Anda di halaman 1dari 25

SINDROMA GUILLAIN-BARRE

Dr. IRINA KEMALA NST


NIP. 19800903 200604 2 001

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Sindroma Guillain Barre menggambarkan sekumpulan manifestasi sindroma klinis dari


poliradikulopati inflamasi akut yang menyebabkan kelemahan dan terganggunya refleks.
Penatalaksanaan SGB memiliki dua komponen yaitu perawatan suportif dan perawatan
spesifik.
Melalui tulisan ini akan dibahas mengenai patofisiologi serta penatalaksanaan Sindroma
Guillain-Barre. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam menjalani
pendidikan keahlian dibidang Ilmu Penyakit Saraf.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada Dr. Rusli Dhanu, SpS(K) selaku
pembimbing I dan Prof.DR.Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K) selaku pembimbing II atas bimbingan dan
pengarahannya dalam penulisan laporan kasus ini.
Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Hormat saya,

Penulis

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan …………………………………………………………. ii


Kata Pengantar ………………………………………………………………. iii
Daftar Isi …………………………………………………………………….. iv
Daftar Singkatan …………………………………………………………….. vi
Daftar Tabel …………………………………………………………………. vii
Daftar Gambar ………………………………………………………………. vii
Abstrak ………………………………………………………………………. viii
Abstract ………………………………………………………………………. ix
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang …………………………………………………….. 1
2. Tujuan Penulisan …………………………………………………… 1
3. Manfaat Penulisan …………………………………………………. 1
II. LAPORAN KASUS
1. Identitas ………. ………………………………………………….. 2
2. Anamnesis ………………………………………………………….. 2
3. Pemeriksaan Fisik …………………………………………………... 2
4. Pemeriksaan Neurologis ……………………………………………. 3
5. Diagnosa ……………….…………………………………………… 4
6. Pemeriksaan penunjang…………………………………………….. 5
7. Kesimpulan Pemeriksaan ……………………………………………. 5
8. Diagnosa Akhir ………………………………………………………. 6
9. Penatalaksanaan ……………………………………………………… 6
10.Prognosa ……………………………………………………………… 6

III. TINJAUAN PUSTAKA


1. Defenisi ………………………………………………………………. 7
2. Epidemiologi …………………………………………………………. 7
3. Etiologi ................................................................................................. 7
4. Klasifikasi .............................................................................................. 8

Universitas Sumatera Utara


5. Patogenesis...........………………………………………………........ 8
6. Gambaran Klinis ……………………………………………………… 10
7. Prosedur Diagnostik ………………………………………………….. 10
8. Diagnosis Banding ……………………………………………………. 11
9. Penatalaksanaan ……………………………………………………… 12
10. Prognosis ……………………………………………………………… 14
IV. DISKUSI KASUS ……………………………………………………….. 15
V. PERMASALAHAN ……………………………………………………… 15
VI. KESIMPULAN ………………………………………………………….. 16
VII. SARAN ………………………………………………………………….. 16
VIII. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 17
IX. LAMPIRAN …………………………………………………………….. 18

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

CSS : Cairan Serebrospinal


IVIG : Intravenous Immunoglobulin
LMN : Lower Motor Neuron
PE : Plasma Exchange
SGB : Sindroma Guiilain-Barre

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Sindroma Guillain-Barre...................................................... 8


Tabel 2. Diagnostic criteria for Guillain-Barre Syndrome……………....…….. 11
Tabel 3. Skala disabilitas untuk SGB ………………………………………….. 13
Tabel 4. Treatment og GBS: IVIG vs PE …………………………………………….. 14

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Immunopathogenesis Sindroma Guillain-Barre ...................................... 9

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Sindroma Guillain-Barre dikarakteristikkan sebagai onset akut adri gangguan saraf perifer dan
kranial. Tanda dan gejala termasuk kelemahan dengan progresivitas yang cepat dan simetris serta
hilangnya refleks tendon. Plasmapheresis atau infus intravena human gamma globulin dini
meningkatkan perbaikan dan mengurangi insiden disabilitas jangka panjang. dari Pada kasus ini
dilaporkan seorang pria, 50 tahun, datang ke RSUP.H.Adam Malik Medan dengan keluhan
utama lemah seluruh anggota gerak. Dari pemeriksaan neurologis ditemukan tetraparesis flaksid,
penurunan refleks biseps/trisep dan APR/KPR, hipoestesi pada Th4-Th5 kebawah dan
inkontinensia urin dan alvi. Dari pemeriksaan lumbal punksi ditemukan level protein dan jumlah
sel normal. Penderita didiagnosa dengan Sindroma Guillain-Barre dan direncanakan untuk
dilakukan plasma exchange.

