Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW

Disusun Oleh :

INDRAWATI

(10620190001)

C1 PGMI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
MAKASSAR
2021/202
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syuku penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia, rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sanjungkan
kepada junjungan umat, yakni Rasulullah SAW. Penulis merasa bersyukur karena telah
menyelesaikan makalah mengenai “Peranan Kehidupan Sosial dan Perilaku Ekonomi
Masyarakat” sebagai tugas mata kuliah Ilmu Pengetahuan Sosial 2.

Penulis menguapkan teima kasih atas bimbingan yang diberikan dalam pengerjaan
tugas makalah ini. Tidak lupa pula penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca khususnya dalam Pembelajaran IPS secara baik dan benar.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran sebanyak-banyaknya dari pembaca.

Makassar,10 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang …………………………………………………….

1.2 Rumusan masalah………………….………………………………

1.3 Tujuan...............……………………….…………………………..

BAB II: PEMBAHASAN

2.1 Islam Di Makkah……………………………...……….……

2.2 Islam Di Madinah………………………..……………….....

2.3 Islam Pasca Nabi Muhammad SAW…….…………………..

BAB III: PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUN

A. Latar Belakang
Berbicara tentang kemunculan islam, tentu tidak bisa lepas dari sosok
Muhammad SAW sebagai pembawa risalahnya. Pada sekitar tahun 610 M islam
diperkenalkan oleh Allah kepada Muhammad yang ditandai dengan turunnya wahyu
pertama di makkah. Sejak inilah kemudian islam disebarkan di sekitar makkah, atau
bahkan di seluruh jazirah arab.
Sebagai pembawa risalah yang dipilih oleh Allah, Nabi Muhamma SAW
senantiasa selalu berdakwah, meskipun banyak rintangan yang harus beliau lewati.
Dalam jangka waktu kurang lebih 22 tahun, beliau berjuang dengan sepenuh hati,
melakukan transformasi budaya, dari alam jahili ke alam Islam yang bersendikan
tauhid, kemerdekaan, persaudaraan, ukhuwah, persatuan dan keadilan.
Perjalanan nabi Muhammad dalam berdakwah semenjak diutus sebagai
rasulullah dapat diklasifikasikan menjadi dua preode. Pertama, preode Makkah. Pada
masa ini beliau melakukan transformasi melalui dakwah bissiri (dengan sembunyi-
sembunyi), lalu dakwah bijahri (terang-terangan). Kedua, masa di Madinah (Yatsrib).
Masa ini diawali dengan berhijrah ke Madinah beserta para kaum Muhajirin, yang
selanjutnya beliau mulai menata masyarakat sesuai dengan nilai-nilai ke-Islaman.

B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan awal masuknya Islam di Arab ?


2. Menjelaskan fase pembentukan peradaban islam ?
3. Menjelaskan perkembangan Islam pasca Nabi Muhammad SAW ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Islam Di Makkah
      1. Awal Munculnya Islam di Arab
Masyarakat arab sebelum islam datang dikenal dengan masyarakat jahiliyah.
Mereka hidup dalam bentuk masyarakat yang terkotak kotak, yang dibangun dengan
system kabilah-kabilah, bersuku-suku, yang mana antara kelompok yang satu dengan
lainnya seringkali terjadi pertumbuhan darah, bahkan mereka sudah terbiasa
melakukan kekerasan dan pembunuhan antara satu kelompok dengan kelompok
lainnya.Kompleksitas masalah yang terjadi pada masyarakat arab jahiliyah inilah yang
membuat nabi Muhammad termotivasi untuk mencari jalan keluar dengan cara
mengasingkan diri berkhulwat di Gua Hira’. Di sana Nabi Muhammad berhari-hari
dan berbulan-bulan melakukan kontemplasi dan bertafakur. Tidak henti-hentianya ia
melakukan hal tersebut sampai menjelang usianya yang keempat puluh. Dan akhirnya
pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, malaikat pembawa wahyu datang dengan
membawa wahyu yang pertama: “Bacalah dengan nama tuhanmu yang telah
mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu
itu maha mulia. Dia telah mengajar dengan Qolam.  Dia telah mengajar manusia apa
yang tidak mereka ketahui” (QS. al-Alaq ayat:1-5’).
Dengan turunnya ayat di atas, merupakan sebuah petanda bahwasanya
Muhammad telah resmi diangkat sebagai seorang Nabi.[2 Sekeligus mengakhiri
zaman jahiliyah masyarakat arab. Dan selang beberapa bulan kemudian beliau
menerima wahyu yang berisi perintah untuk mendakwahkan islam kepada semua
manusia. Hal tersebut tergamabar dalam surat al-Muddatsir ayat 1-7:
“hai orang-orang berkemul, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan
tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlan, dan perbuatan dosa
tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi dengan maksud mendapatkan balasan
yang lebih banyak. Dan untuk memenuhi perintah tuhanmu bersabarlah”, (Q,S. al-
Mdtssir, 1-7).
Dengan diturunkannya ayat di atas, memberikan sebuah pengertian  bahwa
sejak itulah nabi Muhammad secara defacto telah resmi diangkat menjadi rasulullah
dengan mengemban tugas untuk memberi peringatan bagi seluruh manusia.

