Anda di halaman 1dari 10

KEGIATAN 6

ANALISIS VEGETASI

A. LATAR BELAKANG
Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang
menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain.
Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen
ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami
pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai
faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh
anthropogenic. Vegetasi tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat
mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan

vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya.


Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem
darat. Karena hempasan gelombang dan hembusan angin maka pasir dari pantai
membentuk gundukan ke arah darat. Setelah gundukan pasir itu biasanya terdapat hutan
yang dinamakan hutan pantai. Tumbuhan pada hutan pantai cukup beragam. Tumbuhan
tersebut bergerombol membentuk unit-unit tertentu sesuai dengan habitatnya. Suatu unit
vegetasi yang terbentuk karena habitatnya disebut formasi. Setiap formasi diberi nama
sesuai dengan spesies tumbuhan yang paling dominan. Analisis vegetasi dapat digunakan
untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi, sehingga diperlukan penelitian
(praktikum) untuk mempelajari struktur vegetasi dan membuat interpretasi fungsi
komunitas tumbuhan pada areal tegakan vegetasi pantai.

B. TUJUAN
1. Tujuan Kegiatan
Setelah melakukan kegiatan praktikum mahasiswa dapat mempelajari
mengetahui struktur vegetasi dan membuat interpretasi fungsi komunitas tumbuhan.
pada areal/tegakan tertunjuk.

2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat :
a. Membuat luas minimal plot.
b. Menentukan jumlah minimal plot.
c. Menghitung jumlah spesies dan individu tiap spesies.
d. Menghitung nilai penting suatu jenis dalam komunitas.