Kata kunci : sindroma guillain-barre-kerusakan saraf perifer-plasmaferesis

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

The Guillain-Barre Syndrome is characterized by acute onset of peripheral and cranial nerve
dysfunction. Symptoms and signs include rapidly progressive and symetrical weakness with loss
of tendon reflexes. Early plasmapheresis or intravenous infusion of human gamma globulin
accelerate recovery and diminished the incidence of long term neurologic disability. This is a
case report of male, 50 years, admitted to RSUP.H.Adam Malik Medan with major complain is
weakness in all extremities. From neurologic examination we found flaccid tetraparesis,
decreases in biseps/ triseps and APR/KPR reflex on all extremities, hypoestesia in Th4-Th5, and
incontinence urine et alvi From lumbar puncture we found level protein and cell were normal.
The patient diagnosed as Guillain-Barre Syndrome and planned to receive plasma exchange.

Key word : guillain-barre syndrome-perpheral nerve dysfunction-plasmapheresis

Universitas Sumatera Utara


I. PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG


Sindroma Guillain Barre (SGB) menggambarkan sekumpulan manifestasi sindroma
klinis dari poliradikulopati inflamasi akut yang menyebabkan kelemahan dan terganggunya
refleks 1. Sindroma Guillain Barre merupakan penyebab paralisis flaksid akut tersering di
Eropa. Penyakit ini umumnya akan mengalami perbaikan secara sempurna, namun pada
sebagian kasus mengalami kecacatan menetap dan bahkan pada sekitar 4-15% kasus
meninggal dunia.2
Sindroma Guillain Barre dikenal sebagai beberapa gangguan yang ditandai oleh suatu
serangan immune-mediated pada saraf tepi, khususnya pada myelin sheath atau sel Schwann
dari saraf motorik atau sensorik. 3
Infeksi gastrointestinal atau pernafasan ringan mendahului gejala neuropatik pada 1
hingga 3 minggu sebelumnya (kadang-kadang lebih lama) pada sekitar 60% kasus. Penelitian
ini menunjukkan bahwa Campylobacter jejuni adalah organisme penginfeksi yang paling
sering dijumpai namun hanya dijumpai pada proporsi kecil kasus.4
Tiga macam pengobatan telah diuji secara luas pada SGB yaitu terapi kortikosteroid,
plasma exchange, dan intravenous immunoglobulin (IVIG). Dari ketiganya, plasma exchange
dan IVIG yang memperlihatkan keefektifan.2

I.2. Tujuan Penulisan


Laporan kasus ini dibuat untuk membahas aspek epidemiologi, etiologi, patogenesis,
gambaran klinik, penegakan diagnosa, perkembangan terapi serta prognosis dari penderita
Sindroma Guillain Barre

I.3. Manfaat Penulisan


Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan lebih lanjut
mengenai penatalaksaan yang tepat sehingga memberikan prognosa yang baik bagi penderita
Sindroma Guillain Barre

Universitas Sumatera Utara


II. LAPORAN KASUS

II.1. ANAMNESE PRIBADI


Seorang pria (ES), umur 50, suku Karo, pekerja petani, menikah, alamat
Dusun I Bintang Meriah Kecamatan Kuta Buluh, masuk ke RS H.Adam Malik Medan
pada tanggal 18 November 2009.

II.2. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


Keluhan Utama : Lemah keempat anggota gerak
Telaah : Lemah keempat anggota gerak telah dialami os sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit, berlangsung secara perlahan-lahan.
Diawali dengan rasa kebas pada kedua tungkai yang kemudian
dikuti dengan rasa lemah namun os masih dapat berjalan dengan
bantuan orang lain sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Kelemahan pada tungkai bawah kemudian semakin memberat
keesokan harinya sehingga os tidak dapat berjalan. Tiga hari
kemudian rasa lemah ini terasa menjalar sampai ke lengan, juga
disertai dengan rasa kebas dan semakin memberat sehingga os
tidak dapat menggerakkan keempat anggota gerak sejak 1
minggu ini. Kemudian os juga mengeluh sesak nafas sejak 1 hari
yang lalu. Riwayat demam (+) 5 hari sebelumnya, disertai batuk.
Riwayat mencret (-). Riwayat trauma (-). Riwayat batuk lama (-)
RPT :-
RPO : tidak jelas

II.3. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum :
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 140 / 80 mmHg
Nadi : 84 x / menit, reguler
Pernapasan : 26 x / i
Temperatur : 37,2° C

Universitas Sumatera Utara


Kepala : norrmosefalik
Thoraks : Simetris fusiform
Jantung : Bunyi jantung normal, Desah (-)
Paru-paru : Pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik normal
Ekstremitas : Tetraparesis

