Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan kami semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan Tugas
Program Sosial Anak Terlantar, Lansia Terlantar, Pekerja migran Bermasalah Sosial,
Komunitas Adat Terpencil, dan Kelompok Minoritas yang dapat selesai seperti
waktu yang telah kami rencanakan. Tersusunnya tugas ini tentunya tidak lepas dari
berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan moril, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :

1. Drs. Suradi, M. Si dosen mata kuliah Kebijakan, Perencanaan dan Program Sosial
Manusia Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis sehingga
makalah ini dapat terselesaikan
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat agar
makalah ini dapat di selesaikan
Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan  penyusun, laporan ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kebijakan, Perencanaan dan
Program Sosial Manusia .
Tak ada gading yang tak retak penyusun menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik
konstruktif dari pembaca sangat penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalah-
makalah selanjutnya.

Bandung, 24 Februari 2020

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................1
GAMBARAN UMUM..........................................................................................................1
1.1 Gambaran Umum Anak Terlantar......................................................................1
1.2 Gambaran Umum Lansia Terlantar...................................................................1
1.3 Gambaran Umum Kelompok Minoritas..................................................................2
1.4 Gambaran Umum Pekerja Migran Bemasalah..................................................2
1.5 Gambaran Umum Kelompok Adat Terpencil.....................................................3
BAB II....................................................................................................................................4
PEMBAHASAN....................................................................................................................4
2.1 Anak Terlantar......................................................................................................4
2.2 Lansia Terlantar....................................................................................................7
2.3 Kelompok Minoritas...........................................................................................11
2.4 Pekerja Migran Bermasalah...............................................................................13
2.5 Komunitas Adat Terpencil.................................................................................16
BAB III................................................................................................................................22
PENUTUP............................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................22

ii
iii

BAB I

GAMBARAN UMUM

1.1 Gambaran Umum Anak Terlantar


Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan
dan atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya sehingga kebutuhan anak
baik jasmani, rohani maupun sosialnya tidak terpenuhi.
Menurut Keputusan Menteri Sosial RI. No. 27 Tahun 1984 terdapat beberapa
karakteristik atau ciri-ciri anak terlantar yaitu:
 Anak (Laki-laki/perempuan) usia 5-18 tahun
 Tidak memiliki ayah, karena meninggal (yatim), atau ibu karena
meninggal tanpa dibekali secara ekonomis untuk belajar, atau
melanjutkan pelajaran pada pendidikan dasar.
 Orang tua sakit-sakitan dan tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan
yang tetap. Penghasilan tidak tetap dan sangat kecil serta tidak mampu
membiayai sekolah anaknya.
 Orang tua yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap baik itu rumah
sendiri maupun rumah sewaan.
 Tidak memiliki ibu dan bapak (yatim piatu), dan saudara, serta belum ada
orang lain yang menjamin kelangsungan pendidikan pada tingkatan dasar
dalam kehidupan anak.
 Tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya
 Anak yang lahir karena tindak perkosaan, tidak ada yang mengurus dan
tidak mendapat pendidikan.

1.2 Gambaran Umum Lansia Terlantar

Lansia terlantar adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih karena
faktor-faktor tertentutidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara
jasmani, rohani, maupun sosialnya. Lansia terlantar adalah mereka yang tidak
memiliki sanak saudara, atau punya sanak saudara tapi tidak mau mengurusinya.

iii
iv

Ada juga dalam UU No. 13/ 1998 dinyatakan bahwa ada dua kelompok Lanjut
Usia (Lansia) yaitu:

a) Lanjut Usia Potensial, adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan atau kegiatanyang dapat menghasilkan barang dan atau jasa.
b) Lanjut Usia tidak Potensial, adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari
nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Beberapa ciri/karakteristik lanjut usia terlantar,yaitu :

a) Usia 60 tahun ke atas (laki-laki/perempuan)


b) Tidak sekolah/tidak tamat/tamat SD
c) Makan < 2 x per hari
d) Hanya mampu makan makanan berprotein tinggi (4 sehat 5 sempurna) < 4
x per minggu
e) Pakaian yang dimiliki < 4 stel
f) Tempat tidur tidak tetap
g) Jika sakit tidak mampu berobat ke fasilitas kesehatan
h) Ada atau tidak ada keluarga, sanak saudara atau orang lain yang mau dan
mampu mengurusnya.

