Anda di halaman 1dari 10

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

DETEKSI DINI PENYAKIT TIDAK MENULAR


MASALAH KEKURANGAN ENERGI PROTEIN

DISUSUN OLEH :
ANNISA ENDAH DWI KURNIA
NIM P07131219033

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN GIZI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi
yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu (Supariasa,
2012). Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan
makanan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein
(Almatsier, 2009). Penyebab kurang gizi dapat bersifat primer, yaitu
apabila kebutuhan individu yang sehat akan protein, energi, atau
keduanya, tidak dipenuhi oleh makanan yang adekuat, atau sekunder,
akibat adanya penyakit yang dapat menyebabkan asupan kurang optimal,
gangguan penyerapan, dan peningkatan kebutuhan karena terjadi
kehilangan zat gizi atau keadaan stres (Alpers, 2006).
Asupan makanan yang kadar proteinnya kurang dari kebutuhan
tubuh, mengakibatkan kekurangan asam amino esensial yang diperlukan
dalam pertumbuhan dan perbaikan sel. Apabila kebutuhan zat gizi akan
protein tidak tercapai maka tubuh akan menggunakan cadangan makanan
yang ada, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian
cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Jika
kondisi ini terjadi dalam waktu lama, cadangan itu akan habis dan akan
menyebabkan kelainan pada jaringan, dan proses selanjutnya dalam tubuh
akan menunjukkan manifestasi Kurang Energi Protein (KEP) berat yang
biasa disebut kwashiorkor (kekurangan protein) ataupun marasmus
(kekurangan energi).
Menurut Departemen Kesehatan RI (1999) yang dikutip dari
Supariasa (2012), anak yang mengidap KEP ringan dan sedang pada
pemeriksaan hanya nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat secara
garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu marasmus, kwasiorkor,
atau marasmus-kwasiorkor.
Usia balita adalah periode penting dalam proses tubuh kembang
anak yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia ini,
perkembangan kemampuan berbahasa, berkreativitas, kesadaran social,
emosional dan inteligensi anak berjalan sangat cepat. Pemenuhan
kebutuhan gizi dalam rangka menopang tumbuh kembang fisik dan
biologis balita perlu diberikan secara tepat dan berimbang. Tepat berarti
makanan yang diberikan mengandung zat-zat gizi yang sesuai
kebutuhannya, berdasarkan tingkat usia. Berimbang berarti komposisi zat-
zat gizinya menunjang proses tumbuh kembang sesuai usianya. Dengan
terpenuhinya kebutuhan gizi secara baik, perkembangan otaknya akan
berlangsung optimal. Keterampilan fisiknya pun akan berkembang sebagai
dampak perkembangan bagian otak yang mengatur sistem sensorik dan
motoriknya. Pemenuhan kebutuhan fisik atau biologis yang baik, akan
berdampak pada sistem imunitas tubuhnya sehingga daya tahan tubuhnya
akan terjaga dengan baik dan tidak mudah terserang penyakit.
B. Tujuan
Untuk mengetahui cara deteksi dini masalah KEP berat dan sedang.
C. Sasaran
Balita
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010) balita adalah istilah
umum untuk anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun).
D. Metode
a. Indikator tanda dan ukuran antropometri
Dalam menentukan nilai status gizi seseorang terutama balita, ada
beberapa cara atau metode, namun pada prinsipnya metode tersebut
terdiri dari dua macam (Supariasa, 2012):
a. Penilaian Status Gizi secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi
empat penilaian, yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan
biofisik. Masing-masing penilaian tersebut akan dibahas secara
umum sebagai berikut:
1) Antopometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi.
Penggunaan:
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidak seimbangan asupan protein dan energi. Ketidak
seimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air
dalam tubuh. Pada tingkat Puskesmas penentuan
Kekurangan Energi Protein (KEP) yang dilakukan dengan
menimbang berat badan anak dibandingkan dengan umur
dan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) dan tabel
berat badan per umur baku median.
2) Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting
untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan
atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan
dengan ketidak cukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit,
mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang
dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan:
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis
secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang
untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum
dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping
itu pula, digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi
seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda
(sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
Pada pemeriksaan klinis, penderita KEP berat akan
memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Marasmus
1) Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang
terbungkus kulit
2) Wajah seperti orang tua
3) Cengeng dan rewel
4) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit,
bahkan sampai tidak ada
5) Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah
buang air, serta penyakit kronik
6) Tekanan darah, detak jantung, dan pernapasan
berkurang.
b. Kwasiorkor
1) Edema umumnya di seluruh tubuh terutama pada
kaki
2) Wajah membulat dan sembab
3) Otot-otot mengecil (atropi), lebih nyata apabila
diperiksa pada posisi berdiri atau duduk, anak
berbaring terus-menerus
4) Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang
apatis
5) Anak sering menolak segala jenis makanan
(anoreksia)
6) Pembesaran hati
7) Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret
8) Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
9) Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas
dan berubah menjadi hitam terkelupas
10) Pandangan mata anak tampak sayu.
c. Marasmus-kwasiorkor
Tanda-tanda marasmus-kwasiorkor adalah gabungan
dari tanda-tanda yang ada pada marasmus dan
kwasiorkor.
3) Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot.
Penggunaan:
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih
parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka
penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk
menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
4) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode
penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi
(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari
jaringan.
Penggunaan:
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti
kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes).
Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
b. Penilaian Status Gizi secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi
tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital dan
faktor ekologi.
E. Indeks Peralatan yang digunakan
a. Timbangan badan
Digunakan untuk mengukur berat badan balita. Dalam kasus KEP
salah satu tandanya adalah berat badan dibawah nilai normal BB/U
b. Pengukur tinggi badan balita
Digunakan untuk mengetahui tinggi badan balita. Dalam
perhitungan status gizi perlu diukur indeks BB/TB atau IMT/U.
c. KMS
Untuk mencatat setiap perkembangan dan pertumbuhan anak dari
hasil pengukuran antropometri.
d. Alat tulis
Sebagai alat untuk mencatat segala keperluan administratif dan
data balita yang sudah diukur.
e. Tabel antropometri
Untuk mengelompokkan/mengklasifikasikan hasil pengukuran
antropometri terhadap perhitungan z-csore
f. Form deteksi KEP
No. Nama Anak Tgl Gejala* Tanda* BB TB Z-score Kesimpulan
Lahir (kg) (cm)