2. Setrategi Dakwah Islam Di Makkah

a. Dakwan bil-Sirri (diam-diam)

Pada awal perjalanannya, nabi Muhammada melakukan dakwah dengan cara


diam-diam sirri. beliau menyampaikan dakwahnya pada keluarga keluarga terdekat
dan juga pada orang-orang yang diyakini akan menerima seruannya. hal ini beliau
lakukan sejak turunnya surah al-Muddatstsir, yang mana isi kandungan ayat tersebut
adalah perintah untuk melakukan seruan dan peringatan kepada umat manusia.

Adapun orang pertama yang masuk islam adalah Khatijah yang tidak lain
adalah istri rasulullah, baru kemudian disusul oleh Ali bin Abi Thalib yang waktu itu
baru berumur 10 tahun. Kemudian disusul oleh Abu Bakar yang merupakan sahabat
nabi sejak masa kecil.

Dakwah secara diam-diam ini terus beliau lakukan selama tiga tahun, dan
berhasil mengajak belasan orang memeluk islam. Meskipun nabi berdakwah dengan
sembunyi-sembunyi, akan tetapi tetap saja kaum Quraisy memusuhi dan mengejek
umat islam.

b. Dakwah bil-Jahri (terang terangan)

Setelah beberapa tahun Rasulullah hanya berdakwah secara sembunyi-


sembunyi, maka datanglah seruan untuk berdakwa secara terang-terangan dan tidak
mempedulikan sikap orang-orang yang menentangnya. Sebagaimana terkandung
dalam firman allah:

Artinya: maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang


diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.
Sesungguhnya kami memelihara kamu dari pada (kejahatan) orang-orang yang
memperolok-olokkan kamu (Q.S. al-Hajr ayat 214-216).

Setelah turun ayat ini, Rasulullah SAW, menyampaikan dakwahnya kepada


seluruh lapisan masyarakat kota Mekah yang pluralistik, dari golongan bangsawan
sampai golongan budak serta pendatang kota Mekah yang mempunyai agama berbeda
dan berbagai suku. Untuk berdakwah secara terang-terangan ini beliau menjadikan
bukit “shofa” sebagai tempat dakwahnya. Rasulullah SAW. Menyampaikan dakwah
dibukit Shofa selama dua kali, namun orang-orang banyak yang mendustakanya.
Sebagian ada yang menerima dan sebagian ada yang menolaknya dengan kasar.

Rasulullah SAW bersabda : “Selamatkan diri kalian dari bahaya api neraka,
sesungguhnya saya memberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih.” Dan
Abu-Lahab menjawab : “Binasalah hai Muhammad ! Adakah engkau mengumpulkan
kami hanya untuk ini saja?

Sehubungan dengan hinaan Abu Lahap ini, maka turunlah surat Al Lahab
sebagai berikut :

Artinya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan
binasa, tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan,
kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak, dan (begitu pula) istrinya,
pembawa kayu bakar, yang di lehernya ada tali dari sabut”.

Sikap Rasulullah Saw, dalam dakwah Islam, meliputi; pertama, tidak terdapat


sikap pribadi yang menuju sifat yang berlebih-lebihan dan memuji unuk kepentingan
pribadinya dan gaya bicaranya simpatik (dapat diterima), kedua, dan tidak terdapat
sikap pribadi sifat kemewah-mewahan menyebabkan orang terkejut dan mencegah
akan manusia yang lemah.

Setelah peristiwa Thaif itulah bermulalah sikap kaum quraisy memusuhi


rasulullah secara terang-terangan. Mereka mengobarkan api permusuhan dan mereka
sepakat untuk menentang rasulullah, dan menyakiti para pengikutnya agar mereka
kembali ke dalam agama lamanya, yaitu penyembah Lata dan Uzza. Menurut Ahmad
Syalabi, ada lima factor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan
islam. Pertama, mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.
Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad sama halnya dengan
tunduk kepada kepemimpinan bani abdul muthalib, padahal hal tersebut sangat tidak
diinginkan oleh mereka.