1.3 Gambaran Umum Kelompok Minoritas


Kelompok Minoritas adalah individu atau kelompok yang tidak dominan
dengan ciri khas bangsa, suku bangsa, agama atau bahasa tertentu yang berbeda
dari mayoritas penduduk seperti waria, gay dan lesbian.

Kriteria :

- tidak dominan dengan ciri khas, suku bangsa, agama atau bahasa tertentu
yang berbeda dari mayoritas penduduk
- Mempunyai perilaku menyimpang
1.4 Gambaran Umum Pekerja Migran Bemasalah

Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS) adalah pekerja migran internal


dan lintas negara yang mengalami masalah sosial, baik dalam bentuk tindak
kekerasan, penelantaran, mengalami musibah (faktor alam dan sosial) maupun

iv
v

mengalami disharmoni sosial karena ketidakmampuan menyesuaikan diri di


negara tempat bekerja sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu.

Kriteria baku Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial untuk kategori


Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PBMS) :

1) Pekerja migran domestik;


2) Pekerja migran lintas negara;
3) Eks pekerja migran domestik dan lintas negara;
4) Eks pekerja migran domestik dan lintas negara yang sakit, cacat dan
meninggal dunia;
5) Pekerja migran tidak berdokumen (undocument);
6) Pekerja migran miskin;
7) Mengalami masalah sosial dalam bentuk :
i. Tindak kekerasan;
ii. Eksploitasi;
iii. Penelantaran;
iv. Pengusiran (deportasi);
v. Ketidakmampuan menyesuaikan diri di tempat kerja baru (negara tempat
bekerja) sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu; dan
vi. Mengalami traffiking.
1.5 Gambaran Umum Kelompok Adat Terpencil

Komunitas Adat Terpencil (KAT) adalah Komunitas Adat Terpencil yang


selanjutnya disingkat dengan KAT adalah sekumpulan orang dalam jumlah tertentu
yang terikat oleh kesatuan geografis, ekonomi, dan/atau sosial budaya, dan miskin,
terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi.

Kriteria KAT dimaksud meliputi:


- Keterbatasan akses pelayanan sosial dasar;
- Tertutup, homogen, dan penghidupannya tergantung kepada sumber daya
alam;
- Marjinal di pedesaan dan perkotaan; dan/at
- Tinggal di wilayah perbatasan antar negara, daerah pesisir, pulau-pulau
terluar, dan terpencil.

v
vi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anak Terlantar


2.1.1 Undang-Undang Terkait Anak Terlantar

Kebijakan UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, yang dalam


hal ini lebih fokus menyoroti permasalahan anak terlantar.

Pada Pasal 21 UU No. 35 Tahun 2014 mengatakan “Negara dan Pemerintah


berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap
anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya
dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan mental”.
Kemudian di tambahkan lagi dengan Pasal 22, “Negara, Pemerintah dan pemerintah
berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana, prasarana dan
ketersediaan sumberdaya manusia dalam penyelenggaraan perlindungan anak”. Dan
pada Pasal 23 (1) “Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin
perlindungan, Pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan
kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab
terhadap anak”. (2) “Negara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengawasi
penyelenggaraan perlindungan anak”. Dan pasal 24, “Negara, Pemerintah, dan
Pemerintah Daerah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam
menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak”.

2.1.2 Program Terkait Anak Terlantar


a. Program Kesejahteraan Sosial Anak

Kementerian Sosial telah menindaklanjuti dan telah merumuskan Rencana


Strategis Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak 2010-2014 dan menjadi dasar acuan
utama dengan di tetapkannya Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) yang di
tetapkan melalui Keputusan Menteri Republik Indonesia No.15 A/HUK/2010.
Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) adalah upaya yang terarah, terpadu, dan
berkelanjutan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk
pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak.

vi
vii

Layanan sosial yang diberikan dalam PKSA antara lain :

a) subsidi kebutuhan dasar anak,


b) peningkatan aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar (aktekelahiran,
pendidikan, kesehatan, dll),
c) penguatan tanggung jawab orangtua atau keluarga dalam pengasuhan anak.

