BAB II Fix
BAB II Fix
2.1 Pengertian
Rokok adalah hasil olahan tembakau yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana
Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies laiinya atau sintesis lainnya yang mengandung
nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan yang dibungkus. (heryani,2014).
2.2 Epidemiologi
Menurut WHO tahun 2012, Indonesia menempati posisi peringkat ke-4 dengan
jumlah terbesar perokok di dunia. Konsumsi rokok secara umum telah meningkat sejak
mulai abad ke-21, dimana konsumsi rokok meningkat pada negara berkembang dan
menurun pada negara maju. Jumlah perokok akan meningkat seiring dengan jumlah
penduduk. Tahun 2030 diperkirakan 2 juta penduduk di dunia adalah perokok. Indonesia
menduduki posisi ke-5 (215 juta orang) negara yang mengkomsumsi rokok setelah Cina,
Amerika, Jepang dan Rusia..(atlas tobacco dunia 2013).
Data Riskesdas (2010) 34,7% penduduk Indonesia yang berusia >10 tahun adalah
perokok. Prevalensi merokok selama kurun waktu 2001 -2010 untuk semua kelompok umur
mengalami peningkatan, terutama peningkatan yang tajam pada kelompok umur 10-14
tahun yaitu sebesar lebih kurang 80%. (susenas 2001; riskesdas 2010). Tahun 2013, jumlah
penduduk Indonesia perokok usia >10 tahun mengalami penurunan menjadi 29,3%
(riskesdas 2013).
Secara nasional, 52,3% perokok menghisap rata-rata 1-10 batang rokok per hari dan
sekitar 20% perokok menghisap sebanyak 11-20 batang rokok per hari. Studi yang telah
dilakukan di 14 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa sejumlah 59,04% pria
mengkonsumsi rokok. Pada kelompok wanita persentase perokok menunjukkan angka
4,83% dari total penduduk kelompok tersebut. Perokok pada pria rata-rata mengkonsumsi
10 batang rokok per hari, sedangkan pada perokok wanita rata-rata mengkonsumsi rokok 3
1
batang sehari. Baik pria (84,31%) maupun wanita (79,42%), lebih memilih rokok jenis
kretek dibanding jenis rokok lainnya (Aditama, 2002).
Prevalensi konsumsi rokok perempuan meningkat hampir tiga kali lipat di tahun
2011, dan prevalensi perokok laki-laki di Indonesia tertinggi di dunia sebesar 67,4%.
2
Gambar prevalensi perokok laki-laki dewasa menurut provinsi 2010 (%)
sumber: atlas tobacco indonesia 2013
3
Nikotin merupakan suatu bahan karsinogenik yang menyebabkan terjadi kanker, dan
memegang peran penting dalam ketagihan merokok.(sitepoe 2000)
Nikotin yang masuk kedalam aliran darah akan segera menembus blood-brain barrier
dan menembus otak dalam waktu 10 – 20 detik (12). Waktu paruh nikotin dalam tubuh
adalah 2 jam dan dicerna oleh tubuh oleh enzim cytochrome P450.(13) Darah yang penuh
oleh nikotin menstimulasi otak untuk mengeluarkan berbagai hormon seperti asetilkolin,
norepinephrine, epinephrine, vasopressin, histamine, arginin, serotonin, dopamine, dan
beta-endorpin.Hormon-hormon ini menimbulkan berbagai efek pada tubuh seperti
meningkatnya konsentrasi14, tambahan daya ingat dan kewaspadaan oleh karena
asetilkolin, menurunkan rasa sakit dan kecemasan. Nikotin juga memberi efek samping
yang merugikan bagi tubuh seperti :
Meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung15
Merangsang pertumbuhan abnormal dari sel endotel pembuluh darah16
Menyebabkan kerusakan pada mikrovaskuler17
Penelitian yang dilakukan Chowdury dkk mengemukakan bahwa nikotin dapat
menyebabkan kanker melalui aktivasi MAP kinase18.Natori dkk juga menemukan bahwa
nikotin merangsang angiogenesis dan neovaskularisasi pada kanker 19 .
b. Tar
Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru,
mengandung bahan-bahan kimia beracun yang merusak sel-sel paru melalui berbagai
proses biokimia dan bersifat karsinogen (Mardjun,2012,Basyir, 2006).
Tar membungkus silia epitel saluran nafas sehingga partikel-partikel beracun tidak
dapat ditangkap lagi oleh silia tersebut dan menyebabkan rusaknya mukosa saluran nafas
tersebut.(6) Komponen tar mengandung sebagian besar dari zat karsinogen yang terdapat
dalam asap rokok. 6 Salah satu komponen tar yang diketahui bersifat genotoksik adalah
Polyciclic aromatic hydrocarbons (PAH). PAH terbentuk dari pembakaran tidak sempurna
senyawa hidrokarbon. PAH ditemukan pada makanan yang dimasak menggunakan
4
temperatur yang tinggi seperti barbeque dan daging asap24. PAH juga ditemukan dalam
rokok karena pembakaran dalam rokok dapat mencapai suhu 500-700 oC. 24
c. Karbon monoksida
Karbon monoksida dapat menimbulkan kematian dalam jumlah yang cukup besar di
dunia setiap tahunnya. Karbon monoksida terdapat di udara akibat emisi gas buang
kendaraan, pada pabrik dan industri, dan pada asap rokok. Karbon monoksida terkandung
dalam asap rokok baik yang mainstream maupun sidestream. Pada dosis rendah, karbon
monoksida dapat mempengaruhi performa sistem saraf pusat yang akan mengakibatkan
terganggunya penglihatan, penurunan kemampuan belajar, hingga penurunan kewaspadaan
dan perhatian22 . Paparan karbon monoksidaakan menyebabkan terbentuknya
karboksihemoglobin (COHb) pada tubuh. Selain itu, karbon monoksida juga bereaksi
terhadap myoglobin, sitokrom, dan metaloenzim seperti sitokrom P450.
Karboksihemoglobin (COHb) akan menurunkan kapasitas oksigen dalam mengangkut sel
darah merah sehingga dapat menyebabkan kekurangan oksigen pada jaringan23 .
Gambar 3 Ilustrasi kompetisi oksigen dan karbonmonoksida45
d. Timbal
5
Kandungan Timbal dalam kadar tertentu dapat meningkatkan frekuensi pembentukan
mikronukleus pada sel basal.Timbal banyak terdapat di udara luar akibat pembakaran yang
tidak sempurna pada kendaraan bermotor. Timbal yang dihasilkan oleh sebatang rokok
sebesar 0,5 ug, sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh
adalah 20 ug per hari.10 Gambar 2. Struktur Timbal10 Sistem perbaikan DNA seperti
polymerase, ligase, dan kalmodulin akan dihambat oleh Timbal. Hal ini akan
memperlambat perbaikan DNA yang terjadi secara reguler akibat sinar UV. 20 Timbal juga
dapat merusak DNA melalui terbentuknya reactive oxygen species (ROS) seperti hidrogen
peroksida (H202), atau bentuk yang lebih berbahaya seperti radikal hidroksil (OH). Timbal
juga menghambat enzim yang berfungsi untuk metabolism radikal bebas seperti enzim
glutation sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada DNA oleh radikal bebas. 21(husein
ahmad 2013)
6
pathway dalam otak telah aktif maka penghentian obat menimbulkan gejala iritabel, kejang,
gelisah, sulit konsentrasi, sakit kepala dan tidak bisa tidur (Mycek et al., 2001).
Mekansime keteragantungan nikotin ada beberapa teori secara molekular yaitu;
a. Melalui saraf kolinergik
Rokok dihisap, nikotin masuk ke dalam aliran darah darah melalui organ paru-paru dan
mencapai otak lebih cepat dibanding obat intravena, semakin cepat obat menembus otak
maka akan semakin besar potensi obat tersebut menimbulkan ketergantungan.(stratton
2001, mukherjee 2003). Nikotin terikat sebagai agonis pada reseptor kolinergik yaitu
asetilkolin nikotinik (nAChR) yang terletak pada otak, ganglia otonom dan neuromuscular
junction (Nestler et al., 2001; Kotlyar and Hatsukami, 2002). nAChR adalah reseptor
pentamer yang terhubung kanal ion (Dani and Betrand, 2007). AChR pada sel saraf terdiri
dari sub unit α dan β . Reseptor ini terhubung dengan x y kanal ion Na sehingga aktivasi
reseptor ini kemudian memasukkan ion Na kedalam sel dan mengaktifkan reseptor kanal
ion Ca pada retikulum sarkoplasmik (sel otot) dan retikulum endoplasmik (sel saraf)
sehingga ion Ca menuju ke sitosol, menimbulkan kontraksi (Nestler et al., 2001)
Nikotin terikat secara selektif sebagai agonis pada nAChR yang terletak pada ganglia
otonom yang tersusun dari sub unit (α3) (β4)3 dan otak (α4) (β2)3 (Gambar 2) 2 2 (Dani
and Harris, 2007; De Biasi and Salas, 2008). Ikatan ini menginduksi eksitasi presinaptik
dan post-sinaptik dan meningkatkan + 2+ permiabilitas ion Na , Ca dan K (De Biasi and
Salas, 2008). Efluks kation-kation tersebut memicu polarisasi sel dan memperantarai
pelepasan neurotransmitter dari daerah presinaptik (Rosenthal etl al., 2011); salah satunya
adalah dopamin di daerah nucleus accumbens (NAc) (Van Andel et al., 2003). Pelepasan
hormon dan neurotransmitter tersebut memodulasi subyektifitas, kognitif dan efek perilaku
yang berhubungan dengan merokok (Kotlyar and Hatsukami, 2002).
b. Mekanisme melibatkan saraf dopaminergik
Nikotinmenginduksi reseptor asetilkolin nikotinik (nAChR). dopamine rewards system dan
meningkatkan neurotransmitter dopamin pada daerah nucleus accumbens (NAc). Dopamin
inilah yang bertanggung jawab terhadap efek ketergantungan dan stimulan nikotin
7
(Mukherjee, 2003). Nikotin yang terikat pada nAChR sub unit α4β2 mengeksitasi saraf
dopaminergik melalui depolarisasi (Dani and Harris, 2007). Depolarisasi ini disebabkan
karena masuknya ion Na , K dan Ca . Ion 2+ Ca dalam sel menginduksi kontraksi otot dan
pelepasan berbagai neurotransmiter dan hormon (I k awa ti, 2 0 0 4 ). Sistem dopaminergik
yang dipengaruhi oleh nikotin adalah dopamin pada jalur mesokortikolimbik yaitu pada
daerah vental tegmental area (VTA), profrontal cortex (PFC) nucleus accumbens (NAc)
(Dani and Harris, 2007). Pelepasan dopamin pada jalur mesokortikolimbik inilah yang
berperan dalam tingkah laku dan menyebabkan efek ketergantungan terhadap obat-obat
psikostimulan, termasuk nikotin (Dani and Harris, 2007; De Biasi and Salas, 2008).
Asetilkolin yang dilepaskan mengaktivasi saraf dopaminergik untuk melepaskan dopamin
pada dearah postsinaptik. Nikotin selain bertindak sebagai agonis juga menyebabkan
desentisasi nAChR karena nAChR tidak berikatan dengan asetikolin sehingga menurunkan
pelepasan dopamin. Pada kondisi burst firing, dopamin yang dilepaskan lebih banyak
dibandingkan dengan kondisi normal (Gambar 3) (McGehee, 2006).
Efek ketergantungan nikotin diperantarai rewards pathway di otak yang melibatkan
jalur molekuler yang paling dominan adalah aktivasi nAChR sehingga mengaktifkan saraf
dopaminergik pada daerah nucleus accumbens(NAc).
8
Gambar: skema degradasi dopamin
9
hidrokarbon, dan metal. Karsonigen ini akan menyebabkan mutasi dari gen yang nantinya
akan mengalami pertumbuhan abnormal yaitu kanker.
10
inflmasi dan imunitas pada paru. Asap rokok memproduksi sel-sel inflamasi seperti enzim
elastase yang menurunkan elastisitas dari paru yang merupakan protein penting untuk
elastisitas dinding sakus alveolaris. Oksidan yang ada pada rokok akan menonaktifkan
penyebaran enzim alfa 1 antitripsin, yang menghambat destruksi dari elastase. Bahan kimia
organik dan anorganik berkontribusi pada toksisitas sistem rspirasi, termasuk hidrokarbon,
aldehid, keton, fenol, sianida, akrolin dan nitrik oksid. Komponen tersebut menyebabkan
hipersekresi mukus yang terus-menerus pada saluran nafas, yang mengakibtakna
abnormalitas saluran nafas kecil dan keruskan emfisematous pada sakus alveolaris yang di
perifer. Oksidasi dari agen rokok menghambat enzim yang melawan kerusakan elastisitas
paru. (Cigarette Smoke Components and Disease: Cigarette Smoke Is More Than a Triad of
Tar, Nicotine, and Carbon Monoxide Jeffrey E. Harris)
11
terjadi peningkatan penimbunan mukus dan resiko pertumbuhan infeksi (Amu, 2008).
Merokok juga dapat mengganggu kebersihan mukosiliar dan mengakibatkan terjadinya
penurunan fungsi makrofag alveolar paru untuk fagositosis dan membunuh kuman pada
individu perokok. (Wijaya 2012, ardhi 2014)
Asap rokok menurunkan respon terhadap antigen sehingga jika ada benda asing
yang masuk ke paru tidak segera dikenali dan dilawan. Asap rokok secara biokimia
meningkatkan sintesa elastase dan menurunkan produksi antiprotease sehingga merugikan
tubuh. (aditma 2004). Asap rokok meningkatkan tahanan jalan nafas (airway resistance)
sehingga menyebabkan pembuluh darah di paru-paru mudah bocor dan akan merusak
makrofag yang merupakan sel yang dapt memfagosit bakteri patogen. (zainul 2010)
Merokok meningkatkan risiko infeksi pnemonia, ISPA dan juga Tb paru. Merokok
dapat meningkatkan risiko infeksi akut dengan beberapa mekanisme yang memungkinkan.
Merokok dapat mengganggu kejernihan mokosa silia yang mana digunakan sebagai
mekanisme pertahanan utama dalam melawan infeksi. Hal itu juga dapat memperbaiki
menempelnya bakteri pada sel epitel pernapasan yang hasilnya adalah kolonisasi bakteri
dan infeksi. Merokok dimungkinkan menghasilkan penurunan fungsi T sel yang
dimanifestasikan oleh penurunan perkembangbiakan mitogen T sel. Polarisasi fungsi T sel
dari respon TH-1 ke TH- 2 mungkin juga mengganggu pertahanan pejamu dalam melawan
infeksi akut. Merokok juga mempunyai dampak negatif pada fungsi B-limposit membawa
kepada menurunnya produksi imunoglobulin. Secara ringkas merokok dapat meningkatkan
risiko infeksi melalui efek yang bersifat merugikan pada struktur dan fungsi jalan
pernapasan dan respon imunologis pejamu terhadap infeksi (Eisner, 2008).
12