Kedua, nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan


hamba sahaya. Ketiga,  para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang
kebangkitan kembali dan pembalasan hari akhirat. Keempat, taklid kepada nenek
moyang adalah keniasaan yang sudah berakar pada bangsa arab. Kelima, pemahat dan
penjual patung memandang islam sebagai penghalang rezeki.

3. Dua Perjanjian Penting Periode Makkah

Setelah nabi Muhammad melakukakan Isra’ dan Mikraj, suatu perkembangan


besar terjadi bagi kemajuan islam. Embrio kemajuan tersebut datang dari sejumlah
penduduk yasrib yang berhaji ke Makkah. Mereka terdiri dari duan suku, yaitu suku
‘Aus dan Khazraj, datang menemui nabi Muhammad dan melakukan perjanjian yang
kemudian dikenal dengan perjanjian Aqobah.

a.  Perjanjian Aqobah I

Proses terjadinya perjanjian aqobah I di awali dengan datangnya rombongan


dari Madinah di Makkah, mereka datang untuk menunaikan haji, lalu kedatangan
mereka diketahui oleh nabi, maka beliau segera menemui mereka di dekat bukit
aqabah untuk menyampaikan seruan islam. Mendengar dakwah yang disampaikan
oleh nabi, kemudian mereka berkata: bangsa kami telah lama terjadi permusuhan,
yaitu antara suku Khajraj dan suku ‘Aus. Mereka benar-benar merindukan
perdamaian. Kiranya tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaraan
enkau dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh karena itu kami akan berdakwah
agar mereka mengatahui agama yang kami terima dari engkau.

Setelah berselang dua tahuan, yaitu pada tahun ke dua belas, mereka datang
lagi menemui nabi dengan jumlah 12 orang (10 kaum Khajraj dan 2 kaum ‘Aus).
Mereka menemui nabi pada tempat yang sama, yang mana dalam pertemuan ini
mereka telah membuat suatu perjanjian dengan nabi yang kemudian dikenal dengan
Perjanjian Aqobah I ”perjanjian wanita”.

b. Perjanjian Aqobah II  

Pada musim haji berikutnya, jamaah haji yang datang dari madinah makin
tambah banyak, yaitu berjumlah 73 orang, diantaranya 2 orang perempuan dari suku
‘Aus. Mereka kemudian menemui nabi pada tempat yang sama dengan pertemuan-
pertemuan sebelumnya, pertemuan ini kemudian dikenal dengan Perjanjian Aqobah II
(perjanjian peperangan).
B. Islam Di Madinah

1. Hijrah Starting Kebangkitan Islam

Sebelum kedatangan nabi, kota ini bernama Yatsrib. Penduduknya sangat


majemuk, mereka terdiri dari kabilah-kabilah dan suku-suku, dan terbesar adalah suku
aus dan khazraj. Mereka menganut agama yang bermacam-macam, diantaranya adalah
nasrani, yahudi, majusi, sabi’I, dan lain-lain. Sebagai suku yang dominan, suku Aus
dan Khazraj seringkali hidup dalam pertikaian yang melibatkan sentiment keagamaan.[

Secara giografis Madinah sangat berbeda dengan mekkah yang terdiri dari
padang pasir dan tandus. Madinah tanahnya yang subur sehingga penduduknya
bercocok tanam seperti kurma. Keadaan ini menjadikan masyarakat madinah
mempunyai corak berbeda dengan masyarakat lainnya, mereka hidup dengan pola yang
sederhana, solidaritas masyarakatnya sangat kuat.

Sekitar pada tahun 622 M. nabi Muhammad beserta pengikutnya berhijrah ke


madinah. Keputusan berhijrah sebenarnya telah dipertimbangkan sejak jauh-jauh hari
sebelumnya, keputusan tersebut didasarkan pada beberapa
pertimbangan: pertama, beratnya perlawanan dan siksaan Quraisy makkah terhadap
nabi dan para pengikutnya. Kedua, adanya harapan dan tawaran dari sebagian
masyarakat  madinah  karena adanya konflik. Ketiga,  dilihat dari lingkungannnya,
madinah dianggap lebih memungkinkan untuk masa depan islam. Kelima, adanya
perintah allah untuk melakukan hijrah ke sana.