C. DASAR TEORI
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh - tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa
jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan
bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun
vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem
yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Vegetasi pantai merupakan kelompok tumbuhan yang menempati daerah intertidal
mulai dari daerah pasang surut hingga daerah di bagian dalam pulau atau daratan dimana
masih terdapat pengaruh laut. Secara umum kelompok tumbuhan darat yang tumbuh di
daerah intertidal atau daerah dekat laut yang memiliki salinitas cukup tinggi, dapat dibagi
menjadi 3 (Noor et al, 1999) :
1. Mangrove Sejati : adalah merupakan kelompok tumbuhan yang secara morfologis,
anatomis dan fisiologis telah menyesuaikan diri untuk hidup di daerah sekitar pantai.
Mangrove tumbuh pada substrat berpasir, berbatu dan terutama berlumpur.   Ciri khas
dari kelompok tumbuhan ini adalah adanya modifikasi akar yang sangat spesifik
untuk mengatasi kekurangan oksigen, sebagai penopang pada substrat yang labil,
memiliki kelenjar khusus untuk mengeluarkan kelebihan garam serta memiliki daun
berkutikula tebal untuk mengurangi penguapan. Jenis tumbuhan ini didominasi oleh
genera Rhizophora, Avicenia, Brugueira, Sonneratia.
2. Mangrove Ikutan (Associated Mangrove) : adalah kelompok tumbuhan yang
ditemukan tumbuh bersama-sama dengan komunitas mangrove, tetapi tidak termasuk
mangrove karena tumbuhan ini bersifat lebih kosmopolit dan memiliki kisaran
toleransi yang besar terhadap perubahan faktor fisik lingkungan seperti suhu, salinitas
dan substrat . Jenis tumbuhan yang tergolong mangrove ikutan misalnya : waru laut,
pandan, ketapang, jeruju dan lain-lain.
3. Vegetasi pantai Non Mangrove : vegetasi pantai non mangrove umumnya banyak
ditemukan pada daerah pantai dengan substrat yang didominasi oleh pasir. Kelompok
tumbuhan ini dicirikan oleh adanya zonasi bentuk pertumbuhan (habitus) secara
horizontal dari daerah intertidal ke arah darat yang terdiri dari : tumbuhan menjalar,
semak, perdu dan pohon. Semakin ke darat, keragaman jenis dan habitus pohon akan
semakin besar. Jenis vegetasi pantai non mangrove umumnya terdiri dari : tapak
kambing, rumput angin, santigi, ketapang, cemara laut dan kelapa.   Tumbuhan ini
membentuk zonasi yang khas.
Di daerah pasang surut, vegetasi didominasi oleh tumbuhan perintis yang
menjalar atau rumput-rumputan  tertentu dan dikenal sebagai “Formasi Pes-Caprae”.
Dinamakan demikian karena mengacu pada tumbuhan menjalar tapak kambing
(Ipomoea pes-caprae) yang sangat dominan di daerah tersebut.  Kelompok tumbuhan
ini diikuti oleh kelompok tumbuhan semak dan perdu yang berukuran lebih besar dan
berada di belakang vegetasi perintis (ke arah darat).  Kelompok tumbuhan ini disebut
“formasi Barringtonia” yang penamaannya juga mengacu pada salah satu jenis
tumbuhan yang umum ditemukan di di daerah ini, yaitu : Barringtonia asiatica.
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi
vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur
vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk
keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk
menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan
analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi
suatu komunitas tumbuhan.
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak
atau plotting. Plotting merupakan satu cara untuk mengambil sampel unit dari
ekosistem dengan cara membuat dan menentukan daerah pada areal yang dipandang
sebagai lokasi studi. Plot yang dibuat biasanya berbentuk persegi. Kegunaan plot yang
dibuat adalah :
1. Untuk mempelajari struktur ekosistem suatu daerah yang didasarkan atas
benyaknya plot yang dipelajari.
2. Untuk mengetahui secara kuantitatif maupun secara kualitatif masing-masingn
individu yang ada didaerah tersebut.
3. Untuk mengetahui perkembangan atau perubahan kehidupan dari satu tempat ke
tempat lalin dari waktu ke waktu.
Metode ploting adalah cara meletakkan plot-plot sebagai sampel unit
daerah/lokasi studi. Metode ini harus dipilih, sebab meletakkan plot secara sembarang
tidak akan mencapai tujuan. Letak dan distribusi plot harus diatur sesuai dengan
tujuannya, selain itu untuk mempermudah analisis/interpretasi data. Cara pengambilan
plot harus secara random, tersebar dengan jarak yang sama (cara kuadran), mengikuti
arah kompas yang telah ditentukan (arah transek), transek arahnya alternasi dan
berbentuk kuadran atau stratified (Djukri, 21: 2009).
Besarnya petak tidak boleh terlalu kecil hingga tidak menggambarkan tegakan
yang dipelajari. Ukuran minimum dari suatu petak tunggal tergantung pada kerapatan
tegakan dan banyaknya jenis-jenis pohon yang terdapat. Makin jarang tegakannya
atau makin banyak jenisnya makin besar ukuran petak tunggal yang digunakan.
Ukuran minimum ini ditetapkan dengan menggunakan kurva spesies-area. Caranya
dengan mendata jenis-jenis pohon yang terdapat dalam suatu petak kecil. Ukuran
petak ini lalu diperbesar dua kali dan jenis-jenis pohon yang terdapat didata pula.
Pekerjaan ini dilanjutkan sampai saat dimana penambahan luas petak tidak
menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis.
Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu
jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar
individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau
pengabaian.
Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita
tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas
tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA). Dengan
menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang
dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya
mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan
metode jalur. Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada
petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang
ditemukan kembali didaftarkan.
Pekerjaan berhenti sampai dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan
penambahan yang berarti pada banyaknya jenis. Luas minimun ini ditetapkan dengan
dasar jika penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari
5-10%. Untuk luas petak awal tergantung surveyor, bisa menggunakan luas 1m x1m
atau 2m x 2m atau 20m x 20m, karena yang penting adalah konsistensi luas petak
berikutnya yang merupakan dua kali luas petak awal dan kemampuan pengerjaannya
dilapangan.
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa penambahan jenis pada ukuran petak 8m
x 16m sudah mencapai angka dibawah 5% (sesuai syarat Oosting, 1958; Cain &
Castro, 1959), maka dapat ditetapkan bahwa luas petak ukur yang dapat mewakili
komunitas pada rumput tersebut adalah adalah 8m x 16m atau 0.128 ha. Luas ini
bukanlah harga mutlak bahwa luas petak ukur yang harus kita gunakan adalah 0.128
ha, tapi nilai tersebut adalah nilai minimum, artinya kita bisa menambah ukuran petak
contoh atau bahkan memodifikasinya karena yang harus kita perhatikan bahwa petak
contohnya tidak kurang dari hasil KSA. Untuk memudahkan pekerjaan dilapangan,
sebaiknya ukuran petak tersebut berbentuk persegi, sehingga petak hasil KSA tersebut
dapat diubah menjadi ukuran 12m x12m. Jika sudah dapat ditentukan luas petak
minimum, maka juga harus dapat ditentukan jumlah petak contoh keseluruhan.

