Anda di halaman 1dari 8

PLATYHELMINTHES

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas:


Mata Kuliah: Zoologi Invertebrata
Dosen Pengampu: Ridha Nirmalasari, S.Si., M.Kes.

Disusun oleh :

NURSALINA NIM. 1901140004


RIANTI GUSTINAH NIM. 1901140005
MUHAMMAD ROBIYANSYAH NIM.1901140006
AYU NOVITA RAMADHANI NIM. 1901140007

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI
TAHUN 2020 M / 1441 H
PEMBAHASAN PLATYHELMINTHES

A. Pengertian Platyhelminthes
Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih
dan helminthes = cacing. Sehingga dapat diartikan bahwa Platyhelminthes
adalah cacing bertubuh pipih. Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan sel
(triploblastik), yaitu ektoderm,mesoderm, dan endoderm. Platyhelminthes
merupakan cacing yang mempunyai bentuk tubuh simetri bilateral, dan
tubuhnya pipih secara dorsoventral. Platyheminthes tidak memiliki rongga
tubuh (aselom), sehingga mereka disebut hewan aselomata. Tubuhnya tidak
bersegmen-segmen. Bentuk tubuhnya bervariasi, dari yang berbentuk pipih
memanjang, pita, hingga menyerupai daun. Ukuran tubuh bervariasi mulai
yang tampak mikroskopis beberapa milimeter hingga berukuran panjang 25
meter (Taeniarhynchus saginatus). Sebagian besar cacing pipih berwarna putih
atau tidak berwarna. Sementara yang hidup bebas ada yang berwarna cokelat,
abu-abu, hitam,atau berwarna cerah.

B. Ciri-Ciri Morfologi Platyhelminthes

 Bentuk tubuhnya pipih dengan membentuk sebuah simetris dan juga tidak
bersegmen.
 Pada bagian mulutnya mempunyai satu lubang mulut dan tidak memiliki
dubur.
 Kelangsungan hidupnya menjadi sebuah parasit, yang memiliki sebuah
alat hisap.
 Proses dari sistem Reproduksi dengan secara generatif dengan hasil dari
perkawinan silang, kemudian dengan secara vegetatif yakni dengan cara
membelah diri (fragmentasi).
 Tempat berlangsung hidupnya berada di air tawar dan juga laut, atau pada
suatu tempat lembab, bahkan berada di dalam tubuh hewan lain.
 Pada jenis ini sangat sensitif akan cahaya apapun.
C. Struktur Tubuh Platyhelminthes
Platyhelminthes ialah merupakan hewan yang tidak mempunyai
sebuah rongga tubuh maka oleh sebab itu pada hewan ini kerap disebut
dengan aselomata. Kemudian pada bagian tubuhnya tersusun atas tiga lapisan
yang diantaranya ialah seperti (triploblastik), lapisan luar (ektoderm), pada
lapisan tengah (mesoderm) kemudian pada lapisan dalam (Endoderm).
Pada bagian dinding tubuh yang terdapat dibagian luar disebut dengan
epidermis dan selubungi oleh sel halus yang bersilia. Sedangkan pada lapisan
dalam yakni tersusun atas otot yang mengalami perkembangan dengan baik.
Selanjutnya pada bagian ujung pada tubuhnya terdapat kepala yang bulat,
namun pada bagian ujung lainnya ada bagian ekor yang berbentuk meruncing.
Selain itu pada bagian ujung depan dari tubuhya yang mana terdapat
bagian sensorik yang bisa cepat merespon adanya suatu perubahan pada
lingkungan yang ada disekitar dengan cepat. Maka dengan adanya bagian
sensoriknya, selain dapat merespon terhadap lingkungan yang mana pada
sonsorik tersebut bisa merespon cahaya dan juga zat kimia, dan pada jenis
hewan ini juga bisa bergerak dengan cepat menuju kesumber makanan.
Kemudian pada Platyhelminthes juga mempunyai bagian mulut, lalu
faring, dan juga usus yang sangat berperan dalam proses pencernaan, namun
hewan ini tidak mempunyai anus sehingga hasil dari sisa makanan akan
dibuang ata dikeluarkan kembali dengan melalui anus. Pada sistem saraf
berupa tali dengan berpusat pada ganglion otak pada bagian depan tubuhnya.