Hijrah, yang mengakhiri pereode makkah dan mengawali pereode Madinah,


merupakan titik balik perkembangan dan kejayaan islam.  Pada pereode ini rasulullah
berusaha membangun dasar-dasar suatu masyarakat yang menjungjung tinggi nilai-nilai
keadaban (civility), sebagaimana yang di ajarkan dalam agamanya. Untuk mencapai
cita-cita pembangunan masyarakat yang beradab, nabi Muhammad melakukan langkah-
langkah sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Ahmad Syalabi, diantaranya:

Pertama, mendirikan masjid. Masjid yang pertama kali dibangun adalah


masjid Quba yang terletak di pinggiran kota madinah. Masjid ini tidak hanya berfungsi
sebagai tempat beribadah, tetapi juga digunakan berbagai macam kegiatan, seperti,
tempat belajar agama, latihan berperang, mengadili perkara-perkara, dan administrasi
negara. Jadi masjid ini mempunyai multifungsi, satu sisi berfungsi untuk
mengembangkan kehidupan spiritual, dan pada sisi yang lain untuk melakukan
konsolidasi sosial.Dengan demikian, dapat dipahami bahwasanya dijadikannya masjid
sebagai media tranformasi baik yang sifatnya dirosi ataupun sebagai konsolidasi social
berkontribusi pada peradaban islam. Melalui media ini tampak keakraban antara nabi
dana para sahabat, dan begitu juga terjadi pada hubungan antara sahabat dengan sahabat
yang lain baik muhajirin dan anshar.

Kedua, mempersatukan sahabat ansor dan muhajirin. Untuk membangun suatu


masyarakat yang dicita-citakan, maka sebelum mempersatukan komponen masyarakat
yang lebih luas dan majmuk, langkah pertama yang dilakukan adalah mempersatukan
antara sahabat ansor dan sahabat muhajirin. Dari komunitas keagamaan inilah
kemudian lahir sebuah negara islam yang lebih besar. Masyarakat baru yang terdiri atas
masyarakat anshar dan muhajirin dibangun atas dasar agama, bukan hubungan darah.

Ketiga,  kerjasama antar komponen penduduk madinah, baik muslim dan


nonmuslim. Langka ini dilakukan mengingat penduduk madinah yang majemuk, tentu,
dengan tujuan untuk menjalin harmoni antar golongan muslim dan nonmuslim sehingga
tercipta suatu hubungan kerjasama yang baik antara mereka. Keempat, meletakkan
dasar-dasar  politik, ekonomi, dan social untuk masyarakat baru.

Dari beberapa langkah yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW. Secara
implisit menegaskan bahwasanya islam sejak awal telah memberikan kontribusi besar
terhadap eksistensi masyarakat arab khususnya masyarakat Madinah dan dan umumnya
pada konstruksi konsep negara medern.

C. Islam Pasca Nabi Muhammad SAW

Piagam Madinah merupakan basis kajian untuk mendapatkan wawasan


tentang social dan politik, karena hampir semua pengkaji sejarah Islam mengakui
“bahwa” Piagama Madinah” merupakan instrumen hukum ,politik yang membuat
komunitas Islam dan non Islam. Saat itu menuai kebebasan dan kemerdekaan di bawah
kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. Bahkan oleh sebagian pakar ilmu politik piagam
ini dianggap sebagai konstitusi atau undang-undang dasar pertama bagi “Negara Islam”
yang didirikan Nabi Saw di Madinah.
Dalam sejarah kebudayaan islam, adanya “Piagam Madinah”, mempunyai
kontribusi besar atau bahkan merupakan prasyarat pada terwujudnya sejarah perubahan
masyarakat Arab. Sebab dengan instrument itulah Nabi kemudian membangun
masyarakat baru yang berbeda dari masyarakat manapun pada waktu itu.

Masyarakat yang dibangun oleh Nabi tersebut diikat oleh tali kepentingan dan
cita-cita bersama. Setiap warga negara dituntut untuk menaati kontrak sosial
(perjanjian) yang dibuat bersama. Masyarakat ini lahir berdasarkan kontrak sosial yang
dibuat dan disetujui bersama oleh seluruh penduduk Yasrib (Madinah) dan sekitarnya
yang terekam dalam sebuah piagam yang dikenal dengan nama Piagam
Madinah.Masyarakat yang mendukung piagam ini jelas memperlihatkan karakter
masyarakat majemuk, baik ditinjau dari segi etnis, budaya, dan agama. Di dalamnya
terdapat etnis Arab, Muslim, Yahudi, dan Arab nonMuslim. Keberadaan Piagam
Madinah juga sangat terkait dengan perjalanan politik Nabi dalam memimpin
masyarakat Madinah yang sangat plural. Piagam ini dibuat sebagai salah satu siasat
Nabi untuk membina kesatuan hidup berbagai golongan warga Madinah. Oleh karena
itu, dalam piagam ini dirumuskan kebebasan beragama, hubungan antarkelompok,
kewajiban mempertahankan kesatuan hidup dan sebagainya.