II.4. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


Sensorium : Compos Mentis
Tanda perangsangan meningeal : Kaku kuduk (-) Brudzinsky I : (-)
Kernig (-) Brudzinsky II : (-)
Tanda peninggian TIK : Sakit kepala (-) Kejang (-)
Muntah (-)
NERVUS KRANIALIS :
NI : Normosmia
N II, III : Refleks cahaya + / +, pupil isokor, Ø 3 mm
N III, IV, VI : Gerakan bola mata (+) normal
NV : Buka tutup mulut (+) normal
N VII : Sudut mulut simetris
N VIII : Pendengaran (+) normal
N IX, X : Uvula medial, arcus faring simetris
N XI : Sulit dinilai
N XII : Lidah istirahat dan dijulurkan medial
Sistem Motorik
Trofi : Eutrofi
Tonus : hipotonus
Kekuatan Otot :
11111 11111
ESD : ESS :
11111 11111

11111 11111
EID : EIS :
11111 11111

Universitas Sumatera Utara


Refleks Fisiologis : kanan kiri
Biceps / Triceps : + ↓/ +↓ + ↓ /+↓
KPR / APR : +↓ /+↓ +↓ / +↓
Refleks Patologis : kanan kiri
Hofmann Tromner : (-) (-)
Babinski : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)
Sistem sensibiltas : Hipestesi setinggi Thoracal 4-5 ke bawah
Vegetatif :
Miksi : Inkontinensia urine
Defekasi : Inkontinensia alvi
Vertebra : Dalam batas normal
Gejala serebellar : Tidak dijumpai
Gejala Ekstrapiramidal : Tidak dijumpai
Fungsi Luhur : baik

II.5. DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional : Tetraparese tipe LMN + Hipestesia setinggi Th 4-5
ke bawah + Inkontinensia urin + Inkontinensia alvi
Diagnosa Anatomis : Saraf perifer
Diagnosa Etiologis : Autoimun
Diagnosa Banding : 1. Sindroma Guillain Barre
2. Miopati
3. Myelitis transversalis

Diagnosa Kerja : Tetraparese tipe LMN+ Hipestesia setinggi Th 4-5 ke bawah +


Inkontinensia urin + Inkontinensia alvi ec Sindroma Guillain Barre

Universitas Sumatera Utara


II.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
II.6.1. Hasil Laboratorium (19 November 2009)
Hb : 17,9 g / dl Ureum : 68 mg/dl
Ht : 51,5 % Kreatinin : 1,0 mg/dl
Leukosit : 12900 / mm3 KGD ad random : 149 mg/dl
Trombosit : 319.000 / mm3 Natrium : 131 mEq/L
LED : 8 mm/jam Kalium : 4,52 mEq/L
SGPT : 29 U/l Chlorida : 94 mEq/L
SGOT : 141 U/l Albumin : 3,59 g/dl

II.6.2. Hasil EKG


Kesan : EKG dalam batas normal
II.6.3. Hasil Konsul Paru
Kesimpulan : Tidak tampak kelainan pada jantung dan paru
II..7.4. Hasil Lumbal punksi (26 November 2009)
Warna : jernih PH : 7,5
LDH : 32 U/L PMN sel : sulit dinilai
Protein : 11 mg/dl MN sel : sulit dinilai
Jumlah sel : 2 /mm3 Reaksi none : (-)
Glukosa : 123 mg/dl Reaksi pandy : (-)
II.7.5 Konsul Anestesi dan Reaminasi (19 November 2009)
Jawaban : Acc perawatan di ICU

II.7. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


Telah dirawat di RS HAM seorang pria (ES), 50 tahun, Karo, Kristen protestan,
petani, dengan keluhan utama lemah keempat anggota gerak.
Dari anamnese didapati bahwa lemah keempat anggota gerak telah dialami
penderita sejak 1 minggu sebelum masuk RS HAM, berlangsung secara perlahan-
lahan. Awalnya rasa kebas pada kedua tungkai yang kemudian dikuti dengan rasa
lemah namun os masih dapat berjalan dengan bantuan orang lain sejak 2 minggu yang
lalu. Keesokan harinya memberat sehingga os tidak dapat berjalan. Rasa lemah ini
terasa menjalar sampai ke lengan tiga hari kemudian yang juga disertai dengan rasa

Universitas Sumatera Utara


kebas dan semakin memberat sehingga os tidak dapat menggerakkan kedua lengan
dan tungkai sejak 1 minggu terakhir. Sesak nafas dialami os sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat demam (+) 5 hari sebelumnya, disertai batuk. Riwayat mencret (-). Riwayat
trauma (-). Riwayat batuk lama (-)
Dari hasil pemeriksaan fisik dijumpai sensorium compos mentis, vital sign
frekuensi nafas 26x/menit. Hasil pemeriksaan neurologis didapatkan; sistem motorik
tetraparesis tipe LMN, penurunan reflek fisiologis pada keempat ekstremitas. Pada
pemeriksaan sensibilitas dijumpai hipoestesia setinggi Th4-5 ke bawah. Pemeriksaan
vegetatif dijumpai inkontinensia urine dan inkontinensia alvi.
Dari hasil pemeriksaan penunjang lumbal punksi dijumpai kadar protein serta
jumlah sel normal.