D. Habitat
Platyhelminthes mampu hidup bebas di perairan air tawar, air laut, atau
tempat  yang lembap dengan cara memakan sisa-sisa organisme dan tumbuhan
atau hewan kecil. Namun, sebagian platyhelminthes juga Ada cacing yang
hidup sebagai endoparasit atau parasit di dalam tubuh inang, misalnya pada
manusia, sapi, babi, kucing, burung, katak, siput air, dan ikan. Dan ada pula
yang hidup sebagai ektoparasit, yaitu dengan memakan lendir dan sel-sel di
permukaan tubuh inang.  
E. Klasifikasi Platyhelminthes
Menurut Hala (2007) Platyhelminthes dibedakan menjadi tiga kelas,
yaitu Turbellaria (cacing berambut getar), Trematoda (cacing isap), dan
Cestoda (cacing pita):

1. Kelas Turbellaria
Hewan dari kelas Turbellaria memiliki tubuh bentuk tongkat atau bentuk
rabdit (Yunani: rabdit = tongkat). Hewan ini biasanya hidup di air tawar yang
jernih, air laut atau tempat lembab dan jarang sebagai parasit. Tubuh memiliki
dua mata dan tanpa alat hisap, Hewan ini mempunyai kemampuan yang besar
untuk beregenerasi dengan cara memotong tubuhnya (Brotowidjojo, 1989).
Turbellaria pada umunya hidup bebas di alam, tetapi beberapa jenis ada
yang bersifat ektokomensal atau endokomensal atau parasit. Tubuhnya tidak
bersegmen, tertutup oleh epidermis. Epidermis ada yang tersusun oleh sel-sel
yang terpisah dan sel sinsitium, yang diantaranya sel-sel itu sebagian ada yang
bersilia (Kastawi, dkk, 2005).
Anggota-anggota Turbellaria hidup soliter dalam air tawar, air laut, atau
di daratan yang lembab, jarang yang hidup sebagai parasit. Epidermis bersilia
dan tubuh berbentuk seperti tongkat. Umumnya berwarna coklat kehitaman.
Contoh Turbellaria antara lain Planaria (Dugesia), Geoplama, Bipalia,
Pseudobicero, Prostheceraeus (Maskoeri, 1992).

2. Trematoda (Cacing Isap)


Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat
pengisap. Alat pengisap terdapat pada mulut di bagian anterior tubuhnya.
Kegunaan alat isap adalah untuk menempel pada tubuh inangnya. Pada saat
menempel cacing ini mengisap makanan berupa jaringan atau cairan tubuh
inangnya. Permukaan tubuh trematoda tidak dilengkapi dengan silia namun
mempunyai kutikula untuk mempertahankan diri (Hala, 2007).
Semua anggota Trematoda hidup parasit, terutama pada Vertebrata. Ada
yang hidup sebagai ektoparasit, ada yang sebagai endoparasit. Permukaan
tubuh tidak bersilia, tetapi tertutup dengan kutikula. Tidak memiliki alat gerak.
Umumnya berwarna gelap, dengan ukuran yang beragam. Contoh hewannya
antara lain Fasciola hepatica, Clonorchis sinensis, Paragonimus westermani,
dan Schistosoma (Brotowidjojo, 1989).

3. Cestoda (Cacing Pita)


Cestoda juga disebut sebagai cacing pita karena bentuknya pipih
panjang seperti pita. Tubuh Cestoda dilapisi kutikula dan terdiri dari bagian
anterior yang disebut skoleks, leher (strobilus), dan rangkaian proglotid. Pada
skoleks terdapat alat pengisap. Skoleks pada jenis Cestoda tertentu selain
memiliki alat pengisap, juga memiliki kait (rostelum) yang berfungsi untuk
melekat pada organ tubuh inangnya (Kastawi, dkk, 2005).
Anggota Cestoda umumnya hidup sebagai endoparasit pada intestine
vertebrata. Cacing ini sering dikenal secara umum sebagai cacing pita.
Tubuhnya tidak mempunyai epidermis dan silia, tetapi tertutup oleh kutikula.
Tubuhnya terbagi menjadi beberapa atau banyak segmen yang disebut
proglotid, jarang ada yang tidak bersegmen. Ujung anterior tubuh dilengkapi
dengan alat pelekat yaitu alat pencengkram dan penghisap, kecuali pada
Cestodaria. Mulut dan saluran pencernaan tidak ada. System ekskresi terdiri
dari protonefridia yang berakhir pada bola-bola api (Brotowidjojo, 1989).
Contoh dari kelas ini yaitu Taenia solium, Taenia saginata, Taenia
pisiformis, dan Echinococcus Granulosus. Hewan dewasa hidupnya parasit
pada hospes tetap, sedangkan hewan yang belum dewasa hidupnya pada
hospes sementara/ perantara. Bagian-bagian tubuh terdiri atas kepala, leher,
dan segmen-segmen (proglotid). Taenia tidak mempunyai mulut, dan tidak
memiliki saluran pencernaan makanan. Menyerap makanan dari usus hospes
dengan saluran pada permukaan tubuhnya (Rusyana, 2011).