b. Tujuan Program Kesejahteraan Sosial Anak

Tujuan PKSA menurut Rencana Strategis Pelayanan Kesejahteraan Sosial


Anak adalah terwujudnya pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan terhadap
anak dari penelantaran, eksploitasi, dan diskriminasi sehingga tumbuh kembang,
kelangsungan hidup, dan partisipasi anak dapat terwujud. Kriteria anak yang
mendapatkan bantuan PKSA antara lain:

a) Anak balita terlantar dan membutuhkan perlindungan khusus,


b) Anak terlantar tanpa pengasuhan orangtua,
c) Anak terpaksa bekerja di jalan,
d) Anak yang berhadapan dengan hukum,
e) Anak dengan kecacatan,
f) Dan anak yang memerlukan perlindungan khusus lainnya.
g) Anak telantar (usia 5 sampai dengan 18 tahun), meliputi :
h) Anak yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang tua/
keluarga.
i) Anak kehilangan hak asuh dari orang tua/ keluarga.

c. Kerangka Kerja Konseptual PKSA

Kerangka kerja konseptual merupakan upaya peningkatan kesejahteraan dan


perlindungan anak berbasis keluarga yang dilaksanakan berdasarkan proses sosial,
assesment masalah dan kebutuhan anak, termasuk orang tua/keluarga dan lingkungan
sosial. Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos menugaskan Sakti Peksos
dalam pendampingan penyelesaian permasalahan anak meliputi Pendampingan,
Penguatan Lembaga Perlindungan Anak, dan Penguatan Masyarakat dalam

vii
viii

Perlindungan Anak serta Respon Kasus atas permasalahan kasus anak. Dan disini
terdapat Komponen PKSA dibagi menjadi 5 komponen utama program yaitu:

a) Program Kesejahteraan Sosial Anak Batira (PKS-AB)


b) Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar/Jalanan (PKS-Antar/PKS Anjal)
c) Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum
(PKSABH)
d) Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Kecacatan (PKS-ADK)
e) Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Perlindungan Khusus (PKSAMPK)

d. Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar

Salah satu dari implementasi Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar pada
tahun 2012, unit pelayanan teknis di bawah kementerian sosial yang mempunyai
tugas memberikan bimbingan pelayanan yang bersifat kuratif, rehabilitatif, dan
promotif bagi anak terlantar ,yaitu PSAA Alyatama Jambi merubah nama program
pelayanan sosial anak asuh Hartanti yang telah dirintis sejak tahun 2007 menjadi
Pelayanan kesejahteraan Sosial anak berbasis keluarga atau Pesona Surga .

Program pelayanan kesejahteraan sosial anak berbasis keluarga merupakan


pelayanan terhadap keluarga yang menghadapi kendala dalam pengasuhan seperti
keterbatasan dalam biaya hidup dan pendidikan bagi anaknya, Program ini
memberikan pelayanan sosial berupa subsidi kebutuhan dasar, aksesibilitas sosial,
penguatan terhadap keluarga melalui pendampingan sosial, dan kegiatan temu
penguatan anak.

Program ini bertujuan untuk melayani anak terlantar untuk mengakses


pendidikan tanpa harus memisahkan anak dari orangtua/keluarga, tanpa dibatasi daya
tampung panti, jam kerja dan waktu pelayanan. Keluarga didorong untuk terlibat
aktif dalam pengasuhan anak sedangkan PSAA Alyatama Jambi memberikan
pendampingan sosial, penguatan anak dan keluarga, Tabungan untuk bantuan biaya
pendidikan dan tambahan gizi. Dengan pelayanan ini diharapkan anak dapat
terpenuhi haknya untuk tumbuh kembang secara wajar dan kelangsungan mengikuti
pendidikan di sekolah berjalan dengan baik serta tetap mendapatkan pengasuhan dari
orang tua atau keluarga terdekat .

viii
ix

Program ini juga memberikan spektrum jangkauan yang lebih luas. Selain itu
layanan ini memberikan penguatan dasar pada fungsi keluarga yg sebelumnya
kurang memperoleh perhatian & mengubah cara pandang masyarakat dari panti
alternatif pertama sebagai tempat pengasuhan anak menjadi alternatif terakhir ketika
keluarga mengalami kendala dlm pengasuhan.

2.1.3 Komentar Kelompok

Menurut kelompok kami kebijakan dalam menangani anak terlantar sudah


cukup baik namun alangkah lebih baik apabila pemerintah juga menyeimbangkan
program program rehabilitative dengan program program yang sifatnya kuratif atau
pencegahan ,agar permasalahan anak terlantar kian hari bukan makin kompleks
melainkan menurun .

Serta alangkah baiknya pemerintah merancang program yang khusus


menangani anak terlantar.