II.8. DIAGNOSA AKHIR


Tetraparese tipe LMN+ Hipestesia setinggi Th 4-5 ke bawah + Inkontinensia urin +
Inkontinensia alvi ec Sindroma Guillain Barre

II.9. PENATALAKSANAAN
• Bed Rest
• Diet MB TKTP
• O2 face mask 6-8L/i
• Inj. Dexamethasone 1 ampul/6 jam  tapering off
• Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
• Total Plasma Exchange
• Fisioterapi

II.10. PROGNOSA
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad malam

Universitas Sumatera Utara


III. TINJAUAN PUSTAKA
III.1 DEFENISI
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati ascending, simetris, akut
yang sering terjadi pada 1-3 minggu dan kadang-kadang hingga 8 minggu setelah suatu
infeksi akut.5
III.2 EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini dijumpai di seluruh dunia dengan tingkat insidens yang bervariasi dari 0,4
sampai 1,7 kasus per 100.000 penduduk tiap tahun.4 Berdasarkan survey epidemiologi di
Amerika Serikat mendapatkan insidens rerata tahunan SGB sekitar 3 kasus per 100.000
populasi.1
Perbandingan menurut kelompok umur, angka rerata rawat inap pasien SGB
meningkat sejalan dengan usia, dijumpai 1,5 kasus per 100.000 populasi pada penduduk
berusia kurang dari 15 tahun dan puncaknya 8,6 kasus per 100.000 populasi pada penduduk
berusia 70-79 tahun.1
Sindroma Guillain Barre dapat mengenai semua usia, walaupun jarang dijumpai pada
bayi 6. Penyakit ini mempunyai dua puncak usia yakni 15-35 tahun dan 50-75 tahun. Rasio
pria berbanding wanita 1,5 : 1.7

III.3 ETIOLOGI
Sindroma Guillain Barre telah dihubungkan dengan infeksi virus dan bakteri yang
mendahuluinya, pemberian vaksin tertentu serta penyakit sistemik lainnya 7. Penyakit ini
dianggap sebagai penyakit paska infeksi yang diperantarai sistem imun yang menyerang saraf
perifer 1. Sindroma Guillain Barre sering terjadi paska infeksi pernafasan atau penyakit
saluran cerna tetapi telah dilaporkan suatu infeksi spesifik seperti cytomegalovirus, Epstein-
Barr virus, enterovirus, Campylobacter jejuni, mycoplasma dan paska imunisasi.5
Agen pencetus yang paling sering teridentifikasi adalah C.jejuni (13-39% kasus),
cytomegalovirus (5-22%), Epstein-barr virus (1-13% kasus) dan Mycoplasma pneumonia (5%
kasus). Seluruh kuman ini memiliki sekuens karbohidrat (antigen) yang menyerupai jaringan
saraf tepi.6

Universitas Sumatera Utara


III.4 KLASIFIKASI
Tabel 1. Klasifikasi Sindroma Guillain-Barre

Dikutip dari : Gooch C, Fatimi T. Autoimmune Neuropathies Guillain-Barre Syndrome. In: Brust JCM, ed.
Current Diagnosis and Treatment in Neurology. New York. Mc Graw-Hill; 2007. P.302-4

III.5 PATOGENESIS
Organ penginfeksi menyebabkan respon imun humoral dan selular. Respon imun
humoral terjadi sebagai hasil dari aktivasi komplemen di bagian luar dari plasmalemma sel
Schwann. Respon imun seluler melibatkan makrofag dan sel T yang menyerang myelin sehat
di saraf perifer dan kranial, menyebabkan blok konduksi dari impuls saraf.9
Sindroma Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai suatu penyakit autoimmune,
dimana sistem imun secara “keliru” menyerang myelin atau akson, saraf pembawa signal dari
dan menuju otak. Kekeliruan serangan imun ini dapat timbul akibat permukaan C. jejuni
mengandung polisakarida yang menyerupai glikokunjugat jaringan saraf manusia. Kemiripan
ini disebut “ molecular mimicry “, yang didefinisikan sebagai pengenalan ganda oleh reseptor
sel-B atau sel-T dari suatu struktur mikroba dan suatu antigen host, dan merupakan
mekanisme dimana infeksi mencetuskan reaksi silang antibodi atau sel-T yang dapat
menyebabkan penyakit autoimun.3
Sel T memegang peranan penting pada penyakit SGB, dimana sel T help merupakan
prasyarat yang penting untuk maturasi sel B dan produksi antibodi. Pada penderita SGB, sel T
dijumpai di saraf perifer.10