*ket= disebutkan gejala/tanda anak balita yang menderita KEP


F. Cara menyimpulkan
Hasil penimbangan berat badan harus diplot pada grafik BB/U dalam
Buku KIA atau KMS, bila ditemukan:
1. Anak dengan kriteria nilai Zscore BB/U di bawah minus dua
standar deviasi atau di atas satu standar deviasi (<-2 SD atau >+1
SD) maka perlu dikonfirmasi oleh petugas kesehatan yang
berkompeten untuk dilakukan:
a. penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U, PB/U atau
TB/U, BB/PB dan atau BB/TB, IMT/U
b. penilaian tren IMT/U pada anak dengan BB/U >+1 SD
(anak >7-8 bulan)
2. Anak dengan kriteria nilai Z-score BB/U di antara minus dua
standar deviasi sampai dengan kurang dari sama dengan satu
standar deviasi ( -2 ≤ BB/U ≤ +1) termasuk anak yang normal,
namun perlu dilihat tren pertumbuhannya.
a. Bila tren mengikuti garis pertumbuhan (Naik), maka anak
dapat kembali ke Posyandu untuk dipantau
pertumbuhannya pada bulan berikutnya.
b. Bila anak tidak ditimbang bulan sebelumnya atau tren
tidak mengikuti garis pertumbuhan (Tidak Naik), maka
anak perlu di dikonfirmasi oleh petugas kesehatan yang
berkompeten untuk dilakukan:
1) penilaian kenaikan berat badan dibandingkan
dengan standar weight increment (khusus untuk
anak 0-24 bulan)
2) penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U,
PB/U atau TB/U, BB/PB dan atau BB/TB, IMT/U