Pelaksanaan program pemerintah juga harus diawasi efisiensi dan efektivitas


pelaksanaan programnya. Serta program harus dapat beradaptasi dengan perubahan
yang ada .

2.2 Lansia Terlantar


2.2.1 Undang-Undang Terkait Lansia Terlantar
a) Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia;
b) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
c) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
d) Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;
e) Undang – Undang nomor 39 Tahun 2009 Tentang Hak Asasi Manusia;
f) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial LanjutUsia;
g) Instruksi Presiden No.1 tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional;

ix
x

h) Instruksi Presiden no.3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang


Berkeadilan;
i) Peraturan Menteri Sosial RI Nomor86/HUK/2010 tentang Organisasi dan
Tatakerja Kementerian Sosial RI;
j) Keputusan Menteri Sosial nomor 44/HUK/2011tentang pedoman penyelenggaraan
bantuansosial melalui LKS tahun 2011.

x
11

2.2.2 Program Terkait Lansia Terlantar


a. Latar Belakang

Kementerian Sosial mengkondisikan melalui Program Asistensi Sosial melalui


Lembaga Kesejahteraan Sosial dalam bentuk Pemberian bantuan social disalurkan
kepada lanjut usia yang dibina melalui LKS Lanjut Usia yang memberikan pelayanan
bagi lanjut usia terlantar, melaksanakan kegiatan pendampingan dan perawatan social
lanjut usia dirumah (homecare) dan pelayanan harian lanjut usia(daycare services).

Melalui Program pemberian asistensi sosia lkepada LKS yang memberikan pelayanan
kepada lanjut usia diharapkan agar LKS terhindar dari resiko social sehingga dapat
meningkatkan dan mengembangkan pelayanannya secara berkesinambungan.

b. Maksud dan Tujuan


 Maksud

Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi petugas dan para pihak terkait dalam melaksanakan
pemberian asistensi sosial Lanjut Usia melalui LKS.

 Tujuan

Pedoman ini disusun dengan tujuan :

1) Tersedianya pedoman kerja bagi para petugas dan para pihak terkait dalam
melaksanakan kegiatan.
2) Memberikan gambaran tentang proses pelaksanaan Asistensi Sosial melalui Lembaga
Kesejahteraan Sosial(LKS).
3) Memberikan kemudahan dalam pelaksanaan Asistensi Sosial Lanjut Usia
Melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial(LKS).

c. Kriteria Penerima Manfaat

Kriteria lanjut usia penerima asistensi dimaksud adalah :

1) Lanjut Usia 60 tahun keatas dalam katagori lanjut usia tidak berdaya dalam
mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
12

2) Mempunyai identitas yang jelas dan terdaftar sebagai binaan di LKS lanjut usia
dan terdaftar di Dinas Sosial setempat.
d. Mekanisme dan Prosedur Pengajuan Dana

Asistensi Mekanisme Pengajuan usulan LKS penerima Asisitensi Sosial Lanjut Usia
disampaikan secara berjenjang oleh LKS, Dinas/ Instansi Sosial Kabupaten/Kota dan
Dinas Sosial Provinsi kepada Kementerian Sosial Cq. Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut
Usia, dengan tahapan sebagai berikut:

1) LKS mengajukan Proposal sesuai kriteria yang telah ditetapkan, ditujukan


kepada Dinas/Instansi Sosial/ Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada
Dinas/Instansi Sosial Provinsi.
2) Dinas/Instansi Sosial/Kabupaten Kota Menelaah Proposal yang diajukan oleh LKS
untuk dapat dikeluarkannya surat rekomendasi untuk pengajuan permohonan
asistensi tersebut.
3) Melakukan verifikasi dan menseleksi serta mengusulkan LKS calon
penerima asistensi.
4) Memberikan rekomendasi kepada LKS sebagai calon penerima asistensi untuk
diusulkan ke Dinas Sosial Provinsi.

e. Tugas Dan TanggungJawab


1) KementerianSosial
2) Lembaga/Instansi Sosial Kabupaten/Kota
3) Lembaga/InstansiSosialdiTingkatProvinsi
4) Pimpinan Lembaga Kesejahteraan Sosial

f. Tanggapan Dan Saran

Penyelenggaraan dana asistensi social bagi PMKS Lanjut Usia melalui LKS merupakan
upaya Pemerintah dalam membantu memberikan tambahan pemenuhan kebutuhan dasar
bagi lanjut usia melalui LKS. Dalam hal ini program sangat bagus di gerakan namun
dalam pemerataan program belum semua daerah di Indonesia mendapat program ASLUT
13

sehingga perlu ada sosialisasi serta penyaluran bantuan kepada lansia terutama di daerah
terpencil.

2.3 Kelompok Minoritas


2.3.1 Undang-Undang Kelompok Minoritas
1) UU No.6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan
Sosial
2) UU No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
3) UU No.22 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
4) UU No 25 Tahun 1999 tentang pertimbangan Keuangan Pusat  dan daerah
5) PP No.43 Tahun 1997 Tentang Upaya Peningkatan kesejahteraan Sosial
Penyandang Cacat
6) PP No.25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan propinsi
7) Kepmensos No.06/HUK/2001 Tahun 2001, Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Sosial

2.3.2 Program Terkait Kelompok Minoritas


a. Latar Belakang

Loka  Bina karya adalah salah satu sarana pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi
penyandang masalah kesejahteraan sosial khususnya penyandang cacat melalui
penyelenggaraan kegiatan bimbingan sosial dan ketrampilan kerja agar mereka dapat
melaksanakanan fungsi sosialnya bagi terwujudnya kesamaan kesempatan  dalam
segala aspek kehidupan  dan penghidupan dalam masyarakat.

b. Tujuan

Tersedianya fasilitas pelayanan dan rehabilitasi Sosial yang mudah dijangkau


bagi PMKS Khususnya Penyandang cacat.

c. Tugas
 Menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada penyandang
cacat
 Menfasilitasi usaha kesejahteraan social
14

d. Fungsi

Menyelenggaraklan pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi  penyuluhan  dan


bimbingan sosial peletihan keterampilan kerja penyaluran dan bimbingan lanjut

Menyelenggarakan Kegiatan usaha ekonomis produktif yang bersifat kooperatif

e. Sasaran
 Penyandang Masalah Kesejahteraan sosial khususnya penyandang cacat yang
meliputi cacat mental ringan, cacat rungu wicara, cacat tubuh dan netra
khusus low.
 Vision : Usia antara 17 40 Th
 Keluarga penyandang cacat
 Masyarakat ( Masyarakat sekitar LBK/Keluarga Orsos dan dunia usaha)

f. Mekanisme Pelayanan
1) Rekuitmen ( Pendekatan awal ,Motivasi ,Seleksi )
2) Assemen (Pencandran terhadap penca untuk mengetahui kemampuan fisik,
sosial, Psikologis, ketrampilan, minat dan bakat )
3) Bimbingan mental dan sosial

Keterampilan dan usaha/kerja yang pernah dilatihkan meliputi  :

 Ketrampilan Jahit
 Bordir
 Pertukangan kayu
 Las
 Anyam – anyaman
 Kerajinan kulit
 Sablon
 Batik
 SDM Penanggung Jawab
15

 KLK/BLK Setempat
 Dinas/Bagian di kab/kota yang mengangani permasalahan sosial khususnya
penyandang cacat
 Dinas Tenaga Kerja setempat
 Dinas Perindustrian setempat
 Puskesmas Setempat
 Kecamatan setempat
 Tenaga Ahli/Swasta

g. Saran dan Komentar

Merujuk pada berbagai situasi yang telah disampaikan tersebut, untuk


memastikan pemajuan, penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak
kelompok minoritas, Negara harus melakukan segala langkah yang diperlukan baik
hukum, legislasi, administrasi dan langkah-langkah lainnya dalam memajukan
kesetaraan dan menghapuskan diskriminasi kepada para kelompok-kelompok
minoritas, melalui upaya-upaya sebagai berikut:

 Mengedepankan pendekatan berbasis HAM (rights based approach) dalam


seluruh proses pembangunan program dan kebijakan yang disusun sesuai dengan
upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak kelompok minoritas dan marjinal.
 Menjadikan kelompok minoritas sebagai penyandang hak dan subjek hukum
yang memiliki hak dan kesempatan yang sama sebagaimana warga Negara
lainnya.
 Melakukan legislative review terhadap berbagai regulasi dan kebijakan nasional
maupun daerah yang belum memberikan jaminan pengakuan atas keberadaan
dan identitas, promosi dan perlindungan, kesetaraan dan non-diskriminasi serta
partisipasi kelompok-kelompok minoritas di Indonesia
 Melakukan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundangundangan sejalan
dengan upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak kelompok minoritas.