Universitas Sumatera Utara


Ganglioside-like epitopes berada pada dinding bakteri C.jejuni yang dikenali oleh
limfosit B. Limfosit menghasilkan antibodi yang bereaksi silang dengan gangliosid GM1
yang ada pada myelin saraf tepi pasien SGB. Infeksi oleh organisme lain juga dapat memicu
respon antibodi yang sama. Perbedaan pola SGB kemungkinan diakibatkan oleh
keanekaragaman keterkaitan antara antibodi dan sel-T dari spesifitas yang berbeda.11
Gambar 1. Immunopathogenesis Sindroma Guillain Barre

Dikutip dari : Kasper Dl, fauci AS, Longo DL, et al.editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
16th. New York : Mc Graw Hill. 2005

Universitas Sumatera Utara


III.6 GAMBARAN KLINIS
Sindroma Guillain-Barre muncul sebagai paralisis motorik areflesia yang berkembang
cepat dengan atau tanpa gangguan sensorik. Kelemahan biasanya berkembang selama
beberapa jam hingga hari dan sering disertai dengan rasa kebas dan disestesia pada
ekstremitas. Tungkai biasanya lebih berat terkena dibandingkan lengan. Saraf kranial bawah
juga sering terlibat, menyebabkan kelemahan bulbar dan kesulitan mengeluarkan ludah dan
menjaga jalan nafas. Sebagian besar pasien memerlukan perawatan rumah sakit, dan hampir
30% memerlukan bantuan ventilator pada perjalanan penyakitnya.4,5,12
Kelemahan yang bersifat asending, simetris bisa melibatkan otot pelvis, abdominal,
thorakal dan ekstremitas atas. Kelumpuhan bisa berlanjut sampai 10 hari dan kemudian
bertahan tidak berubah secara relatif selama 2 minggu.1,4,5
Nervus kranialis VII sering terlibat dimana kelemahan fasialis bilateral kira-kira 50%
dari kasus. Disfungsi orofaringeal terlihat pada kasus berat dan merupakan tanda awal yang
mengancam terjadinya gagal nafas. Tingkat gangguan sensorik biasanya bervariasi dan
biasanya ringan. Fungsi saraf otonom dapat terganggu seperti takikardi, aritmia jantung,
hipotensi postural atau gejala vasomotor.5
Proses penyembuhan biasanya dimulai 2 minggu setelah berhentinya progresifitas
klinis. Tetapi proses penyembuhan bisa lebih lambat, memerlukan waktu sampai 6-24 bulan.5

III.7 PROSEDUR DIAGNOSTIK


III.7.1 Lumbal Pungsi (LP)
Penemuan Cairan serebrospinal (CSS) bersifat khas, terdiri dari peningkatan kadar
protein CSS [1 sampai 10 g/L (100 sampai 1000 mg/dL) tanpa disertai pleositosis. Gambaran
CSS dapat normal jika gejala terjadi kurang dari 48 jam; pada akhir minggu pertama kadar
protein biasanya meningkat. Peningkatan sementara pada sel CSS (10 sampai 100/μL) bisa
dijumpai pada beberapa kasus; namun pleositosis CSS yang menetap menunjukkan
kemungkinan diagnosis yang lain seperti mielitis viral.12,13

III.7.2 Elektromiografi (EMG)


Gambaran elektrodiagnostik sangat ringan atau tidak ada pada tahap awal SGB dan
tertinggal dari perkembangan klinis. Pada kasus dengan demielinasi, memanjangnya distal

Universitas Sumatera Utara


latency, perlambatan kecepatan hantaran, adanya blok konduksi dan dispersi temporal dari
potensial aksi gabungan adalah gambaran yang biasa ditemukan.12,13
Tabel 2. Diagnostic Criteria for Guillain-Barre´ Syndrome

REQUIRED
1. Progressive weakness of 2 or more limbs due to neuropathy
2. Areflexia
3. Disease course _4 weeks
4. Exclusion of other causes [e.g.vasculitis (polyarteritis nodosa, systemic lupus
erythematosus, Churg-Strauss syndrome), toxins (organophosphates, lead), botulism,
diphtheria, porphyria, localized spinal cord or cauda equina syndrome]
SUPPORTIVE
1. Relatively symmetric weakness
2. Mild sensory involvement
3. Facial nerve or other cranial nerve involvement
4. Absence of fever
5. Typical CSF profile (acellular, increase in protein level)
6. Electrophysiologic evidence of demyelination
Source: Modified from AK Asbury, DR Cornblath: Ann Neurol 27:S21, 1990.