Munawir Sjadzali, menerangkan bahwa ada dua poin penting yang merupakan
inti Piagam Madinah, yaitu antara lain sebagai berikut: pertama,  Semua pemeluk
agama Islam merupakan satu komunitas (umat) meskipun berasal dari banyak
suku. Kedua, hubungan Islam dengan komunitas lain didasarkan pada prinsip untuk
bertetangga, baik saling membantu dalam menghadapi musuh membela mereka yang
teraniaya, saling menasehati, dan menghormati kebebasan beragama.Watak masyarakat
yang dibina oleh Nabi adalah berpegang kepada prinsip kemerdekaan berpendapat dan
menyerahkan urusan kemasyarakatan kepada umat sendiri.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada masa rasulullah, islam tampil menjadi kekuatan baru ditengah-tengah


kekuatan kabilah-kabilah dan suku-suku yang mengakar kuat di kalangan masyarakat
arab. Dalam diskursus sejarah perdaban islam, kajian islam pada masa nabi
Muhammad dapat dipetakan menjadi dua bagian, yaitu periode Makkah dan periode
Madinah.Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah awalmulanya
mentranformasikan nilai-nilai dan ajaran islam di Makkah. Yang paling penting
dalam masa ini adalah ajaran tentang tauhid, yaitu mengesakan tuhan dari makhluk
selain dzatnya. Sedangkan pola dakwah yang digunakan oleh rasulullaha ada dua
cara: pertama, dengan cara sembunyi-sembunyi bissirri. Cara ini dilakkan oleh nabi
pada awal kerasulannya selama tiga tahun. Kedua, dakwah dengan terang-
terangan biljahri. Cara ini dilkukan oleh nabi Muhammad mulai masa keempat
kerasulannya sampai masa ketujuh.

Islam pada periode Makkah tidak banyak berkembang, karena tekanan dari
orang-orang musyrik Quraisy. Mereka melakukan berbagai cara untuk mengahalangi
nabi menyebarkan islam, diantaranya adalah menyakiti orang-orang yang memeluk
islam, lebih-lebih pada golongan mustad’afin dan hamba sahaya.

Setelah nabi hijrah ke madinah, islam mempunyai sejarah baru. Dalam waktu
yang relative singkat islam mampu menjadi kekuatan domenan di wilayah tersebut.
Islam mampu menjadi landasan moral, social dan politik. Bahkan nabi dengan
tuntunan wahyu, membuat suatu keputusan-keputusan yang dikenal dengan “Piagam
Madinah”.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwasanya islam di madinah berbeda


dengan di makkah. Di makkah islam diperkenalkan oleh Nabi Muhammad lebih pada
aspek tauhid dan moralitas. Berbeda dengan itu, di Madinah islam menjadi regulasi
social. Islam menjadi aturan yang mengatur relasi antara masyarakat sekitarnya. Hal
tersebut, tertuang dalam 47 pasal yang ada di Piagam Madinah.
Daftar Pustaka

K. Ali, Study of Islamic History, terj. Cet. Ke-2, Jakarta: Grafindo Persada, 1997.


M. Yh. Houtsma (ed), Encyclopaedia Islam, Vol. 7, at al. Jakarta: Karim, 2000.
Mahayudin, Hj Yahaya & Ahmad Jelani Halwi, Sejarah Islam, Slangor: Fajar Bakti Sdn,
1995.
Munawwir, Sjadzali, , Islam dan tata negara: ajaran, sejarah, dan pemikiran, Edisi V,
Jakarta: UI Press,1993.
Nurhakim, Moh., Sejarah dan Peradaban Islam, Malang: UMM Pres, 2004), 28.
Syalabi, Ahmad, sejarah dan kebudayan islam, jilid I, terj., cet. Ke-9 ,Jakarta: Al-Husna
Zikra, 1997.
Sukarja, Ahmad, piagam madinah dan undangundang dasar 1945: Kajian Perbandingan
Tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang Majemuk, Cetakan 1. Jakarta: UI
Press, 1995.
Shiddiqi, Nourouzzaman, Jeram-jeram peradaban Muslim, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996.
Yatim, Badri, Sejarah Perdaban Islam, Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998.

Anda mungkin juga menyukai