2.4 Pekerja Migran Bermasalah


16

2.4.1 Undang-Undang Terkait Pekerja Migran Bermasalah

Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan


Pekerja Migran Indonesia:

 Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 D ayat (1) dan ayat (2), Pasal
28 E ayat (1) dan dan ayat (2), dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
2.4.2 Program Pekerja Migran Bermasalah
a. Latar Belakang

Program dan kegiatan bantuan sosial disusun berdasarkan kebijakan yang telah
dibuat sebagai salah satu bagian yang memberi atah terhadap terwujufnya Rencana
Stategis ( renstra ). Oleh karena itu, maka lingkup program disesuaikan dengan
jangkauan tujuan yang ingin dicapai dalam Renstra tersebut. Program dan kegiatan
itu meliputi :

 Program pengembangan system informasi dan advokasi pekerja migran


 Program perlindungan social pekerja Migran
 Program Rehabilitasi
 Program pemberdayaan dan rujukan pekerja migran bermasalah

b. Tujuan :
1) Program pengembangan sistem informasi dan advokasi pekerja migran
bermasalah
Program ini bertujuan untuk memberikan kesadaran terhadap calon
pekrja migran, pekerja migran , keluarga, komunitas dan semua pihak terkait
permaslahan mpekerja migran tentang ketersedian sistem sumber dan potensi
untuk menangani masalah. Program ini telah terstruktur dalam sejumlah
kegiatan, baik secara informatif maupun advokatif.
2) Program perlindungan sosial pekerja migran
17

Program ini bertujuan untuk memberikan jaminan sosial kepada calon


pekerja migran, pekerja migran bermasalah dan keluarganya, baik dalam
bentuk proteksi dasar ( perlindungan awal ), penelusuran dan pemahaman
masalah (assessment), penanggapan kondisi kritis atau keadaan darurat
(emergency case management), pelaksanaa rujukan (referal), serta peningkatan
kemandirian melalui pemberdayaan dan peningkatan ketahanan
sosialmasyarakat umum.
3) Program rehabilitasi psikososial pekerja migran
Program ini betujuan untuk memberikan rehabilitasi dalam rangka
lemulihan kondisi psikologi dan sosial pekerja migran bermasalah setelah
melewati masa kritis tetapi masih memerlukan penanganan lanjutan.
4) Program pemberdayaan dan rujukan pekerja migran bermasalah dan keluarga
Program ini merupakan program lanjutan dari beberapa program yang
telah diterima klien dan keluarga sebelumnya guna menghindarkan klien dari
masalah agar tidak timbul kembali. Program ini difokuskan pada peningkatan
kemandirian klien dan keluarga. Untuk itu diperlukan jaringan penanganan yang
terstruktur dan tanpa batas agar dapat diterapkan pada skala lokal, regional dan
internasional dengan melibatkan berbagai pihak.

c. Sasaran

Sasaran dari program tersebut adalah Pekerja Migran Bermasalah Soial (PMBS).

d. Mekanisme :

Mekanisme Berupa Pelayanan dalam program sosial yang terdiri dari :

 Program pengembangan system informasi dan advokasi pekerja migran


 Program perlindungan social pekerja Migran
 Program Rehabilitasi
 Program pemberdayaan dan rujukan pekerja migran bermasalah

e. Pelaksana dan penanggung Jawab:


- Kementerian KetenagaKerjaan
18

- Kepala Dinas Provinsi


- Kepala Dinas Kab/Kota
- BNP2TKI (Balai Pelayanan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia)

f. Komentar Kelompok

Menurut kelompok kami, sebaiknya pemerintah segera membuat kebijakan


berupa Undang-Undang bukan hanya sekedar rancangan belaka. Disamping itu pula
lembaga-lembaga yang menangani penyaluran Tenaga Kerja lebih memperketat
pegawasan serta mempemudah akses pekerja tersebut utuk kembali ke Negaranya
sesuai prosedur yang telah berlaku, sehingga dalam hal ini tidak ada pihak yang
dirugikan.