D. METODE
1. Jenis kegiatan : Eksperimen
2. Obyek pengamatan : Vegetasi tumbuhan
3. Alat dan Bahan
Alat
a. Patok e. Stepler
b. Tali rafia f. Kertas label
c. Meteran g. Spidol
d. Cetok h. Sabit
e. Pisau kantong plastik
4. Cara Kerja

1. Menentukan lokasi studi. Lokasi studi dapat berupa rerumputan, sesemakan,


peperduan, dan pepohonan.

2. Menentukan jumlah minimal plot

3. Mengamati spesies pada setiap plot contoh

4. Menghitung nilai penting spesies untuk masing-masing tegakan


E. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan
a. Data Abiotik
Tabel 1. Data Abiotik
Komponen abiotik PLOT
I II III
Suhu udara 24ºC 25 ºC 24 ºC
Intensitas cahaya 69 89 38

b. Data Biotik
Data biotik yang diamati adalah spesies dan jumlah individu masing-masing
spesies. Dalam pengamatan ini ditemukan 24 spesies yang berbeda dengan 9 spesies
sudah dapat diidentifikasi. Sedangkan sisanya, 715 spesies, belum diberi nama baru
dalam bentuk kode. Data hasil pengamatan jumlah individu spesies dalam plot adalah
sebagai berikut:

Tabel 2. Data Biotik


I II III
Kode jumlah jumlah jumlah
Spesies spesies densitas dominansi spesies densitas dominansi spesies densitas dominansi
A 0 0 0.9463991 1 0.01 4.267175   0 1.121
B 0 0   4 0.04   5 0.05  
C 40 0.4     0     0  
D 0 0     0   24 0.24  
F   0   1 0.01     0  
H 33 0.33   10 0.1   6 0.06  
I   0     0   64 0.64  
K 1 0.01     0     0  
M   0     0   20 0.2  
O 26 0.26   10 0.1   32 0.32  
P   0   31 0.31   23 0.23  
U   0     0   111 1.11  
X 5 0.05     0     0  
Y 283 2.83   1 0.01     0  
sansivera 116 1.16     0     0  
kelapa 1 0.01     0     0  
mahoni 5 0.05     0     0  
kayu besi 6 0.06     0     0  
suplir 5 0.05     0     0  
putri malu   0   16 0.16     0  
puring   0   1 0.01     0  
lamtoro   0     0   3 0.03  
melinjo   0     0   2 0.02  
sembukan   0     0   47 0.47  
Jumlah 521 5.21 0.9463991 75 0.75 4.267175 337 3.37 1.121

