DI SUSUN OLEH :
NAMA : Pratiwi
NIM : P18011
CI LAHAN CI INSTITUSI
(...................................) (.........................................)
C. KLASIFIKASI
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis
dibagi menjadi (WHO, 1986) :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari (tanda-
tanda dini renjatan).
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.
D. PATOFISIOLOGI
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma
ke ruang ekstra seluler. Hal pertama yang terjadi setelah masuk ke dalam tubuh
penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik merah
pada kulit (ptekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpha
(splenomegali). (Tjokronegoro Arjatmo, Utama Hendra, 1996)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa DHF, perlu dilakukan berbagai pemeriksaan
Lab, antara lain pemeriksaan darah dan urine serta pemeriksaan serologi. Pada
pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai:
Ig G dengue positif
Trombositopenia
Hemoglobin meningkat > 20%
Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hiponatremia,
hipokloremia.
(Mansjoer, A. 2000)
F. PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring
2. Diet makan lunak
3. Minum banyak (2 - 2,5 liter/24 jam) dapat berupa susu, teh manis, sirup dan
beri penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting
bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali). Ringer
Laktat merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan,
mengandung Na+ 130 mEg/l, K+ 4 mEg/l, korektor basa 28 mEg/l, Cl- 109
mEg/l, dan Ca++ 3 mEg/l.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan). Jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan Trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin,
dan dipiron (kolaborasi dengan dokter).
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotika bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder (kolaborasi
dengan dokter).
10. Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-
tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan penyakit (viremia).
2. Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan
trombositopenia.
3. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan mekanisme patologis
(proses penyakit).
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-
obatan pasien selama sakit berhubungan dengan kurangnya informasi. (Lynda
Juall Carpenito, 1999)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DP TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
6. Memberikan
terapi cairan 6. Pemberian cairan sangat
intravena dan penting bagi pasien dengan
obat-obatan sesuai suhu tinggi.
dengan program
(masalah
kolaborasi).
1. Memonitor tanda-
Potensial Tidak terjadi tanda penurunan 1. Penurunan jumlah trombosit
terjadinya perdarahan, setelah trombosit yang merupakan tanda-tanda
perdarahan lebih dilakukan tindakan disertai dengan adanya kebocoran pembuluh
lanjut keperawatan selama tanda-tanda klinis. darah yang pada tahap
berhubungan 1x24 jam dengan tertentu dapat menimbulkan
dengan kriteria hasil : tanda-tanda klinis adanya
trombositopenia. Tidak terjadi 2. Memberikan perdarahan (nyata) seperti
tanda-tanda penjelasan tentang epistaksis, ptekie, dll.
perdarahan pengaruh
lebih lanjut trombositopenia 2. Agar pasien / keluarga
(secara klinis). pada pasien. mengetahui hal-hal yang
Jumlah mungkin terjadi pada pasien
trombosit dan dapat membantu
meningkat. mengantisipasi terjadinya
3. Memonitor perdarahan karena
jumlah trombosit trombositopenia.
setiap hari.
3. Dengan jumlah trombosit
yang dipantau setiap hari,
dapat diketahui tingkat
kebocoran pembuluh darah
4. Menganjurkan dan kemungkinan perdarahan
pasein untuk yang dapat dialami pasien.
banyak
beristirahat. 4. Aktivitas pasien yang tidak
terkontrol dapat
5. Memberikan menyebabkan terjadinya
penjelasan pada perdarahan.
pasein / keluarga
untuk melapor 5. Keterlibatan keluarga dengan
jika ada tanda- segera melaporkan terjadinya
tanda perdarahan perdarahan (nyata) akan
lebih lanjut membantu pasien
seperti mendapatkan penanganan
hematemesis, sedini mungkin.
melena, dan
epistaksis.
6. Menjelaskan obat-
obatan yang
diberikan dan
manfaatnya serta 6. Dengan mengetahui obat-
akibat bagi obatan yang diminum dan
pasien. manfaatnya maka pasien akan
termotivasi untuk mau
minum obat sesuai dengan
1. Mengkaji keluhan dosis / jumlah yang
pasien diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC
Effendi, Christantie. (1995). Ensiklopedia Demam Berdarah. Edisi Revisi. Jakarta :
Insan Utama.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jakarta : EGC
Tjokronegoro Arjatmo, Utama Hendra. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : FKUI