2.5 Komunitas Adat Terpencil


2.5.1 Undang-Undang Terkait Komunitas adat Terpencil

1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan
Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 5235);
3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5657);
19

4) Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial


Terhadap Komunitas Adat Terpencil (Lembaran NegaraRepublik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 390);
5) Peraturan Menteri Sosial Nomor 09 Tahun 2012 tentang Pemberdayaan
Komunitas Adat Terpencil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 579);
6) Peraturan Menteri Sosial Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan
Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial
Terhadap Komunitas Adat Terpencil (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1279)

2.5.2 Program Terkait Komunitas Adat Terpencil


a. Latar Belakang

Keterpencilan membuat sebagian masyarakat Indonesia sampai saat ini masih ada
yang menjalani kehidupan sangat memprihatinkan. Mereka mendiami tempat- tempat
yang secara geografis relatif sulit dijangkau. Sebagian dari mereka tidak memiliki
tempat tinggal tetap, hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain atau
nomaden dan menjalani kehidupan yang hanya terbatas pada pemenuhan hidup
sehari-hari.

Keterpencilan membuat mereka sangat terbatas dalam mengakses pelayanan sosial


dasar, ekonomi dan politik. Pendidikan, kesehatan, serta sarana publik menjadi
sesuatu hal yang sangat langka untuk dirasakan oleh kelompok masyarakat ini.
Mereka sebagai warga negara belum mampu mengambil bagian dalam proses
pembangunan dan terus mengalami ketertinggalan.

Komunitas Adat Terpencil (KAT) sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 186


Tahun 2014 adalah sekumpulan orang dalam jumlah tertentu yang terkait oleh
kesatuan geografis, ekonomi, dan/atau sosial budaya, dan miskin, terpencil dan/atau
rentan sosial ekonomi. Karena permasalahan keterpencilan dan kemiskinan, maka
KAT sebagai salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial, perlu penangnan
khusus agar dapat hidup setara dengan Warga Negara Indonesia lainnya.
20

b. Tujuan

Tujuan pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) adalah untuk


meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT)
dalam segala aspek jasmani, rohani, dan sosial.

Berdasarkan tujuan tersebut maka ada empat aspek yang saling terkait satu sama
lainnya, meliputi :

1) Aspek fisik : segala hal yang menyangkut kebutuhan fisik/ jasmani seperti
pangan, sandang, papan dan lingkungan.
2) Aspek mental (rohani) : seperti pengetahuan, pendidikan, kesehatan dan
interaksi dengan masyarakat luas.
3) Aspek sosial : meliputi pengenalan tentang perlindungan yang optimal terhadap
hak-hak yang melekat pada KAT, meningkatnya interaksi dan komunikasi antar
warga KAT, terciptanya jaringan kerja, berkembangnya pranata sosial yang
diarahkan unutk pengembangan kelembagaan masyarakat komunikasi antar
warga KAT, terciptanya jaringan kerja, berkembangnya pranata sosial yang
diarahkan untuk pengembangan kelembagaan masyarakat agar mampu
mengaktualisasikan diri dan maengartikulasikan kepentingan dan kebutuhan
KAT tersebut.
4) Aspek ekonomi : meliputi penguatan ekonomi KAT yang disesuaikan dengan
potensi dan kebiasaan yang sudah ada untuk dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan masyarakat secara umum sehingga disamping
memberdayakan warga KAT juga mencegah terjadinya eksploitasi terhadap
warga KAT tersebut.

Sedangkan menurut Permensos No. 12 Tahun 2015 pada pasal 2 dan 3 yaitu :

Pasal 2

Pemberdayaan Sosial terhadap KAT dimaksudkan untuk mengembangkan


kemandiriannya agar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

Pasal 3

Pemberdayaan Sosial terhadap KAT bertujuan untuk mewujudkan :


21

a) perlindungan hak sebagai warga negara;


b) pemenuhan kebutuhan dasar;
c) integrasi KAT dengan sistem sosial yang lebih luas; dan
d) kemandirian sebagai warga negara.

c. Mekanisme Program

Pemberdayaan Sosial terhadap KAT dilaksanakan dalam bidang; permukiman;


administrasi kependudukan; kehidupan beragama; kesehatan; pendidikan;
ketahanan pangan;  penyediaan akses kesempatan kerja; penyediaan akses lahan;
advokasi dan bantuan hukum; pelayanan sosial; dan lingkungan hidup.