F. Sistem Pencernaan Platyhelminthes


Sistem pencernaan cacing tersebut belum sempurna. Sistem pencernaan
cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler dimana peredaran makanan tidak
melalui darah tetapi oleh usus. Sistem pencernaan cacing pipih dimulai dari
mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan. Di belakang kerongkongan ini
terdapat usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh. Dengan demikian, selain
mencerna makanan, usus juga mengedarkan makanan ke seluruh tubuh. Selain itu,
cacing pipih juga melakukan pembuangan sisa makanan melalui mulut karena
tidak memiliki anus. Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor karena
makanannya diedarkan melalui sistem gastrovaskuler. Sementara itu, gas O2 dan
CO2 dikeluarkan dari tubuhnya melalui proses difusi.

G. Sistem Pernafasan Platyhelminthes


Cacing pipih tidak memiliki organ pernafasan dan sirkulasi. Pertukaran
oksigen dan karbondioksida hanya dapat terjadi melalui difusi sederhana. Dengan
bentuknya yang pipih, luas permukaan menjadi meningkat, sehingga mereka dapat
meletakkan sel-selnya sangat dekat dengan air. Difusi terjadi antara seluruh
permukaan tubuh dengan air. Oleh karena itu, banyak anggota kelompok ini yang
mikroskopis, dan spesies berukuran besar memiliki bentuk seperti pita atau bentuk
seperti daun pipih. Pernafasan melalui seluruh permukaan tubuh ini membuat
cacing pipih sangat rentan terhadap dehidrasi, sehingga mereka hidup di habitat
air (tawar, laut, parasit dalam tubuh inang) atau daratan yang lembab.

H. Sistem Reproduksi Platyhelminthes


Dimana proses reproduksi dapat berlangsung pada platyhelminthes
dengan secara seksual ataupun dengan aseksual. Namun pada umunya jenis
dari hewan ini mempunyai sifat hermafrodit, yakni dengan mempunyai dua
kelamin ganda di dalam satu individu, akan tetapi meskipun begitu proses
perkawinan akan tetap dapat dilangsungakan antara 2 individu yang saling
berbeda, namun ada juga dari beberapa sumber yang menjelaskan bahwa
mengenai jenis hewan ini bisa melakukan proses bereproduksi sendiri dengan
secara seksual. Dimana proses tersebut dapat terjadi setelah bercampurnya
sperma dan ovum, maka kemudian akan menghasilkan sebuah sel telur yang
miksroskopik, namun proses pembuahan tersebut berlangsung di dalam tubuh.
Sedangkan untuk proses reproduksi dengan secara aseksual sendiri dapat
terjadi dengan melalui fragmentasi.
I. Sistem Eksresi
Mengenai sistem ini yang terdapat pada platyhelminthes yang
berbentuk seperti ada dua saluran yang panjang dan pada bagian ujungnya
akan bermuara pada pori-pori tubuh. Kemudia dari kedua saluran tersebut
akan menjadi bercabang yang terjadi pada bagian punggung dan kemudian
berakhir pada sel api yang mempunyai silia yang akan dijadikan sebagai
pusatnya.

J. Peran Platyhelminthes Untuk Kehidupan


Secara umum dari jenis Platyhelminthes ialah merupakan salah satu
organisme yang bisa menguntungkan tau bahkan dapat merugikan. Nah
berikut ini merupakan peranan Platyhelminthes untuk kehidupan yang
diantaranya :

 Yang pertama Pada Platyhelminthes jenis Planaria bisa digunakan sebagai


suatu indikator proses pencernaan air
 Yang kedua Schistosoma mansoni (Blood Flukes) yakni merupakan suatu
parasit yang bisa mengakibatkan skistosomiasis atau suatu pendarahan
pada saat mengeluarkan fases
 Suatu jenis Parasit yang bisa mengakibatkan terjadinya kerusakan fungsi
hati secara total
 Dapat merusak fungsi kerja pada organ jantung, lalu limfa, dan juga ginjal
yang dimiliki oleh manusia
 Kemudian pada jenis cacing pita, yakni Taenia Saginata, lalu Taenia
Solium, dan juga Dibothriocephalus yang hidup merupakan sebagai parasit
yang terdapat di dalam usus manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2019. Klasifikasi Platyhelminthes. Diakses dari


https://quipper.co.id/klasifikasi-platyhelminthes/ (pada 8 Mei 2020, Pukul
09.20 WIB)

Brotowidjojo, Mukayat Djarubito. 1989. Zoologi Invertebrata. Jakarta: Erlangga.

Duniapcoid. 2020. Platyhelminthes. Diakses dari


https://duniapendidikan.co.id/platyhelminthes/ (pada 6 Mei 2020, Pukul
10.12 WIB)

Hala, Yusminah. 2007. Biologi Umum 2. Makassar: UIN Alauddin Press.

Anda mungkin juga menyukai