Catatan:

luas plot = 10 x10 = 100 m2

banyaknya plot = 3 plot

F. Hasil Perhitungan

1. Nilai Densitas
Tabel 3. Nilai Densitas setiap spesies dalam plot-plot
I II III

Kode densitas dominansi densitas dominansi densitas dominansi


Spesies relatif relatif relatif relatif relatif relatif

A 0.00 94.64 1.33 426.7175 0.00 112.1

B 0.00   5.33   1.48  

C 7.68   0.00   0.00  

D 0.00   0.00   7.12  

F 0.00   1.33   0.00  

H 6.33   13.33   1.78  

I 0.00   0.00   18.99  

K 0.19   0.00   0.00  

M 0.00   0.00   5.93  

O 4.99   13.33   9.50  

P 0.00   41.33   6.82  

U 0.00   0.00   32.94  

X 0.96   0.00   0.00  

Y 54.32   1.33   0.00  

sansivera 22.26   0.00   0.00  

kelapa 0.19   0.00   0.00  

mahoni 0.96   0.00   0.00  


kayu besi 1.15   0.00   0.00  

suplir 0.96   0.00   0.00  

putri malu 0.00   21.33   0.00  

puring 0.00   1.33   0.00  

lamtoro 0.00   0.00   0.89  

melinjo 0.00   0.00   0.59  

sembukan 0.00   0.00   13.95  

2. Perhitungan Nilai Penting


Tabel 4. Hasil Perhitungan Nilai Penting

Rata-
frekuensi Rata-rata Nilai
Kode frekuensi Rata
relatif DenRel Penting
Spesies DonRen
A 0.33 3.21012 0.44444 211.15 214.81
B 0.67 6.51751 2.27234 211.15 219.94
C 0.33 3.21012 2.55918 211.15 216.92
D 0.33 3.21012 2.37389 211.15 216.74
F 0.33 3.21012 0.44444 211.15 214.81
H 1 9.72763 7.14924 211.15 228.03
I 0.33 3.21012 6.33037 211.15 220.69
K 0.33 3.21012 0.06398 211.15 214.43
M 0.33 3.21012 1.97824 211.15 216.34
O 1 9.72763 9.27310 211.15 230.15
P 0.67 6.51751 16.05275 211.15 233.72
U 0.33 3.21012 10.97923 211.15 225.34
X 0.33 3.21012 0.31990 211.15 214.68
Y 0.67 6.51751 18.55065 211.15 236.22
Sansivera 0.33 3.21012 7.42163 211.15 221.78
Kelapa 0.33 3.21012 0.06398 211.15 214.43
Mahoni 0.33 3.21012 0.31990 211.15 214.68
kayu besi 0.33 3.21012 0.38388 211.15 214.75
Suplir 0.33 3.21012 0.31990 211.15 214.68
putri malu 0.33 3.21012 7.11111 211.15 221.47
Puring 0.33 3.21012 0.44444 211.15 214.81
Lamtoro 0.33 3.21012 0.29674 211.15 214.66
Melinjo 0.33 3.21012 0.19782 211.15 214.56
Sembuka
n 0.33 3.21012 4.64886 211.15 219.01
3. Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi dan analisa data yang diperoleh dari analisis
vegetasi yang dilakukan di hutan Wanagama, diketahui bahwa terdapat 24 jenis spesies
yaitu 10 spesies sudah teridentifikasi spesiesnya dan 14 spesies yang belum
teridentifikasi (diberi kode).
Dalam pelaksanaan praktikum, praktikan mengambil data dari tiga plot yang
masing-masing berukuran 10 x 10 m. Setiap plot memiliki variasi spesies yang berbeda-
beda. Pada plot pertama ditemukan spesies Sansivera, Kelapa, Mahoni, Kayu Besi,
Suplir dan spesies C, H, K, O, X, dan Y. Plot kedua ditemukan spesies Putri malu,
Puring dan spesies A, B, F, H, O, P dan Y. Plot ketiga ditemukan spesies Lamtoro,
Melinjo, Sembukan dan spesies B, D, H, I, M, O, P dan U. Spesies yang muncul di
semua plot adalah spesies O dan spesies H..
Selama melakukan analisis vegetasi di hutan Wanagama, praktikan juga
mengamati kondisi lingkungan abiotiknya. Suhu berkisar antara 240C – 250C, dan