Dikutip dari : Kasper Dl, fauci AS, Longo DL, et al.editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th.
New York : Mc Graw Hill

III.8 DIAGNOSA BANDING


Sindroma Guillain-Barre ini didiagnosis banding dengan :
1. Poliomyelitis
Penyakit ini ditandai dengan adanya demam dan myalgia yang berat, diikuti dengan
kelumpuhan otot tipe flaksid yang asimetris. Pada cairan serebrospinal dijumpai
pleocytosis dan tidak dijumpai keterlibatan sensorik.5
2. Botulism
Sering terjadi pada kelompok yang mengkonsumsi makanan kaleng. Gejala diawali
dengan diplopia.5
3. Neuropati logam berat
Onset kelemahan lebih lambat. Pada kebanyakan kasus dijumpai riwayat terpapar
logam berat di daerah industri.5
4. Paralisis periodik hipo atau hiperkalemik
Onset yang tiba – tiba dari paralisis general dengan disertai salah satu apakah hipo
atau hiperkalemik.5

Universitas Sumatera Utara


5. Polymyositis akut
Dijumpai kelemahan simetris otot proximal dengan onset akut. Ruam sering didapati
pada dermatomysitis. Laju endap darah dan level creatine phosphokinase meningkat.5
6. Myasthenia gravis
Ptosis dan kelemahan okulomotor yang merupakan gambaran SGB pada beberapa
kasus dapat menyerupai myasthenia gravis, tetapi pada perjalanan penyakit
selanjutnya tidak dijumpai gangguan sensoris, reflek tendon (+).4,5

III.9 PENATALAKSANAAN
III.9.1 Terapi Suportif
Manajemen awal meliputi :1,7
• Pertahankan ABC jalur intravena dan bantuan ventilasi sesuai indikasi
• Intubasi harus dilakukan pada pasien yang mengalami gagal nafas. Indikator klinis
untuk intubasi mencakup hipoksia, penurunan fungsi respirasi yang cepat, batuk yang
lemah, dan dicurigai aspirasi.
• Pasien dengan SGB harus dimonitor ketat untuk perubahan tekanan darah, denyut
jantung dan aritmia lainnya.
- Jarang dibutuhkan pengobatan untuk takikardi
- Atropin direkomendasikan untuk bradikardi simtomatik
- Karena labilnya disautonomia, hipertensi sebaiknya ditangani dengan obat
short acting seperti beta blocker atau nitroprusside
- Hipotensi akibat disauotonomia biasanya menunjukkan respon terhadap cairan
intravena dan posisi telentang
- Alat pacu jantung sementara mungkin dibutuhkan pada pasien dengan blok
jantung derajat dua atau derajat tiga.

III.9.2 Terapi Spesifik


Pengobatan yang telah diuji secara pada SGB ada tiga macam yaitu kortikosteroid,
plasma exchange dan intravenous immunoglobulin (IVIG). Dari ketiganya, plasma exchange
dan IVIG yang memperlihatkan keefektifannya, sedangkan studi yang berulang tidak
memperlihatkan keefektifan dari terapi steroid.2

Universitas Sumatera Utara


Efikasi plasma exchange (PE) dan IVIG tampaknya sama dalam memperpendek
durasi penyakit. Terapi kombinasi tidak memperlihatkan penurunan disabilitas yang
bermakna. Keputusan untuk menggunakan terapi didasarkan kepada keparahan penyakit, laju
progresifitas dan rentang waktu antara simptom pertama dengan presentasi klinis.1
Pada SGB dikenal sistem skoring untuk menggambarkan kondisi penyakit yang
disebut sebagai scale of disability.14
Tabel 3. Skala disabilitas untuk SGB
Skala 0 : Sehat
Skala 1 : Tanda dan gejala neuropati tetapi mampu bekerja
Skala 2 : Pasien mampu berjalan tanpa bantuan tongkat tetapi tidak mampu berkerja
Skala 3 : Pasien mampu berjalan dengan bantuan tongkat, peralatan atau bantuan
Skala 4 : Terbatas hanya di tempat tidur atau di kursi roda
Skala 5 : Membutuhkan alat bantu napas
Skala 6 : Kematian