3. Anak dengan kriteria PB/U atau TB/U berada di antara minus dua
standar deviasi sampai dengan 3 standar deviasi ( >+3 SD atau > -2
SD) termasuk anak dengan kategori tinggi badan normal, namun
perlu dilihat tren pertumbuhannya.
a. Bila tren mengikuti garis pertumbuhan (Naik), maka anak
dapat kembali ke Posyandu untuk dipantau
pertumbuhannya pada bulan berikutnya.
b. Bila anak tidak diukur bulan sebelumnya atau tren tidak
mengikuti garis pertumbuhan (Tidak Naik), maka anak
perlu di dikonfirmasi oleh petugas kesehatan yang
berkompeten untuk dilakukan:
1) penilaian kenaikan panjang atau tinggi badan
dibandingkan dengan standar length/height
increment (khusus untuk anak 0-24 bulan)
2) penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U,
PB/U atau TB/U, BB/PB dan atau BB/TB, IMT/U
4. Anak dengan kriteria nilai Zscore PB/U atau TB/U dibawah minus
dua standar deviasi atau diatas tiga standar deviasi (<-2 SD atau
>+3 SD) perlu dikonfirmasi oleh petugas kesehatan yang
berkompeten untuk dilalukan penilaian status gizi berdasarkan
indeks BB/U, PB/U atau TB/U, BB/PB dan atau BB/TB, IMT/U.
Penilaian status gizi perlu melihat seluruh indeks antropometri agar dapat
diketahui masalah yang sesungguhnya untuk tata laksana segera.
1. Anak 0-24 bulan dengan kenaikan berat badan kurang dari standar
weight increment berisiko mengalami gagal tumbuh. Anak ini
wajib ditindaklanjuti dengan evaluasi lengkap melalui Proses
Asuhan Gizi dan dilakukan pemeriksaan untuk kemungkinan
adanya penyakit penyerta atau dirujuk.
2. Anak dengan BB/PB atau BB/TB di bawah minus dua atau di
bawah minus tiga standar deviasi termasuk gizi kurang atau gizi
buruk sehingga wajib mendapatkan intervensi berupa pencegahan
dan tatalaksana gizi buruk pada balita atau dirujuk.
3. Anak dengan IMT/U lebih dari satu standar deviasi (>+1 SD) atau
anak usia lebih dari 7-8 bulan dengan tren IMT meningkat berisiko
mengalami kenaikan lemak tubuh dini (early adiposity rebound).
Anak ini wajib
Berdasarkan Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI (1999) dalam
Supariasa (2012), pada tingkat Puskesmas penentuan Kekurangan Energi
Protein (KEP) yang dilakukan dengan menimbang berat badan anak
dibandingkan dengan umur dan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS).
a. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan KMS terletak pada
pita warna kuning
b. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di
Bawah Garis Merah (BGM)
c. KEP berat bila bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak
di atas atau pada Garis Merah (BGM)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi.
Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makanan
sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein
(Almatsier, 2009).
Dalam menentukan nilai status gizi seseorang terutama balita, ada
beberapa cara atau metode, namun pada prinsipnya metode tersebut
terdiri dari dua macam (Supariasa, 2012). Penilan Status Gizi secara
langsung dan tidak langsung.
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian, yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian
status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Peralatan yang diperlukan untuk deteksi dini, yaitu: Timbangan
badan, pengukur tinggi badan balita, KMS, alat tulis, tabel
antropometri, form deteksi KEP. Hasil deteksi dini KEP dapat
disimpulkan dengan melihat panduan klasisikasi di buku KMS dan
tabel antropometri.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2011. Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.
Direktorat Bina Gizi. 2013. Rencana Kerja Bina Gizi Masyarakat Tahun
2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020
Tentang Standar Antropometri Anak.

Anda mungkin juga menyukai