Pelaksanaan Pemberdayaan Sosial terhadap KAT dilakukan melalui tahapan


kegiatan:
1) Persiapan Pemberdayaan 
Dilaksanakan melalui tahapan kegiatan; pemetaan sosial; penjajagan awal; studi
kelayakan; semiloka (daerah dan nasional); penyusunan rencana dan program; dan
penyiapan kondisi masyarakat;
2) Pelaksanaan Pemberdayaan 
Dilaksanakan dalam bentuk: diagnosis dan pemberian motivasi; pelatihan
keterampilan; pendampingan; pemberian stimulan modal, peralatan usaha, dan
tempat usaha; peningkatan akses pemasaran hasil usaha; supervisi, dan advokasi
sosial; penguatan keserasian sosial; penataan lingkungan sosial; dan  bimbingan
lanjut;
3) Rujukan 
Merupakan tahapan purnabina berupa pengalihan program/kegiatan pada
berbagai pihak sesuai kebutuhan KAT. Purnabina merupakan tahapan akhir setelah
proses waktu pemberdayaan;
4) Terminasi 
Merupakan tahapan pengalihan program Pemberdayaan Sosial terhadap KAT.
Kegiatan terminasi dilaksanakan dalam bentuk pembuatan berita acara pengalihan
program Pemberdayaan Sosial terhadap KAT dari Menteri kepada Pemerintah
Daerah.
22

d. Sasaran
Sasaran dari program Pemberdayaan Sosial Komunitas Adat Terpencil adalah
seluruh anggota masyarakat komunitas adat terpencil yang ada di Indonesia.

e. SDM Pelaksana dan Penanggung Jawab Program


SDM Pelaksana sebagaimana tercantum dalam Permensos No. 12 Tahun 2015
adalah :
 Tim Terpadu adalah tim pelaksana kegiatan pemberdayaan sosial terhadap
KAT yang berasal dari unsur Pemerintah, pemerintah daerah, akademisi yang
bertugas melaksanakan penjajagan awal, studi kelayakan dan semiloka.
Unsur-unsur tim terpadu dapat berupa :
a) Peneliti dari Perguruan Tinggi (Ketua Tim)
b) Dinas Sosial Provinsi (Sekretaris Tim)
c) Bappeda Provinsi/Kabupaten (Anggota Inti)
d) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Anggota Inti)
e) BPN Provinsi/Kabupaten (Anggota Inti jika lokasi KAT di darat)
f) Dinas Kehutanan (Anggota Inti jika lokasi KAT di darat)
g) Dinas Kelautan dan Perikanan (Anggota Inti jika lokasi KAT di
laut/pantai)
h) Dinas/instansi Provinsi/Kab yang sesuai mata pencaharian warga KAT
(Anggota) Dinas Sosial Kabupaten (Anggota).

Pembentukan  tim pelaksana persiapan pemberdayaan diharuskan mengundang


perwakilan dari Dinas/instansi Sosial Kabupaten calon lokasi pemberdayaan KAT
yang menjadi sasaran kegiatan tahapan persiapan pemberdayan KAT.

 Tenaga pendamping adalah tenaga kesejahteraan sosial yang memiliki


kompetensi untuk melakukan pendampingan dalam pemberdayaan sosial
terhadap KAT.
 Praktisi adalah seseorang yang memiliki kompetensi tertentu, keterampilan,
dan pengalaman lapangan yang luas dalam bidang pemberdayaan masyarakat.
23

Penanggung jawab dalam program pemberdayaan komunitas adat terpencil


sebagaimana telah tercantum dalam Peraturan Presiden No. 186 Tahun 2014 tentang
Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat terpencil adalah Mentri Sosial,
Kementrian Sosial, Dinas Sosial setempat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
(Gubernur serta Walikota/Bupati)

f. Saran dan Komentar


1) Pemerintah pusat maupun daerah hendaknya dapat menata kehidupan KAT
yang lebih mapan.Oleh karna itu diperlukan penguatan pemberdayaan di bidang
ekonomi, partisipasi pendidikan, kesehatan dan pendampingan dalam bidang
ekonomi dan keagamaan.
2) Penanganan masalah kesejahtraan KAT selayaknya tidak hanya menjadi
tanggung jawab Dinas Sosial semata, tetapi juga perlu koordinasi dengan
instansi lain yang terkait dengan aspek-aspek dasar kehidupan sosial ekonomi
Komunitas Adat Terpencil, seperti Dinas Pendidikan, Kesehatan, Pertanian,
Perikanan dan Perkebunan.
3) Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil merupakan totalitas upaya dari
berbagai pihak, baik pemerintah daerah maupun masyarakat yang dilakukan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

24
i

Anda mungkin juga menyukai