Dikutip dari : Winer JB. Treatment of Guillain-Barre Syndrome. Q J Med 2002; 95: 717-21
1. Intravenous immunoglobulin
Saat ini IVIG merupakan pilihan terapi untuk SGB. Dosis total standar untuk suatu
pemberian IVIG adalah 2gr/kg. Secara konvensional diberikan 0,4g/kg/hari selama 5 hari.2
Intravenous immunoglobulin (IVIG) bekerja dengan menetralisir antibodi myelin yang
melalui antibodi anti-idiotypic, menurunkan sitokin proinflamasi seperti interferon-gamma
(INF-gamma), juga menghambat kaskade komplemen dan memicu remielinisasi.7
Pada prakteknya pemberian IVIG relatif lebih mudah dan aman dibandingkan PE,
sehingga umumnya IVIG merupakan pengobatan yang lebih dipilih. Namun terdapat situasi
dimana PE lebih dipilih atau diindikasikan, misalnya :2,15
- Adanya kontraindikasi penggunaan IVIG
- Intoleransi atau efek samping yang serius pada penggunaan IVIG
- IVIG tidak tersedia sedang PE tersedia
2. Plasma Exchange
Albumin digunakan pada PE saat plasma pasien ditukar dengan subsitusi plasma.
Dapat menghilangkan autoantibodi dan kompleks imun dari serum. Plasma exchange
diberikan bersamaan dengan albumin (50 ml/kg) selama periode 10 hari dan terbukti

Universitas Sumatera Utara


mempercepat pemulihan dan dapat membantu menghilangkan konstituen sitotoksik dari
serum.1,2
Plasma exchange dilakukan sebanyak lima kali pada hari yang berselang. Setiap kali
PE, 40-50 ml/kg plasma dikeluarkan dan digantikan, setengahnya dengan saline 0,9% dan
setengahnya dengan albumin 5% dalam 0,9% larutan saline. Regimen replacement dengan
menggunakan albumin sama efektifnya dengan regimen yang menggunakan fresh frozen
plasma.11
Tabel 4. Treatment of GBS: IVIG vs PE
IVIG PE
Duration of treatment 2-5 days 8-10 days (4-5 exchanges)
Venous access Peripherally almost always Central frequently require
adequate especially in children and elderly
Contraindication Previous anaphilaxis to IVIG, Hemodynamic instability,
renal insufficiency, severe CHF, significant autonomic instability,
severe IgA insufficiency coagulation disorder
Risk of infection Low with new products (donors Variable; definite increase in line
screened for HIV; hepatitis A,B, infection with placement of
C; and HTLV-1) central catheters
Adverse reactions Headache, aseptic meningitis, Hypotension,cardiac
renal failure, anaphylaxis arrhythmias, sepsis, thrombosis,
hemorrhage
Dikutip dari: Sheikh KA. Peripheral nerve Disease. In : Jhonson RT, Griffin JW, McArthur JC, editors. Current
therapy in neurologic disease.6th ed. USA. Mosby.2002 p.366-70

III.10 PROGNOSA
Diperkirakan 85% pasien SGB mencapai perbaikan fungsional penuh dalam waktu 6-
12 bulan, maksimal sampai 18 bulan setelah onset. Sekitar 7-15% mengalami sekuele
neurologis yang permanen. Angka mortalitas kurang dari 5%, dengan sepsis, emboli paru, dan
cardiac arrest sebagai penyebabnya.6
Beberapa faktor yang diduga sebagai faktor prognostic buruk SGB antara lain :6
1. Umur ≥ 60th
2. Kecepatan perburukan klinis
3. Amplitudo konduksi saraf rendah pada saat stimulasi distal
4. Penggunaan ventilator yang lama.
Secara umum “poor long term prognosis” secara langsung berhubungan dengan
beratnya penyakit pada episode akut dan keterlambatan onset terapi spesifik.

Universitas Sumatera Utara


Relaps hanya terjadi pada 3-5% kasus, dan tidak secara signifikan dipengaruhi oleh terapi atau
faktor lain.6
IV. DISKUSI KASUS

