampai pada jalur hukum namun
perawat Fandi dan Dirja telah mendapat tindakan disiplin dari rumah sakit yaitu di
skorsing 3 bulan dan tidak di gaji selama masa skorsing berlansung.
DAFTAR PUSTAKA

Aru Pratiwi & Abi Muhlisin. 2008. Kajian Penerapan Model Praktik Keperawatan
Profesional (Mpkp) Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit.
Surakarta : Jurnal Kesehatan UMS di postkan pada
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3421/9%20K AJIAN
%20PENERAPAN%20MODEL%20PRAKTIK%20KEPERAWA TAN.pdf?
sequence=1 diakses pada tanggal 6 Desember 2014 pukul 23.38 WITA

Kirana,Vha Candra. 2013. Dialog Operan. Diposkan pada


https://www.scribd.com/doc/130622922/Dialog-Operan Diakses pada tanggal 6
Desember 2014 Pukul 16.34 WITA

Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Prisma Karunianingsih, Etika. 2013. SP2KP. Dipostkan pada


https://www.scribd.com/doc/186519462/SP2KP diakses pada tanggal 6 Desember
2014 pukul 18.43 WITA

Pramudya, Dhita. 2014. Penerapan SP2KP di Rumah Sakit. Dipostkan pada


https://www.scribd.com/doc/220697971/Penerapan-SP2KP-Di-Rumah-Sakit diakses
pada tanggal 6 Desember 2014 pukul 19.22 WITA

http://askep-ebenzalukhu.blogspot.com/2011/01/sp2kp-sistem-pemberian-pelayanan.html
diakses pada tanggal 6 Desember 2014 pukul 19.13 WITA

http://ckjnersmanajer.blogspot.com/2009/03/handover-operan-jaga.html diakses pada tanggal


6 Desember 2014 pukul 14.28 WITA

http://rofinursemanager.blogspot.com/2010/02/operan-timbang-terima.html diakses pada


tanggal 6 Desember 2014 pukul 23.33 WITA
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/145/jtptunimus-gdl-anitanuurl-7231-3-babii.pdf diakses
pada tanggal 7 Desember 2014 pukul 09.43 WITA
http://repository.unand.ac.id/19754/2/BAB%20I.pdf diakses pada tanggal 7 Desember
2014 pukul 09.55 WITA

Anda mungkin juga menyukai