intensitas cahaya 38 – 89. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut terlihat bahwa faktor
lingkungan abiotik yang diukur menunjukan nilai normal yang masih berada pada
kisaran kondisi yang cukup baik untuk pertumbuhan dan perkembangan jenis-jenis
tumbuhan yang ditemukan di hutan wanagama, Gunungkidul, Yogyakarta. Hal ini dapat
dikatakan bahwa keadaan vegetasi tumbuhan di hutan wanagama cukup didukung oleh
faktor lingkungan yang ada disekitarnya.
Dalam melakukan praktikum, praktikum menemukan kendala bahwa kondisi
praktikum di hutan wanagama banyak duri, nyamuk, suasana cuaca tidak mendukung,
jarak terlalu jauh. Hal ini praktikan tidak melakukan perhitungan luas minimal plot dan
menetapkan langsung luas plot yang digunakan yaitu 10 x 10 meter. Sesudah
menentukan ukuran luas plot, praktikan segera melakukan perhitungan jumlah individu
tiap spesies dan menentukan spesies pada masing-masing plot.
Pada Plot I jumlah spesies yang paling banyak adalah spesies Y sebesar 283,
dengan densitas 2,83. Hal ini menunjukan kerapatan jumlah individu pada plot 1 adalah
spesies Y. Pada Plot II jumlah spesies yang paling banyak adalah spesies P sebesar 31,
dengan densitas 0.31. Hal ini menunjukan kerapatan jumlah individu pada plot II adalah
spesies P. Pada Plot III jumlah spesies yang paling banyak adalah spesies U sebesar 111,
dengan densitas 1.11. Hal ini menunjukan kerapatan jumlah individu pada plot III
adalah spesies U. Jumlah spesies dari plot I, II, III adalah 521, 75, 337. Plot yang paling
banyak spesienya adalah plot I. Dominasi pada plot I, II, III adalah 0,95; 4,27;1,12.
Dominasi yang paling besar adalah spesies pada plot I.
Frekuensi yang paling besar adalah spsies H dan spesies O. Frekensi tersebut
menggambarkan kemampuan tumbuhan untuk bertahan hidup sesuai ligkungan dan
kemampuan tumbuh. Frekuensi relatife paling besar adalah spesies O dan H sebesar
9,73. Densitas relative yang paling besar adalah spesies Y sebesar 18,55 dan densitas
yang paling kecil adalah mlinjo sebesar 0,20. Dominasi relative adalah 211.15 . Nilai
penting diperoleh untuk mengetahui spesies yang mendominasi suatu area. Nilai penting
yang paling besar spesies Y sebesar 236, 22. Artinya spesies yang mendominasi hutan
wanagama adalah spesies Y.

F. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data tunbuhan yang paling banyak ditemukan atau
mendominasi di hutan wanagama adalah spesies Y. Tumbuhan ini dapat mendominasi
vegetasi dimungkinkan karena cepat merambat dan cepat berkembang biak.

G. DAFTAR PUSTAKA
Noor, Y. R., M. Khazali dan I. N. N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan
Mangrove  di Indonesia. Ditjen PKA dan  Wetlands International. Indonesia
Programme.
______. 2009. Vegetasi hutan. Diakses tanggal 3 Desember 2013 pada
http://perikananunila.wordpress.com/2009/07/31/vegetasi-pantai/.
Dauz. 2012. Makalah analisis vegetasi. Diakses tanggal 3 Desember 2013 pada
http://dauzbiotekhno.blogspot.com/2012/06/makalah-analisis-vegetasi.html.

Anda mungkin juga menyukai