Pada kasus ini telah dirawat seorang laki-laki yang didiagnosa dengan Sindroma
Guillain-Barre berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi dan
pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama lemah pada keempat anggota gerak. Dari
anamnese didapati bahwa lemah keempat anggota gerak telah dialami penderita sejak 1
minggu sebelum masuk RS HAM, berlangsung secara perlahan-lahan. Awalnya rasa kebas
pada kedua tungkai yang kemudian dikuti dengan rasa lemah namun os masih dapat berjalan
dengan bantuan orang lain sejak 2 minggu yang lalu. Keesokan harinya memberat sehingga os
tidak dapat berjalan. Rasa lemah ini terasa menjalar sampai ke lengan tiga hari kemudian yang
juga disertai dengan rasa kebas dan semakin memberat sehingga os tidak dapat menggerakkan
kedua lengan dan tungkai sejak 1 minggu terakhir. Sesak nafas dialami os sejak 1 hari yang
lalu. Riwayat demam dijumpai, disertai batuk.
Dari pemeriksaan neurologis didapatkan; tetraparesis tipe LMN, penurunan reflek
fisiologis pada keempat ekstremitas, hipoestesia setinggi Th4-5 ke bawah dan inkontinensia
urine dan inkontinensia alvi.
Saat masuk os didiagnosa banding dengan miopati dan myelitis transversalis. Miopati
disingkirkan karena pada kasus ini kelemahan diawali pada bagian distal terlebih dahulu.
Sedangkan myelitis transversalis yang menyebar keatas (asending) disingkirkan karena pada
kasus ini tidak dijumpai peningkatan refleks dan tidak ada refleks patologis.
Dari hasil pemeriksaan lumbal punksi dijumpai kadar protein serta jumlah sel normal.
Pada kasus ini os dikonsulkan ke ICU karena mengalami kesulitan bernafas akibat
kelemahan otot-otot pernafasan. Pasien menjalani plasma exchange dan terlihat kemajuan
kondisi pasien dengan meningkatnya kekuatan motorik dan menurunnya kesulitan bernafas.

V. PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosa pasien ini sudah benar?


2. Apakah pemberian plasma exchange perlu dilanjutkan sampai lima kali?

Universitas Sumatera Utara


VI. KESIMPULAN

1. Diagnosis Sindroma Guillain Barre ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


neurologis dan pemeriksaan penunjang.
2. Gambaran klinis berupa kelemahan yang bersifat asending, simetris bisa melibatkan otot pelvis,
abdominal, thorakal dan ekstremitas atas
3. Penatalaksanaan kasus ini terapi suportif dan terapi spesifik

VII. SARAN

Perlu penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang penyakit dan


perjalanannya yang lama agar keluarga dan penderita sabar menjalani pengobatan dan
menunggu masa penyembuhan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Davids HR, Oleszek JL, Cha-Kim A. Guillain-Barre Syndrome.2009.Available from:


http//www.emedicine.com/PMR/topic48.htm
2. Expert Consensus statements on the use of IVIG in Neurology. 1st ed. Prepared by
the Asia Pasific IVIG advisory board.2004
3. Yu RK, Usuki S, Ariga T. Ganglioside Molecular Mimicry and Its Pathological roles
in Guillain-Barre Syndrome and Related Disease. Infection and Immunity.2006; 74:
6517-27
4. Adam RD, Victor Mand Ropper AH : Principle of Neurology, 7th ed, New York: Mc.
Graw – Hill. 2001
5. Gilroy J. Basic Neurology. 3rd ed.New York : McGraw – Hill ; 2000
6. Newswanger DL, Warren CR. Guillain Barre Syndrome. American Family
Physician, 2004; 69: 2405-10
7. Miller A, Ali OE, Sinert R. Guillain Barre Syndrome.2009. Available from:
http://www.emedicine.com/EMERG/topic222.htm
8. Gooch C, Fatimi T. Peripheral Neuropathies. In : Brust JCM, editor. Currrent
Diagnosis and Treatment Neurology. New York: McGraw Hill; 2007. p.302-4
9. Hankey GJ. Wardlaw JM. Clinical Neurology. 1st ed. London: Manson Publishing;
2008
10. Csurhers PA. Sullivan AA. Green K. Pender et al. T cell Reactivity to P0, P2. PMP-
22 and Myelin basic protein in patients with Guillain-Barre Syndrome and Chronic
Inflammatory Demyeliting Poliradiculopathy. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2005;
76: 1431-39
11. Sanap MN, Worthley LIG. Neurologic Complication of Critical Illness: Part II.
Polyneuropathies and Myopathies. Critical Care and Resuscitation. 2002; 4: 133-140
12. Kasper Dl, fauci AS, Longo DL, et al.editors. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 16th. New York : Mc Graw Hill. 2005
13. Lange DJ, Latov N,Trojaborg W. Acquired Neuropathies. In : Rowland LP, editor.
Merrit’s Neurology. 10th edition. Philadelphia : Lippicott Williams & Wilkins ; 2000.
p.613-15
14. Winner JB. Treatment of Guillain Barre Syndrome. QJ Med 2002; 95: 17-21
15. Sheikh KA. Peripheral nerve Disease. In : Jhonson RT, Griffin JW, McArthur JC,
editors. Current therapy in neurologic disease.6th ed. USA. Mosby.2002 p.366-70

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai